Konsep
Kemitaan Usaha
Kemitraan Usaha adalah jalinan kerja sama usaha yang saling
menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah/besar
(Perusahaan Mitra) disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha
besar, sehingga saling memerlukan, menguntungkan dan memperkuat. Kemitraan hanya dapat berlangsung secara efektif
dan berkesinambungan jika kemitraan dijalankan dalam kerangka berfikir
pembangunan ekonomi, dan bukan semata-mata konsep sosial yang dilandasi motif
belas kasihan.
Kemitraan usaha haruslah berdasarkan asas sukarela dan suka sama suka. Dalam kemitraan harus dijauhkan “kawin paksa”. Oleh karena itu, pihak-pihak yang bermitra harus sudah siap untuk bermitra, baik kesiapan budaya maupun kesiapan ekonomi. Jika tidak, maka kemitraan akan berakhir sebagai penguasaan yang besar terhadap yang kecil atau gagal karena tidak bisa jalan. Artinya, harapan yang satu terhadap yang lain tidak terpenuhi, maka setidaknya ada 7 alasan terjadi kemitraanusaha dikemukakan sebagai berikut :
1) Meningkatkan
profit atau sales pihak-pihak yang bermitra
2) Memperbaiki
pengetahuan situasi pasar
3) Memperoleh
tambahan pelanggan atau para pemasok baru
4) Meningkatkan
pengembangan produk
5) Memperbaiki
proses produksi
6) Memperbaiki
kualitas produk atau jasa
7) Meningkatkan
akses terhadap teknologi
A. Pengertian
Pola Kemitraan Usaha
Kemitraan
Usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha
kecil dengan pengusaha menengah/besar (Perusahaan Mitra) disertai dengan
pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha besar, sehingga saling memerlukan,
menguntungkan dan memperkuat.
Kemitraan
usaha akan menghasilkan efisiensi dan sinergi sumber daya yang dimiliki oleh
pihak-pihak yang bermitra dan karenanya menguntungkan semua pihak yang
bermitra.
Kemitraan
juga memperkuat mekanisme pasar dan persaingan usaha yang efisien dan
produktif. Bagi usaha kecil kemitraan jelas menguntungkan karena dapat turut
mengambil manfaat dari pasar, modal, teknologi, manajemen, dan kewirausahaan
yang dikuasai oleh usaha besar. Usaha besar juga dapat mengambil keuntungan
dari keluwesan dan kelincahan usaha kecil.
Kemitraan
hanya dapat berlangsung secara efektif dan berkesinambungan jika kemitraan
dijalankan dalam kerangka berfikir pembangunan ekonomi, dan bukan semata-mata
konsep sosial yang dilandasi motif belas kasihan atau kedermawanan. Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka
perlunya pemikiran tentang alasan terjadi kemitraan, analisa kemitraan,
kendala umum kemitraan, syarat-syarat kemitraan.
1. Alasan
terjadi Kemitraan
Kemitraan
usaha haruslah berdasarkan asas sukarela dan suka sama suka. Dalam kemitraan
harus dijauhkan “kawin paksa”. Oleh karena itu, pihak-pihak yang bermitra harus
sudah siap untuk bermitra, baik kesiapan budaya maupun kesiapan ekonomi. Jika
tidak, maka kemitraan akan berakhir sebagai penguasaan yang besar terhadap yang
kecil atau gagal karena tidak bisa jalan. Artinya, harapan yang satu terhadap
yang lain tidak terpenuhi, maka beberapa alasan terjadi kemitraan dikemukakan
sebagai berikut :
a.
Meningkatkan profit atau sales
pihak-pihak yang bermitra
b.
Memperbaiki pengetahuan situasi
pasar
c.
Memperoleh tambahan pelanggan atau
para pemasok baru
d.
Meningkatkan pengembangan produk
e.
Memperbaiki proses produksi
f.
Memperbaiki kualitas
g.
Meningkatkan akses terhadap
teknologi
2. Analisis
Kemitraan
Kemitraan
adalah suatu sikap menjalankan bisnis yang diberi ciri dengan hubungan jangka
panjang, suatu kerjasama bertingkat tinggi, saling percaya, dimana pemasok dan
pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama. Selama
ini istilah kemitraan ini telah dikenal dengan sejumlah nama, diantaranya
strategi kerjasama dengan pelanggan (strategic customer alliance),
strategi kerjasama dengan pemasok (strategic supplier alliance) dan
pemanfaatan sumber daya kemitraan (partnership sourcing). Bertolak dari ha tersebut maka dapat di
analisis kinerja kemitraan sebagai berikut :
a.
Kurang transparasi dalam pelaksanaan
Kepres 16
b.
Realisasi gelar kemitraan masih
belum memuaskan
c.
Kemitraan tidak berkembang baik
d.
Waralaba dalam negeri belum banyak
yang bermunculan.
3. Kendala umum
Kemitraan
Kemitraan
pada dasarnya menggabungkan aktivitas beberapa badan usaha bisnis, oleh karena
itu sangat dibutuhkan suatu organisasi yang memadai. Dengan pendekatan konsep
sistem, diketahui bahwa organisasi pada dasarnya terdiri dari sejumlah unit
atau sub unit yang saling berinteraksi dan interdepedensi. Performansi dan satu
unit dapat menyebabkan kerugian pada unit-unit lainnya. Tidak terlepas dari
keterkaitan hal diatas maka akan mengalami beberapa kendala antara lain :
a.
Perbedaan yang masih besar antara
Usaha Besar dan Usaha Kecil
b.
Kualitas produksi belum terjamin
c.
Kerja sama kurang berkembang
d.
UB bersifat integrai vertical
e.
Belum terjadi alih teknologi dan manajemen
dari UB dan UK
f.
Belum berkembangnya system dan pola
kemitraan dan belumberkembangnya unsur pendukung
Pada Negara
maju, mereka melakukan kemitraan karena adanya tuntutan pasar, atas dasar
tanggung jawab bersama, mengurangi pengangguran, tumbuhnya Usaha Menengah
dan Usaha Kecil, dan dalam rangka meningkatkan daya saing nasionalnya.
Pola dan
system kemitraan dikembangkan oleh suatu perusahaan hingga menjadi Good
Practice. Lima jenis kemitraan yang dikembangkan di Eropa dan dapat
ditiru :
a.
Buying and selling yang meliputi
kegiatan suppliers dan subcontracting
b.
Positive restructuring yang
meliputioutsourcing, spin offs, management by-outs, community renewal dan trade
offs.
c.
SME support yang meliputi start-up
companies, mentoring, kerjasama penelitian dan pengembangan (R&D) dan
bantuan ekspor.
d.
Training dan education, misalnya
untuk supplier dan magang serta recruitment calon pemitra
e.
Local focus adalah kegiatan
kemitraan dengan tujuan mengembangkan ekonomi wilayah.
Latihan
manajemen dan ketrampilan, magang, studivisit dan alih teknologi adalah salah
satu kegiatan yang dilakukan dalam rangka memodernisasi UK. Jadi, agar
kesenjangan manajemen dan teknologi antara UB dan UK tidak terlalu jauh
ketinggalan, maka pengembangan SDM harus selalu menjadi agenda kemitraan.
4. Syarat-syarat
Kemitraan
Kemitraan
usaha bukanlah penguasaan yang satu atas yang lain, khususnya yang besar atas
yang kecil, melainkan menjamin kemandirian pihak-pihak yang bermitra, karena
kemitraan bukanlah proses merger atau akuisisi. Kemitraan usaha yang kita
inginkan bukanlah kemitraan yang bebas nilai, melainkan kemitraan yang tetap
dilandasi oleh tanggung jawab moral dan etika bisnis yang sehat, yang sesuai
dengan demokrasi ekonomi. Adapun syarat-syarat kemitraan adalah sebagai berikut
:
a.
Tujuan umum yang sama
b.
Kesetaraan
c.
Saling menghargai
d.
Saling memberi kontribusi
e.
Ada efek sinergi
f.
Saling menguntungka
B. Kebijakan Kemitraan usaha Nasional
dan Implementasi
Peraturan Pemerintah Nomor : 44 Tahun 1997
1)
Kemitraan adalah kerjasama usaha
antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau dengan Usaha Besar disertai
pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan atau Usaha Besar dengan
memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling
menguntungkan.
2)
Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi
rakyat berskala kecil yang mempunyai kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 5
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
3)
Usaha Menengah dan atau Usaha Besar
adalah kegiatan ekonomi yang memiliki kriteria kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan lebih besar dari pada kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan Usaha Kecil.
4)
Menteri Teknis adalah menteri yang
secara teknis bertanggung jawab untuk membina dan mengembangkan pelaksanaan
kemitraan dalam sektor kegiatan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.
5)
Menteri adalah Menteri Koperasi dan
Pembinaan Pengusaha Kecil.
6)
Pola kemitraan adalah bentuk-bentuk
kemitraan yang sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995.
Kemitraan
merupakan salah satu instrumen yang strategis bagi pengembangan usaha kecil,
tetapi ini tidak berarti bahwa semua usaha kecil bisa segera secara efektif
dikembangkan melalui kemitraan. Bagi pengusaha informal atau yang sangat kecil
skala usahanya dan belum memiliki dasar kewirausahaan yang memadai, kemitraan
dengan usaha besar belum tentu efektif karena belum tercipta kondisi saling
membutuhkan. Yang terjadi adalah usaha kecil membutuhkan usaha besar sedangkan
usaha besar tidak merasa membutuhkan usaha kecil. Usaha kecil yang demikian
barangkali perlu dipersiapkan terlebih dahulu, misalnya dengan memperkuat
posisi transaksi melalui wadah koperasi atau kelompok usaha bersama
(prakoperasi) dan pembinaan kewirausahaan.
Dengan
memahami berbagai aspek kewirausahaan dan bergabung dalam wadah koperasi,
usaha-usaha yang sangat kecil atau informal tersebut secara bersama-sama akan
memiliki kedudukan dan posisi transaksi yang cukup kuat untuk menjalin
kemitraan yang sejajar, saling membutuhkan, saling memperkuat, dan saling
menguntungkan dengan usaha besar mitra usahanya.
1. Sudut
Pandang Sistem
Kemitraan dilihat dari sudut pandang sistem paling tidak, ada 3 tipe yaitu:
a.
Vertical Backward Linkage
Adalah sitem kemitraan yang di dalamnya Usaha Besar
(UB) bergerak dalam produksi barang akhir (assembler) Usaha
Kecil (UK) sebagai pemasok komponen kepada UB.
b.
Vertical Forward Linkage
Usaha Centernya/Besar menghasilkan bahan baku dan
memasok untuk diproses selanjutnya oleh Usaha Kecil.
c.
Horizontal Linkage
Usaha Besar sebagai trader/exporter, Usaha Kecil
menghasilkan produk yang akan dipasok ke trader.
2. Implementasi
Kemitraan di
negara-negara yang telah lebih maju itu adalah karena kemitraan usahanya
terutama didorong oleh adanya kebutuhan dari pihak-pihak yang bermitra itu
sendiri, atau diprakarsai oleh dunia usahanya sendiri sehingga kemitraan
dapat berlangsung secara alamiah. Hal ini dimungkinkan mengingat iklim dan
kondisi ekonomi negara mereka seperti Korea Selatan, Jepang dan Taiwan dan
sebagainya telah cukup memberikan rangsangan ke arah kemitraan yang
berjalan sesuai dengan kaidah ekonomi yang berorientasi pasar.
Sebagai
suatu strategi pengembangan usaha kecil, kemitraan telah terbukti berhasil
diterapkan di banyak negara, antara lain di Jepang dan empat negara macan Asia,
yaitu Korea Selatan, Taiwan, Jepang, dan sebagainya. Di negara-negara tersebut
kemitraan umumnya dilakukan melalui pola sub kontrak yang memberikan peran
kepada industri kecil dan menengah sebagai pemasok bahan baku dan komponen
industri besar.
a.
Korea selatan
Lembaga penunjang bernama Small and Medium Industry
Promotion Corporation bersifat semi pemerintah dan bertugas menjadikan UK
tangguh dan dapat bermitra dengan UB serta melakukan program alih teknologi dan
investasi dari UB ke UK.
b.
Jepang
Jepang mendirikan Institut for promotion of
subcontracting yang tugasnya memperkuat kedudukan UK dan teknologi UK serta
menyediakan informasi.
c.
Masyarakat ekonomi Eropa(MEE)
Suporting institusi dalam kemitraana yang didirikam
oleh MEE :
1)
BC-NET, memberikan informasi
kemitraaan tang computerized.
2)
BRITE, Bertujuaan meningkatkan
kecakapan UK dalam memakai teknologi dan mengurangi gap teknologi dengan UK .
3)
ESPRIT, mengembangan teknologi
informasi.
d.
Taiwan
Dalam mengembangkan kemitraan usaha industri di Taiwan
dibuat Center satelite system UB bertindak sebagai center dan UK dan UM sebagai
satelite. Untuk menunjang program terseut, didirikan Corporate Synergy
Developtment Center (CSD) yang dibiayai oleh pemerintah dan sektor
swasta.
C. Pola Kemitraan
Banyak
program pemerintah dan pola-pola kemitraan yang dibuat demi usaha kecil. Hal
ini bertujuan untuk mendorong dan menumbuhkan usaha kecil tangguh dan modern.
Usaha kecil sebagai kekuatan ekonomi rakyat dan berakar pada masyarakat dan
usaha kecil yang mampu memperkokoh struktur perekonomian nasional yang lebih
efisien. Pola-pola kemitraan tersebut antara lain:
1)
Kerjasama keterkaitan antar
hulu-hilir
2)
Kerjasama keterkaitan antar
hilir-hulu
3)
Kerjasama dalam pemilik usaha
4)
Kerjasama dalam bentuk bapak-anak
angkat
5)
Kerjasama dalam bentuk bapak angkat
sebagai modal ventura
6)
Intiplasma
7)
Subkontrak
8)
Dagang umum
9)
Waralaba
10) Keagenan
1. Kerjasama
keterkaitan antar hulu-hilir (forward linkage)
Pembangunan
industri dasar dengan skala besar yang dilakukan untuk mengolah langsung sumber
daya alam termasuk sumber energi yang terdapat di suatu daerah, perlu
dimanfaatkan untuk mendorong pembangunan cabang-cabang dan jenis-jenis industri
yang saling mempunyai kaitan, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi
kawasan-kawasan industri. Rangkaian kegiatan pembangunan industri tersebut pada
gilirannya akan memacu kegiatan pembangunan sektor-sektor ekonomi lainnya
beserta prasarananya antara lain yang penting adalah terminal-terminal
pelayanan jasa, daerah pemukiman baru dan daerah pertanian baru. Wilayah yang
dikembangkan dengan berpangkal tolak pada pembangunan industri dalam rangkaian
yang dipadukan dengan kondisi daerah dalam rangka mewujudkan kesatuan ekonomi
nasional, merupakan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri.
Kerjasama
keterkaitan hulu hilir harus berlangsung dalam iklim yang positif
dan konstruktif, dalam arti bersifat saling membutuhkan dan saling memperkuat
dan saling menguntungkan. Dalam melakukan kerja sama antara perusahaan
industri. Pemerintah memanfaatkan peranan koperasi, Kamar Dagang dan Industri
Indonesia, serta asosiasi/federasi perusahaan-perusahaan industri sebagai wadah
untuk meningkatkan pengembangan bidang usaha industri.
2. Kerjasama
keterkaitan antar hilir-hulu (backward linkage)
Pertumbuhan
ataupun pemerataan ekonomi dengan penerapan kerjasama keterkaitan hilir hulu
yang tepat guna sejauh mungkin dapat menggunakan bahan-bahan dalam negeri
adalah untuk meningkatkan nilai tambah, memelihara keseimbangan antara
peningkatan produksi dan kesempatan kerja, serta pemerataan pendapatan, dalam
rangka usaha memperbesar nilai tambah sebanyak-banyaknya, maka pembangunan
industri harus dilaksanakan dengan mengembangkan keterkaitan yang berantai ke
segala jurusan secara seluas-luasnya yang saling menguntungkan kelompok
industri hilir, keterkaitan antara kelompok industri hulu/dasar.
Kerjasama keterkaitan
hilir hulu harus berlangsung dalam iklim yang positif dan konstruktif, dalam
arti bersifat saling membutuhkan dan saling memperkuat dan saling
menguntungkan. Dalam melakukan kerja sama antara perusahaan industri.
Pemerintah memanfaatkan peranan koperasi, Kamar Dagang dan Industri Indonesia,
serta asosiasi/federasi perusahaan-perusahaan industri sebagai wadah untuk
meningkatkan pengembangan bidang usaha industri.
3. Kerjasama
dalam Pemilik Usaha
Dalam konsep
kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang dilakukan antara
usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan pada kesejajaran
kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah pihak yang
bermitra. Ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara pengusaha
besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan yang setara
dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan,
tidak ada yang saling mengekspoitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya
rasa saling percaya di antara para pihak dalam mengembangkan usahanya.
Adapun
bentuk kerjasama usaha yang lakukan, ada beberapa rambu-rambu yang perlu Di
perhatikan dalam melakukan kerjasama dengan pihak lain. Diantaranya sebagai
berikut :
a. Perjanjian Tertulis
Penting sekali bagi siapa pun untuk melakukan
perjanjian tertulis atas kerjasama usaha yang dilakukan, sehingga menghindari
perselisihan dan kerugian di belakang hari. Semakin detail isi perjanjian, maka
semakin memperjelas konsep kerjasama yang dibangun. Pastikan perjanjian ini
memiliki kekuatan hukum, dengan tdi tangan pihak-pihak yang terkait di atas
materai.
b. Berdasarkan Asas Manfaat
Ketika melakukan kerjasama usaha, sebisa mungkin
menguntungkan kedua belah pihak. Jika salah satu merasa terugikan, maka
kerjasama ini tidak bisa diteruskan. Ini perlu, jika Di ingin berinvestasi,
maka Di perlu tahu berapa bagi hasil yang akan Di dapatkan, selama berapa lama,
dan apa resiko yang akan Di hadapi. Uang tidak bisa didapatkan begitu
saja, tanpa mengetahui dengan pasti imbal balik yang
akan di dapatkan.
c. Berdasarkan Asas Adil
Apapun yang tercantum dalam perjanjian, hendaknya
disepakati. Tidak boleh ada yang berbuat curang, dengan tidak menjalankan
kewajibannya. Karenanya, perlu dibuat rincian hak dan tanggung jawab, maupun
job description secara mendetail, sehingga masing-masing memahami dan
menjalankannya dengan baik. Jika ada yang berbuat curang, maka semuanya bisa
diproses melalui jalur hukum, atau kerjasama usaha tidak bisa dilanjutkan.
d. Tidak Ada Unsur Paksaan
Kerjasama usaha harus berdasarkan keinginan pribadi,
tanpa adanya paksaan dari pihak lain. Jika Di merasa tidak cocok untuk
bekerjasama dengan orang lain, Di tidak perlu memaksakannya. Di bisa memilih
kerja sendiri sesuai kemampuan.
4. Kerjasama
dalam bentuk bapak dan anak-angkat
Pada
dasarnya pola bapak angkiat adalah refleksi kesediaan pihak yg mampu atau besar
untuk membantu pihak lainyang kurang mampu atau kecil pihak yang memang
memerlukan pembinaan.
Oleh karena
itu pada hakikatnya pola pendekatan tersebut adalh cermin atau wujud rasa
kepedulian pihak yang esar terhadap yang kecil. Pola bapak angkat dalam pola
pengembangan UMK umumnya banyak dilakukan BUMN dengan usaha mikro dan kecil.
5. Kerjasama
dalam bentuk bapak angkat sebagai pemodal ventura
Merupakan
bentuk kerjasama dalam bentuk suatu investasi melaui
pembiayaan berupa penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan swasta (anak
perusahaan) sebagai pasangan usaha (investee company) untuk jangka waktu
tertentu.
6. Pola inti
plasma
Adalah
merupakan hubungan kemitraan antara Usaha Kecik Menengah dan Usaha Besar
sebagai inti membina dan mengembangkan Usaha Kecil Menegah yang menjadi
plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian
bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan
peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan
produktivitas usaha. Dalam hal ini, Usaha Besar mempunyai tanggung jawab sosial
(corporate social responsibility) untuk membina dan mengembangkan UKM sebagai
mitra usaha untuk jangka panjang.
Pola Kemitraan Inti Plasma
Perusahaan
Mitra membina Kelompok Mitra dalam hal :
a.
Penyediaan dan penyiapan lahan
b.
Pemberian saprodi.
c.
Pemberian bimbingan teknis manajemen
usaha dan produksi.
d.
Perolehan, penguasaan dan
peningkatan teknologi.
e.
Pembiayaan.
f.
Bantuan lain seperti efesiensi dan
produktifitas usaha.
7. Subkontrak
Menurut
penjelasan Pasal 27 huruf (b) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995 bahwa pola
subkontrak adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah
atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Kecil memproduksi komponen yang
diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar sebagai bagian dari
produksinya. Atau bisa juga dikatakan, subkontrak sebagai suatu sistem yang
menggambarkan hubungan antara Usaha Besar dan Usaha Kecil Menegah, di mana
Usaha Besar sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada UKM selaku
subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen)
dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini Usaha
Besar memberikan bantuan berupa kesempatan perolehan bahan baku, bimbingan dan
kemampuan teknis produksi, penguasaan teknologi, dan pembiayaan.
Model kemitraan ini menyerupai pola kemitraan contract farming tetapi
pada pola ini kelompok tidak melakukan kontrak secara langsung dengan
perusahaan pengolah (processor) tetapi melalui agen atau pedagang.
Pembinaan Kelompok Mitra
Kelompok
Mitra perlu ditingkatkan kemampuannya dalam hal:
1)
Merencanakan Usaha.
2)
Melaksanakan dan mentaati perjanjian
kemitraan
3)
Memupuk modal dan memanfaatkan
pendapatan secara rasional.
4)
Meningkatkan hubungan melembaga
dengan koperasi.
5)
Mencari dan mencapai skala usaha
ekonomi.
Pembinaan Oleh Perusahaan Mitra
1)
Meningkatkan pengetahuan dan
kewirausahaan kelompok mitra.
2)
Membantu mencarikan fasilitas kredit
yang layak.
3)
Mengadakan penelitian, pengembangan,
dan pengaturan teknologi tepat guna.
4)
Melakukan konsultasi dan temu usaha.
8. Pola dagang
umum
Menurut
penjelasan Pasal 27 huruf (c) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995, Pola Dagang
Umum adalah “hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau
Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar memasarkan hasil
produksi Usaha Kecil atau Usaha Kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh
Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya”. Dengan demikian maka dalam pola
dagang umum, usaha menengah atau usaha besar memasarkan produk atau menerima
pasokan dari usaha kecil mitra usahanya untuk memenuhi kebutuhan yang
diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar mitranya.
Bisa juga
dikatakan bahwa pola dagang umum mengandung pengertian hubungan kemitraan
antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra
memasarkan hasil produksi kelompok mitra memasok kebutuhan perusahaan mitra.
9. Waralaba
Adalah
bentuk hubungan kemitraan antara pemilik waralaba atau pewaralaba
(franchisor) dengan penerima waralaba (franchisee) dalam mengadakan
persetujuan jual beli hak monopoli untuk menyelenggarakan usaha
(waralaba). Kerjasama ini biasanya didukung dengan pemilihan tempat, rencana
bangunan, pembelian peralatan, pola arus kerja, pemilihan karyawan, konsultasi,
standardisasi, pengendalian, kualitas, riset dan sumber-sumber permodalan.
Waralaba atau Franchising (dari
bahasa perancis) untuk kejujuran atau kebebasan adalah hak-hak untuk menjual
suatu produk atau jasa maupun layanan. Sedangkan menurut versi pemerintah
Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba adalah perikatan dimana salah satu
pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan (HAKI)
atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu
imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam
rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.
Sedangkan
menurut asosiasi franchise indonesia, yang dimaksud dengan Waralaba
ialah: Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan
akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu
atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur
dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu
meliputi area tertentu.
Secara
harfiah, waralaba berarti “hak untuk menjalankan usaha/bisnis di
daerah yang telah di tentukan”. Dalam bahasa Prancis waralaba
bermakna kejujuran atau kebebasan. Secara
historis, waralaba didefinisikan sebagai penjualan khusus suatu produk di suatu
daerah tertentu (seperti mesin jahit) dimana produsen memberikan pelatihan
kepada perwakilanpenjualan dan menyediakan produk informasi dan iklan,
sementara ia mengontrol perwakilan yang menjual produk di daerah yang telah di
tentukan.
Macam
waralaba yang umum saat ini adalah “bisnis format waralaba”.
Dalam transaksi semacam ini, pemberi lisensi waralaba telah mengembangkan
produk atau jasa dan keseluruhan sistem distribusi/pengantaran serta pemasaran
produk atau jasa tersebut. Terkadang, jasa pelayanan komponen barang atau jasa
juga ditambahkan dalam sistem tersebut.
Saat ini,
sistem waralaba yang berkembang pesat di negara-negara indrustri maju adalah
waralaba retail maupun waralaba rumah makan siap saji. Begitupun dengan di
negara berkembang seperti Indonesia, waralaba ritail seperti Alfamart,
Indomart, Circle K, Yomart, mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan.
a. Di Indonesia pengaturan tentang
waralaba terdapat pada Peraturan Pemerintah R.I No 16 Tahun 1997 yang
merumuskan tentang arti :
1)
Waralaba adalah
perjanjian dimana salah satu pihak yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan
atau menggunakan hak kekayaan intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri khas
usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan
persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan
atau penjualan barang dan atau jasa.
2)
Pemberi
waralaba (Franchisor) adalah badan usaha atau
perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau
menggunakan hak kekayaan intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri khas usaha
yang dimilikinya.
3)
Penerima
waralaba (Franchisee) adalah badan usaha atau
perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak
kekayaan intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi
waralaba.
b. Pengertian waralaba menurut Asosiasi
Franchise Indonesia :
“Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada
pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada
individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem,
prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu
tertentu meliputi area tertentu”. (wikipedia indonesia)
Adapun yang dimaksud dengan hak kekayaan intelektual (HKI) dalam arti
waralaba tersebut di atas adalah meliputi antara lain : Merek, Nama Dagang,
Logo, Desain, Hak Cipta, Rahasia Dagang dan Paten. Selanjutnya, yang dimaksud
dengan penemuan atau ciri khas usaha misalnya : sistem manajemen, cara
penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik
khusus dari pemiliknya.
c.
Istilah-istilah dalam Waralaba
Penanda/Tanda Waralaba : Esensi bisnis format waralaba
adalah merek dagang dari produk atau jasa tersebut walaupun proses produk atau
jasa tersebut juga mungkin telah memperoleh paten dan hak cipta. Tentunya,
penanda waralaba di suatu format bisnis ini adalah merek dagang produk
tersebut. Penanda waralaba juga bernilai sebagai simbol dari semua ciri bisnis
tersebut.
d.
Perjanjian Waralaba (Franchise
Agreement)
Adalah perjanjian yang mengikat pemberi dan penerima
waralaba. Perjanjian ini adalah perjanjian yang seringkali dikaitkan dengan
sejumlah perjanjian tambahan lain, misalnya perjanjian retail suatu produk,
perjanjian untuk memasok komponen, perjanjian iklan dan sebagainya. Perjanjian
harus diadakan secara tertulis, dan di Indonesia di buat dalam bahasa Indonesia
dan terhadapnya berlaku hukum Indonesia.
e.
Pemegang utama lisensi waralaba (Master
Franchisee)
Waralaba merupakan hubungan kemitraan, yang di
dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan
saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai
bantuan bimbingan manajemen. Dalam pola ini Usaha Besar yang bertindak sebagai
pemberi waralaba menyediakan penjaminan yang diajukan oleh Usaha Kecil
Menengah sebagai penerima waralaba kepada pihak ketiga.
Pemegang utama lisensi waralaba berhak untuk
mengoperasikan waralaba tersebut di suatu wilayah yang luas cakupannya
(misalnya di Indonesia). Umumnya, dimungkinkan membuka dan mengoperasikan
gerai-gerai waralaba di daerah tersebut sebelum mulai menunjuk penerima
waralaba lain sebagai sub-kontraktor (sub-franchisees). Di Asia,
pemegang utama lisensi waralaba ini seringkali datang dari kalangan bisnis
domestik yang memiliki koneksi politik yang baik dengan penguasa dan
berpengalaman dalam menjalankan bisnis skala besar dengan dukungan modal yang
kuat.
f.
Jenis Waralaba :
Waralaba dibagi menjadi dua : Waralaba Luar
Negeri dan Waralaba Dalam Negeri.
1)
Waralaba Luar Negeri : Cenderung
lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah diterima di seluruh
dunia, dan cenderung lebih bergengsi.
2)
Waralaba dalam negeri : pilihan
investasi bagi orang-orang yang ingin cepat jadi pengusaha tetapi tidak
memiliki pengetahuan cukup namun dengan harga yang lebih terjangkau.
Kunci
keberhasilan bisnis waralaba adalah kekuatan merek, sebelum mewaralabakan
usahanya hendaknya setiap pengusaha mendaftarkan terlebih dahulu merek
dagangnya ke kantor Merek di Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Indonesia,
maka dengan demikian jika kita telah memiliki merek yang terdaftar peluang
untuk mewaralabakan usaha kita akan lebih terjamin kepastian hukumnya. Selain
itu penerima waralaba akan mempercayai sistem waralaba yang ditawarkan, karena
pemilik waralaba memiliki merek dagang yang terdaftar.
10. Vendor
Vendor adalah
kerjasama dimana produk yang dihasilkan oleh mitra kerjanya akan digunakan oleh
bapak angkat, tetapi produk tersebut tidak menjadi bagian produk yang
dihasilkan oleh bapak angkat. Sebagai contoh, PT Kratakau Steel yang core business-nya menghasilkan
baja mempunyai anak angkat perusahaan kecil penghasil emping melinjo. Vendor
juga dapat diartikan sebagai kegiatan bisnis di mana BUMN/BUMS membeli barang
setengah jadi atau barang jadi dari mitra usaha tidak berdasarkan kontrak
tertulis, tetapi atas pesanan melalui perantara. Barang yang dibeli tidak
memenuhi spesifikasi teknis yang spesifik , akan tetapi perusahaan besar melakukan
grading dan membayar sesuai dengan mutu produk yang diserahkan.
11. Keagenan
Adalah
hubungan kemitraan antar kelompok mitra dengan perusahaan mitra dimana kelompok
diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha pengusaha
mitra.Keagenan merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB, yang di dalamnya
UKM diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa UB sebagai mitranya.
Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi
atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang
menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung
dengan pihak ketiga.
Teori
keagenan (Agency theory) merupakan basis teori yang mendasari
praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari
sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi.
Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang
memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang
(agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut ”nexus
of contract”.
Perbedaan “kepentingan
ekonomis” ini bisa saja disebabkan ataupun menyebabkan timbulnya
informasi asymmetri (Kesenjangan informasi) antara Pemegang
Saham (Stakeholders) dan organisasi. Diskripsi bahwa manajer adalah agen bagi
para pemegang saham atau dewan direksi adalah benar sesuai teori agensi.
Teori agensi
mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri.
Pemegang saham sebagai prinsipal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil
keuangan yang bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan. Sedang para
agen disumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat
yang menyertai dalam hubungan tersebut.
Contoh nyata
yang dominan terjadi dalam kegiatan perusahaan dapat disebabkan karena pihak
agensi memiliki informasi keuangan daripada pihak prinsipal (keunggulan
informasi), sedangkan dari pihak prinsipal boleh jadi memanfaatkan kepentingan
pribadi atau golongannya sendiri (self-interest) karena
memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power).
Contoh lain
Keagenan (Agency theory) sebenarnya juga dapat dipahami dalam
lingkup lembaga kemahasiswaan. Pengurus yang dipercayakan menjadi perpanjangan
tangan keluarga mahasiswa untuk mengelolah organisasi menjadi agen yang
idealnya mampu mengakomodasi semua kepentingan keluarga. Namun, terkadang
pengurus lembaga kemahasiswaan tak mampu menjalankan ini dengan baik.
Kecenderungan pengurus lebih memilih melaksanakan kepengurusan sesuai dengan
keinginannya. Kepentingan keluarga menjadi terabaikan.
Pengembangan
akuntansi kontemporer salah satunya adalah digunakannya Agency Theory dalam
menjustifikasi akuntansi positif. Menurut Baiman (1990), terdapat tiga model
hubungan agensi yaitu :
1)
The Principal-Agent Model.
2)
The Transaction Cost Economics
Model.
3)
The Rochester Model.
Ketiganya
memiliki dua kerangka kesamaan dan dua perbedaan. Kesamaannya, pertama,
ketiganya memahami ketentuan dan penyebab hilangnya efisiensi yang diciptakan
oleh divergensi antara perilaku kerjasama dan kepentingan individu; kedua,
ketiganya menganalisa dan memahami implikasi perbedaan proses pengendalian
menghindari hilangnya efisiensi pada masalah agensi. Sedangkan perbedaannya,
pertama, menekankan perbedaan sumber-sumber divergensi perilaku kerjasama dan
kepentingan individu; kedua, menekankan perbedaan aspek pada agenda riset pada
umumnya; ketiga, pemodelan berhati-hati yang mendasari konteks ekonomi yang
menyebabkan timbulnya masalah agensi; keempat, derivasi optimalisasi hubungan
kerja dan memahami bagaimana hubungan kerja yang meringankan masalah agensi;
kelima, komparasi hasil-hasil untuk melakukan observasi praktik model yang
dipakai dan menganalisanya. Artinya dalam kerangka umum model hubungan agensi
memperlihatkan bahwa manajer melakukan maksimasi expected utility agar dapat
mempengaruhi desain kontrak kerja mereka. Pemilik dan manajer secara bersama
dibatasi biaya atas masalah agensi, sehingga memerlukan insentif untuk
mendesain kontrak yang mengurangi secara efisien masalah agensi. Dua tokoh
utama (principal dan agent) dalam interaksi bisnis tersebut sebenarnya mengarah
pada kepentingan yang sama, yaitu wealth (kekayaan). Bentuk ekstrim (extreme
ways) dariagency theory sendiri sebenarnya adalah ketika
hubungan agensi dijadikan mekanis-matematis untuk kepentingan legitimasi
kepentingan “mutualis insklusif“.
1.
TUGAS
KEGIATAN BELAJAR
Secara individu
mahasiswa diminta untuk :
1. Membuat
karangan (essay) tentang Kondisi ekonomi kecil menengah dan koperasi Indonesia saat ini.
2.
Memberikan contoh Kondisi ekonomi kecil menengah dan koperasi Indonesia yang dipengaruhi
oleh iklim regional.
REFERENSI :
1. Ropke,
J. 2000. Ekonomi Koperasi, Teori dan Manajemen. Diterjemahkan oleh Hj. Sri
Djatnika S. Arifin. SE. M.Si. Penerbit Salemba Empat
2. Hendar
dan Kusnadi. 1999. Ekonomi Koperasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
3. Baswir,
R. 2000. Koperasi Indonesia BPFE Yogyakarta.
4. UU
Nomor 17 tahun 2012 terntang Perkoperasian
5. UU
Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah
6.
Peraturan Pemerintah RI No 44 tahun 1997 tentang Kemitraan
Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (2005), Pengembangan Usaha Skala Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi. Jakarta.
Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (2005), Pengembangan Usaha Skala Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi. Jakarta.
7.
Firmansyah, 2001. Dinamika Usaha Kecil dan Menengah.
LIPI. Jakarta.
8.
Hendar, kusnadi 2005 Ekonomi Koperasi. Jakarta: Fakultas
Ekonomi
SUMBER LAIN :
http://www.pibi-ikopin.com/index.php/artikel-bisnis/91-kewirakoperasian
http://elqorni.wordpress.com/2009/02/26/mengenal-waralaba/
http://elqorni.wordpress.com/2009/02/26/mengenal-teori-keagenan/
http://frankyzamzani.files.wordpress.com/2007/06/pp-no-44-th-1997-ttg-kemitraan.pdf
http://lalightsman.blogspot.co.id/2013/02/pola-pola-kemitraan-dalam-pengembangan.html
http://sigit-rh.blogspot.co.id/2011/04/pola-pola-kemitraan-usaha.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar