Selasa, 14 Maret 2017

EKONOMI SKALA UMKM & KOPERASI - KONSEP KINERJA KOPERASI & MEMILIH METODE PENGUKURAN KINERJA KOPERASI YANG TEPAT




Konsep Kinerja Koperasi Dan Memilih Metode Pengukuran Kinerja Koperasi Yang Tepat

Memasuki millennium ketiga, pada saat persaingan dunia usaha semakin mengglobal dan sarat  dengan persaingan yang maha hebat, maka mau tidak mau, setiap para pelaku ekonomi tak  terkecuali koperasi, bila ingin terus bertumbuh, harus memiliki daya saing yang berkelanjutan (sustainable competitivie advantage). Pada kasus koperasi di Indonesia, terdapat banyak pihak yang memprihatinkan kemampuan badan usaha ini dalam memenuhi tuntutan arus globalisasi tersebut. Apabila koperasi tidak segera dan terus-menerus melakukan reposisi dirinya sebagai salah satu pelaku ekonomi yang mendapat dukungan konstitusi, maka tidak mustahil koperasi akan terus tertinggal dan lambat laun akan terabaikan.

Kekhawatiran tersebut tentunya didasari oleh suatu analisis kondisi nyata koperasi yang ada di lapangan dan nilai-nilai dasar koperasi yang melekat pada diri koperasi itu sendiri. Nilai-nilai dasar seperti kekeluargaan, kesetiakawanan (solidaritas) keadilan, gotong-royong, demokrasi, dan kebersamaan dipandang kurang dapat lagi dijadikan sebagai factor kekuatan (strengths) bagi koperasi dalam memasuki pasar global. Nilai-nilai dasar koperasi tersebut dianggap kurang dapat merespons dan mengadopsi setiapt perubahan lingkungan strategis yang terjadi dengan cepat. Di sisi permintaan pasar tanpa mengorbankan efisiensi dan efektivitas usaha, serta melakukan aksi perbaikan sesuai dengan perubahan lingkungannya.

Dalam hal ini perlu adanya pengevaluasian kinerja koperasi yang didasari dengan asas koperasi pada unmumnya. Pada dasarnya untuk mengetahui perkembangan kinerja koperasi adalah dengan mengetahui variable-variabel koperasi yang akan kita bahas dalam pembahasan selanjutnya.


A.    Variabel Kinerja Koperasi Dan Prinsip Pengukuran kinerja Koperasi

1.      Variabel Kinerja
Secara  umum,   variable  kinerja  koperasi   yang   diukur  untuk   melihat   perkembangan / pertumbuhan (growth) koperasi di Indonesia terdiri dari  kelembagaan (jumlah  koperasi perprovinsi, jumlah  koperasi perjenis/kelompok  koperasi, jumlah   koperasi    aktif  dan  nonaktif),   keanggotaan,    volume usaha,     permodalan,    asset,    dan    sisa hasil usaha. Variabel-variable tersebut pada dasarnya belumlah dapat mencerminkan secara tepat untuk dipakai melihat  peranan atau pangsa (share) koperasi terhadap pembangunan ekonomi nasional. Demikian pula dampak dari koperasi (cooperative effect) terhadap peningkatan kesejahteraan anggota atau masyarakat belum tercermin dari variabel-variabel yang disajikan.

2.      Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja  tidak  terjadi  dengan  sendirinya.   Dengan  kata   lain,   terdapat beberapa  faktor   yang mempengaruhi kinerja. Adapun faktor-faktor tersebut menurut Armstrong (1998 : 16-17) adalah sebagai berikut :
1)      Faktor  individu (personal factors). Faktor  individu  berkaitan dengan  keahlian, motivasi, komitmen, dll.
2)      Faktor kepemimpinan (leadership factors). Faktor kepemimpinan berkaitan dengan kualitas dukungan dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, manajer, atau ketua kelompok kerja.
3)      Faktor  kelompok  /  rekan  kerja (team factors). Faktor kelompok  / rekan  kerja  berkaitan dengan kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja.
4)      Faktor sistem (system factors). Faktor system berkaitan dengan system / metode kerja yang ada dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi.
5)      Faktor situasi (contextual/situational factors). Faktor situasi berkaitan dengan tekanan dan perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal.

Dari   uraian   yang   disampaikan  oleh   Armstrong,   terdapat  beberapa faktor   yang   dapat mempengaruhi kinerja seorang pegawai. Faktor-faktor ini perlu mendapat perhatian serius dari pimpinan organisasi jika pegawai diharapkan dapat memberikan kontribusi yang optimal. Motivasi kerja dan kemampuan kerja merupakan dimensi yang cukup penting dalam penentuan kinerja. Motivasi sebagai sebuah dorongan dalam diri pegawai akan menentukan kinerja yang dihasilkan. Begitu juga dengan kemampuan kerja pegawai, dimana mampu tidaknya karyawan dalam melaksanakan tugas akan berpengaruh terhadap kinerja yang dihasilkan. Semakin tinggi kemampuan yang dimiliki karyawan semakin menentukan kinerja yang dihasilkan.

3.      Pengertian Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja adalah proses di mana organisasi menetapkan parameter hasil untuk dicapai oleh   program, investasi,    dan    akusisi     yang  dilakukan.     Proses   pengukuran   kinerja   seringkali membutuhkan   penggunaan    bukti statistik untuk   menentukan    tingkat  kemajuan suatu organisasi dalam  meraih  tujuannya. Tujuan  mendasar di balik dilakukannya  pengukuran adalah untuk meningkatkan kinerja secara umum. Pengukuran Kinerja juga merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan didasarkan pada  kelompok  indicator  kinerja  kegiatan yang berupa  indikator-indikator  masukan,keluaran, hasil,   manfaat, dan dampak.  

Pengukuran  kinerja  digunakan  sebagai  dasar  untuk  menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran  kinerja  merupakan  suatu  alat  manajemen  yang  digunakan untuk  meningkatkan kualitas  pengambilan  keputusan  dan  akuntabilitas.

Pengukuran  kinerja  juga  digunakan  untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (James Whittaker, 1993) Sedangkan menurut Junaedi (2002 : 380-381) “Pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan  berupa  produk, jasa, ataupun proses”. Artinya, setiap kegiatan perusahaan harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian arah perusahaan di masa yang akan datang yang dinyatakan dalam misi dan visi perusahaan.

Dari   definisi diatas    dapat   disimpulkan    bahwa    system    pengukuran    kinerja    adalah   suatu  sistem yang bertujuan untuk membantu manajer perusahaan menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur keuangan    dan    non keuangan.      

Hasil   pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik  dimana  perusahaan memerlukan  penyesuaian - penyesuaian    atas   aktivitas    perencanaan     dan  pengendalian.

4.      Prinsip Pengukuran Kinerja
Dalam pengukuran kinerja terdapat beberapa prinsip-prinsip yaitu :
a.       Seluruh aktivitas kerja yang signifikan harus diukur.
b.      Pekerjaan   yang   tidak  diukur  atau  dinilai  tidak  dapat  dikelola karena  darinya  tidak ada informasi yang bersifat obyektif untuk menentukan nilainya.
c.       Kerja yang tak diukur sebaiknya diminimalisir atau bahkan ditiadakan.
d.      Keluaran kinerja yang diharapkan harus ditetapkan untuk seluruh kerja yang diukur.
e.       Hasil keluaran menyediakan dasar untuk menetapkan akuntabilitas hasil alih-alih sekedar mengetahui tingkat usaha.
f.       Mendefinisikan  kinerja  dalam  artian  hasil  kerja  semacam  apa yang diinginkan   adalah cara manajer dan pengawas untuk membuat penugasan kerja operasional.
g.      Pelaporan kinerja dan analisis variansi harus dilakukan secara periodik.
h.      Pelaporan yang kerap  memungkinkan  adanya  tindakan  korektif yang segera   dan   tepat waktu.
i.        Tindakan korektif yang tepat waktu begitu dibutuhkan  untuk manajemen kendali yang efektif


B.     Kelembagaan, Keanggotaan, Volume Usaha, Permodalan, Aser, Dan SHU

1.      Tujuan dan Fungsi Koperasi
Sebelum membahas tujuan dan fungsi sebuah lembaga koperasi, secara garis besarnya lembaga koperasi merupakan sebuah lembaga keuangan yang berazaskan kekeluargaan dan bergotong-royong. Dan tujuannyapun tak lain untuk meningkatkan taraf ekonomi anggotanya dan masyarakat sekitar.

2.      Ada 3 hal penting tujuan sebuah lembaga didirikan :
a.       Memaksimumkan Keuntungan, sebuah lembaga harus mampu memaksimalkan keuntungan yg didapat untuk meningkatkan kualitasnya, anggota maupun sekitarnya.
b.      Memaksimumkan Nilai Perusahaan, setelah sebuah lembaga mendapatkan keuntungan maksimal, lembaga itupun harus melaksanakan nilai2 yang diemban sejak didirikan.
c.       Meminimumkan Biaya, untuk melaksanakan ke2 poin tersebut sebuah lembaga harus mampu memanfaatkan resource yang ada ataupun yang terbatas untuk mengefisiensikan pelaksanaannya.



C.    Keanggotaan Koperasi

Anggota koperasi merupakan pemilik dan juga pengguna jasa koperasi. Dalam koperasi ada pula anggota luar biasa. Dikatakan luar biasa bila persyaratan untuk menjadi anggota tidak sepenuhnya dapat dipenuhi seperti yang ditentukan dalam anggaran dasar.
1.      Syarat Keanggotaan Koperasi :
a.       Setiap warga negara Indonesia (WNI) yang mampu melakukan tindakan hukum atau badan hukum koperasi yang memenuhi persyaratan.
b.      Menerima landasan dan asas koperasi.
c.       Bersedia melakukan kewajiban-kewajiban dan hak-haknya sebagai anggota.
2.      Sifat Keanggotaan Koperasi Berikut ini sifat keanggotaan koperasi.
a.       Terbuka dan sukarela.
b.      Dapat diperoleh dan diakhiri setelah syarat-syarat dalam anggaran dasar terpenuhi.
c.       Tidak dapat dipindahtangankan.
3.      Berakhirnya Keanggotaan Koperasi Keanggotaan koperasi dinyatakan berakhir apabila seperti berikut ini.
a.       Meninggal dunia.
b.      Meminta berhenti karena kehendak sendiri.
c.       Diberhentikan pengurus karena tidak memenuhi syarat keanggotaan.
4.      Kewajiban Anggota Koperasi Tercantum dalam Pasal 20 UU No. 25 Tahun 1992 Berikut ini kewajiban bagi anggota koperasi.
a.       Mematuhi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta keputusan yang telah disepakati rapat anggota.
b.      Berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan koperasi.
c.       Mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasarkan atas asas kekeluargaan.
5.      Hak Anggota Koperasi Menurut Pasal 20 UU No. 25 Tahun 1992 Selain mempunyai kewajiban, anggota juga mempunyai hak seperti berikut ini.
a.       Menghadiri dan menyatakan pendapat serta memberikan suara dalam rapat anggota.
b.      Memilih dan atau dipilih menjadi anggota pengurus atau pengawas.
c.       Meminta diadakan rapat anggota menurut ketentuan dalam anggaran dasar.
d.      Mengemukakan pendapat atau saran kepada pengurus di luar rapat anggota baik diminta maupun tidak diminta.
e.       Memanfaatkan koperasi dan mendapat pelayanan yang sama antaranggota.
f.       Mendapatkan keterangan mengenai perkembangan koperasi menurut ketentuan dalam anggaran dasar.





D.    Permintaan Menjadi Anggota Koperasi

Setiap orang yang ingin menjadi anggota koperasi perlu mempelajari lebih dahulu maksud dan tujuan koperasi tersebut, terutama mengenai syarat-syarat keanggotaan dan hak serta kewajibannya sebagai anggota.
1.      Jika persyaratan sudah diterima, selanjutnya calon mengisi formulir pendaftaran dikoperasi tersebut.
2.      Jika pengurus menyetujui perminyaan calon anggota, maka selanjutnya harus diberitahukan kepada yang bersangkutan mulai saat tersebut dapat diterima menjadi anggota koperasi.
3.      Bila permohonan seseorang menjadi anggota koperasi ditolak, maka pencalonannya sebagai anggota dapat diajukan kembali dalam RA yang akan datang, dan keputusannya akan mengikat pengurus untuk memenuhinya.


E.     Bukti Keanggotaan Koperasi

Buku daftar anggota merupakan salah satu yang ditetapkan oleh UU Koperasi, karena buku daftar anggota memuat tentang nama lengkap, umur, mata pencaharian, tempat tinggal, tanggal masuk menjadi anggota, cap ibu jari kiri atau tanda tangan anggota, sebab diberhentikannya seorang anggota, tanda tangan ketua dan tanggal dibubuhinya tanda tangan tersebut.


F.     Permodalan Koperasi

1.      Sumber – Sumber Modal Koperasi
a.      Modal Dasar
Tujuan utama mendirikan sebuah organisasi koperasi adalah untuk mengakumulasikan potensi keuangan para pendiri dan anggotanya yang meskipun pada awalnya berjumlah kecil tetapi tetap ada.
b.      Modal Sendiri
1)      Simpanan Pokok
Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang wajib disetorkan ke dalam kas koperasi oleh para pendiri atau anggota koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat ditarik kembali oleh anggota koperasi tersebut selama yang bersangkutan masih tercatat menjadi anggota koperasi.
2)      Simpanan Wajib
Konsekwensi dari simpanan ini adalah harus dilakukan oleh semua anggota koperasi yang dapat disesuaikan besar kecilnya dengan tujuan usaha koperasi dan kebutuhan dana yang hendak dikumpulkan, arena itu akumulasi simpanan wajib para anggota harus diarahkan mencapai jumlah tertentu agar dapat menunjang kebutuhan dana yang akan digunakan menjalankan usaha koperasi.
3)      Dana Cadangan
Dana cadangan ialah sejumlah uang yang diperoleh dari sebagian hasil usaha yang tidak dibagikan kepad anggoya; tujuannya adalah untuk memupuk modal sendiri yang dapat digunakan sewaktu-waktu apabila koperasi membutuhkan dana secara mendadak atau menutup kerugian dalam usaha.
4)      Hibah
Hibah adalah bantuan, sumbangan atau pemberian cuma-cuma yang tida mengharapkan pengembalian atau pembalasan dalam bentuk apapun. Siapa pun dapat memberikan hibah kepada koperasi dalam bentuk apapun sepanjang memiliki pengertian seperti itu; untuk menghindarkan koperasi menjadi tergantung dengan pemberi hibah sehingga dapat mengganggu prinsip-prisnsip dan asas koperasi.
c.       Modal Pinjaman
1)      Pinjaman dari Anggota
Pinjaman yang diperoleh dari anggota koperasi dapat disamakan dengan simpanan sukarela anggota. Kalau dalam simpanan sukarela, maka besar kecil dari nilai yang disimpan tergantung dari kerelaan anggota. sebaliknya dalam pinjaman, koperasi meminjam senilai uang atau yang dapat dinilai dengan uang yang berasal dari anggota.
2)      Pinjaman dari Koperasi Lain
Pada dasarnya diawali dengan adanya kerja sama yang dibuat oleh sesama badan usaha koperasi untuk saling membantu dalam bidang kebutuhan modal. Bentuk dan lingkup kerja sama yang dibuat bisa dalam lingkup yang luas atau dalam lingkup yang sempit; tergantung dari kebutuhan modal yang diperlukan.
3)      Pinjaman dari Lembaga Keuangan
Pinjaman komersial dari lembaga keuangan untuk badan usaha koperasi mendapat prioritas dalam persyaratan. Prioritas tersebut diberikan kepada koperasi sebetulnya merupakan komitmen pemerintah dari negara-negara yang bersangkutan untuk mengangkat kemampuan ekonomi rakyat khususnya usaha koperasi.
4)      Obligasi dan Surat Utang
Untuk menambah modal koperasi juga dapat menjual obligasi atau surat utang kepada masyarakat investor untuk mencari dana segar dari masyarakat umum diluar anggota koperasi. Mengenai persyaratan untuk menjual obligasi dan surat utang tersebut diatur dalam ketentuan otoritas pasar modal yang ada.
5)      Sumber Keuangan Lain
Semua sumber keuangan, kecuali sumber keuangan yang berasal dari dana yang tidak sah dapat dijadikan tempat untuk meminjam modal.


d.      Distribusi Cadangan Koperasi
Cadangan menurut UU No. 25/1992, adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha yang dimasukkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan. Sesuai Anggaran Dasar yang menunjuk pada UU No. 12/1967 menentukan bahwa 25% dari SHU yang diperoleh dari usaha anggota disisihkan untuk Cadangan, sedangkan SHU yang berasal bukan dari usaha anggota sebesar 60% disisihkan untuk Cadangan. Banyak sekali manfaat distribusi cadangan, seperti contoh di bawah ini :
1)      Memenuhi kewajiban tertentu
2)      Meningkatkan jumlah operating capital koperasi
3)      Sebagai jaminan untuk kemungkinan kemungkinan rugi di kemudian hari
4)      Perluasan usaha


G. Aset Dalam koperasi

Aset adalah kekayaan yang dimiliki dan dikelola koperasi untuk menjalankan operasional usaha. Aset merupakan sumber daya yang dikuasai koperasi sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh koperasi . Aset yang diperoleh dari sumbangan, yang tidak terikat penggunaannya, diakui sebagai aset tetap.

1.      Komponen Aset
a.      Aset lancar yaitu aset yang memiliki masa manfaat kurang dari satu tahun.
Pengklasifikasian aset lancar antara lain :
1)      Diperkirakan akan dapat direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan, dalam jangka waktu siklus operasi normal entitas;
2)      Dimiliki untuk diperdagangkan (diperjual belikan);
3)      Diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu 12 bulan setelah akhir periode pelaporan.
4)      Aset lancar meliputi komponen perkiraan:
5)      Kas adalah nilai mata uang kertas dan logam, baik dalam rupiah maupun mata uang asing sebagai alat pembayaran sah.
6)      Bank adalah simpanan koperasi pada bank tertentu yang likuid, seperti: tabungan, giro dan deposito serta simpanan lainnya.
7)      Surat berharga adalah investasi dalam berbagai bentuk surat berharga, yang dapat dicairkan dan diperjualbelikan dalam bentuk tunai setiap saat;
8)      Piutang Usaha adalah tagihan koperasi sebagai akibat penyerahan barang/jasa kepada pihak lain yang tidak dibayar secara tunai.
9)      Piutang Pinjaman Anggota adalah tagihan koperasi sebagai akibat transaksi pemberian pinjaman (tunai/kredit berupa barang/jasa) kepada anggota.
10)  Piutang Pinjaman Non anggota adalah tagihan koperasi sebagai akibat transaksi pemberian pinjaman (tunai/kredit berupa barang/jasa) kepada non anggota.
11)  Penyisihan Piutang Tak Tertagih adalah penyisihan nilai tertentu, sebagai "pengurang nilai nominal" piutang pinjaman atas terjadinya kemungkinan risiko piutang tak tertagih, yang dibentuk untuk menutup kemungkinan kerugian akibat pemberian piutang pinjaman.
12)  Persediaan adalah nilai kekayaan koperasi yang diinvestasikan dalam bentuk persediaan, baik persediaan dalam bentuk bahan baku, bahan setengah jadi, maupun barang jadi untuk diperdagangkan dalam rangka memberikan pelayanan kepada anggota dan penyelenggaraan transaksi dengan non anggota;
13)  Biaya dibayar di muka adalah sejumlah dana yang telah dibayarkan kepada pihak lain untuk memperoleh manfaat barang/jasa tertentu.
14)  Pendapatan Yang Masih Harus Diterima adalah berbagai jenis pendapatan koperasi yang sudah dapat diakui sebagai pendapatan tetapi belum dapat diterima oleh koperasi;
15)  Aset Lancar Lain-lain.
b.      Aset Tidak Lancar
Aset tidak lancar adalah aset yang terdiri dari beberapa macam aset, masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi, dimiliki serta digunakan dalam kegiatan operasional dengan kompensasi penggunaan berupa biaya depresiasi (penyusutan).
Aset tidak lancar meliputi komponen perkiraan :
1)      Investasi Jangka Panjang, adalah aset atau kekayaan yang diinvestasikan pada koperasi sekunder, koperasi lain atau perusahaan untuk jangka waktu lebih dari satu tahun tidak dapat dicairkan, berupa simpanan atau penyertaan modal.
2)      Properti Investasi, adalah properti (tanah atau bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau kedua-duanya) yang dikuasai (oleh pemilik/koperasi atau lessee melalui sewa pembiayaan) dan dapat menghasilkan sewa atau kenaikan nilai atau kedua-duanya. Properti investasi tidak digunakan untuk kegiatan produksi atau penyediaan barang/jasa, tujuan administratif, atau dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.
3)      Akumulasi Penyusutan Properti Investasi, adalah "pengurang nilai perolehan" suatu properti investasi, sebagai akibat penggunaan dan berlalunya waktu. Akumulasi penyusutan dilakukan secara sistematis selama awal penggunaan sampai dengan umur manfaatnya.
4)      Aset Tetap, adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam kegiatan produksi, atau penyediaan barang/jasa untuk disewakan ke pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan digunakan lebih dari satu periode. Aset tetap mencakup perkiraan: Tanah/Hak Atas Tanah, Bangunan, Mesin dan Kendaraan, Inventaris dan Peralatan Kantor.
5)      Akumulasi Penyusutan Aset Tetap, adalah "pengurang nilai perolehan" suatu aset tetap yang dimiliki koperasi, sebagai akibat dari penggunaan dan berlalunya waktu. Akumulasi penyusutan dilakukan secara sistematis selama awal penggunaan sampai dengan umur manfaatnya.
6)      Aset Tidak Berwujud, adalah aset non-moneter yang dapat diidentifikasi namun tidak mempunyai wujud fisik. Dimiliki untuk digunakan dalam kegiatan produksi atau disewakan kepada pihak lain atau untuk tujuan administratif. Contoh aset tidak berwujud antara lain: hak paten, hak cipta, hak pengusaha hutan, kuota impor/ekspor, waralaba.
7)      Akumulasi Amortisasi Aset Tidak Berwujud, adalah "pengurang nilai perolehan" suatu aset tidak berwujud yang dimiliki koperasi, sebagai akibat dari penggunaan dan berlalunya waktu.
8)      Aset Tidak Lancar Lain, adalah aset yang tidak termasuk sebagaimana pada butir 1 sampai dengan 7 seperti bangunan yang belum selesai dibangun.


G.    Sisa hasil Usaha (SHU)

SHU Koperasi adalah sebagai selisih dari seluruh pemasukan atau penerimaan total (total revenue) atau biasa dilambangkan (TR) dengan biaya-biaya atau biaya total (total cost) dengan lambang (TC) dalam satu tahun waktu.
1)      SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
2)      Besarnya pemupukan modal dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
3)      Penetapan besarnya pembagian kepada para anggota dan jenis serta jumlahnya ditetapkan oleh Rapat Anggota sesuai dengan AD/ART Koperasi.
4)      Besarnya SHU yang diterima oleh setiap anggota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi.
5)      Semakin besar transaksi(usaha dan modal) anggota dengan koperasinya, maka semakin besar SHU yang akan diterima.

Dalam proses penghitungannya, nilai SHU anggota dapat dilakukan apabila beberapa informasi dasar diketahui sebagai berikut :
1)      SHU total kopersi pada satu tahun buku
2)      bagian (persentase) SHU anggota
3)      total simpanan seluruh anggota
4)      total seluruh transaksi usaha ( volume usaha atau omzet) yang bersumber dari anggota
5)      jumlah simpanan per anggota
6)      omzet atau volume usaha per anggota
7)      bagian (persentase) SHU untuk simpanan anggota
8)      bagian (persentase) SHU untuk transaksi usaha anggota.

1.      Rumus Pembagian SHU
MenurutUU No. 25/1992 pasal5 ayat1
§  Mengatakan bahwa “pembagian SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi, tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”.
§  Didalam AD/ART koperasi telah ditentukan pembagian SHU sebagai berikut: Cadangan koperasi 40%, jasa anggota 40%, dana pengurus 5%, dana karyawan 5%, dana pendidikan 5%, danasosial 5%, danapembangunanlingkungan 5%.
§  Tidak semua komponen diatas harus diadopsi dalam membagi SHU-nya. Hal ini tergantung dari keputusan anggota yang ditetapkan dalam rapat anggota.
1.      Berikut prinsip-prinsip pembagian SHU koperasi:
§  SHU yang dibagi berasal dari anggota
§  SHU anngota dibayar secara tunai
§  SHU anggota merupakaan jasa modal dan transaksi usaha
§  SHU anggota ddilakukan transparan


H.    Efesiensi Koperasi

Pada dasarnya koperasi sebagai perusahaan tidak berbeda dengan bentuk badan usaha lainnya, artinya tidak boleh dikatakan koperasi boleh bekerja secara tidak efisien untuk mencapai tujuan organisasi sebagai kumpulan orang. Pada koperasi, tingkat efisiensi juga harus dilihat secara berimbang dengan tingkat efektifitasnya. sebab biaya pelayanan yang tinggi bagi anggota diimbangi dengan keuntungan untuk memperoleh pelayanan setempat yang lebih baik, misalnya biava pelayanan dari pintu ke pintu yang diberikan oleh koperasi kepada anggotanya.

Kunci utama efisiensi koperasi adalah pelayanan usaha kepada anggotanya. Koperasi yang dapat menekan biaya serendah mungkin tetapi anggota tidak memperoleh pelayanan yang baik dapat dikatakan usahanya tidak efisian di samping tidak memiliki tingkat efektifitas yang tinggi, sebab dampak kooperatifnya tidak dirasakan anggota.

Pembahasan mengenai efisiensi, Thoby Mutis (1992) menunjukkan 5 lingkup efisiensi koperasi, yaitu efisiensi intern, efisiensi alokatif efislensi ekstern, efisiensi dinamis dan efisiensi . Pengertian efisiensi tersebut adalah :
1)      Efisiensi intern masyarakat merupakan perbandingan terbaik dari ekses biaya dengan biaya yang sebenarnya. Hal ini dapat dikaitkan dengan perbandingan nilai bersih pemasukan dan nilai bersih pengeluaran
2)      Efisiensi alokatif adalah efisiensi yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya dan dana dari semua komponen koperasi tersebut. Misalnya, penyaluran tabungan anggota untuk pinjaman anggota, penyaluran simpanan sukarela untuk investasi jangka pan.lang dan pendek. Hal ini biasanya dilihat pada perbandingan pertumbuhan simpanan sukarela dan modal sendiri dengan pertumbuhan pinjaman, silang pinjam atau investasi tahunan. Sebagai dasar tingkat pengukuran efisiensi digunakan laporan keuangan koperasi sampel (neraca, laporan rugi laba, dan laporan perubahaan modal) di samping tentu saja data-data lain vang diperlukan seperti yang tercantum dalam laporan pertanggungjawaban pengurus.
3)      Efisiensi ekstern menunjukkan bagaimana efisiensi pada lembaga-lembaga dan perseorangan di luar koperasi yang ikut memacu secara tidak langsung efisiensi di dalam koperasi.
4)      Efisiensi dinamis adalah efisiensi yang biasa dikaitkan dengan tingkat optiniasi karena adanya perubahan teknologi yang dipakai. Setiap perubahan teknologi akan membawa dampak terhadap output yang dihasilkan. Tentu saja teknologi baru akan dipakai jika menghasilkan produktivitas yang lebih baik dari semula.
5)      Efisiensi sosial sering dikaitkan dengan pemanfaatan sumber daya dan dana secara tepat, karena tidak menimbulkan biaya atau beban.


I.       Klasifikasi Jenis Koperasi

Klasifikasi jenis koperasi dapat dibedakan berdasarkan berbagai hal :
1.      Pertama, penggolongan koperasi berdasarkan pada ketentuan pemerintah yang diberlakukan pada koperasi. Pada penggolongan ini koperasi dibedakan sebagai berikut:
a.       Koperasi Unit Desa (KUD).
Koperasi ini diarahkan khusus untuk masyarakat pedesaan.
b.      Koperasi Umum.
Koperasi umum dapat didirikan oleh siapa saja dan dimana saja.
2.      Kedua, berdasarkan banyaknya jenis usaha :
a.       Koperasi Single Purpose.
Koperasi yang hanya mempunyai satu jenis usaha.
b.      Koperasi Multi Purpose.
Koperasi yang mempunyai lebih dari satu macam jenis usaha yang dikelola secara bersamaan.
3.      Ketiga, koperasi dibedakan menurut jenis lapangan usaha, yaitu sebagai berikut:
a.       Koperasi Kredit Atau Koperasi Simpan Pinjam.
Koperasi yang mengelola usaha simpan pinjam seperti halnya bank.
b.      Koperasi Produksi.
Koperasi yang mengelola usaha produksi barang tertentu. Contoh: koperasi pengrajin batik, koperasi susu, dan koperasi pengusaha tahu Indonesia.
c.       Koperasi Konsumsi.
Koperasi yang mengelola usaha penjualan barang-barang konsumsi. Wujud usaha koperasi ini biasanya berbentuk toko.
d.      Koperasi Jasa.
Koperasi yang mengelola usaha layanan jasa.
4.      Keempat, didasarkan pada jenis anggota :
a.       Koperasi Primer.
Koperasi yang anggotanya orang-perorang, jumlah minimal anggota koperasi ini dua puluh orang.
b.      Koperasi Sekunder.
Koperasi yang anggotanya badan hukum koperasi.
5.      Kelima, koperasi didasarkan pada status anggota, yaitu sebagai berikut :
a.       Koperasi pegawai negeri.
b.      Koperasi petani.
c.       Koperasi pedagang.
d.      Koperasi nelayan.
e.       Koperasi siswa dan koperasi mahasiswa.

Penilaian kinerja Koperasi yang merupakan salah satu program prioritas Kementerian Koperasi dan UKM Tahun 2005-2009 terkait dengan upaya pemberdayaan koperasi adalah Pengembangan Kelembagaan dalam rangka mewujudkan 70.000 unit koperasi berkualitas. Sampai dengan awal April 2007 pelaksanaan penilaian kinerja koperasi adalah melalui Klasifikasi Koperasi, mengacu pada Permen KUKM No. 129/KEP/M.KUKM/XI/2002 tanggal 29 Nopember 2002).

Mulai April 2009 sampai saat ini pelaksanaan penilaian kinerja koperasi dilakukan melalui Pemeringkatan Koperasi, mengacu pada Permen KUKM No. 22/KEP/M.KUKM/IV/2007 tanggal 16 April 2007, dan Permen Nomor: 06/Per/M.KUKM/III/2008 tanggal 12 Maret 2008 tentang Perubahan atas Permen No. 22/KEP/M.KUKM/IV/2007 tanggal 16 April 2007 tentang Pemeringkatan Koperasi. Memasuki tahun anggaran 2010 s/d 2014, Program Pemeringkatan Koperasi masih terus dilakukan baik melalui anggaran APBN maupun APBD Provinsi/Kabupaten/Kota.

Tujuan klasifikasi koperasi adalah :
1)      Mengetahui kinerja koperasi dalam satu periode tertentu
2)      Menetapkan peringkat kualifikasi koperasi
3)      Mendorong koperasi agar menerapkan prinsip-prinsip koperasi dan kaidah bisinis yang sehat.

Dengan kata lain, melalui upaya klasifikasi ini diharapkan secara internal koperasi mampu mempertegas jatidirinya sebagai sokoguru perekonomian rakyat sebagaimana diamanatkan oleh International Cooperative Alliance (ICA) dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002, namun juga secara eksternal mampu tetap menunjukkan kinerjanya sebagai pelaku bisnis yang kompetitif. Secara internal sudah jelas arti dan fungsi Koperasi namun secara eksternal inilah yang menimbulkan terjadinya sedikit pergeseran sistem, dimana dinamisasi kondisi perekonomian terkadang berbanding terbalik ataupun berbanding lurus dengan kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah untuk mencari jalan keluar dari sebuah permasalahan ekonomi.

Untuk itu, diperlukan penyesuaian/penyempurnaan terhadap sistem dan instrumen klasifikasi yang selama ini telah digunakan agar mampu mengakomodasikan berbagai kepentingan, khususnya kepentingan setiap koperasi yang bersangkutan dalam mengakses sumber pembiayaan dan sebagai alat pembinaan. Sistem pemeringkatan yang akan dihasilkan ini diharapkan mampu memetakan kinerja koperasi dan menjadi prasyarat untuk mengakses sumberdaya produktif serta dapat dimanfaatkan sebagai strategi pengelolaan.


J.      Indikator Kinerja Koperasi

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-perorangan atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Tujuan Koperasi sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Koperasi Nomor 25 tahun 1992 adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur. Koperasi juga diharapkan dapat berperan serta dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat, memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional, serta berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Kinerja diartikan sebagai hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Berdasarkan S.K Menteri Keuangan RI No.740/KMK.00/1989, kinerja adalah prestasi yang dicapai dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan.
Kinerja menjadi ukuran prestasi yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan yang dapat dilakukan. Oleh karena itu, istilah kinerja perusahaan kerap kali disamakan dengan kondisi keuangan perusahaan yang dengan pengukuranpengukuran keuangan mampu memberikan hasil yang memuaskan setidak-tidaknya bagi pemilik saham perusahaan itu maupun bagi karyawannya. (Munawir, 2002:73).

Pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 2001:416). Penilaian kinerja menurut Yuwono (2002), adalah tindakan penilaian yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada dalam organisasi. Sedangkan Zamkhani (1990) mendefinisikan penilaian kinerja sebagai berikut, penilaian kinerja merupakan salah satu komponen dasar dari manajemen kinerja. Ukuran kinerja didesain untuk menilai seberapa baik aktivitas dan dapat mengidentifikasi apakah telah dilakukan perbaikan yang berkesinambungan (Hansen & Mowen, 1995: 375).

Tujuan pokok dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam usaha untuk mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan agar membuahkan tindakan dan hasil seperti yang diinginkan (Mulyadi, 2001:416). Standar perilaku tersebut bisa berupa kebijakan manajemen ataupun rencana formal yang nantinya dituangkan dalam anggaran yang ditetapkan oleh perusahaan. Penilaian kinerja tersebut dilakukan untuk menilai perilaku yang tidak semestinya dilakukan dan untuk merangsang timbulnya perilaku yang semestinya dilakukan. Rangsangan timbulnya perilaku yang semestinya dapat dilakukan dengan memberikan reward atas hasil kinerja yang baik. Penilaian kinerja dapat dilaksanakan oleh pihak manajemen perusahaan sendiri (intern) atau pihak luar (ekstern). Sistem pengukuran kinerja mempunyai peranan penting dalam fungsi-fungsi manajemen organisasi seperti pengendalian mamajemen, manajemen aktivitas, dan sistem motivasi (Atkinson Antony A, 1995:235). Sistem pengukuran kinerja berperan pula dalam usaha-usaha pencapaian keselarasan tujuan (goal congruence) dalam konteks wewenang dan tanggung jawab. Pengembangan lebih lanjut dalam manajemen berbasis aktivitas, pengukuran kinerja dirancang untuk mengurangi kegiatan yang tidak mempunyai nilai tambah dan mengoptimalkan kegiatan yang mempunyai nilai tambah. Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang penting untuk menilai keberhasilan perusahaan, penilaian kinerja juga sebagai dasar untuk menentukan sistem imbalan dalam perusahaan, misalnya penentuan tingkat gaji karyawan maupun reward yang layak. Seorang manajer juga bisa menggunakan penilaian kinerja perusahaan sebagai evaluasi kerja dari periode yang lalu (Hansen & Mowen, 1995:386-387).

Proses pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahap utama, yaitu tahap persiapan dan tahap penilaian (Mulyadi, 2001: 418),
1.      Tahap persiapan terdiri dari tiga tahap rinci, yaitu :
a.       Penentuan daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggung jawab,Perbaikan kinerja harus diawali dengan penetapan garis batas tanggung jawab yang jelas bagi manajer yang akan dinilai kinerjanya. Batas tanggung jawab yang jelas ini dipakai sebagai dasar untuk menetapkan sasaran atau standar yang harus dicapai oleh manajer yang akan diukur kinerjanya. Tiga hal yang berkaitan dengan daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggung jawab, yaitu kriteria penetapan tanggung jawab, tipe pusat pertanggungjawaban, karakteristik pusat pertanggungjawaban.
b.      Penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja Penetapan kriteria kinerja manajer perlu dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1)      Dapat diukur atau tidaknya kriteria,
2)      Rentang waktu sumber daya dan biaya,
3)      Bobot yang diperhitungkan atas kriteria,
4)      Tipe kriteria yang digunakan dan aspek yang ditimbulkan.
c.       Pengukuran kinerja sesungguhnya Langkah berikutnya dalam pengukuran kinerja adalah melakukan kinerja bagian atas aktivitas sesungguhnya, yang menjadi daerah wewenang manajer tersebut. Pengukuran kinerja tampak obyektif dan merupakan kegiatan yang rutin, namun seringkali memicu timbulnya perilaku yang tidak semestinya ataupun menyimpang yaitu perataan (smoothing), pencondongan (biasing), permainan (gaming), penonjolan dan pelanggaran aturan (focusing and illegal act).

2.      Tahap Penilaian terdiri dari tiga tahap rinci (Mulyadi,2001:424)
a.       Pembandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, penilaian kinerja tersebut dijelaskan, hasil pengukuran kinerja secara periodik kemudian dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
b.      Penentuan penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya dari yang ditetapkan dalam standar, Penyimpangan kinerja sesungguhnya dari sasaran yang telah ditetapkan perlu dianalisis untuk menentukan penyebab terjadinya penyimpangan, sehingga dapat direncanakan tindakan untuk mengatasinya.
c.       Penegakan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk mencegah perilaku yang tidak dinginkan Tahap terakhir dalam pengukuran kinerja adalah tindakan koreksi untuk menegakkan perilaku yang dinginkan dan mencegah terulangnya tindakan/perilaku yang tidak diinginkan. Penilaian kinerja ditujukan untuk menegakkan perilaku tertentu dalam pencapaian sasaran yang telah ditetapkan.

Sayangnya, cita-cita yang mulia tersebut belum termanifestasi dalam tataran praktis. Beberapa penyimpangan, disadari atau tidak disadari, justru sering dilakukan oleh para pengurus dan pengelola yang semestinya membangun dan mengembangkan koperasi. Berbagai kebijakan dan prosedur formal didesaian dengan sangat birokratik sehingga justru mengurangi kinerja. Sebagai akibatnya, masyarakat yang menjadi anggota koperasi menjadi apatis dan menilai keberadaan koperasi tidak menolong kesulitan mereka.

Pengurus diberi amanah (trusteeship) oleh para anggota untuk mengelola koperasi sehingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Mereka bertanggung jawab melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan koperasi sesuai dengan keputusan Rapat Anggota. Dengan begitu, pengurus koperasi dituntut mempunyai kemampuan dan keterampilan manajerial yang memadai. Selain itu, mereka juga harus mempunyai sense   of   public   service, yaitu kesadaran untuk memberikan layanan masyarakat yang dilandasi oleh rasa pengabdian yang mendalam. Sebagai salah satu perangkat koperasi, pengurus ibarat nahkoda kapal yang harus piawai dalam menghadapai badai sehingga membuat para penumpang merasa aman sampai di tempat tujuan. Namun demikian, harapan tersebut nampaknya saat ini masih belum terwujud. Hal ini paling tidak bisa dilihat dari menurunnya rata-rata tingkat kinerja koperasi yang ada di Indonesia. Volume usaha koperasi pada tahun 1998 dengan jumlah koperasi sebanyak 52.458 unit mencapai Rp.19.543 milyar, selanjutnya pada tahun 2000  dengan jumlah koperasi lebih dari 100.000 unit, volume usaha koperasi justru menurun menjadi Rp.14.643 milyar. Memang penurunan volume usaha ini bukan semata-mata disebabkan oleh pengurus koperasi dan tidak semua pengurus koperasi mempunyai kinerja yang rendah.  Namun, setidaknya hal ini menjadi pemicu untuk mengkaji ulang dan media pembelajaran dalam rangka perbaikan kinerja masa datang.

Jika dicermati, ada beberapa kemungkinan penyebab penurunan kinerja pengurus koperasi..  Pertama, masih kuatnya budaya nepostisme yang secara tidak sadar diyakini sebagai wujud azas kekeluargaan. Nepotisme ini mengakibatkan pengangkatan, pemilihan dan pemberian amanah kepada pengurus dan atau pegawai kurang mempertimbangkan kompetensi sehingga kapabilitas mereka rendah. Kedua, belum adanya performance measure (ukuran prestasi) para pengurus koperasi secara jelas. Jika tidak dirumuskan ukuran dan standar prestasi yang jelas, bagaimana bisa diketahui bahwa si pengurus berhasil dan gagal. Ketiga, masih rendahnya profesionalisme dan spesialisasi tugas. Dengan alasan efisiensi tenaga kerja, sering seorang pengurus koperasi harus merangkap pekerjaan sehingga justru semua pekerjaan tidak ada yang diselesaikan secara optimal. Keempat, lambannya proses adopsi dan adaptasi teknologi maju. Ketertinggalan sebagian koperasi dalam menerapkan teknologi maju menyebabkan kegiatan operasi tidak efisien, tidak produktif dan sistem informasi kurang relevan.

Untuk memperbaiki kinerja pengurus koperasi dibutuhkan beberapa upaya kongkrit. Pertama, penegakan disiplin harus dilaksanakan secara maksimal. Hal ini salah satunya ditandai dengan kejelasan akan sanksi dan punishment atas kesalahan yang diperbuat oleh oknum pengurus koperasi. Hendaknya disadari bahwa pengurus koperasi, baik secara bersama-sama, maupun sendiri-sendiri, berkewajiban menanggung kerugian yang diderita koperasi, karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan dan kelalaiannya, dan apabila dilakukan dengan kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi Penuntut Umum untuk melakukan penuntutan. Semua aktivitas pengurus yang telah diberi amanah mengelola koperasi (agent) harus dipertanggungjawabkan di depan para anggota sebagai pihak pemberi amanah (principal). Rapat Anggota Tahunan (RAT) harus dijadikan wahana evaluasi hasil kinerja tahunan para pengurus koperasi sebagai wujud akuntabilitas. Namun, gagasan tersebut mungkin terlalu ideal jika  hubungan pengurus dengan anggota bukan merupakan hubungan agent dengan principal. Meskipun Koperasi berazas kekeluargaan, pertanggungjawaban para pengurus tidak bisa ditempuh secara “kekeluargaan” dengan memberikan toleransi yang tinggi atas penyimpangan yang dilakukan pengurus. Mekanisme reward and punishment terhadap pengurus harus diperbaiki dengan berlandaskan pada anggaran dasar dan kriteria kinerja yang jelas.

Kedua, Birokrasi yang berbelit-belit seharusnya dipangkas. Prosedur dan tatacara perizinan, pelaporan maupun pertanggungjawaban, baik secara teknis maupun administratif yang terlalu panjang sering justru mematikan kreatifitas usaha sehingga menurunkan kinerja. Bila kreativitas usaha dihambat oleh kepentingan birokrasi, maka besar kemungkinan koperasi tersebut sulit untuk bisa berkembang. Eksistensi sebuah koperasi juga membutuhkan dukungan dan partisipasi aktif seluruh anggota.   Jangan sampai mereka hanya namanya saja yang tercantum sebagai anggota, tetapi tidak pernah berpartisipasi karena rumitnya prosedur baku koperasi. Bureaucracy reengineering semestinya segera dilakukan dalam rangka memicu peningkatan kinerja para pengurus dan atau pegawai koperasi.

Ketiga, Menumbuhkan budaya berdasarkan Misi. Mengubah koperasi yang digerakkan oleh peraturan dan birokrasi menjadi koperasi yang digerakkan oleh misi. Cita-cita mulia dari pendirian sebuah koperasi yaitu membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya, harus diterjemahkan secara kongkrit dalam bentuk budaya organisasi. Budaya yang terbentuk sering menyimpang dari misi sebuah koperasi karena sebagian pengurus berusaha hanya meningkatkan kesejahteraan kelompoknya dan bukan kesejahteraan anggota lainnya apalagi masyarakat. Pola pikir (mindset) pengurus seperti ini berorientasi jangka pendek dan secara organisasi merugikan koperasi itu sendiri.

Keempat, koperasi berorientasi pada anggota dan masyarakat. Pertanggungjawaban pengurus pada saat RAT mestinya bukan sekedar untuk memenuhi kepentingan birokrasi tetapi penilaian terhadap seberapa berhasil para pengurus memenuhi kebutuhan dan harapan anggota atau masyarakat selain anggota koperasi. Pada umumnya pengurus koperasi salah dalam mengidentifikasikan variabel apa saja yang harus dipertanggungjawabkan pada saat RAT. Orientasi pengurus adalah bagaimana agar laporan pertanggungjawabannya dapat diterima oleh sebagian besar anggota koperasi meskipun dalam jangka panjang kemungkinan bisa mengurangi daya saing ekternal. Dalam kondisi seperti ini, pengurus akan memenuhi semua kebutuhan dan keinginan birokrasi, sedangkan pada masyarakat dan bisnis, mereka seringkali tidak care. Selayaknya, pengurus koperasi mengidentifikasikan siapa pelanggan yang sesungguhnya. Dengan cara seperti ini, tidak berarti pengurus tidak bertanggungjawab pada anggota, tetapi sebaliknya, mereka menciptakan sistem pertanggungjawaban ganda (dual accountability): kepada anggota dan kepada masyarakat atau pelanggan lain yang secara langsung maupun tidak langsung membutuhkan jasa koperasi.

Kelima, berorientasi pada mekanisme pasar. Koperasi harus mengembangkan prinsip-prinsip perusahaan dan pasar secara maksimal. Penerimaan pegawai harus mengikuti seleksi ketat sesuai kemampuannya masing-masing sehingga bisa  direkrut karyawan yang benar-benar kompeten dan trampil secara professional. Mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan) yang umumnya masih kental diterapkan pada lingkungan koperasi harus segera diganti dengan mekanisme pasar (sistem insentif) yang cukup fleksibel mengikuti dinamika pasar.

Keenam, penerapan teknologi maju. Computerized system terbukti mampu meningkatkan kinerja operasional suatu usaha sehingga koperasi tidak bisa menghindar dari kondisi dinamis seperti ini. Pelatihan dan pemberdayaan pengurus serta pegawai harus dilakukan secara terus menerus agar mereka tidak gagap teknologi. Kompetisi harus menjadi sarana untuk memicu inovasi para pengurus untuk eksis dan selalu berkembang.

Masih banyak upaya lain dalam meningkatkan kinerja koperasi yang bisa digali dari keunikan organisasi masing-masing. Upaya ini sebaiknya dilakukan dengan identifikasi terlebih dahulu Critical Success Factors (faktor keberhasilan utama), yaitu suatu area yang mengindikasikan kesuksesan kinerja sebuah koperasi sesuai tujuan yang akan dicapai. Area CSF ini menggambarkan preferensi manajerial dengan memperhatikan variabel-variabel kunci finansial dan nonfinansial pada kondisi waktu tertentu. Suatu CSF dapat digunakan sebagai indikator kinerja atau masukan dalam menetapkan indikator kinerja. Identifikasi terhadap CSF dapat dilakukan terhadap berbagai faktor misalnya potensi yang dimiliki koperasi, kesempatan, keunggulan, tantangan, kapasitas sumber daya, dana, sarana-prasarana, regulasi atau kebijakan koperasi, dan sebagainya. Untuk memperoleh CSF yang tepat dan relevan maka CSF harus secara konsisten mengikuti perubahan yang terjadi dalam organisasi. Setiap bentuk usaha koperasi mempunyai CSF yang berbeda-beda karena sangat tergantung pada unsur-unsur apa dari koperasi tersebut yang dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan. CSF sebuah koperasi misalnya (1) sumber daya manusia yang dimiliki oleh koperasi yang profesional, jujur dan berdedikasi tinggi, (2) jaringan kerjasama dengan sumber daya intern dan ekstern, (3) sistem informasi dan teknologi yang mendukung pengembangan usaha koperasi dan (4) dukungan dari masyarakat untuk pengembangan koperasi di masa datang. Akhirnya selamat berjuang, maju terus Koperasi Indonesia.

REFERENSI :
1.    Ropke, J. 2000. Ekonomi Koperasi, Teori dan Manajemen. Diterjemahkan oleh Hj. Sri Djatnika S. Arifin. SE. M.Si. Penerbit Salemba Empat
2.    Hendar dan Kusnadi. 1999. Ekonomi Koperasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
3.    Baswir, R. 2000. Koperasi Indonesia BPFE Yogyakarta.
4.    UU Nomor 17 tahun 2012 terntang Perkoperasian
5.    UU Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah
6.    Peraturan Pemerintah RI No 44 tahun 1997 tentang Kemitraan
Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (2005), Pengembangan Usaha Skala Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi. Jakarta.
7.    Firmansyah, 2001. Dinamika Usaha Kecil dan Menengah. LIPI. Jakarta.
8.    Hendar, kusnadi 2005 Ekonomi Koperasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi
9.    Drs. Sitio Arifin,M.Sc.,Ir.Tamba Halomoan, M.B.A,2001.Koperasi Teori dan Praktek.Jakarta : Erlangg
10.    Pristiyanto Blog  EVALUASI KINERJA KOPERASI SIMPAN PINJAM BERDASARKAN PENILAIAN KESEHATAN KOPERASI.htm
11.    SISA HASIL USAHA (SHU) & PRINSIP-PRINSIP KOPERASI   Ekonomi - AndaiKata.com.htm

SUMBER LAIN :
http://serewax.blogspot.co.id/2014/03/kinerja-koperasi-dan-shu.html
http://www.pibi-ikopin.com/index.php/artikel-bisnis/91-kewirakoperasian
https://sukasukadwi.wordpress.com/2014/01/03/kewirakoperasian/
http://chankeabiee.blogspot.co.id/2011/02/wirausaha-koperasi.html
http://sitinathrah.blogspot.co.id/2013/05/indikator-kinerja-koperasi.html
https://darmantorico.wordpress.com/2013/04/20/makalah-koperasi/
http://riorobimaulana.blogspot.co.id/2017/01/variabel-kinerja-koperasi-dan-prinsip.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERKEMBANGAN MOTORIK - PERKEMBANGAN FISIK BAYI & BALITA

Perkembangan Fisik - Motorik Bayi dan Anak     Kecil Perkembangan fisik bayi dan balita meliputi pertumbuhan fisik dan keterampilan ...