Selasa, 14 Maret 2017

EKONOMI SKALA UMKM & KOPERASI - KONSEP KINERJA KOPERASI DAN MEMILIH METODE PENGUKURAN KINERJA KOPERASI YANG TEPAT





Konsep Kinerja Koperasi Dan Memilih Metode Pengukuran Kinerja Koperasi Yang Tepat

Dalam sebuah sistem pengendalian manajemen yang baik dapat membantu dalam proses pembuatan keputusan dam memotivasi setiap individu dalam sebuah organisasi agar melakukan keseluruhan konsep yang telah ditentukan. Sistem pengendalian manajemen adalah suatu proses yang menjamin bahwa sumber-sumber diperoleh dan digunakan dengan efektif dan efisien dalam rangka pencapaian tujuan organisasi, dengan kata lain pengendalian manajemen dapat diartikan sebagai proses untuk menjamin bahwa sumber manusia, fisik dan teknologi dialokasikan agar mencapai tujuan organisasi secara menyeluruh.

Pengendalian manajemen berhubungan dengan arah kegiatan manajemen sesuai dengan garis besar pedoman yang sudah ditentukan dalam proses perencanaan strategi. Sistem pengendalian manajemen meramalkan besarnya penjualan dan biaya untuk tiap level aktifitas, anggaran, evaluasi kinerja dan motivasi karyawan.

Dalam era globalisasi saat ini perkembangan industri dan perekonomian harus diimbangi oleh kinerja karyawan yang baik sehingga dapat tercipta dan tercapainya tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia (pegawai) dalam organisasi adalah mengukur kinerja pegawai. Pengukuran kinerja dikatakan penting mengingat melalui pengukuran kinerja dapat diketahui seberapa tepat pegawai telah menjalankan fungsinya. Ketepatan pegawai dalam menjalankan fungsinya akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan. Selain itu, hasil pengukuran kinerja pegawai akan memberikan informasi penting dalam proses pengembangan pegawai.

Menurut Junaedi ( 2002 : 380-381) “Pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun proses”. Artinya, setiap kegiatan perusahaan harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian arah perusahaan di masa yang akan datang yang dinyatakan dalam misi dan visi perusahaan.

Namun, sering terjadi pengukuran dilakukan secara tidak tepat. Ketidaktepatan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang menyebabkan ketidaktepatan pengukuran kinerja diantaranya adalah ketidakjelasan makna kinerja yang diimplementasikan, ketidapahaman pegawai mengenai kinerja yang diharapkan, ketidakakuratan instrumen pengukuran kinerja, dan ketidakpedulian pimpinan organisasi dalam pengelolaan kinerja.


A.    Latar Belakang

Memasuki millennium ketiga, pada saat persaingan dunia usaha semakin mengglobal dan sarat  dengan persaingan yang maha hebat, maka mau tidak mau, setiap para pelaku ekonomi tak  terkecuali koperasi, bila ingin terus bertumbuh, harus memiliki daya saing yang berkelanjutan (sustainable competitivie advantage). Pada kasus koperasi di Indonesia, terdapat banyak pihak yang memprihatinkan kemampuan badan usaha ini dalam memenuhi tuntutan arus globalisasi tersebut. Apabila koperasi tidak segera dan terus-menerus melakukan reposisi dirinya sebagai salah satu pelaku ekonomi yang mendapat dukungan konstitusi, maka tidak mustahil koperasi akan terus tertinggal dan lambat laun akan terabaikan.

Kekhawatiran tersebut tentunya didasari oleh suatu analisis kondisi nyata koperasi yang ada di lapangan dan nilai-nilai dasar koperasi yang melekat pada diri koperasi itu sendiri. Nilai-nilai dasar seperti kekeluargaan, kesetiakawanan (solidaritas) keadilan, gotong-royong, demokrasi, dan kebersamaan dipandang kurang dapat lagi dijadikan sebagai factor kekuatan (strengths) bagi koperasi dalam memasuki pasar global. Nilai-nilai dasar koperasi tersebut dianggap kurang dapat merespons dan mengadopsi setiapt perubahan lingkungan strategis yang terjadi dengan cepat. Di sisi permintaan pasar tanpa mengorbankan efisiensi dan efektivitas usaha, serta melakukan aksi perbaikan sesuai dengan perubahan lingkungannya.

Dalam hal ini perlu adanya pengevaluasian kinerja koperasi yang didasari dengan asas koperasi pada unmumnya. Pada dasarnya untuk mengetahui perkembangan kinerja koperasi adalah dengan mengetahui variable-variabel koperasi yang akan kita bahas dalam bab selanjutnya.


B.     Definisi Kinerja Koperasi
           
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-perorangan atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Tujuan Koperasi sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Koperasi Nomor 25 tahun 1992 adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur. Koperasi juga diharapkan dapat berperan serta dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat, memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional, serta berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Kinerja diartikan sebagai hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Berdasarkan S.K Menteri Keuangan RI No.740/KMK.00/1989, kinerja adalah prestasi yang dicapai dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan.

Kinerja menjadi ukuran prestasi yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan yang dapat dilakukan. Oleh karena itu, istilah kinerja perusahaan kerap kali disamakan dengan kondisi keuangan perusahaan yang dengan pengukuranpengukuran keuangan mampu memberikan hasil yang memuaskan setidak-tidaknya bagi pemilik saham perusahaan itu maupun bagi karyawannya. (Munawir, 2002:73).


C.    Pengukuran dan Penilaian Kinerja

Pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 2001:416). Penilaian kinerja menurut Yuwono (2002), adalah tindakan penilaian yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada dalam organisasi. Sedangkan Zamkhani (1990) mendefinisikan penilaian kinerja sebagai berikut, penilaian kinerja merupakan salah satu komponen dasar dari manajemen kinerja. Ukuran kinerja didesain untuk menilai seberapa baik aktivitas dan dapat mengidentifikasi apakah telah dilakukan perbaikan yang berkesinambungan (Hansen & Mowen, 1995: 375).


D.    Tujuan dari penilaian kinerja

Tujuan pokok dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam usaha untuk mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan agar membuahkan tindakan dan hasil seperti yang diinginkan (Mulyadi, 2001:416). Standar perilaku tersebut bisa berupa kebijakan manajemen ataupun rencana formal yang nantinya dituangkan dalam anggaran yang ditetapkan oleh perusahaan. Penilaian kinerja tersebut dilakukan untuk menilai perilaku yang tidak semestinya dilakukan dan untuk merangsang timbulnya perilaku yang semestinya dilakukan. Rangsangan timbulnya perilaku yang semestinya dapat dilakukan dengan memberikanreward atas hasil kinerja yang baik. Penilaian kinerja dapat dilaksanakan oleh pihak manajemen perusahaan sendiri (intern) atau pihak luar (ekstern). Sistem pengukuran kinerja mempunyai peranan penting dalam fungsi-fungsi manajemen organisasi seperti pengendalian mamajemen, manajemen aktivitas, dan sistem motivasi (Atkinson Antony A, 1995:235). Sistem pengukuran kinerja berperan pula dalam usaha-usaha pencapaian keselarasan tujuan (goal congruence) dalam konteks wewenang dan tanggung jawab. Pengembangan lebih lanjut dalam manajemen berbasis aktivitas, pengukuran kinerja dirancang untuk mengurangi kegiatan yang tidak mempunyai nilai tambah dan mengoptimalkan kegiatan yang mempunyai nilai tambah. Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang penting untuk menilai keberhasilan perusahaan, penilaian kinerja juga sebagai dasar untuk menentukan sistem imbalan dalam perusahaan, misalnya penentuan tingkat gaji karyawan maupunreward yang layak. Seorang manajer juga bisa menggunakan penilaian kinerja perusahaan sebagai evaluasi kerja dari periode yang lalu (Hansen & Mowen, 1995:386-387).


E.     Proses Pengukuran kinerja

Proses pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahap utama, yaitu tahap persiapan    dan tahap penilaian (Mulyadi, 2001: 418),
1.      Tahap persiapan terdiri dari tiga tahap rinci, yaitu :
a.      Tanggung jawab yang jelas
Penentuan daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggung jawab,Perbaikan kinerja harus diawali dengan penetapan garis batas tanggung jawab yang jelas bagi manajer yang akan dinilai kinerjanya. Batas tanggung jawab yang jelas ini dipakai sebagai dasar untuk menetapkan sasaran atau standar yang harus dicapai oleh manajer yang akan diukur kinerjanya. Tiga hal yang berkaitan dengan daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggung jawab, yaitu kriteria penetapan tanggung jawab, tipe pusat pertanggungjawaban, karakteristik pusat pertanggungjawaban.
b.      Penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja
Penetapan kriteria kinerja manajer  perlu dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1)      Dapat diukur atau tidaknya kriteria,
2)      Rentang waktu sumber daya dan biaya,
3)      Bobot yang diperhitungkan atas kriteria,
4)      Tipe kriteria yang digunakan dan aspek yang ditimbulkan.
c.       Melakukan kinerja bagian atas aktivitas sesungguhnya     
Pengukuran kinerja sesungguhnya Langkah berikutnya dalam pengukuran kinerja adalah melakukan kinerja bagian atas aktivitas sesungguhnya, yang menjadi daerah wewenang manajer tersebut. Pengukuran kinerja tampak obyektif dan merupakan kegiatan yang rutin, namun seringkali memicu timbulnya perilaku yang tidak semestinya ataupun menyimpang yaitu perataan (smoothing), pencondongan (biasing), permainan (gaming), penonjolan dan pelanggaran aturan (focusing and illegal act).

2.      Tahap Penilaian terdiri dari tiga tahap rinci (Mulyadi,2001:424)
a.      Pembandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran
Pembandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, penilaian kinerja tersebut dijelaskan, hasil pengukuran kinerja secara periodik kemudian dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
b.      Identifikasi penyebab timbulnya penyimpangan kinerja
Penentuan penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya dari yang ditetapkan dalam standar, Penyimpangan kinerja sesungguhnya dari sasaran yang telah ditetapkan perlu dianalisis untuk menentukan penyebab terjadinya penyimpangan, sehingga dapat direncanakan tindakan untuk mengatasinya.
c.       Proses Controling kinerja
Penegakan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk mencegah perilaku yang tidak dinginkan Tahap terakhir dalam pengukuran kinerja adalah tindakan koreksi untuk menegakkan perilaku yang dinginkan dan mencegah terulangnya tindakan/perilaku yang tidak diinginkan. Penilaian kinerja ditujukan untuk menegakkan perilaku tertentu dalam pencapaian sasaran yang telah ditetapkan.

Sayangnya, cita-cita yang mulia tersebut belum termanifestasi dalam tataran praktis. Beberapa penyimpangan, disadari atau tidak disadari, justru sering dilakukan oleh para pengurus dan pengelola yang semestinya membangun dan mengembangkan koperasi. Berbagai kebijakan dan prosedur formal didesaian dengan sangat birokratik sehingga justru mengurangi kinerja. Sebagai akibatnya, masyarakat yang menjadi anggota koperasi menjadi apatis dan menilai keberadaan koperasi tidak menolong kesulitan mereka.

Pengurus diberi amanah (trusteeship) oleh para anggota untuk mengelola koperasi sehingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Mereka bertanggung jawab melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan koperasi sesuai dengan keputusan Rapat Anggota. Dengan begitu, pengurus koperasi dituntut mempunyai kemampuan dan keterampilan manajerial yang memadai. Selain itu, mereka juga harus mempunyai sense   of   public   service, yaitu kesadaran untuk memberikan layanan masyarakat yang dilandasi oleh rasa pengabdian yang mendalam. Sebagai salah satu perangkat koperasi, pengurus ibarat nahkoda kapal yang harus piawai dalam menghadapai badai sehingga membuat para penumpang merasa aman sampai di tempat tujuan. Namun demikian, harapan tersebut nampaknya saat ini masih belum terwujud. Hal ini paling tidak bisa dilihat dari menurunnya rata-rata tingkat kinerja koperasi yang ada di Indonesia. Volume usaha koperasi pada tahun 1998 dengan jumlah koperasi sebanyak 52.458 unit mencapai Rp.19.543 milyar, selanjutnya pada tahun 2000  dengan jumlah koperasi lebih dari 100.000 unit, volume usaha koperasi justru menurun menjadi Rp.14.643 milyar. Memang penurunan volume usaha ini bukan semata-mata disebabkan oleh pengurus koperasi dan tidak semua pengurus koperasi mempunyai kinerja yang rendah.  Namun, setidaknya hal ini menjadi pemicu untuk mengkaji ulang dan media pembelajaran dalam rangka perbaikan kinerja masa datang.


F.     Pengevaluasian kinerja

Evaluasi kinerja dapat digunakan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan untuk merangsang serta menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan, melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta pemberian penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.

Dengan adanya evaluasi kinerja, manajer puncak dapat memperoleh dasar yang obyektif untuk memberikan kompensasi sesuai dengan prestasi yang disumbangkan masing-masing pusat pertanggungjawaban kepada perusahaan secara keseluruhan. Semua ini diharapkan dapat membentuk motivasi dan rangsangan pada masing-masing bagian untuk bekerja lebih efektif dan efisien.

Menurut Mulyadi penilaian/evalusi kinerja dapat dimanfaatkan oleh manajemen untuk :
1)      Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum.
2)      Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawannya seperti promosi, pemberhentian, mutasi.
3)      Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.
4)      Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengeai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.
5)      Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.

Penilaian melalui pendekatan kualitatif dilakukan dengan menilai aspek permodalankualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas, likuiditas, sedangkan kuantitatif dilakukan dengan melakukan analisa dan pengujian atas komponen yang tidak dapat dikuantifikasikan tetapi mempunyai pengaruh yang material terhadap tingkat kesehatan KSP/USP.

Penilaian dilakukan dengan menggunakan sistem nilai kredit atau reward system yang dinyatakan dalam angka dengan nilai kredit 0 sampai dengan 100 pada setiap aspek yang dinilai

  
Bobot penilaian terhadap aspek dan komponen tersebut ditetapkan sebagai berikut :

No.
Aspek yang Dinilai
K o m p o n e n
Bobot %
1
Permodalan
20
A)   Rasio Modal Sendiri terhadap Total Asset
10
B)   Rasio Modal Sendiri terhadap Pinjaman diberikan yang beresiko
10
2
Kualitas Aktiva
30
Produktif
A)   Rasio Volume Pinjaman pada Anggaran terhadap Total Volume Pinjaman Diberikan
10
B)   Rasio Resiko Pinjaman Bermasalah terhadap Pinjaman Diberikan
10
C)   Rasio Cadangan Resiko terhadap Resiko Pinjaman Bermasalah
10
3
Manajemen
25
A)   Permodalan
5
B)   Aktiva
5
C)   Pengelolaan
5
D)   Rentabilitas
5
E)   Likuiditas
5
4
Rentabilitas
15
A)   Rasio SHU sebelum Pajak terhadap Pendapatan Operasional
5
B)   Rasio SHU sebelum Pajak terhadap Total Asset
5
C)   Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional
5
5
Likuiditas
Rasio Pinjaman yang Diberikan terhadap Dana yang Diterima
10

  
1.      Evaluasi Kinerja Melalui Pembobotan Aspek Dan Komponen Penilaian. 

a.      Permodalan
Untuk memperoleh rasio antara modal sendiri terhadap total asset ditetapkan sbb :
1)      untuk rasio permodalan lebih kecil atau sama dengan 0 diberikan nilai kredit 0.
2)      untuk setiap kenaikan rasio modal 1% mulai dari 0% nilai kredit ditambah 5 dengan maksimum nilai 100.
3)      nilai kredit dikalikan bobot sebesar 10% diperoleh skor permodalan.
Contoh perhitungan sebagai berikut :

Rasio modal
(dinilai dalam %)
Nilai Kredit
Bobot
(dinilai dalam %)
Skor
0
0
10
0
5
25
10
2.5
10
50
10
5.0
15
75
10
7.5
20
100
10
10.0

Untuk memperoleh rasio modal sendiri terhadap pinjaman diberikan yang berisiko, ditetapkan sebagai berikut :
1)      untuk rasio permodalan lebih kecil atau sama dengan 0 diberikan nilai kredit 0.
2)      untuk setiap kenaikan rasio 1% mulai dari 0% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
3)      nilai kredit dikalikan bobot sebesar 10% diperoleh skor permodalan.

Contoh perhitungan sebagai berikut :

Rasio modal
(dinilai dalam %)
Nilai Kredit
Bobot
(dinilai dalam %)
Skor
0
0
10
0
10
10
10
1.0
20
20
10
2.0
30
30
10
3.0
40
40
10
4.0
50
50
10
5.0
60
60
10
6.0
70
70
10
7.0
80
80
10
8.0
90
90
10
9.0
100
100
10
10.0

2.      Kualitas Aktiva Tetap
Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif didasarkan pada 3 (tiga) rasio, yaitu rasio antara volume pinjaman kepada anggota terhadap total volume pinjaman diberikan rasio antara rasio pinjaman bermasalah dengan pinjaman yang diberikan dan rasio antara cadangan risiko dengan piniaman bermasalah.
a.      Pinjaman Bermasalah, terdiri dari :
Pinjaman Kurang Lancar
Pinjaman digolongkan kurang lancar apabila memenuhi kriteria di bawah ini :
1)      Pengembangan pinjaman dilakukan dengan angsuran yaitu :
a)      Terdapat tunggakan angsuran pokok sebagai berikut :
§  Tunggakan melampaui 1 (satu) bulan dan belum melampaui 2 (dua) bulan bagi pinjaman dengan masa angsuran kurang dari 1 (satu) bulan; atau
§  Melampaui 3 (tiga) bulan dan belum melampaui 6 (enam) bulan bagi pinjaman yang masa angsurannya ditetapkan bulanan, 2 (dua) bulan atau 3 bulan; atau
§  Melampaui 6 (enam) bulan tetapi belum melampaui 12 (dua belas) bulan bagi pinjaman yang masa angsurannya ditetapkan 6 (enam) bulan atau Iebih; atau
b)     Terdapat tunggakan bunga sebagai berikut :
§  Tunggakan melampaui 1 (satu) bulan tetapi belum melampaui 3 (tiga) bulan bagi pinjaman dengan masa angsuran kurang dari 1 (satu) bulan; atau
§  Melampaui 3 (tiga) bulan, tetapi belum melampaui 6 (enam) bulan bagi pinjaman yang masa angsurannya Iebih dari 1 (satu) bulan.
2)      Pengembalian pinjaman tanpa angsuran yaitu :
§  Pinjaman belum jatuh tempo, terdapat tunggakan bunga yang melampaui 3 (tiga) bulan tetapi belum melampaui 6 (enam) bulan.
§  Pinjaman telah jatuh tempo dan belum dibayar tetapi belum melampaui 3 (tiga) bulan.
b.      Pinjaman Yang Diragukan
Pinjaman digolongkan diragukan apabila pinjaman yang bersangkutan tidak memenuhi kriteria kurang lancar tetapi berdasarkan penilaian dapat disimpulkan bahwa :
1)      Pinjaman masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai sekurang-kurangnya 75% dari hutang peminjam termasuk bunganya; atau
2)      Pinjaman tidak dapat diselamatkan tetapi agunannya masih bernilai sekurang-kurangnya 100% dari hutang peminjam.
c.       Pinjaman Yang Macet
Pinjaman digolongkan macet apabila :
1)      Tidak memenuhi kriteria kurang lancar dan diragukan atau
2)      Memenuhi kriteria diragukan tetapi dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) bulan sejak digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau usaha penyelamatan pinjaman;
3)      Pinjaman tersebut penyelesaiannya telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri atau telah diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit.
      
Untuk mengukur rasio antara volume pinjaman kepada anggota            terhadap    total   volume  pinjaman diberikan ditetapkan sebagai berikut :
1)      Untuk rasio sama dengan atau lebih besar 60 % diberikan nilai kredit 100;
2)      Untuk rasio Iebih kecil 60 % diberikan nilai kredit 0;
3)      Nilai kredit dikalikan bobot 10 % diperoleh skor.
Contoh perhitungan sebagai berikut :

Rasio
(dinilai dalam %)
Nilai Kredit
Bobot
(dinilai dalam %)
Skor
> 60
100
10
10
<> 
0
10
0

Untuk memperoleh rasio antara risiko pinjaman bermasalah terhadap pinjaman yang diberikan, ditetapkan sebagai berikut :
1)      menghitung perkiraan besarnya risiko pinjaman bermasalah yaitu sebesar jumlah dari :
-          50% dari pinjaman diberikan yang kurang lancar.
-          75% dari pinjaman diberikan yang diragukan.
-          100% dari pinjaman diberikan yang macet.
2)      hasil penjumlahan tersebut dibagi dengan pinjaman yang diberikan.
3)      Perhitungan penilaian
-          Untuk rasio 50% atau Iebih diberi nilai kredit 0.
-          Untuk penurunan rasio 1% nilai kredit ditambah 2 dengan maksimum nilai 100.
-          Nilai dikalikan dengan bobot 10% diperoleh skor.

Contoh perhitungan sebagai berikut :

Rasio
(dinilai dalam %)
Nilai Kredit
Bobot
(dinilai dalam %)
Skor
> 50
0
10
0
45
10
10
1.0
40
20
10
2.0
30
40
10
4.0
20
60
10
6.0
10
80
10
8.0
0
100
10
10.0

Rasio cadangan risiko terhadap risiko pinjaman bermasalah dihitung dengan cara  penilaian, sebagai berikut :
a)      untuk rasio 0% tidak mempunyai cadangan penghapusan diberi nilai 0.
b)      untuk setiap kenaikan 1% mulai dari 0%, maka nilai kredit tersebut ditambah sampai dengan maksimum 100.
c)      nilai dikalikan bobot sebesar 10% diperoleh skor .

Contoh perhitungan sebagai berikut :

Rasio
(dinilai dalam %)
Nilai Kredit
Bobot
(dinilai dalam %)
Skor
0
0
10
0
10
10
10
1.0
20
20
10
2.0
30
30
10
3.0
40
40
10
4.0
50
50
10
5.0
60
60
10
6.0
Rasio
(dinilai dalam %)
Nilai Kredit
Bobot
(dinilai dalam %)
Skor
70
70
10
7.0
80
80
10
8.0
90
90
10
9.0
100
100
10
10.0



3.      Penilaian Manajemen
Penilaian manajemen meliputi beberapa komponen yaituPermodalan, Kualitas Aktiva Produktif, Pengelolaan, Rentabilitas dan Likuiditas ;
Perhitungan nilai kredit didasarkan kepada hasil penilaian atas jawaban pertanyaan manajemen sebanyak 25 (dua puluh lima).

Selanjutnya dilakukan kuantifikasi dengan cara memberi nilai kredit sebesar 4 (empat) tempat setiap aspek yang dinilai positif nilai kredit dikalikan bobot sebesar 25% diperoleh skor manajemen.

Contoh perhitungan sebagai berikut :

Positif
Nilai Kredit
Bobot
(dinilai dalam %)
Skor
1
4
25
1,0
5
20
25
5,0
10
40
25
10,0
15
60
25
15,0
20
80
25
20,0
25
100
25
25,0
           

4.      Penilaian Retabilitas  
Penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas didasarkan pada 3 (tiga) rasio SHU sebelum pajak terhadap pendapatan operasional. SHU sebelum dikenakan pajak terhadap total asset tersebut dan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional.

Cara perhitungan rasio SHU sebelum dikenakan pajak terhadap             pendapatan operasional  ditetapkan  sebagai berikut :
a.       Untuk rasio 0% atau negatif diberi nilai kredit 0.
b.      Untuk setiap kenaikan rasio 1% mulai dari 0% nilai kredit ditambah 20 dengan maksimum nilai 100.
c.       Nilai kredit dikalikan dengan bobot sebesar 5% diperoleh skor.

Contoh perhitungan sebagai berikut :

Rasio
(dinilai dalam %)
Nilai Kredit
Bobot
(dinilai dalam %)
Skor
0
0
5
0
1
20
5
1.0
2
40
5
2.0
3
60
5
3.0
4
80
5
4.0
5
100
5
5.0
     
Perhitungan nilai rasio SHU sebelum dikenakan pajak terhadap    total asset ditetapkan sebagai berikut :
a.       Untuk rasio 0 atau negatif diberi nilai kredit 0.
b.      Untuk setiap kenaikan rasio SHU 1% mulai dari 0% nilai kredit ditambah 10 sampai dengan maksimum 100.
c.       Nilai kredit dikalikan dengan bobot sebesar 5% diperoleh skor.

Contoh perhitungan sebagai berikut :

Rasio
(dinilai dalam %)
Nilai Kredit
Bobot
(dinilai dalam %)
Skor
0
0
5
0
1
10
5
0.5
2
20
5
1.0
3
30
5
1.5
4
40
5
2.0
5
50
5
2.5
6
60
5
3.0
7
70
5
3.5
8
80
5
4.0
9
90
5
4.5
10
90
5
5.0

       Perhitungan nilai kredit dari rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional  dalam  periode satu tahun buku, ditetapkan sebagai   berikut :
a.       Untuk rasio 100 % atau lebih diberi nilai kredit 0.
b.      Untuk setiap penurunan rasio sebesar 1% mulai dari 100%
nilai kredit ditambah 10 sampai dengan maksimum 100.
c.       Nilai kredit dikalikan dengan bobot sebesar 5% diperoleh skor.
Contoh perhitungan sebagai berikut :

Rasio
(dinilai dalam %)
Nilai Kredit
Bobot
(dinilai dalam %)
Skor
100
0
5
0
99
10
5
0.5
98
20
5
1.0
97
30
5
1.5
96
40
5
2.0
95
50
5
2.5
94
60
5
3.0
93
70
5
3.5
92
80
5
4.0
91
90
5
4.5
90
100
5
5.0


5.      Penilaian Likuiditas
Penilaian kuantitatif terhadap likuiditas didasarkan rasio antara pinjaman yang diberikan terhadap dana yang diterima.

Dana yang diterima terdiri dari :
a.       Modal sendiri;
b.      Modal pinjaman;
c.       Modal penyertaan;
d.      Simpanan anggota (Tabungan Koperasi dan Simpanan Berjangka)

Cara perhitungan nilai kredit dari likuiditas dilakukan sebagai berikut :
a.       Untuk rasio 90 % atau lebih, diberi nilai kredit 0;
b.      Untuk rasio dibawah 90 % diberi nilai kredit 100;
c.       Nilai kredit dikalikan bobot sebesar 10 % diperoleh skor likuiditas.

Contoh perhitungan sebagai berikut :

Rasio modal
(dinilai dalam %)
Nilai Kredit
Bobot
(dinilai dalam %)
Skor
> 90
0
10
0
<> 
100
10
10.0

G.    Penetapan Hasil Evaluasi Kinerja Penilaian Kesehatan Koperasi

Berdasarkan hasil perhitungan penilaian terhadap 5 komponen sebagaimana dimaksud pada angka 1 s/d 5, diperoleh skor secara keseluruhan. Skor dimaksud dipergunakan untuk menetapkan predikat tingkat kesehatan KSP/USP yang dibagi dalam 4 (empat) golongan yaitu sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat.

Penetapan predikat tingkat kesehatan KSP/USP tersebut adalah sebagai berikut :

SKOR
PREDIKAT
81 - 100
SEHAT
66 - <>
CUKUP SEHAT
51 - <>
KURANG SEHAT
0 - <>
TIDAK SEHA


H.    Faktor Lain Yang Mempengaruhi Penilaian Koperasi

Meskipun kuantifikasi dari komponen-komponen penilaian tingkat kesehatan menghasilkan skor tertentu, masih perlu dianalisa dan diuji lebih lanjut dengan komponen lain yang tidak termasuk dalam komponen penilaian dan atau tidak dapat dikuantifikasikan. Apabila dalam analisa dan pengujian lebih lanjut terdapat inkonsistensi atau ada pengaruh secara materiil terhadap tingkat kesehatan KSP dan USP maka hasil dari penilaian yang telah dikuantifikasikan tersebut perlu dilakukan penyesuaian sehingga dapat mencerminkan tingkat kesehatan yang sebenarnya.

Penyesuaian dimaksud adalah sebagai berikut :
1.      Koreksi Penilaian
Faktor-faktor yang dapat menurunkan satu tingkat kesehatan KSP dan USP antara lain :
a.       pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan intern maupun ekstern.
b.      salah pembukuan tertunda pembukuan.
c.       pemberian pinjaman yang tidak sesuai dengan prosedur.
d.      tidak menyampaikan laporan tahunan atau laporan berkala 3 kali berturut-turut.
e.       mempunyai volume pinjaman diatas Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) tetapi tidak diaudit oleh akuntan publik.
f.       manajer USP belum diberikan wewenang penuh untuk mengelola usaha.

2.      Kesalahan fatal
Faktor-faktor yang dapat menurunkan tingkat kesehatan KSP dan USP langsung menjadi tidak sehat antara lain :
a.       adanya persediaan intern yang diperkirakan akan menimbulkan kesulitan dalam koperasi yang bersangkutan.
b.      adanya campur tangan pihak diluar koperasi atau kerjasama yang tidak wajar sehingga prinsip Koperasi tidak dilaksanakan dengan baik.
c.       rekayasa pembukuan atau window dressing dalam pembukuan sehingga mengakibatkan penilaian yang keliru terhadap koperasi.
d.      melakukan kegiatan usaha koperasi tanpa membukukan dalam koperasinya.


I.       Penyebab Penurunan Kinerja Koperasi

Jika dicermati, ada beberapa kemungkinan penyebab penurunan kinerja pengurus koperasi..  Pertama, masih kuatnya budaya nepostisme yang secara tidak sadar diyakini sebagai wujud azas kekeluargaan. Nepotisme ini mengakibatkan pengangkatan, pemilihan dan pemberian amanah kepada pengurus dan atau pegawai kurang mempertimbangkan kompetensi sehingga kapabilitas mereka rendah. Kedua, belum adanya performance measure (ukuran prestasi) para pengurus koperasi secara jelas. Jika tidak dirumuskan ukuran dan standar prestasi yang jelas, bagaimana bisa diketahui bahwa si pengurus berhasil dan gagal. Ketiga, masih rendahnya profesionalisme dan spesialisasi tugas. Dengan alasan efisiensi tenaga kerja, sering seorang pengurus koperasi harus merangkap pekerjaan sehingga justru semua pekerjaan tidak ada yang diselesaikan secara optimal. Keempat, lambannya proses adopsi dan adaptasi teknologi maju. Ketertinggalan sebagian koperasi dalam menerapkan teknologi maju menyebabkan kegiatan operasi tidak efisien, tidak produktif dan sistem informasi kurang relevan.

Untuk memperbaiki kinerja pengurus koperasi dibutuhkan beberapa upaya kongkrit.
1.      Penegakan disiplin harus dilaksanakan secara maksimal. Hal ini salah satunya ditandai dengan kejelasan akan sanksi dan punishment atas kesalahan yang diperbuat oleh oknum pengurus koperasi. Hendaknya disadari bahwa pengurus koperasi, baik secara bersama-sama, maupun sendiri-sendiri, berkewajiban menanggung kerugian yang diderita koperasi, karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan dan kelalaiannya, dan apabila dilakukan dengan kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi Penuntut Umum untuk melakukan penuntutan. Semua aktivitas pengurus yang telah diberi amanah mengelola koperasi (agent) harus dipertanggungjawabkan di depan para anggota sebagai pihak pemberi amanah (principal). Rapat Anggota Tahunan (RAT) harus dijadikan wahana evaluasi hasil kinerja tahunan para pengurus koperasi sebagai wujud akuntabilitas. Namun, gagasan tersebut mungkin terlalu ideal jika  hubungan pengurus dengan anggota bukan merupakan hubungan agent dengan principal. Meskipun Koperasi berazas kekeluargaan, pertanggungjawaban para pengurus tidak bisa ditempuh secara “kekeluargaan” dengan memberikan toleransi yang tinggi atas penyimpangan yang dilakukan pengurus. Mekanisme reward and punishment terhadap pengurus harus diperbaiki dengan berlandaskan pada anggaran dasar dan kriteria kinerja yang jelas.
2.      Birokrasi yang berbelit-belit seharusnya dipangkas. Prosedur dan tatacara perizinan, pelaporan maupun pertanggungjawaban, baik secara teknis maupun administratif yang terlalu panjang sering justru mematikan kreatifitas usaha sehingga menurunkan kinerja. Bila kreativitas usaha dihambat oleh kepentingan birokrasi, maka besar kemungkinan koperasi tersebut sulit untuk bisa berkembang. Eksistensi sebuah koperasi juga membutuhkan dukungan dan partisipasi aktif seluruh anggota.   Jangan sampai mereka hanya namanya saja yang tercantum sebagai anggota, tetapi tidak pernah berpartisipasi karena rumitnya prosedur baku koperasi. Bureaucracy reengineering semestinya segera dilakukan dalam rangka memicu peningkatan kinerja para pengurus dan atau pegawai koperasi.
3.      Menumbuhkan budaya berdasarkan Misi. Mengubah koperasi yang digerakkan oleh peraturan dan birokrasi menjadi koperasi yang digerakkan oleh misi. Cita-cita mulia dari pendirian sebuah koperasi yaitu membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya, harus diterjemahkan secara kongkrit dalam bentuk budaya organisasi. Budaya yang terbentuk sering menyimpang dari misi sebuah koperasi karena sebagian pengurus berusaha hanya meningkatkan kesejahteraan kelompoknya dan bukan kesejahteraan anggota lainnya apalagi masyarakat. Pola pikir (mindset) pengurus seperti ini berorientasi jangka pendek dan secara organisasi merugikan koperasi itu sendiri.
4.      koperasi berorientasi pada anggota dan masyarakat. Pertanggungjawaban pengurus pada saat RAT mestinya bukan sekedar untuk memenuhi kepentingan birokrasi tetapi penilaian terhadap seberapa berhasil para pengurus memenuhi kebutuhan dan harapan anggota atau masyarakat selain anggota koperasi. Pada umumnya pengurus koperasi salah dalam mengidentifikasikan variabel apa saja yang harus dipertanggungjawabkan pada saat RAT. Orientasi pengurus adalah bagaimana agar laporan pertanggungjawabannya dapat diterima oleh sebagian besar anggota koperasi meskipun dalam jangka panjang kemungkinan bisa mengurangi daya saing ekternal. Dalam kondisi seperti ini, pengurus akan memenuhi semua kebutuhan dan keinginan birokrasi, sedangkan pada masyarakat dan bisnis, mereka seringkali tidak care. Selayaknya, pengurus koperasi mengidentifikasikan siapa pelanggan yang sesungguhnya. Dengan cara seperti ini, tidak berarti pengurus tidak bertanggungjawab pada anggota, tetapi sebaliknya, mereka menciptakan sistem pertanggungjawaban ganda (dual accountability): kepada anggota dan kepada masyarakat atau pelanggan lain yang secara langsung maupun tidak langsung membutuhkan jasa koperasi.
5.      Berorientasi pada mekanisme pasar. Koperasi harus mengembangkan prinsip-prinsip perusahaan dan pasar secara maksimal. Penerimaan pegawai harus mengikuti seleksi ketat sesuai kemampuannya masing-masing sehingga bisa  direkrut karyawan yang benar-benar kompeten dan trampil secara professional. Mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan) yang umumnya masih kental diterapkan pada lingkungan koperasi harus segera diganti dengan mekanisme pasar (sistem insentif) yang cukup fleksibel mengikuti dinamika pasar.
6.      Penerapan teknologi maju. Computerized system terbukti mampu meningkatkan kinerja operasional suatu usaha sehingga koperasi tidak bisa menghindar dari kondisi dinamis seperti ini. Pelatihan dan pemberdayaan pengurus serta pegawai harus dilakukan secara terus menerus agar mereka tidak gagap teknologi. Kompetisi harus menjadi sarana untuk memicu inovasi para pengurus untuk eksis dan selalu berkembang.


J.      Sisa Hasil Usaha (SHU)

1.      Pengertian Sisa Hasil Usaha (SHU) 
Ditinjau dari aspek ekonomi manajerial, Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi adalah selisih dari seluruh pemasukan atau penerimaan total (total revenue [TU]) dengan biaya-biaya atau biaya total (total cost [TC]) dalam satu tahun buku.

Sedangkan dari aspek legalistik, pengertian SHU menurut UU No. 25/1992, tentang Perkoperasian, Bab IX, pasal 45 adalah sebagai berikut
:
1)      SHU koperasi adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
2)      SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding jasa usaha yang dilakukan masing-masing anggota koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan koperasi, sesuai keputusan Rapat Anggota.
3)      Besarnya pemupukan modal dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.

Perlu diketahui bahwa penetapan besarnya pembagian kepada para anggota dan jenis serta jumlahnya untuk keperluan lain, ditetapkan oleh Rapat Anggota sesuai dengan AD/ART Koperasi. Dalam hal ini, jasa usaha mencakup transaksi usaha dan partisipasi modal.

Dengan mengacu pada pengertian di atas, maka besarnya SHU yang diterima oleh setiap angota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi. Dalam pengertian ini juga dijelaskan bahwa ada hubungan linear antara transaksi usaha anggota dan koperasinya dalam perolehan SHU. Artinya, semakin besar transaksi (usaha dan modal) anggota dengan koperasinya, maka semakin besar SHU yang akan diterima. Hal ini berbeda dengan perusahaan swasta, dimana deviden yang diperoleh pemilik saham adalah proporsional, sesuai dengan besarnya modal yang dimiliki. Hal ini merupakan salah satu pembeda koperasi dengan badan usaha lainnya. 


2.      Informasi Dasar Sisa Hasil Usaha (SHU) 
Penghitungan SHU bagian anggota dapat dilakukan bila beberapa informasi dasar diketahui sebagai berikut :
1)      SHU Total Koperasi pada satu tahun buku
2)      Bagian (persentase) SHU anggota
3)      Total simpanan seluruh anggota
4)      Total seluruh transaksi usaha (volume usaha atau omzet) yang bersumber dari anggota
5)      Jumlah simpanan per anggota
6)      Omzet atau volume usaha per anggota
7)      Bagian (persentase) SHU untuk simpanan anggota
8)      Bagian (persentase) SHU untuk transaksi usaha anggota 

3.      Rumus Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) 
Acuan dasar untuk membagi SHU adalah prinsip-prinsip dasar koperasi yang menyebutkan bahwa pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding denagn besarnya jasa usaha masing-masing anggota. Untuk koperasi Indonesia, dasar hukumnya adalah pasal 5 ayat 1 ; UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang dalam penjelasannya mengatakan bahwa “pembagian SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi, tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”.

Dengan demikian, SHU koperasi yang diterima oleh anggota bersumber dari 2 kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota sendiri, yaitu : 
a.      SHU atas jasa modal 
Pembagian ini juga sekaligus mencerminkan anggota sebagai pemilik ataupun investor, karena jasa atas modalnya (simpanan) tetap diterima dari koperasinya sepanjang koperasi tersebut menghasilkan SHU pada tahun buku yang bersangkutan. 
b.      SHU atas jasa usaha 
Jasa ini menegaskan bahwa anggota koperasi selain pemilik juga sebagai pemakai atau pelanggan. Secara umum SHU Koperasi dibagi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan  pada Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga Koperasi sebagai berikut : 
1)      Cadangan koperasi
2)      Jasa anggota 
3)      Dana pengurus 
4)      Dana karyawan
5)      Dana pendidikan 
6)      Dana sosial 
7)      Dana untuk pembangunan lingkungan

Tentunya tidak semua komponen di atas harus diadopsi koperasi dalam membagi SHU-nya. Hal ini sangat tergantung dari keputusan anggota yang ditetapkan dalam rapat anggota.

Untuk mempermudah pemahaman rumus pembagian SHU koperasi, berikut ini disajikan salah satu kasus pembagian SHU di salah satu koperasi (selanjutnya disebut Koperasi A).


K.    Prinsip-Prinsip Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi
 
Telah diuraikan pada teori koperasi bahwa anggota berfungsi ganda yaitu sebagai pemilik (owner) dan sekaligus pelanggan (customer). Sebagai pemilik, seorang enggota berkewajiban melakukan investasi. Dengan demikian, sebagai investor, anggota berhak menerima hasil investasinya. Di sisi lain, sebagai pelanggan, seorang anggota berkewajiban berpartisipasi dalam setiap transaksi bisnis di koperasinya. Seiring dengan prinsip-prinsip koperasi, maka anggota berhak menerima sebagian keuntungan yang diperoleh koperasinya.

Agar tercermin asas keadilan, demokrasi, transparansi, dan sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi, maka perlu diperhatikan prinsip-prinsip pembagian SHU sebagai berikut
:
1)      SHU yang dibagi adalah bersumber dari anggota.
2)      SHU anggota adalah jasa dari modal da transaksi usaha yang dilakukan anggota sendiri.
3)      Pembagian SHU anggota dilakukan secara transparan.
4)      SHU anggota dibayar secara tunai. 


L. Pembagian SHU per Anggota 

Untuk memperjelas pemahaman tentang penerapan rumus SHU per anggota dan prinsip-prinsip pembagian SHU seperti diuraikan di atas, di bawah ini disajikan data Koperasi A, yang datanya sudah diperbaharui dan disederhanakan.
1)      Perhitungan SHU (Laba/Rugi) Koperasi A Tahun Buku 1998 (Rp 000)
2)      Sumber SHU
Catatan : 
Data ini dapat diperoleh bila koperasi melakukan pembukuan transaksi anggota dan non anggota. Apabila hal tersebut tidak dilakukan, maka mustahil koperasi dapat melakukan pembagian SHU yang transparan, demokratis, dan adil. Dan itu semua adalah biaya, yang kelihatannya kurang efisien tetapi harus dilakukan oleh koperasi sebagai badan usaha yang dibatasi dengan prinsip-prinsip koperasi.
3)      Pembagian SHU menurut Pasal 15, AD/ART Koperasi A
4)      Jumlah Anggota, Simpanan dan Volume Usaha Koperasi 
5)      Kompilasi Data Simpanan, Transaksi Usaha, dan SHU Per Anggota (dalam ribuan) 

REFERENSI :
1.    Ropke, J. 2000. Ekonomi Koperasi, Teori dan Manajemen. Diterjemahkan oleh Hj. Sri Djatnika S. Arifin. SE. M.Si. Penerbit Salemba Empat
2.    Hendar dan Kusnadi. 1999. Ekonomi Koperasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
3.    Baswir, R. 2000. Koperasi Indonesia BPFE Yogyakarta.
4.    UU Nomor 17 tahun 2012 terntang Perkoperasian
5.    UU Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah
6.    Peraturan Pemerintah RI No 44 tahun 1997 tentang Kemitraan
Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (2005), Pengembangan Usaha Skala Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi. Jakarta.
7.    Firmansyah, 2001. Dinamika Usaha Kecil dan Menengah. LIPI. Jakarta.
8.    Hendar, kusnadi 2005 Ekonomi Koperasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi
9.    Drs. Sitio Arifin,M.Sc.,Ir.Tamba Halomoan, M.B.A,2001.Koperasi Teori dan Praktek.Jakarta : Erlangg
10.    Pristiyanto Blog  EVALUASI KINERJA KOPERASI SIMPAN PINJAM BERDASARKAN PENILAIAN KESEHATAN KOPERASI.htm
11.    SISA HASIL USAHA (SHU) & PRINSIP-PRINSIP KOPERASI   Ekonomi - AndaiKata.com.htm

SUMBER LAIN :
http://serewax.blogspot.co.id/2014/03/kinerja-koperasi-dan-shu.html
http://www.pibi-ikopin.com/index.php/artikel-bisnis/91-kewirakoperasian
https://sukasukadwi.wordpress.com/2014/01/03/kewirakoperasian/
http://chankeabiee.blogspot.co.id/2011/02/wirausaha-koperasi.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KEPEMIMPINAN & PENGAMBILAN KEPUTUSAN

KEPEMIMPINAN & PENGAMBILAN KEPUTUSAN Oleh : Eko Yulianto, ST, MM, MSD (NIDN 0325077407) A. Pendahuluan Pengelolaan suatu bisnis, baik it...