Dalam setiap pembahasan mengenai
permintaan uang perlu diperjelas mengenai definisi uang. Hal ini mengingat
adanya banyak definisi mengenai uang. Dalam hal ini, uang didefinisikan sebagai
alat tukar (medium of exchange), yaitu suatu barang atau kekayaan riil
yang secara umum dapat diperima sebagai pembayaran. Uang juga dipergunakan
sebagai penyimpan nilai dan sebagai alat pengukur, atau secara ringkasnya biasa
dinyatakan dalam satuan uang.
Jumlah uang yang diminta dalam suatu
perekonomian, termasuk berbagai jenis kekayaan moneter lain, sangat dipengaruhi
oleh kondisi kelembagaan, peraturan pemerintah dan perkembangan teknologi.
Teori permintaan uang sebenarnya dapat dijelaskan dengan menggunakan teori
tentang alokasi sumber-sumber ekonomi yang sifatnya terbatas, manusia haruslah
memilih alokasi yang memberikan kepuasan sebesar-besarnya. Salah satu bentuk
kekayaan seseorang adalah uang. Semakin banyak uang yang dipegang maka semakin
kaya. Selain uang, kekayaan juga dapat diwujudkan dalam bentuk surat berharga,
deposito atau barang. Namun kebanyakan orang lebih banyak memilih kekayaan
dalam bentuk uang daripada dirupakan menjadi surat berharga atau deposito
berjangka.
1.
Teori
Permintaan Uang Klasik
Teori
permintaan uang Klasik bermula dari teori tentang jumlah uang yang beredar
dalam masyarakat (teori kuantitas uang). Teori ini tidak dimaksudkan untuk
menjelaskan tentang alasan seseorang menyimpan uang dalam bentuk kas, namun
lebih pada peranan uang dalam perekonomian.
Teori ini sebenarnya adalah teori mengenai permintaan dan penawaran akan
uang, beserta interaksi antara keduanya. Fokus dari teori ini adalah pada
hubungan antara penawaran uang atau jumlah uang beredar dengan nilai uang atau
tingkat harga. Hubungan dua variable dijabarkan lewat konsepsi teori mengenai
permintaan akan uang. Perubahan akan jumlah uang beredar atau penawaran uang
berinteraksi dengan permintaan akan uang dan selanjutnya menentukan nilai uang.
Dengan sederhana Irving Fisher merumuskan teori kuantitas uang sebagai berikut :
M.V = P.T
Dimana: M = Jumlah Uang Beredar (JUB)
V = Perputaran uang dari satu orang ke orang
lain dalam satu periode
P = Harga barang
T = Volume barang yang diperdagangkan
Persamaan
di atas menunjukkan bahwa nilai barang yang diperdagangkan (sisi kanan dari
tanda sama dengan) sama besarnya dengan JUB dikalikan dengan kecepatan
perputarannya. Meskipun persamaan di atas tidak mencerminkan permintaan uang, namun
dapat diubah bentuk menjadi persamaan permintaan uang. Fisher mengatakan bahwa
permintaan akan uang timbul dari penggunaan uang dalam proses transaksi. Setiap
perekonomian dalam setiap tahap pertumbuhannya mempunyai sistem kelembagaan
yang menentukan sifat dari proses transaksi. Besar kecilnya nilai perputaran
uang setiap periode tertentu (V) ditentukan oleh sifat dari proses transaksi
yang berlaku di masyarakat dalam suatu periode tertentu. Sistem kelembagaan ini
mencakup faktor-faktor misalnya tingkat “monetisasi” sektor ekonomi (masyarakat
agraris tradisional memerlukan uang yang lebih kecil untuk setiap volume
transaksi daripada masyarakat industri), kebiasaan memberi kredit perdagangan
oleh SUPPLIER kepada
pembelijuga bisa mengakibatkan menurunnya kebutuhan akan uang dan jaringan
perbankan memungkinkan dana bisa dikirim antar daerah secara cepat dan
mengakibatkan kebutuhan uang menurun.
Implikasi
dari teori moneter dari Irving Fisher adalah :
a.
Permintaan akan uang dalam masyarakat merupakan
suatu proporsi dari volume transaksi, dan volume transaksi merupakan suatu
proporsi konstan pula dari tingkat pendapatan nasional. Jadi permintaan uang
pada analisa terakhir ditentukan oleh tingkat pendapatan nasional saja, tidak
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti tingkat bunga.
b.
Dari segi kebijaksanaan ekonomi makro, teori
moneter ini mempunyai implikasi yang penting, yaitu bahwa tingkat pendapatan
nasional equilibrium tidak bisa dipengaruhi oleh kebijaksanaan fiskal. Dalam
kasus ini kebijaksanaan moneterlah yang paling efektif untuk mengendalikan
tingkat pendapatan nasional.
Selain
Irving Fisher, Marshall dan Pigou juga berpendapat mengenai permintaan uang.
Teori Marshall dan Pigou (dikenal dengan teori Cambridge) tidak jauh seperti
halnya teori Fisher, teori Cambridge berpangkal pokok pada fungsi uang sebagai
alat tukar umum (means of exchange). Karena itu, teori-teori Klasik
melihat kebutuhan uang atau permintaan akan uang dari masyarakat sebagai
kebutuhan akan alat tukar yang likuid untuk tujuan transaksi. Perbedaan utama
antara teori ini dengan Fisher, terletak pada tekanan dalam teori permintaan
uang Cambridge pada perilaku individu dalam mengalokasikan kekayaannya antara
berbagai kemungkinan bentuk kekayaan, yang salah satunya berbentuk uang. Perilaku
ini dipengaruhi oleh pertimbangan untung-rugi dari pemegang kekayaan dalam
bentuk uang. Teori Cambridge lebih menekankan faktor-faktor perilaku
(pertimbangan untung-rugi) yang menghubungkan antara permintaan akan uang
seseorang dengan volume transaksi yang direncanakannya. Teoritisi Cambridge
mengatakan bahwa permintaan akan uang selain dipengaruhi oleh volume transaksi
dan faktor kelembagaan (Fisher), juga dipengaruhi oleh tingkat bunga, besar
kekayaan warga masyarakat, dan ramalan/harapan dari masyarakat mengenai masa
mendatang. Dalam teori Cambridge, permintaan uang dirumuskan dengan :
M = k.P.Y
dimana Y = Pendapatan nasional riil
P = Tingkat harga umum
Perbedaan
ini cukup penting, karena teori Cambridge tidak menutup kemungkinan bahwa faktor-faktor
seperti tingkat bunga dan expectation berubah, walaupun dalam jangka pendek.
Dan kalau faktor-faktor berubah maka k juga berubah. Teori Cambridge mengatakan
kalau tingkat bunga naik, ada kecenderungan masyarakat mengurangi uang yang
ingin mereka pegang, meskipun volume transaksi yang mereka rencanakan tetap.
Demikian juga faktor expectation mempengaruhi, seandainya masa
datang tingkat bunga akan naik (yang berarti penurunan surat berharga atau
obligasi) maka orang akan cenderung untuk mengurangi jumlah surat berharga yang
dipegangnya dan menambah jumlah uang tunai yang mereka pegang.
Teori
Cambridge adalah selangkah lebih maju dari teori Fisher, meskipun keduanya
jelas masih dalam tradisi teori uang Klasik.
2.
Teori Permintaan Uang Keynes
Keynes menerangkan mengapa seseorang
memegang uang kas berdasarkan kegunaan uang. Dalam teorinya tentang permintaan
akan uang kas, Keynes membedakan antara motif transaksi (dan berjaga-jaga)
serta spekulasi.[4] Seseorang
memerlukan uang karena dia akan melakukan transaksi dan untuk berjaga-jaga
(kalau sakit, terkena musibah dan sebagainya yang pada akhirnya merupakan
kegiatan transaksi). Selain itu orang mau memegang uang karena motif spekulasi,
dalam hal ini dilakukan bertujuan untuk memperoleh hasil dari uang yang
dipegang maksimum, dengan cara mengkombinasikan uang yang dipegang dengan
bentuk kekayaan lainnya.
a. Motif
permintaan uang untuk tujuan transaksi
Individu atau perusahaan memerlukan
uang kas untuk melakukan transaksi. Transaksi ini sering terjadi tidak
bersamaan waktunya dengan penerimaan uang. Pengeluaran ini sering kali tidak
bisa diperkirakan terlebih dahulu, sehingga sangat diperlukan adanya uang kas di
tangan. Meskipun seandainya pengeluaran dan penerimaan itu dapat diperkirakan
dengan tepat, namun uang kas di tangan tetap diperlukan. Sebab penerimaan yang
diharapkan mungkin tidak jadi di terima, atau pengeluaran untuk transaksi yang
sangat penting untuk dilakukan sebelum waktu penerimaan datang, atau mungkin
suatu transaksi yang memberikan keuntungan besar sangat menarik untuk dilakukan
sebelum penerimaan datang dan sebagainya.
Keynes mengatakan bahwa permintaan uang kas
untuk tujuan transaksi ini tergantung dari pendapatan. Semakin tinggi
pendapatan seseorang, semakin besar keinginan akan uang kas untuk transaksi.
Masyarakat yang tingkat pendapatannya tinggi, biasanya melakukan transaksi yang
lebih banyak dibanding masyarakat yang pendapatannya lebih rendah.
Ketergantungan permintaan uang untuk transaksi terhadap pendapatan dapat
digambarkan sebagai berikut :
|
Permintaan uang untuk transaksi ditunjukkan
dengan L. Terlihat semakin tinggi pendapatan maka semakin banyak uang yang
dipegang untuk keperluan transaksi (M). Hubungan antara permintaan uang untuk
transaksi dengan pendapatan riil (Y/P) tidak selalu linier (garis lurus).
Berbeda dengan kaum Klasik. Keynes lebih menekankan permintaan uang untuk
spekulasi.
b. Motif
permintaan uang untuk tujuan Spekulasi
Sesuai dengan namanya, motif dari
memegang uang ini adalah terutama untuk tujuan memperoleh keuntungan yang bisa
diperoleh dari seandainya si pemegang uang tersebut meramal apa yang akan
terjadi dengan benar. Pada teori Cambridge faktor ketidaktentuan masa depan (uncertainly)
dan faktor harapan (expectations) dari pemilik kekayaan bisa
mempengaruhi permintaan akan uang dari pemilik kekayaan tersebut. Namun teori
seperti itu tidak pernah membakukan faktor-faktor tersebut ke dalam perumusan
teori moneter mereka. Perumusan permintaan uang untuk motif spekulasi dari
Keynes merupakan langkah “formalisasi” dari faktor-faktor tertentu dalam teori
moneter.
Keynes tidak membicarakan faktor “uncertainly”
dan “expectations” secara umum, seperti teori Cambridge. Tetapi ia
membatasi “uncertainly” dan “expectations” mengenai satu variable
yaitu tingkat bunga. Pada garis besarnya teori Keynes membatasi pada keadaan
dimana pemilik kekayaan bisa memilih memegang kekayaannya dalam bentuk uang
tunai atau obligasi (bond). Uang tunai dianggap tidak memberikan
penghasilan, sedangkan obligasi dianggap memberikan berupa sejumlah uang
tertentu setiap periode. Dalam teori Keynes dibicarakan khusus obligasi yang
memberikan suatu penghasilan berupa sejumlah uang tertentu setiap periode
selama waktu yang tak terbatas (perpetuity).
Secara
umum bisa ditulis dengan persamaan sebagai berikut :
K =
R.P
Dimana K adalah hasil per tahun yang
diterima, R adalah tingkat bunga, dan P adalah harga pasar atau nilai sekarang
dalam obligasi “perpetuity” tersebut. Persamaan tersebut bisa juga
ditulis sebagai berikut :
P =
K/R
yang menunjukkan bahwa (karena K
adalah konstan) harga pasar obligasi (P) berbanding terbalik dengan tingkat
bunga R. Apabila tingkat bunga turun, maka harga pasar obligasi naik, dan
sebaliknya apabila tingkat bunga naik maka harga pasar obligasi turun, atau
dengan kata lain semakin tinggi tingkat suku bunga semakin rendah permintaan
uang kas oleh seseorang atau masyarakat. Karena, semakin tinggi tingkat suku
bunga, maka semakin besar ongkos memegang uang tunai sehingga seseorang atau
masyarakat lebih baik membeli obligasi. Sebaliknya apabila tingkat suku bunga
semakin rendah maka semakin rendah pula ongkos memegang uang tunai dan semakin
besar seseorang atau masyarakat untuk menyimpan uang tunai.
Suatu hal yang perlu dicatat
mengenai mekanisme permintaan akan uang untuk motif spekulasi seperti yang
dikemukakan di sini adalah bahwa semuanya berkisar pada harapan
mengenai perubahan tingkat bunga di masa mendatang.Apa yang menetukan
harapan seseorang akan gerak dari tingkat bunga? Mengenai hal ini Keynes
mengatakan bahwa pada suatu waktu seseorang mempunyai pendapat mengenai tingkat
bunga yang ia anggap “normal”. Bila pada suatu waktu tingkat bunga yang berlaku
lebih tinggi dari tingkat bunga yang ia anggap normal, maka ia akan
mengharapkan bahwa tingkat bunga akan turun di masa mendatang.
Teori moneter Keynes ini mempunyai
implikasi-implikasi teori maupun kebijaksanaan yang penting, yang berbeda
dengan teori-teori Klasik, yaitu :
1)
Teori
Klasik mempunyai ciri dasar bahwa perubahan volume uang beredar tidak
mempengaruhi tingkat maupun komposisi pengeluaran dalam masyarakat. Volume
jumlah uang yang beredar hanya mempengaruhi tingkat harga umum (P).
2)
Teori
permintaan akan uang dari Keynes mempunyai implikasi bahwa permintaan uang
adalah fungsi yang tidak stabil, dalam arti bahwa fungsi ini bisa bergeser dan
berubah posisi dengan cepat dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan karena
Keynes menekankan peranan faktor uncertaity dan expectationdalam
menetukan posisi permintaan uang untuk tujuan spekulasi.
3.
Kesimpulan
Perkembangan teori permintaan uang
ternyata semakin pesat. Berbagai studi empiris telah dilakukan untuk mendukung
perkembangan teori di atas. Perkembangan teori Keynes menunjukkan bahwa motif
permintaan uang untuk transaksi juga dipengaruhi oleh tingkat bunga. Beberapa
catatan mengenai model permintaan uang menyangkut masalah ketidakpastian, model
antar generasi, kendala cash in advance dan jangka waktu. Selain
permasalahan di atas, perkembangan teknologi transaksi dan institusi yang
menjadi latar belakang studi masih memberikan alternatif tantangan studi model
permintaan uang.
Kesimpulan-kesimpulan dari hasil
studi empiris model permintaan uang masih selalu bersifat tentatif. Berbagai
permasalahan ini menunjukkan bahwa studi tentang model permintaan uang belum
berakhir dan masih tetap menarik.
Secara individu mahasiswa diminta untuk :
1. Membuat karangan (essay) singkat tentang Teori Permintaan Uang selain
teori Keynes
2. Memberikan contohnya.
REFERENSI :
1.
Boediono. 1985. Pengantar Ilmu Ekonomi: Ekonomi
Moneter. Yogyakarta: BPFE.
2.
Abimanyu,
A. dan A. Megantara. Era Baru Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep, dan
Implementasi. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
3.
Halwani,
H. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi Edisi Kedua.
Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia. 2005.
Sumber Lain :
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/ekonomi_uang_dan_bank/bab_3_permintaan_uang.pdf (diakses pada tanggal 5 November
2014).
Prasetya,
Eka dalam http://ekaprasetyaa.blogspot.com/2013/01/teori-permintaan-uang-menurut-klasik.html (diakses pada tanggal 5 November
2014).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar