Konsep
Kinerja Koperasi Dan Memilih Metode Pengukuran Kinerja Koperasi Yang Tepat
Memasuki
millennium ketiga, pada saat persaingan dunia usaha semakin mengglobal dan
sarat dengan persaingan yang maha hebat, maka mau tidak mau, setiap para
pelaku ekonomi tak terkecuali koperasi, bila ingin terus bertumbuh, harus
memiliki daya saing yang berkelanjutan (sustainable competitivie advantage).
Pada kasus koperasi di Indonesia, terdapat banyak pihak yang memprihatinkan
kemampuan badan usaha ini dalam memenuhi tuntutan arus globalisasi tersebut.
Apabila koperasi tidak segera dan terus-menerus melakukan reposisi dirinya
sebagai salah satu pelaku ekonomi yang mendapat dukungan konstitusi, maka tidak
mustahil koperasi akan terus tertinggal dan lambat laun akan terabaikan.
Kekhawatiran
tersebut tentunya didasari oleh suatu analisis kondisi nyata koperasi yang ada
di lapangan dan nilai-nilai dasar koperasi yang melekat pada diri koperasi itu
sendiri. Nilai-nilai dasar seperti kekeluargaan, kesetiakawanan (solidaritas)
keadilan, gotong-royong, demokrasi, dan kebersamaan dipandang kurang dapat lagi
dijadikan sebagai factor kekuatan (strengths) bagi koperasi dalam memasuki
pasar global. Nilai-nilai dasar koperasi tersebut dianggap kurang dapat
merespons dan mengadopsi setiapt perubahan lingkungan strategis yang terjadi
dengan cepat. Di sisi permintaan pasar tanpa mengorbankan efisiensi dan
efektivitas usaha, serta melakukan aksi perbaikan sesuai dengan perubahan
lingkungannya.
Dalam hal
ini perlu adanya pengevaluasian kinerja koperasi yang didasari dengan asas
koperasi pada unmumnya. Pada dasarnya untuk mengetahui perkembangan kinerja
koperasi adalah dengan mengetahui variable-variabel koperasi yang akan kita
bahas dalam pembahasan selanjutnya.
A. Variabel Kinerja Koperasi Dan
Prinsip Pengukuran kinerja Koperasi
1. Variabel Kinerja
Secara umum, variable kinerja koperasi yang diukur untuk
melihat perkembangan / pertumbuhan
(growth) koperasi di Indonesia terdiri dari kelembagaan
(jumlah koperasi perprovinsi, jumlah koperasi
perjenis/kelompok koperasi, jumlah
koperasi
aktif dan nonaktif), keanggotaan, volume usaha, permodalan, asset, dan sisa hasil usaha. Variabel-variable tersebut
pada dasarnya belumlah dapat mencerminkan secara tepat untuk dipakai
melihat peranan atau pangsa (share) koperasi terhadap pembangunan
ekonomi nasional. Demikian pula dampak dari koperasi (cooperative effect)
terhadap peningkatan kesejahteraan anggota atau masyarakat belum tercermin dari
variabel-variabel yang disajikan.
2. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja tidak terjadi dengan sendirinya. Dengan kata lain, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kinerja. Adapun faktor-faktor tersebut menurut Armstrong (1998 :
16-17) adalah sebagai berikut :
1)
Faktor individu (personal
factors). Faktor individu berkaitan dengan keahlian,
motivasi, komitmen, dll.
2)
Faktor kepemimpinan (leadership
factors). Faktor kepemimpinan berkaitan dengan kualitas dukungan dan pengarahan
yang diberikan oleh pimpinan, manajer, atau ketua kelompok kerja.
3)
Faktor kelompok / rekan kerja
(team factors). Faktor
kelompok / rekan kerja berkaitan dengan
kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja.
4)
Faktor sistem (system factors).
Faktor system berkaitan dengan system / metode kerja yang ada dan fasilitas
yang disediakan oleh organisasi.
5)
Faktor situasi
(contextual/situational factors). Faktor situasi berkaitan dengan tekanan dan
perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal.
Dari uraian yang disampaikan oleh Armstrong, terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja seorang pegawai. Faktor-faktor ini perlu mendapat
perhatian serius dari pimpinan organisasi jika pegawai diharapkan dapat
memberikan kontribusi yang optimal. Motivasi kerja dan kemampuan kerja merupakan
dimensi yang cukup penting dalam penentuan kinerja. Motivasi sebagai sebuah
dorongan dalam diri pegawai akan menentukan kinerja yang dihasilkan. Begitu
juga dengan kemampuan kerja pegawai, dimana mampu tidaknya karyawan dalam
melaksanakan tugas akan berpengaruh terhadap kinerja yang dihasilkan. Semakin
tinggi kemampuan yang dimiliki karyawan semakin menentukan kinerja yang
dihasilkan.
3. Pengertian Pengukuran Kinerja
Pengukuran
kinerja adalah proses di mana organisasi menetapkan parameter hasil untuk dicapai
oleh program, investasi, dan akusisi yang dilakukan. Proses pengukuran
kinerja seringkali membutuhkan penggunaan bukti statistik untuk menentukan tingkat kemajuan suatu organisasi
dalam meraih tujuannya. Tujuan mendasar di
balik dilakukannya pengukuran adalah untuk meningkatkan kinerja
secara umum. Pengukuran Kinerja juga merupakan hasil dari suatu penilaian yang
sistematik dan didasarkan
pada kelompok indicator kinerja kegiatan
yang berupa indikator-indikator masukan,keluaran,
hasil, manfaat, dan dampak.
Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai
keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.
Pengukuran kinerja juga digunakan untuk
menilai pencapaian tujuan dan sasaran (James Whittaker, 1993) Sedangkan menurut
Junaedi (2002 : 380-381) “Pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan
mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui
hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun
proses”. Artinya, setiap kegiatan perusahaan harus dapat diukur dan dinyatakan
keterkaitannya dengan pencapaian arah perusahaan di masa yang akan datang yang
dinyatakan dalam misi dan visi perusahaan.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa system pengukuran kinerja adalah
suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer perusahaan
menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur keuangan dan non keuangan.
Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan
sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan
suatu rencana dan
titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian
- penyesuaian atas
aktivitas perencanaan dan pengendalian.
4. Prinsip Pengukuran Kinerja
Dalam
pengukuran kinerja terdapat beberapa prinsip-prinsip yaitu :
a.
Seluruh aktivitas kerja yang
signifikan harus diukur.
b.
Pekerjaan yang tidak diukur atau dinilai tidak dapat dikelola karena darinya tidak
ada informasi yang bersifat obyektif untuk menentukan nilainya.
c.
Kerja yang tak diukur sebaiknya
diminimalisir atau bahkan ditiadakan.
d.
Keluaran kinerja yang diharapkan
harus ditetapkan untuk seluruh kerja yang diukur.
e.
Hasil keluaran menyediakan dasar
untuk menetapkan akuntabilitas hasil alih-alih sekedar mengetahui tingkat
usaha.
f.
Mendefinisikan kinerja dalam artian hasil kerja semacam apa
yang diinginkan adalah cara manajer dan pengawas untuk membuat
penugasan kerja operasional.
g.
Pelaporan kinerja dan analisis
variansi harus dilakukan secara periodik.
h.
Pelaporan yang kerap memungkinkan adanya tindakan korektif
yang segera dan tepat waktu.
i.
Tindakan korektif yang tepat waktu
begitu dibutuhkan untuk manajemen kendali yang efektif
B. Kelembagaan,
Keanggotaan, Volume Usaha, Permodalan, Aser, Dan SHU
1. Tujuan dan Fungsi
Koperasi
Sebelum
membahas tujuan dan fungsi sebuah lembaga koperasi, secara garis besarnya
lembaga koperasi merupakan sebuah lembaga keuangan yang berazaskan kekeluargaan
dan bergotong-royong. Dan tujuannyapun tak lain untuk meningkatkan taraf
ekonomi anggotanya dan masyarakat sekitar.
2.
Ada 3 hal penting tujuan sebuah
lembaga didirikan :
a.
Memaksimumkan Keuntungan, sebuah
lembaga harus mampu memaksimalkan keuntungan yg didapat untuk meningkatkan
kualitasnya, anggota maupun sekitarnya.
b.
Memaksimumkan Nilai Perusahaan,
setelah sebuah lembaga mendapatkan keuntungan maksimal, lembaga itupun harus
melaksanakan nilai2 yang diemban sejak didirikan.
c.
Meminimumkan Biaya, untuk
melaksanakan ke2 poin tersebut sebuah lembaga harus mampu memanfaatkan resource
yang ada ataupun yang terbatas untuk mengefisiensikan pelaksanaannya.
C. Keanggotaan
Koperasi
Anggota
koperasi merupakan pemilik dan juga pengguna jasa koperasi. Dalam koperasi ada
pula anggota luar biasa. Dikatakan luar biasa bila persyaratan untuk menjadi
anggota tidak sepenuhnya dapat dipenuhi seperti yang ditentukan dalam anggaran
dasar.
1. Syarat Keanggotaan Koperasi :
a.
Setiap warga negara Indonesia (WNI)
yang mampu melakukan tindakan hukum atau badan hukum koperasi yang memenuhi
persyaratan.
b.
Menerima landasan dan asas koperasi.
c.
Bersedia melakukan
kewajiban-kewajiban dan hak-haknya sebagai anggota.
2. Sifat Keanggotaan Koperasi Berikut
ini sifat keanggotaan koperasi.
a.
Terbuka dan sukarela.
b.
Dapat diperoleh dan diakhiri setelah
syarat-syarat dalam anggaran dasar terpenuhi.
c.
Tidak dapat dipindahtangankan.
3. Berakhirnya Keanggotaan Koperasi
Keanggotaan koperasi dinyatakan berakhir apabila
seperti berikut ini.
a.
Meninggal dunia.
b.
Meminta berhenti karena kehendak
sendiri.
c.
Diberhentikan pengurus karena tidak
memenuhi syarat keanggotaan.
4. Kewajiban Anggota Koperasi Tercantum
dalam Pasal 20 UU No. 25 Tahun 1992 Berikut ini
kewajiban bagi anggota koperasi.
a.
Mematuhi anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga serta keputusan yang telah disepakati rapat anggota.
b.
Berpartisipasi dalam kegiatan usaha
yang diselenggarakan koperasi.
c.
Mengembangkan dan memelihara
kebersamaan berdasarkan atas asas kekeluargaan.
5. Hak Anggota Koperasi Menurut Pasal
20 UU No. 25 Tahun 1992 Selain mempunyai kewajiban,
anggota juga mempunyai hak seperti berikut ini.
a.
Menghadiri dan menyatakan pendapat
serta memberikan suara dalam rapat anggota.
b.
Memilih dan atau dipilih menjadi
anggota pengurus atau pengawas.
c.
Meminta diadakan rapat anggota
menurut ketentuan dalam anggaran dasar.
d.
Mengemukakan pendapat atau saran
kepada pengurus di luar rapat anggota baik diminta maupun tidak diminta.
e.
Memanfaatkan koperasi dan mendapat
pelayanan yang sama antaranggota.
f.
Mendapatkan keterangan mengenai
perkembangan koperasi menurut ketentuan dalam anggaran dasar.
D. Permintaan
Menjadi Anggota Koperasi
Setiap orang
yang ingin menjadi anggota koperasi perlu mempelajari lebih dahulu maksud dan
tujuan koperasi tersebut, terutama mengenai syarat-syarat keanggotaan dan hak
serta kewajibannya sebagai anggota.
1.
Jika persyaratan sudah diterima,
selanjutnya calon mengisi formulir pendaftaran dikoperasi tersebut.
2.
Jika pengurus menyetujui perminyaan
calon anggota, maka selanjutnya harus diberitahukan kepada yang bersangkutan
mulai saat tersebut dapat diterima menjadi anggota koperasi.
3.
Bila permohonan seseorang menjadi
anggota koperasi ditolak, maka pencalonannya sebagai anggota dapat diajukan
kembali dalam RA yang akan datang, dan keputusannya akan mengikat pengurus
untuk memenuhinya.
E. Bukti
Keanggotaan Koperasi
Buku daftar
anggota merupakan salah satu yang ditetapkan oleh UU Koperasi, karena buku
daftar anggota memuat tentang nama lengkap, umur, mata pencaharian, tempat
tinggal, tanggal masuk menjadi anggota, cap ibu jari kiri atau tanda tangan
anggota, sebab diberhentikannya seorang anggota, tanda tangan ketua dan tanggal
dibubuhinya tanda tangan tersebut.
F. Permodalan
Koperasi
1. Sumber –
Sumber Modal Koperasi
a. Modal Dasar
Tujuan utama
mendirikan sebuah organisasi koperasi adalah untuk mengakumulasikan potensi
keuangan para pendiri dan anggotanya yang meskipun pada awalnya berjumlah kecil
tetapi tetap ada.
b. Modal
Sendiri
1) Simpanan Pokok
Simpanan
pokok adalah sejumlah uang yang wajib disetorkan ke dalam kas koperasi oleh
para pendiri atau anggota koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan
pokok tidak dapat ditarik kembali oleh anggota koperasi tersebut selama yang
bersangkutan masih tercatat menjadi anggota koperasi.
2) Simpanan Wajib
Konsekwensi
dari simpanan ini adalah harus dilakukan oleh semua anggota koperasi yang dapat
disesuaikan besar kecilnya dengan tujuan usaha koperasi dan kebutuhan dana yang
hendak dikumpulkan, arena itu akumulasi simpanan wajib para anggota harus
diarahkan mencapai jumlah tertentu agar dapat menunjang kebutuhan dana yang
akan digunakan menjalankan usaha koperasi.
3) Dana Cadangan
Dana
cadangan ialah sejumlah uang yang diperoleh dari sebagian hasil usaha yang
tidak dibagikan kepad anggoya; tujuannya adalah untuk memupuk modal sendiri
yang dapat digunakan sewaktu-waktu apabila koperasi membutuhkan dana secara
mendadak atau menutup kerugian dalam usaha.
4) Hibah
Hibah adalah
bantuan, sumbangan atau pemberian cuma-cuma yang tida mengharapkan pengembalian
atau pembalasan dalam bentuk apapun. Siapa pun dapat memberikan hibah kepada
koperasi dalam bentuk apapun sepanjang memiliki pengertian seperti itu; untuk
menghindarkan koperasi menjadi tergantung dengan pemberi hibah sehingga dapat
mengganggu prinsip-prisnsip dan asas koperasi.
c.
Modal Pinjaman
1) Pinjaman dari Anggota
Pinjaman
yang diperoleh dari anggota koperasi dapat disamakan dengan simpanan sukarela
anggota. Kalau dalam simpanan sukarela, maka besar kecil dari nilai yang
disimpan tergantung dari kerelaan anggota. sebaliknya dalam pinjaman, koperasi
meminjam senilai uang atau yang dapat dinilai dengan uang yang berasal dari
anggota.
2) Pinjaman dari Koperasi Lain
Pada
dasarnya diawali dengan adanya kerja sama yang dibuat oleh sesama badan usaha
koperasi untuk saling membantu dalam bidang kebutuhan modal. Bentuk dan lingkup
kerja sama yang dibuat bisa dalam lingkup yang luas atau dalam lingkup yang
sempit; tergantung dari kebutuhan modal yang diperlukan.
3) Pinjaman dari Lembaga Keuangan
Pinjaman
komersial dari lembaga keuangan untuk badan usaha koperasi mendapat prioritas
dalam persyaratan. Prioritas tersebut diberikan kepada koperasi sebetulnya
merupakan komitmen pemerintah dari negara-negara yang bersangkutan untuk
mengangkat kemampuan ekonomi rakyat khususnya usaha koperasi.
4) Obligasi dan Surat Utang
Untuk
menambah modal koperasi juga dapat menjual obligasi atau surat utang kepada
masyarakat investor untuk mencari dana segar dari masyarakat umum diluar
anggota koperasi. Mengenai persyaratan untuk menjual obligasi dan surat utang
tersebut diatur dalam ketentuan otoritas pasar modal yang ada.
5) Sumber Keuangan Lain
Semua sumber
keuangan, kecuali sumber keuangan yang berasal dari dana yang tidak sah dapat
dijadikan tempat untuk meminjam modal.
d. Distribusi
Cadangan Koperasi
Cadangan menurut
UU No. 25/1992, adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil
usaha yang dimasukkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian
koperasi bila diperlukan. Sesuai Anggaran Dasar yang menunjuk pada UU No.
12/1967 menentukan bahwa 25% dari SHU yang diperoleh dari usaha
anggota disisihkan untuk Cadangan, sedangkan SHU yang berasal bukan dari usaha
anggota sebesar 60% disisihkan untuk Cadangan. Banyak sekali
manfaat distribusi cadangan, seperti contoh di bawah ini :
1)
Memenuhi kewajiban tertentu
2)
Meningkatkan jumlah operating
capital koperasi
3)
Sebagai jaminan untuk kemungkinan
kemungkinan rugi di kemudian hari
4)
Perluasan usaha
G. Aset
Dalam koperasi
Aset adalah
kekayaan yang dimiliki dan dikelola koperasi untuk menjalankan operasional
usaha. Aset merupakan sumber daya yang dikuasai koperasi sebagai akibat dari
peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan
diperoleh koperasi . Aset yang diperoleh dari sumbangan, yang tidak terikat
penggunaannya, diakui sebagai aset tetap.
1.
Komponen Aset
a. Aset lancar yaitu aset yang memiliki masa manfaat kurang dari satu tahun.
Pengklasifikasian aset lancar antara lain :
1)
Diperkirakan akan dapat direalisasi
atau dimiliki untuk dijual atau digunakan, dalam jangka waktu siklus operasi
normal entitas;
2)
Dimiliki untuk diperdagangkan
(diperjual belikan);
3)
Diharapkan akan direalisasi dalam
jangka waktu 12 bulan setelah akhir periode pelaporan.
4)
Aset lancar meliputi komponen
perkiraan:
5)
Kas adalah nilai mata uang kertas
dan logam, baik dalam rupiah maupun mata uang asing sebagai alat pembayaran
sah.
6)
Bank adalah simpanan koperasi pada
bank tertentu yang likuid, seperti: tabungan, giro dan deposito serta simpanan
lainnya.
7)
Surat berharga adalah investasi
dalam berbagai bentuk surat berharga, yang dapat dicairkan dan diperjualbelikan
dalam bentuk tunai setiap saat;
8)
Piutang Usaha adalah tagihan
koperasi sebagai akibat penyerahan barang/jasa kepada pihak lain yang tidak
dibayar secara tunai.
9)
Piutang Pinjaman Anggota adalah
tagihan koperasi sebagai akibat transaksi pemberian pinjaman (tunai/kredit
berupa barang/jasa) kepada anggota.
10) Piutang
Pinjaman Non anggota adalah tagihan koperasi sebagai akibat transaksi pemberian
pinjaman (tunai/kredit berupa barang/jasa) kepada non anggota.
11) Penyisihan
Piutang Tak Tertagih adalah penyisihan nilai tertentu, sebagai "pengurang nilai
nominal" piutang pinjaman atas terjadinya kemungkinan risiko piutang tak
tertagih, yang dibentuk untuk menutup kemungkinan kerugian akibat pemberian
piutang pinjaman.
12) Persediaan
adalah nilai kekayaan koperasi yang diinvestasikan dalam bentuk persediaan,
baik persediaan dalam bentuk bahan baku, bahan setengah jadi, maupun barang
jadi untuk diperdagangkan dalam rangka memberikan pelayanan kepada anggota dan
penyelenggaraan transaksi dengan non anggota;
13) Biaya
dibayar di muka adalah sejumlah dana yang telah dibayarkan kepada pihak lain
untuk memperoleh manfaat barang/jasa tertentu.
14) Pendapatan
Yang Masih Harus Diterima adalah berbagai jenis pendapatan koperasi yang sudah
dapat diakui sebagai pendapatan tetapi belum dapat diterima oleh koperasi;
15) Aset Lancar Lain-lain.
b. Aset Tidak Lancar
Aset tidak
lancar adalah aset yang terdiri dari beberapa macam aset, masa manfaat lebih
dari satu periode akuntansi, dimiliki serta digunakan dalam kegiatan
operasional dengan kompensasi penggunaan berupa biaya depresiasi (penyusutan).
Aset tidak
lancar meliputi komponen perkiraan :
1)
Investasi Jangka Panjang, adalah
aset atau kekayaan yang diinvestasikan pada koperasi sekunder, koperasi lain
atau perusahaan untuk jangka waktu lebih dari satu tahun tidak dapat dicairkan,
berupa simpanan atau penyertaan modal.
2)
Properti Investasi, adalah properti
(tanah atau bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau kedua-duanya) yang
dikuasai (oleh pemilik/koperasi atau lessee melalui sewa pembiayaan) dan dapat
menghasilkan sewa atau kenaikan nilai atau kedua-duanya. Properti investasi
tidak digunakan untuk kegiatan produksi atau penyediaan barang/jasa, tujuan
administratif, atau dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.
3)
Akumulasi Penyusutan Properti
Investasi, adalah "pengurang nilai perolehan" suatu properti
investasi, sebagai akibat penggunaan dan berlalunya waktu. Akumulasi penyusutan
dilakukan secara sistematis selama awal penggunaan sampai dengan umur
manfaatnya.
4)
Aset Tetap, adalah aset berwujud
yang dimiliki untuk digunakan dalam kegiatan produksi, atau penyediaan
barang/jasa untuk disewakan ke pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan
digunakan lebih dari satu periode. Aset tetap mencakup perkiraan: Tanah/Hak
Atas Tanah, Bangunan, Mesin dan Kendaraan, Inventaris dan Peralatan Kantor.
5)
Akumulasi Penyusutan Aset
Tetap, adalah "pengurang nilai perolehan" suatu aset tetap yang
dimiliki koperasi, sebagai akibat dari penggunaan dan berlalunya waktu.
Akumulasi penyusutan dilakukan secara sistematis selama awal penggunaan sampai
dengan umur manfaatnya.
6)
Aset Tidak Berwujud, adalah aset
non-moneter yang dapat diidentifikasi namun tidak mempunyai wujud fisik.
Dimiliki untuk digunakan dalam kegiatan produksi atau disewakan kepada pihak
lain atau untuk tujuan administratif. Contoh aset tidak berwujud antara lain:
hak paten, hak cipta, hak pengusaha hutan, kuota impor/ekspor, waralaba.
7)
Akumulasi Amortisasi Aset Tidak
Berwujud, adalah "pengurang nilai perolehan" suatu aset tidak
berwujud yang dimiliki koperasi, sebagai akibat dari penggunaan dan berlalunya
waktu.
8)
Aset Tidak Lancar Lain, adalah aset
yang tidak termasuk sebagaimana pada butir 1 sampai dengan 7 seperti bangunan
yang belum selesai dibangun.
G. Sisa hasil
Usaha (SHU)
SHU Koperasi
adalah sebagai selisih dari seluruh pemasukan atau penerimaan total (total
revenue) atau biasa dilambangkan (TR) dengan biaya-biaya atau biaya total (total
cost) dengan lambang (TC) dalam satu tahun waktu.
1)
SHU setelah dikurangi dana cadangan,
dibagikan kepada anggota sebanding jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing
anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan
perkoperasian dan keperluan koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
2)
Besarnya pemupukan modal dana
cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
3)
Penetapan besarnya pembagian kepada
para anggota dan jenis serta jumlahnya ditetapkan oleh Rapat Anggota sesuai
dengan AD/ART Koperasi.
4)
Besarnya SHU yang diterima oleh
setiap anggota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan
transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi.
5)
Semakin besar transaksi(usaha dan
modal) anggota dengan koperasinya, maka semakin besar SHU yang akan diterima.
Dalam proses
penghitungannya, nilai SHU anggota dapat dilakukan apabila beberapa informasi
dasar diketahui sebagai berikut :
1)
SHU total kopersi pada satu tahun
buku
2)
bagian (persentase) SHU anggota
3)
total simpanan seluruh anggota
4)
total seluruh transaksi usaha (
volume usaha atau omzet) yang bersumber dari anggota
5)
jumlah simpanan per anggota
6)
omzet atau volume usaha per anggota
7)
bagian (persentase) SHU untuk
simpanan anggota
8)
bagian (persentase) SHU untuk
transaksi usaha anggota.
1. Rumus
Pembagian SHU
MenurutUU
No. 25/1992 pasal5 ayat1
§
Mengatakan bahwa “pembagian SHU
kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki
seseorang dalam koperasi, tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha
anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan
keadilan”.
§
Didalam AD/ART koperasi telah
ditentukan pembagian SHU sebagai berikut: Cadangan koperasi 40%, jasa anggota
40%, dana pengurus 5%, dana karyawan 5%, dana pendidikan 5%, danasosial 5%,
danapembangunanlingkungan 5%.
§
Tidak semua komponen diatas harus
diadopsi dalam membagi SHU-nya. Hal ini tergantung dari keputusan anggota yang
ditetapkan dalam rapat anggota.
1. Berikut
prinsip-prinsip pembagian SHU koperasi:
§ SHU yang
dibagi berasal dari anggota
§ SHU anngota
dibayar secara tunai
§ SHU anggota
merupakaan jasa modal dan transaksi usaha
§ SHU anggota
ddilakukan transparan
H. Efesiensi Koperasi
Pada
dasarnya koperasi sebagai perusahaan tidak berbeda dengan bentuk badan usaha
lainnya, artinya tidak boleh dikatakan koperasi boleh bekerja secara tidak
efisien untuk mencapai tujuan organisasi sebagai kumpulan orang. Pada koperasi,
tingkat efisiensi juga harus dilihat secara berimbang dengan tingkat
efektifitasnya. sebab biaya pelayanan yang tinggi bagi anggota diimbangi dengan
keuntungan untuk memperoleh pelayanan setempat yang lebih baik, misalnya biava
pelayanan dari pintu ke pintu yang diberikan oleh koperasi kepada anggotanya.
Kunci utama
efisiensi koperasi adalah pelayanan usaha kepada anggotanya. Koperasi yang
dapat menekan biaya serendah mungkin tetapi anggota tidak memperoleh pelayanan
yang baik dapat dikatakan usahanya tidak efisian di samping tidak memiliki
tingkat efektifitas yang tinggi, sebab dampak kooperatifnya tidak dirasakan
anggota.
Pembahasan
mengenai efisiensi, Thoby Mutis (1992) menunjukkan 5 lingkup efisiensi
koperasi, yaitu efisiensi intern, efisiensi alokatif efislensi ekstern,
efisiensi dinamis dan efisiensi . Pengertian efisiensi tersebut adalah :
1)
Efisiensi intern masyarakat
merupakan perbandingan terbaik dari ekses biaya dengan biaya yang sebenarnya.
Hal ini dapat dikaitkan dengan perbandingan nilai bersih pemasukan dan nilai
bersih pengeluaran
2)
Efisiensi alokatif adalah efisiensi
yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya dan dana dari semua komponen
koperasi tersebut. Misalnya, penyaluran tabungan anggota untuk pinjaman
anggota, penyaluran simpanan sukarela untuk investasi jangka pan.lang dan pendek.
Hal ini biasanya dilihat pada perbandingan pertumbuhan simpanan sukarela dan
modal sendiri dengan pertumbuhan pinjaman, silang pinjam atau investasi
tahunan. Sebagai dasar tingkat pengukuran efisiensi digunakan laporan keuangan
koperasi sampel (neraca, laporan rugi laba, dan laporan perubahaan modal) di
samping tentu saja data-data lain vang diperlukan seperti yang tercantum dalam
laporan pertanggungjawaban pengurus.
3)
Efisiensi ekstern menunjukkan
bagaimana efisiensi pada lembaga-lembaga dan perseorangan di luar koperasi yang
ikut memacu secara tidak langsung efisiensi di dalam koperasi.
4)
Efisiensi dinamis adalah efisiensi
yang biasa dikaitkan dengan tingkat optiniasi karena adanya perubahan teknologi
yang dipakai. Setiap perubahan teknologi akan membawa dampak terhadap output
yang dihasilkan. Tentu saja teknologi baru akan dipakai jika menghasilkan
produktivitas yang lebih baik dari semula.
5)
Efisiensi sosial sering dikaitkan
dengan pemanfaatan sumber daya dan dana secara tepat, karena tidak menimbulkan biaya
atau beban.
I. Klasifikasi Jenis Koperasi
Klasifikasi
jenis koperasi dapat dibedakan berdasarkan berbagai hal :
1.
Pertama, penggolongan koperasi
berdasarkan pada ketentuan pemerintah yang diberlakukan pada koperasi. Pada
penggolongan ini koperasi dibedakan sebagai berikut:
a.
Koperasi Unit Desa (KUD).
Koperasi ini diarahkan khusus untuk masyarakat
pedesaan.
b.
Koperasi Umum.
Koperasi umum dapat didirikan oleh siapa saja dan
dimana saja.
2.
Kedua, berdasarkan banyaknya jenis
usaha :
a.
Koperasi Single Purpose.
Koperasi yang hanya mempunyai satu jenis usaha.
b.
Koperasi Multi Purpose.
Koperasi yang mempunyai lebih dari satu macam jenis
usaha yang dikelola secara bersamaan.
3.
Ketiga, koperasi dibedakan menurut
jenis lapangan usaha, yaitu sebagai berikut:
a.
Koperasi Kredit Atau Koperasi Simpan
Pinjam.
Koperasi yang mengelola usaha simpan pinjam seperti
halnya bank.
b.
Koperasi Produksi.
Koperasi yang mengelola usaha produksi barang
tertentu. Contoh: koperasi pengrajin batik, koperasi susu, dan koperasi
pengusaha tahu Indonesia.
c.
Koperasi Konsumsi.
Koperasi yang mengelola usaha penjualan barang-barang
konsumsi. Wujud usaha koperasi ini biasanya berbentuk toko.
d.
Koperasi Jasa.
Koperasi yang mengelola usaha layanan jasa.
4.
Keempat, didasarkan pada jenis
anggota :
a.
Koperasi Primer.
Koperasi yang anggotanya orang-perorang, jumlah
minimal anggota koperasi ini dua puluh orang.
b.
Koperasi Sekunder.
Koperasi yang anggotanya badan hukum koperasi.
5.
Kelima, koperasi didasarkan pada
status anggota, yaitu sebagai berikut :
a.
Koperasi pegawai negeri.
b.
Koperasi petani.
c.
Koperasi pedagang.
d.
Koperasi nelayan.
e.
Koperasi siswa dan koperasi
mahasiswa.
Penilaian
kinerja Koperasi yang merupakan salah satu program prioritas Kementerian
Koperasi dan UKM Tahun 2005-2009 terkait dengan upaya pemberdayaan koperasi
adalah Pengembangan Kelembagaan dalam rangka mewujudkan 70.000 unit koperasi
berkualitas. Sampai dengan awal April 2007 pelaksanaan penilaian kinerja
koperasi adalah melalui Klasifikasi Koperasi, mengacu pada Permen KUKM No.
129/KEP/M.KUKM/XI/2002 tanggal 29 Nopember 2002).
Mulai April
2009 sampai saat ini pelaksanaan penilaian kinerja koperasi dilakukan melalui
Pemeringkatan Koperasi, mengacu pada Permen KUKM No. 22/KEP/M.KUKM/IV/2007
tanggal 16 April 2007, dan Permen Nomor: 06/Per/M.KUKM/III/2008 tanggal 12
Maret 2008 tentang Perubahan atas Permen No. 22/KEP/M.KUKM/IV/2007 tanggal 16
April 2007 tentang Pemeringkatan Koperasi. Memasuki tahun anggaran 2010 s/d
2014, Program Pemeringkatan Koperasi masih terus dilakukan baik melalui
anggaran APBN maupun APBD Provinsi/Kabupaten/Kota.
Tujuan
klasifikasi koperasi adalah :
1)
Mengetahui kinerja koperasi dalam
satu periode tertentu
2)
Menetapkan peringkat kualifikasi
koperasi
3)
Mendorong koperasi agar menerapkan
prinsip-prinsip koperasi dan kaidah bisinis yang sehat.
Dengan kata
lain, melalui upaya klasifikasi ini diharapkan secara internal koperasi mampu
mempertegas jatidirinya sebagai sokoguru perekonomian rakyat sebagaimana
diamanatkan oleh International Cooperative Alliance (ICA) dan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002, namun juga secara eksternal mampu tetap
menunjukkan kinerjanya sebagai pelaku bisnis yang kompetitif. Secara internal
sudah jelas arti dan fungsi Koperasi namun secara eksternal inilah yang
menimbulkan terjadinya sedikit pergeseran sistem, dimana dinamisasi kondisi
perekonomian terkadang berbanding terbalik ataupun berbanding lurus dengan
kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah untuk mencari jalan keluar dari
sebuah permasalahan ekonomi.
Untuk itu,
diperlukan penyesuaian/penyempurnaan terhadap sistem dan instrumen klasifikasi
yang selama ini telah digunakan agar mampu mengakomodasikan berbagai
kepentingan, khususnya kepentingan setiap koperasi yang bersangkutan dalam
mengakses sumber pembiayaan dan sebagai alat pembinaan. Sistem pemeringkatan
yang akan dihasilkan ini diharapkan mampu memetakan kinerja koperasi dan
menjadi prasyarat untuk mengakses sumberdaya produktif serta dapat dimanfaatkan
sebagai strategi pengelolaan.
J. Indikator Kinerja Koperasi
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-perorangan atau
badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas
kekeluargaan. Tujuan Koperasi sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang
Koperasi Nomor 25 tahun 1992 adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan
perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan
makmur. Koperasi juga diharapkan dapat berperan serta dalam upaya mempertinggi
kualitas kehidupan manusia dan masyarakat, memperkokoh perekonomian rakyat
sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional, serta berusaha
untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha
bersama atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Kinerja diartikan sebagai hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan adanya
kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Berdasarkan S.K Menteri Keuangan
RI No.740/KMK.00/1989, kinerja adalah prestasi yang dicapai dalam suatu periode
tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan.
Kinerja menjadi ukuran prestasi yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan yang
dapat dilakukan. Oleh karena itu, istilah kinerja perusahaan kerap kali
disamakan dengan kondisi keuangan perusahaan yang dengan pengukuranpengukuran
keuangan mampu memberikan hasil yang memuaskan setidak-tidaknya bagi pemilik
saham perusahaan itu maupun bagi karyawannya. (Munawir, 2002:73).
Pengukuran
kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas
operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan
sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi,
2001:416). Penilaian kinerja menurut Yuwono (2002), adalah tindakan penilaian
yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada dalam
organisasi. Sedangkan Zamkhani (1990) mendefinisikan penilaian kinerja sebagai
berikut, penilaian kinerja merupakan salah satu komponen dasar dari manajemen
kinerja. Ukuran kinerja didesain untuk menilai seberapa baik aktivitas dan
dapat mengidentifikasi apakah telah dilakukan perbaikan yang berkesinambungan
(Hansen & Mowen, 1995: 375).
Tujuan pokok
dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi
karyawan dalam usaha untuk mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar
perilaku yang telah ditetapkan agar membuahkan tindakan dan hasil seperti yang
diinginkan (Mulyadi, 2001:416). Standar perilaku tersebut bisa berupa kebijakan
manajemen ataupun rencana formal yang nantinya dituangkan dalam anggaran yang
ditetapkan oleh perusahaan. Penilaian kinerja tersebut dilakukan untuk menilai
perilaku yang tidak semestinya dilakukan dan untuk merangsang timbulnya
perilaku yang semestinya dilakukan. Rangsangan timbulnya perilaku yang
semestinya dapat dilakukan dengan memberikan reward atas hasil
kinerja yang baik. Penilaian kinerja dapat dilaksanakan oleh pihak manajemen
perusahaan sendiri (intern) atau pihak luar (ekstern). Sistem pengukuran
kinerja mempunyai peranan penting dalam fungsi-fungsi manajemen organisasi
seperti pengendalian mamajemen, manajemen aktivitas, dan sistem motivasi (Atkinson
Antony A, 1995:235). Sistem pengukuran kinerja berperan pula dalam
usaha-usaha pencapaian keselarasan tujuan (goal congruence) dalam
konteks wewenang dan tanggung jawab. Pengembangan lebih lanjut dalam manajemen
berbasis aktivitas, pengukuran kinerja dirancang untuk mengurangi kegiatan yang
tidak mempunyai nilai tambah dan mengoptimalkan kegiatan yang mempunyai nilai
tambah. Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang penting untuk
menilai keberhasilan perusahaan, penilaian kinerja juga sebagai dasar untuk
menentukan sistem imbalan dalam perusahaan, misalnya penentuan tingkat gaji
karyawan maupun reward yang layak. Seorang manajer juga bisa
menggunakan penilaian kinerja perusahaan sebagai evaluasi kerja dari periode
yang lalu (Hansen & Mowen, 1995:386-387).
Proses pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahap utama, yaitu tahap
persiapan dan tahap penilaian (Mulyadi, 2001: 418),
1.
Tahap persiapan terdiri dari tiga
tahap rinci, yaitu :
a.
Penentuan
daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggung jawab,Perbaikan kinerja
harus diawali dengan penetapan garis batas tanggung jawab yang jelas bagi
manajer yang akan dinilai kinerjanya. Batas tanggung jawab yang jelas ini
dipakai sebagai dasar untuk menetapkan sasaran atau standar yang harus dicapai
oleh manajer yang akan diukur kinerjanya. Tiga hal yang berkaitan dengan daerah
pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggung jawab, yaitu kriteria penetapan
tanggung jawab, tipe pusat pertanggungjawaban, karakteristik pusat
pertanggungjawaban.
b.
Penetapan
kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja Penetapan kriteria kinerja manajer
perlu dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1)
Dapat
diukur atau tidaknya kriteria,
2)
Rentang
waktu sumber daya dan biaya,
3)
Bobot yang
diperhitungkan atas kriteria,
4)
Tipe
kriteria yang digunakan dan aspek yang ditimbulkan.
c.
Pengukuran
kinerja sesungguhnya Langkah berikutnya dalam pengukuran kinerja adalah
melakukan kinerja bagian atas aktivitas sesungguhnya, yang menjadi daerah
wewenang manajer tersebut. Pengukuran kinerja tampak obyektif dan merupakan
kegiatan yang rutin, namun seringkali memicu timbulnya perilaku yang tidak
semestinya ataupun menyimpang yaitu perataan (smoothing), pencondongan (biasing),
permainan (gaming), penonjolan dan pelanggaran aturan (focusing and
illegal act).
2.
Tahap Penilaian terdiri dari tiga
tahap rinci (Mulyadi,2001:424)
a.
Pembandingan
kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, penilaian
kinerja tersebut dijelaskan, hasil pengukuran kinerja secara periodik kemudian
dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
b.
Penentuan
penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya dari yang ditetapkan dalam
standar, Penyimpangan kinerja sesungguhnya dari sasaran yang telah ditetapkan
perlu dianalisis untuk menentukan penyebab terjadinya penyimpangan, sehingga
dapat direncanakan tindakan untuk mengatasinya.
c.
Penegakan
perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk mencegah perilaku
yang tidak dinginkan Tahap terakhir dalam pengukuran kinerja adalah tindakan
koreksi untuk menegakkan perilaku yang dinginkan dan mencegah terulangnya
tindakan/perilaku yang tidak diinginkan. Penilaian kinerja ditujukan untuk
menegakkan perilaku tertentu dalam pencapaian sasaran yang telah ditetapkan.
Sayangnya, cita-cita yang mulia tersebut belum termanifestasi dalam
tataran praktis. Beberapa penyimpangan, disadari atau tidak disadari, justru
sering dilakukan oleh para pengurus dan pengelola yang semestinya membangun dan
mengembangkan koperasi. Berbagai kebijakan dan prosedur formal didesaian dengan
sangat birokratik sehingga justru mengurangi kinerja. Sebagai akibatnya, masyarakat
yang menjadi anggota koperasi menjadi apatis dan menilai keberadaan koperasi
tidak menolong kesulitan mereka.
Pengurus diberi amanah (trusteeship) oleh para anggota untuk mengelola
koperasi sehingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Mereka
bertanggung jawab melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan
koperasi sesuai dengan keputusan Rapat Anggota. Dengan begitu, pengurus
koperasi dituntut mempunyai kemampuan dan keterampilan manajerial yang memadai.
Selain itu, mereka juga harus mempunyai sense of
public service, yaitu kesadaran untuk memberikan layanan masyarakat
yang dilandasi oleh rasa pengabdian yang mendalam. Sebagai salah satu perangkat
koperasi, pengurus ibarat nahkoda kapal yang harus piawai dalam menghadapai badai
sehingga membuat para penumpang merasa aman sampai di tempat tujuan. Namun
demikian, harapan tersebut nampaknya saat ini masih belum terwujud. Hal ini
paling tidak bisa dilihat dari menurunnya rata-rata tingkat kinerja koperasi
yang ada di Indonesia. Volume usaha koperasi pada tahun 1998 dengan jumlah
koperasi sebanyak 52.458 unit mencapai Rp.19.543 milyar, selanjutnya pada tahun
2000 dengan jumlah koperasi lebih dari 100.000 unit, volume usaha
koperasi justru menurun menjadi Rp.14.643 milyar. Memang penurunan volume usaha
ini bukan semata-mata disebabkan oleh pengurus koperasi dan tidak semua
pengurus koperasi mempunyai kinerja yang rendah. Namun, setidaknya hal
ini menjadi pemicu untuk mengkaji ulang dan media pembelajaran dalam rangka
perbaikan kinerja masa datang.
Jika dicermati, ada beberapa kemungkinan penyebab penurunan kinerja
pengurus koperasi.. Pertama, masih kuatnya budaya nepostisme yang secara
tidak sadar diyakini sebagai wujud azas kekeluargaan. Nepotisme ini
mengakibatkan pengangkatan, pemilihan dan pemberian amanah kepada pengurus dan
atau pegawai kurang mempertimbangkan kompetensi sehingga kapabilitas mereka
rendah. Kedua, belum adanya performance measure (ukuran prestasi) para pengurus
koperasi secara jelas. Jika tidak dirumuskan ukuran dan standar prestasi yang
jelas, bagaimana bisa diketahui bahwa si pengurus berhasil dan gagal. Ketiga,
masih rendahnya profesionalisme dan spesialisasi tugas. Dengan alasan efisiensi
tenaga kerja, sering seorang pengurus koperasi harus merangkap pekerjaan
sehingga justru semua pekerjaan tidak ada yang diselesaikan secara optimal.
Keempat, lambannya proses adopsi dan adaptasi teknologi maju. Ketertinggalan
sebagian koperasi dalam menerapkan teknologi maju menyebabkan kegiatan operasi
tidak efisien, tidak produktif dan sistem informasi kurang relevan.
Untuk memperbaiki kinerja pengurus koperasi dibutuhkan beberapa upaya
kongkrit. Pertama, penegakan disiplin harus dilaksanakan secara
maksimal. Hal ini salah satunya ditandai dengan kejelasan akan sanksi dan
punishment atas kesalahan yang diperbuat oleh oknum pengurus koperasi.
Hendaknya disadari bahwa pengurus koperasi, baik secara bersama-sama, maupun
sendiri-sendiri, berkewajiban menanggung kerugian yang diderita koperasi,
karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan dan kelalaiannya, dan apabila
dilakukan dengan kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi Penuntut Umum
untuk melakukan penuntutan. Semua aktivitas pengurus yang telah diberi amanah
mengelola koperasi (agent) harus dipertanggungjawabkan di depan para anggota
sebagai pihak pemberi amanah (principal). Rapat Anggota Tahunan (RAT) harus
dijadikan wahana evaluasi hasil kinerja tahunan para pengurus koperasi sebagai
wujud akuntabilitas. Namun, gagasan tersebut mungkin terlalu ideal jika
hubungan pengurus dengan anggota bukan merupakan hubungan agent dengan
principal. Meskipun Koperasi berazas kekeluargaan, pertanggungjawaban para
pengurus tidak bisa ditempuh secara “kekeluargaan” dengan memberikan toleransi
yang tinggi atas penyimpangan yang dilakukan pengurus. Mekanisme reward and
punishment terhadap pengurus harus diperbaiki dengan berlandaskan pada anggaran
dasar dan kriteria kinerja yang jelas.
Kedua, Birokrasi yang berbelit-belit seharusnya dipangkas. Prosedur dan
tatacara perizinan, pelaporan maupun pertanggungjawaban, baik secara teknis
maupun administratif yang terlalu panjang sering justru mematikan kreatifitas
usaha sehingga menurunkan kinerja. Bila kreativitas usaha dihambat oleh
kepentingan birokrasi, maka besar kemungkinan koperasi tersebut sulit untuk
bisa berkembang. Eksistensi sebuah koperasi juga membutuhkan dukungan dan
partisipasi aktif seluruh anggota. Jangan sampai mereka hanya
namanya saja yang tercantum sebagai anggota, tetapi tidak pernah berpartisipasi
karena rumitnya prosedur baku koperasi. Bureaucracy reengineering semestinya
segera dilakukan dalam rangka memicu peningkatan kinerja para pengurus dan atau
pegawai koperasi.
Ketiga, Menumbuhkan budaya berdasarkan Misi. Mengubah koperasi yang digerakkan
oleh peraturan dan birokrasi menjadi koperasi yang digerakkan oleh misi.
Cita-cita mulia dari pendirian sebuah koperasi yaitu membangun dan
mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya serta untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan
sosialnya, harus diterjemahkan secara kongkrit dalam bentuk budaya organisasi.
Budaya yang terbentuk sering menyimpang dari misi sebuah koperasi karena
sebagian pengurus berusaha hanya meningkatkan kesejahteraan kelompoknya dan
bukan kesejahteraan anggota lainnya apalagi masyarakat. Pola pikir (mindset)
pengurus seperti ini berorientasi jangka pendek dan secara organisasi merugikan
koperasi itu sendiri.
Keempat, koperasi berorientasi pada anggota dan masyarakat. Pertanggungjawaban
pengurus pada saat RAT mestinya bukan sekedar untuk memenuhi kepentingan
birokrasi tetapi penilaian terhadap seberapa berhasil para pengurus memenuhi kebutuhan
dan harapan anggota atau masyarakat selain anggota koperasi. Pada umumnya
pengurus koperasi salah dalam mengidentifikasikan variabel apa saja yang harus
dipertanggungjawabkan pada saat RAT. Orientasi pengurus adalah bagaimana agar
laporan pertanggungjawabannya dapat diterima oleh sebagian besar anggota
koperasi meskipun dalam jangka panjang kemungkinan bisa mengurangi daya saing
ekternal. Dalam kondisi seperti ini, pengurus akan memenuhi semua kebutuhan dan
keinginan birokrasi, sedangkan pada masyarakat dan bisnis, mereka seringkali
tidak care. Selayaknya, pengurus koperasi mengidentifikasikan siapa pelanggan
yang sesungguhnya. Dengan cara seperti ini, tidak berarti pengurus tidak
bertanggungjawab pada anggota, tetapi sebaliknya, mereka menciptakan sistem
pertanggungjawaban ganda (dual accountability): kepada anggota dan kepada
masyarakat atau pelanggan lain yang secara langsung maupun tidak langsung
membutuhkan jasa koperasi.
Kelima, berorientasi pada mekanisme pasar. Koperasi harus mengembangkan prinsip-prinsip
perusahaan dan pasar secara maksimal. Penerimaan pegawai harus mengikuti
seleksi ketat sesuai kemampuannya masing-masing sehingga bisa direkrut
karyawan yang benar-benar kompeten dan trampil secara professional. Mekanisme
administratif (sistem prosedur dan pemaksaan) yang umumnya masih kental
diterapkan pada lingkungan koperasi harus segera diganti dengan mekanisme pasar
(sistem insentif) yang cukup fleksibel mengikuti dinamika pasar.
Keenam, penerapan teknologi maju. Computerized system terbukti mampu
meningkatkan kinerja operasional suatu usaha sehingga koperasi tidak bisa
menghindar dari kondisi dinamis seperti ini. Pelatihan dan pemberdayaan
pengurus serta pegawai harus dilakukan secara terus menerus agar mereka tidak
gagap teknologi. Kompetisi harus menjadi sarana untuk memicu inovasi para
pengurus untuk eksis dan selalu berkembang.
Masih banyak upaya lain dalam meningkatkan kinerja koperasi yang bisa
digali dari keunikan organisasi masing-masing. Upaya ini sebaiknya dilakukan
dengan identifikasi terlebih dahulu Critical Success Factors (faktor
keberhasilan utama), yaitu suatu area yang mengindikasikan kesuksesan kinerja
sebuah koperasi sesuai tujuan yang akan dicapai. Area CSF ini menggambarkan
preferensi manajerial dengan memperhatikan variabel-variabel kunci finansial
dan nonfinansial pada kondisi waktu tertentu. Suatu CSF dapat digunakan sebagai
indikator kinerja atau masukan dalam menetapkan indikator kinerja. Identifikasi
terhadap CSF dapat dilakukan terhadap berbagai faktor misalnya potensi yang
dimiliki koperasi, kesempatan, keunggulan, tantangan, kapasitas sumber daya,
dana, sarana-prasarana, regulasi atau kebijakan koperasi, dan sebagainya. Untuk
memperoleh CSF yang tepat dan relevan maka CSF harus secara konsisten mengikuti
perubahan yang terjadi dalam organisasi. Setiap bentuk usaha koperasi mempunyai
CSF yang berbeda-beda karena sangat tergantung pada unsur-unsur apa dari
koperasi tersebut yang dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam
pencapaian tujuan. CSF sebuah koperasi misalnya (1) sumber daya manusia yang
dimiliki oleh koperasi yang profesional, jujur dan berdedikasi tinggi, (2)
jaringan kerjasama dengan sumber daya intern dan ekstern, (3) sistem informasi
dan teknologi yang mendukung pengembangan usaha koperasi dan (4) dukungan dari
masyarakat untuk pengembangan koperasi di masa datang. Akhirnya selamat
berjuang, maju terus Koperasi Indonesia.
REFERENSI :
1. Ropke,
J. 2000. Ekonomi Koperasi, Teori dan Manajemen. Diterjemahkan oleh Hj. Sri
Djatnika S. Arifin. SE. M.Si. Penerbit Salemba Empat
2. Hendar
dan Kusnadi. 1999. Ekonomi Koperasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
3. Baswir,
R. 2000. Koperasi Indonesia BPFE Yogyakarta.
4. UU
Nomor 17 tahun 2012 terntang Perkoperasian
5. UU
Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah
6.
Peraturan Pemerintah RI No 44 tahun 1997 tentang Kemitraan
Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (2005), Pengembangan Usaha Skala Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi. Jakarta.
Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (2005), Pengembangan Usaha Skala Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi. Jakarta.
7.
Firmansyah, 2001. Dinamika Usaha Kecil dan Menengah.
LIPI. Jakarta.
8.
Hendar, kusnadi 2005 Ekonomi Koperasi. Jakarta:
Fakultas Ekonomi
9.
Drs. Sitio Arifin,M.Sc.,Ir.Tamba Halomoan, M.B.A,2001.Koperasi
Teori dan Praktek.Jakarta : Erlangg
10.
Pristiyanto Blog EVALUASI KINERJA KOPERASI
SIMPAN PINJAM BERDASARKAN PENILAIAN KESEHATAN KOPERASI.htm
11.
SISA HASIL USAHA (SHU) & PRINSIP-PRINSIP
KOPERASI Ekonomi - AndaiKata.com.htm
SUMBER LAIN :
http://serewax.blogspot.co.id/2014/03/kinerja-koperasi-dan-shu.html
http://www.pibi-ikopin.com/index.php/artikel-bisnis/91-kewirakoperasian
https://sukasukadwi.wordpress.com/2014/01/03/kewirakoperasian/
http://chankeabiee.blogspot.co.id/2011/02/wirausaha-koperasi.html
http://sitinathrah.blogspot.co.id/2013/05/indikator-kinerja-koperasi.html
https://darmantorico.wordpress.com/2013/04/20/makalah-koperasi/
http://riorobimaulana.blogspot.co.id/2017/01/variabel-kinerja-koperasi-dan-prinsip.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar