Berbagai
Kendala Dalam Pengembangan KUMKM
UMKM
sangat dominan dibandingkan dengan kelompok skala usaha lainnya. Di samping
itu, peran usaha kecil dalam menyerap tenaga kerja relatif besar. Sehingga
pengembangan usaha merupakan langkah strategis dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional. Lebih dari 50% UMKM mengalami
kesulitan permodalan. Menurut Sri Winarni (2006) Pada
umumnya, usaha kecil mempunyai ciri antara lain sebagai berikut (1)
Biasanya berbentuk usaha perorangan dan belum berbadan hukum perusahaan, (2)
Aspek legalitas usaha lemah, (3) Struktur organisasi bersifat sederhana dengan
pembagian kerja yang tidak baku, (4) Kebanyakan tidak mempunyai laporan
keuangan dan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dengan kekayaan
perusahaan, (5) Kualitas manajemen rendah dan jarang yang memiliki rencana
usaha, (6) Sumber utama modal usaha adalah modal pribadi, (7) Sumber Daya
Manusia (SDM) terbatas, (7) Pemilik memiliki ikatan batin yang kuat dengan
perusahaan, sehingga seluruh kewajiban perusahaan juga menjadi kewajiban
pemilik.
Melihat
berbagai permasalahan UMKM ini, maka saran solusinya adalah perlu adanya
pengawasan terhadap berbagai aktivitas. Serta diperlukan pendidikan
peofesionalitas dalam meningkatkan pengetahuan mengenai UMKM.
A. Latar
Belakang
UMKM (Usaha Kecil Mikro dan
Menengah) memegang peranan yang sangat besar dalam memajukan
perekonomian Indonesia.Selain sebagai salah satu alternatif lapangan kerja
baru,UKM juga berperan dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi pasca krisis
nmoneter tahun 1997 di saat perusahaan-perusahaan besar mengalami kesulitan
dalam mengembangkan usahanya.Saat ini, UKM telah berkontribusi besar pada
pendapatan daerah maupun pendapatan Negara Indonesia. UKM merupakan suatu
bentuk usaha kecil masyarakat yang pendiriannya berdasarkan inisiatif
seseorang.Sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa UKM hanya menguntungka
pihak-pihak tertentu saja.Padahal sebenarnya UKM sangat berperan dalam
mengurangi tingkat pengangguran yang ada di Indonesia.UKM dapat menyerap banyak
tenaga kerja Indonesia yang masih mengganggur.Selain itu UKM telah
berkontribusi besar pada pendapatan daerah maupun pendapatan negara Indonesia.
UKM juga memanfatkan berbagai Sumber Daya Alam yang berpotensial di suatu
daerah yang belum diolah secara komersial.UKM dapat membantu mengolah Sumber
Daya Alam yang ada di setiap daerah.Hal ini berkontribusi besar terhadap
pendapatan daerah maupun pendapatan negara Indonesia. Juga agar kita dapat
mengetahui berapa besar keuntungan yang diperoleh apabila kita membuka sebuah
usaha kecil dan menengah, dan kita dapat mengetahui cara mengelola usaha kecil
dan menengah dengan baik, sehingga memperoleh laba yang cukup besar untuk
membangun sebuah usaha awal.
B. Permasalahan
Dalam UMKM
Di
Indonesia, Usaha Mikro Kecil dan Menengah sering disingkat (UMKM), UMKM saat
ini dianggap sebagai cara yang efektif dalam pengentasan kemiskinan. Dari
statistik dan riset yang dilakukan, UMKM mewakili jumlah kelompok usaha terbesar.
UMKM telah diatur secara hukum melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. UMKM merupakan kelompok pelaku ekonomi
terbesar dalam perekonomian Indonesia dan terbukti menjadi katup pengaman
perekonomian nasional dalam masa krisis, serta menjadi dinamisator pertumbuhan
ekonomi pasca krisis ekonomi. Selain menjadi sektor usaha yang paling besar
kontribusinya terhadap pembangunan nasional, UMKM juga menciptakan peluang
kerja yang cukup besar bagi tenaga kerja dalam negeri, sehingga sangat membantu
upaya mengurangi pengangguran.
Berikut
beberapa permasalahan dalam UMKM yaitu, permasalahan yang bersifat klasik
dan mendasar pada UMKM (basic problems), antara lain berupa permasalahan
modal, bentuk badan hukum yang umumnya non formal, SDM, pengembangan produk dan
akses pemasaran; Permasalahan lanjutan (advanced problems), antara lain
pengenalan dan penetrasi pasar ekspor yang belum optimal, kurangnya pemahaman
terhadap desain produk yang sesuai dengan karakter pasar, permasalahan hukum
yang menyangkut hak paten, prosedur kontrak penjualan serta peraturan yang
berlaku di negara tujuan ekspor; Permasalahan antara (intermediate problems),
yaitu permasalahan dari instansi terkait untuk menyelesaikan masalah dasar agar
mampu menghadapi persoalan lanjutan secara lebih baik.
Pada umumnya
permasalahan yang dihadapi oleh usaha mikro kecil, dan menengah (UMKM), antara
lain meliputi :
1. Faktor Internal
a. Modal
Kurangnya permodalan merupakan faktor utama yang
diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya
permodalan UMKM, oleh karena pada umumnya usaha mikro kecil dan
menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup yang
mengandalkan pada modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas,
sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit
diperolah, karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh
bank tidak dapat dipenuhi.
b. Sumber Daya Manusia (SDM) dan
Manajemen
Sumber daya manusia merupakan titik sentral yang sangat
penting untuk maju dan berkembang, sebagian besar usaha mikro dan usaha kecil
tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun.
Keterbatasan SDM usaha mikro dan kecil baik dari segi pendidikan formal maupun
pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen
pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan
optimal. Di samping itu dengan keterbatasan SDM nya, unit usaha tersebut
relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan
daya saing produk yang dihasilkannya.
c. Teknologi
Lemahnya jaringan usaha dan kemampuan penetrasi pasar
usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan
usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang
rendah, oleh karena produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan
mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang
telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang
dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik. Sebagian besar UMKM masih
dihadapkan pada kendala dalam informasi yang terbatas dan kemampuan akses ke
sumber teknologi.
2. Faktor Eksternal
a. Iklim usaha belum sepenuhnya
kondusif
kebijaksanaan pemerintah untuk menumbuh kembangkan
usaha mikro kecil, dan menengah (UMKM), meskipun dari tahun ke tahun terus
disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat
antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara
pengusaha-pengusaha kecil dan pengusaha-pengusaha besar.
b. Terbatasnya Sarana dan Prasarana
Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka
miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya
sebagaimana yang diharapkan.
c. Implikasi Otonomi Daerah
Dengan berlakunya Undang-undang no. 22 Tahun 1999
tentang Otonomi Daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan
mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mengalami implikasi
terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang
dikenakan pada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Jika kondisi ini tidak
segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing Usaha Mikro Kecil, dan
Menengah. Di samping itu semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang
menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk
mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
d. Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku
pada Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 yang berimplikasi luas terhadap UMKM untuk
bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UMKM dituntut
untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat
menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar
kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000) dan isu
Hak Asasi Manusia. (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan
secara tidak fair oleh Negara maju sebagai hambatan (Non Tarif Barrier for
Trade). Untuk itu maka UMKM perlu mempersiapkan agar agar mampu bersaing baik
secara keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.
e. Sifat Produk dengan Lifetime Pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri
atau karakteristik sebagai produk-produk fashion dan kerajinan dengan lifetime
yang pendek.
f. Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses
pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara
kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.
C. Kendala – Kendala yang
dihadapi UKM di Indonesia
Usaha
Kecil dan Menengah (UKM) tidak pernah lepas dari berbagai kendala,karena memang
UKM dibentuk atas berbagai keterbatasan ,misalnya keterbatasan modal dan
teknologi.Padahal kita tahu bahwa bagi Negara berkembang seperti Indonesia ,
yang sektor informalnya masih dominan ,maka keberadaan UKM justru banyak dibutuhkan kontribusinya
dalam pertumbuhan perekonomian secara agregat.Hal inilah yang menjadi tantangan
bagi UKM untuk tetap mampu mempertahankan eksistensinya dan mampu
berkembang,bahkan mampu menembus pasar internasional di tengah- tengah
keterbatasan dan berbagai kendala yang ada.Berikut adalah beberapa kendala dan
contoh dari masing-masing kendala yang dihadapi UKM tersebut dari berbagai
aspek yaitu aspek teknologi,birokrasi,dan infrastruktur.
1.
Teknologi
Salah
satu kendala utama yang dihadapi Usaha Kecil Menengah adalah kurangnya alih
teknologi dan minimnya sumber daya manusia yang berkualitas. Memang tak dapat
dipungkiri bahwa keterbelakangan teknologi pada Usaha Kecil Menengah salah
satunya disebabkan oleh rendahnya akumulasi modal di Indonesia ,yang sebenarnya
mampu mendukung berkembangnya UKM di Indonesia.Kebijakan-kebijakan Pemerintah
juga dinilai kurang mampu mendukung dan membuka jalan bagi UKM-UKM di Indonesia
untuk mendapat akses ke pasar modal.Hal ini jelas membuat UKM sulit berinovasi
,mengingat adanya keterbatasan modal.Belum lagi,ketersediaan sumberdaya manusia
yang berkualitas masih sangat kurang .Sektor informal adalah sektor yang cukup
dominan di Negara berkembang.Sektor ini menjadi dominan di Negara
berkembang,karena mampu menyerap banyak tenaga kerja yang tidak
terdidik.Artinya,sebagian besar SDM di Negara-negara berkembang adalah sumber
daya manusia yang kurang terdidik dan terlatih.Kita tentu tidak dapat berharap
banyak mengenai inovasi dan pengembangan teknologi ,dari sumber daya manusia
seperti ini.
Sebagai
contoh,usaha kecil yang bergerak di bidang kuliner keripik talas di
Bogor,misalnya.Wilayah pemasarannya memang terbilang belum luas,namun sudah
mulai mampu merambah kota Bogor.Proses pembuatan keripik talas ini masih
menggunakan teknologi dan cara yang sederhana.Masih banyak menggunakan
keterampilan tangan para pekerja dan penggunaan pisau-pisau yang
sederhana.Apabila dilakukan pendampingan pada UKM ini,sehingga dalam proses
produksinya ,UKM ini dapat menggunakan alat-alat potong yang lebih canggih,atau
penggunaan kompor yang memiliki panas yang baik dan merata,maka dapat
dibayangkan produktivitas UKM ini dalam menghasilkan keripik talas juga pasti
akan meningkat pesat.Peningkatan produktivitas tentu saja mampu meningkatkan
jumlah output yang diproduksi,sehingga berdampak pada kenaikan income UKM tersebut.Sebagai contoh lain,dalam
hal pemilikan SDM yang berkualitas,dapat dilihat pada kasus Kelompok petani
kopi binaan Pemerintah Bali, Subak Abian Tri Guna Karya Kintamani, Bangli .Ketua Kelompok petani kopi Subak Abian Tri Guna
Karya I Ketut Jati mengatakan banyak kendala untuk
pengembangan bisnis usaha kecil menengah. “Terutama pada saat pengembangan
penjualan ke luar negeri,”.Lanjutnya, “ Saat ini kelompok kami masih mengadakan pengiriman
kopi dengan perusahaan yang berbasis Korea,dan sampai saat ini kami masih
menggantungkan bantuan dari salah satu unit usaha dagang di Surabaya,karena
sumber daya manusia kami belum mampu untuk mengurus izin dan persyaratan
ekspor.”.Keterbatasan kemampuan SDM Kelompok petani kopi Subak Abian Tri Guna Karya
dalam mengurus izin dan persyaratan ekspor,akhirnya menjadi hambatan bagi
kemajuan dan pengembangan kelompok tani tersebut. Artinya,kemampuan dan keahlian
dari SDM pada UKM memegang andil besar dalam kemajuan
UKM tersebut.
Inovasi
teknologi tidak akan terealisasi bila tidak ada SDM handal yang mampu
merealisasikannya.Sebaliknya,teknologi yang canggih juga tidak akan dapat
dimanfaatkan dengan maksimal oleh SDM yang tidak memiliki kemampuan untuk mendayagunakan
teknologi tersebut.
2.
Birokrasi
Salah
satu kekurangan Negara berkembang yang menjadikannya semakin sulit untuk
berkembang adalah birokrasi yang berbelit-belit.UKM yang notabene masih
merupakan usaha dengan kestabilan dan kekuatan yang relatif lemah ,akan semakin
sulit untuk berkembang dibawah proses birokrasi yang berbelit-belit ini.
Anggota Komite Ekonomi Nasional Sandiaga S. Uno mengatakan persoalan utama yang
dihadapi usaha kecil menengah dan pengusaha pemula berkaitan dengan birokrasi
perizinan yang masih berbelit-belit dan lama yang prosesnya bisa mencapai
3-5 bulan yang membuat mayoritas usaha kecil memilih bergerak di sektor
informal.“Birokrasi yang berbelit dan lama masih menjadi persoalan utama yang
dihadapi usaha kecil sehingga banyak memilih bergerak di sektor informal, dan
bagi pengusaha pemula justru bisa menimbulkan demotivasi karena optimisme
berwirausaha bisa luntur akibat perizinan yang rumit itu,”,papar
beliau.Sandiaga menyatakan untuk pengembangan UKM dan kewirausahaannya harus
dimotori oleh pemerintah dengan mempermudah perizinan usaha di seluruh daerah
agar seluruh usaha kecil menengah itu bisa dirangkul di sektor formal.Hal itu,
katanya, merupakan langkah awal bagi UKM untuk dapat mengembangkan usahanya
lebih baik dan dapat mengoptimalkan potensi bisnisnya serta peluang untuk
mengakses pembiayaan dari perbankan juga semakin besar.
Sebagai
contoh ,kita ambil studi kasus UKM Kerajinan Tangan berbahan dasar pecahan
kulit telur di Jakarta.Karya seni bernilai tinggi yang dihasilkan dari pecahan
kulit telur tersebut dapat menjadi komoditi dengan nilai ekonomis tinggi.Untuk
pengembangan usahanya,UKM tersebut berusaha mencari pinjaman modal ke Bank
Pemerintah.Namun,karena proses birokrasi dan perizinan pinjaman modal yang
harus ditempuh terlalu dipersulit pihak Perbankan dengan segenap
persyaratan-persyaratan tertulis dan non tertulis ,maka akhirnya UKM Handicraft ini memilih untuk meredam niat untuk
mengembangkan usahanya dan sebagai konsekuensinya,tetap berada pada skala usaha
sebelumnya,tidak meningkat.Apabila Pemerintah dapat mempermudah proses
birokrasi semacam ini,misalnya dengan penghapusan beberapa point syarat-syarat
perizinan yang dinilai memberatkan,maka hal ini dapat menginsentif UKM untuk
mau mengembangkan usahanya,sehingga terjadi peningkatan skala usaha.
3.
Infrastruktur
Infrastruktur
atau pengadaan sarana dan pra sarana usaha yang relatif terbatas ketersediannya
bagi UKM ,juga menjadi salah satu kendala penghambat kinerja UKM.Terkadang
produk-produk UKM kuat di hulu namun lemah di hilir,artinya produk-produk UKM
sebenarnya memiliki kualitas yang tidak kalah saing dibanding produk-produk
buatan Industri maju.Namun produk – produk UKM seringkali lemah dalam
infrastruktur,promosi dan pemasaran.
Sebagai
contoh,studi kasus UKM kosmetika di Tangerang. Solihin Sofian, produsen Jinzu
cosmetic mengatakan di wilayah Banten saja terutama Tangerang sedikitnya ada
100 UKM yang membuat parfum, sabun, shampo ataupun produk spa. Hambatan UKM
kosmetika umumnya adalah infrastruktur yang tidak memadai, bunga bank yang
tinggi dan kurangnya dukungan pemerintah ataupun minimnya sosialisasi
soal regulasi atau peraturan yang terkait usaha kosmetika.Infrastruktur yang
kurang memadai dan pemasaran yang kurang gencar membuat produk-produk UKM ini
kurang dikenal.UKM butuh pendampingan khusus dari Industri besar sejenis untuk
membantu pengadaan infrastruktur dan pemasaran.
Hal
inilah yang coba dijembatani oleh PT.Mustika Ratu.PT.Mustika Ratu adalah salah
satu industri besar yang bergerak di bidang kosmetika di Indonesia.Dengan
dibentuknya PPA(Perhimpunan Pengusaha) , maka UKM-UKM kosmetika tersebut dapat
dirangkul,didampingi,dilatih dan dibina bersama oleh PT.Mustika Ratu ,sehingga
UKM tersebut dapat mampu bersaing secara global. "Sebelum ada PPA , kami
kesulitan informasi baik soal kebijakan pemerintah, peta industri kosmetika
dalam negeri, data impor dan lainnya,” ujarnya di sela kegiatan rakernas dan
workshop PPA Kosmetika Indonesia. Asosiasi PPA ini,memberikan dampak positif
pada pemasaran produk kosmetika skala UKM. Jika selama ini pangsa pasarnya 70%
di pasar tradisional, kini produk rumahan didorong masuk minimarket dan peritel
modern lainnya.Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya UKM mampu bersaing,namun
kekurangan sarana dan prasarana (infrastruktur) yang memadai.Sehingga,
pendampingan dan pembinaan dari industri besar sejenis dalam pengadaan
infrastruktur dan pemasaran sangat dibutuhkan untuk membantu kemajuan UKM – UKM
tersebut.
D. Upaya
Pengembangan UMKM
Pengembangan
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada hakekatnya merupakan tanggungjawab bersama
antara pemerintah dan masyarakat. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi
oleh UKM, maka kedepan perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut :
1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif
Pemerintah
perlu mengupayakanterciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan
mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur
perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
2. Bantuan Permodalan
Pemerintah
perlu memperluas skimkredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan
bagi UKM, untukmembantu peningkatan permodalannya,baik itu melalui sektor jasa
finansial formal, sektor jasa finansial informal, skemapenjaminan, leasing dan
dana modal ventura.
3. Pembiayaan untuk Usaha Kecil dan Menengah(UKM)
Pembiayaan
untuk Usaha Kecil dan Menengah(UKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan
Mikro (LKM) yang ada, maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain,
BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sampai saat ini BRI memiliki
sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah
tercatat sebanyak8.500 unit yang melayani UKM. Untuk itu perlu mendorong
pengembangan LKM .Yang harus dilakukan sekarang ini adalah bagaimana mendorong
pengembangan LKM ini berjalan dengan baik, karena selama ini LKM non
koperasi memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.
4. Perlindungan Usaha
Jenis-jenis
usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan
ekonomi lemah, harusmendapatkan perlindungan daripemerintah, baik itu melalui
undang-undang maupun peraturan pemerintahyang bermuara kepada saling
menguntungkan (win-win solution).
5. Pengembangan Kemitraan
Pengembangan
Kemitraan Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UKM, atau
antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk
menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga
untukmemperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan
demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis
lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
6. Pelatihan
Pemerintah
perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan,
manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keteram-pilannya dalam pengembangan
usahanya. Disamping itu juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil
pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan
rintisan.
7. Membentuk Lembaga Khusus
Perlu
dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan
semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuh kembangan UKM dan juga
berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik
internal eksternal yang dihadapi oleh UKM.
8. Memantapkan Asosiasi
Asosiasi
yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain dalam
pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan
usaha bagi anggotanya.
9. Mengembangkan Promosi
Mengembangkan
promosi guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UMKM dengan usaha besar
diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang
dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan
mitar usahanya. Mengembangkan kerja sama yang setara perlu adanya kerja sama
tau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan UMKM untuk mengiventarisir
berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha.
E. Kemitraan Usaha
1. Pengertian
Pola Kemitraan Usaha
Kemitraan
Usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha
kecil dengan pengusaha menengah/besar (Perusahaan Mitra) disertai dengan
pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha besar, sehingga saling memerlukan,
menguntungkan dan memperkuat.
Kemitraan
usaha akan menghasilkan efisiensi dan sinergi sumber daya yang dimiliki oleh
pihak-pihak yang bermitra dan karenanya menguntungkan semua pihak yang
bermitra.
Kemitraan
juga memperkuat mekanisme pasar dan persaingan usaha yang efisien dan
produktif. Bagi usaha kecil kemitraan jelas menguntungkan karena dapat turut
mengambil manfaat dari pasar, modal, teknologi, manajemen, dan kewirausahaan
yang dikuasai oleh usaha besar. Usaha besar juga dapat mengambil keuntungan
dari keluwesan dan kelincahan usaha kecil.
Kemitraan
hanya dapat berlangsung secara efektif dan berkesinambungan jika kemitraan
dijalankan dalam kerangka berfikir pembangunan ekonomi, dan bukan semata-mata
konsep sosial yang dilandasi motif belas kasihan atau kedermawanan. Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka
perlunya pemikiran tentang alasan terjadi kemitraan, analisa kemitraan,
kendala umum kemitraan, syarat-syarat kemitraan.
2. Alasan
terjadi Kemitraan
Kemitraan
usaha haruslah berdasarkan asas sukarela dan suka sama suka. Dalam kemitraan
harus dijauhkan “kawin paksa”. Oleh karena itu, pihak-pihak yang bermitra harus
sudah siap untuk bermitra, baik kesiapan budaya maupun kesiapan ekonomi. Jika
tidak, maka kemitraan akan berakhir sebagai penguasaan yang besar terhadap yang
kecil atau gagal karena tidak bisa jalan. Artinya, harapan yang satu terhadap
yang lain tidak terpenuhi, maka beberapa alasan terjadi kemitraan dikemukakan
sebagai berikut :
a.
Meningkatkan profit atau sales
pihak-pihak yang bermitra
b.
Memperbaiki pengetahuan situasi
pasar
c.
Memperoleh tambahan pelanggan atau
para pemasok baru
d.
Meningkatkan pengembangan produk
e.
Memperbaiki proses produksi
f.
Memperbaiki kualitas
g.
Meningkatkan akses terhadap
teknologi
3. Analisis
Kemitraan
Kemitraan
adalah suatu sikap menjalankan bisnis yang diberi ciri dengan hubungan jangka panjang,
suatu kerjasama bertingkat tinggi, saling percaya, dimana pemasok dan pelanggan
berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama. Selama ini
istilah kemitraan ini telah dikenal dengan sejumlah nama, diantaranya strategi
kerjasama dengan pelanggan (strategic customer alliance), strategi
kerjasama dengan pemasok (strategic supplier alliance) dan
pemanfaatan sumber daya kemitraan (partnership sourcing). Bertolak dari ha tersebut maka dapat di
analisis kinerja kemitraan sebagai berikut :
a.
Kurang transparasi dalam pelaksanaan
Kepres 16
b.
Realisasi gelar kemitraan masih
belum memuaskan
c.
Kemitraan tidak berkembang baik
d.
Waralaba dalam negeri belum banyak
yang bermunculan.
4. Kendala umum
Kemitraan
Kemitraan
pada dasarnya menggabungkan aktivitas beberapa badan usaha bisnis, oleh karena
itu sangat dibutuhkan suatu organisasi yang memadai. Dengan pendekatan konsep
sistem, diketahui bahwa organisasi pada dasarnya terdiri dari sejumlah unit
atau sub unit yang saling berinteraksi dan interdepedensi. Performansi dan satu
unit dapat menyebabkan kerugian pada unit-unit lainnya. Tidak terlepas dari
keterkaitan hal diatas maka akan mengalami beberapa kendala antara lain :
a.
Perbedaan yang masih besar antara
Usaha Besar dan Usaha Kecil
b.
Kualitas produksi belum terjamin
c.
Kerja sama kurang berkembang
d.
UB bersifat integrai vertical
e.
Belum terjadi alih teknologi dan
manajemen dari UB dan UK
f.
Belum berkembangnya system dan pola
kemitraan dan belumberkembangnya unsur pendukung
Pada Negara
maju, mereka melakukan kemitraan karena adanya tuntutan pasar, atas dasar
tanggung jawab bersama, mengurangi pengangguran, tumbuhnya Usaha Menengah
dan Usaha Kecil, dan dalam rangka meningkatkan daya saing nasionalnya.
Pola dan
system kemitraan dikembangkan oleh suatu perusahaan hingga menjadi Good
Practice. Lima jenis kemitraan yang dikembangkan di Eropa dan dapat
ditiru :
a.
Buying and selling yang meliputi
kegiatan suppliers dan subcontracting
b.
Positive restructuring yang
meliputioutsourcing, spin offs, management by-outs, community renewal dan trade
offs.
c.
SME support yang meliputi start-up
companies, mentoring, kerjasama penelitian dan pengembangan (R&D) dan
bantuan ekspor.
d.
Training dan education, misalnya
untuk supplier dan magang serta recruitment calon pemitra
e.
Local focus adalah kegiatan kemitraan
dengan tujuan mengembangkan ekonomi wilayah.
Latihan
manajemen dan ketrampilan, magang, studivisit dan alih teknologi adalah salah
satu kegiatan yang dilakukan dalam rangka memodernisasi UK. Jadi, agar
kesenjangan manajemen dan teknologi antara UB dan UK tidak terlalu jauh
ketinggalan, maka pengembangan SDM harus selalu menjadi agenda kemitraan.
5. Syarat-syarat
Kemitraan
Kemitraan
usaha bukanlah penguasaan yang satu atas yang lain, khususnya yang besar atas
yang kecil, melainkan menjamin kemandirian pihak-pihak yang bermitra, karena
kemitraan bukanlah proses merger atau akuisisi. Kemitraan usaha yang kita
inginkan bukanlah kemitraan yang bebas nilai, melainkan kemitraan yang tetap
dilandasi oleh tanggung jawab moral dan etika bisnis yang sehat, yang sesuai
dengan demokrasi ekonomi. Adapun syarat-syarat kemitraan adalah sebagai berikut
:
a.
Tujuan umum yang sama
b.
Kesetaraan
c.
Saling menghargai
d.
Saling memberi kontribusi
e.
Ada efek sinergi
f.
Saling menguntungka
6. Kebijakan Kemitraan usaha Nasional
dan Implementasi
Peraturan Pemerintah Nomor : 44 Tahun 1997
1)
Kemitraan adalah kerjasama usaha
antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau dengan Usaha Besar disertai
pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan atau Usaha Besar dengan
memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling
menguntungkan.
2)
Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi
rakyat berskala kecil yang mempunyai kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 5
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
3)
Usaha Menengah dan atau Usaha Besar
adalah kegiatan ekonomi yang memiliki kriteria kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan lebih besar dari pada kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan Usaha Kecil.
4)
Menteri Teknis adalah menteri yang
secara teknis bertanggung jawab untuk membina dan mengembangkan pelaksanaan
kemitraan dalam sektor kegiatan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.
5)
Menteri adalah Menteri Koperasi dan
Pembinaan Pengusaha Kecil.
6)
Pola kemitraan adalah bentuk-bentuk
kemitraan yang sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995.
Kemitraan
merupakan salah satu instrumen yang strategis bagi pengembangan usaha kecil,
tetapi ini tidak berarti bahwa semua usaha kecil bisa segera secara efektif
dikembangkan melalui kemitraan. Bagi pengusaha informal atau yang sangat kecil
skala usahanya dan belum memiliki dasar kewirausahaan yang memadai, kemitraan
dengan usaha besar belum tentu efektif karena belum tercipta kondisi saling
membutuhkan. Yang terjadi adalah usaha kecil membutuhkan usaha besar sedangkan usaha
besar tidak merasa membutuhkan usaha kecil. Usaha kecil yang demikian
barangkali perlu dipersiapkan terlebih dahulu, misalnya dengan memperkuat
posisi transaksi melalui wadah koperasi atau kelompok usaha bersama
(prakoperasi) dan pembinaan kewirausahaan.
Dengan
memahami berbagai aspek kewirausahaan dan bergabung dalam wadah koperasi,
usaha-usaha yang sangat kecil atau informal tersebut secara bersama-sama akan
memiliki kedudukan dan posisi transaksi yang cukup kuat untuk menjalin
kemitraan yang sejajar, saling membutuhkan, saling memperkuat, dan saling
menguntungkan dengan usaha besar mitra usahanya.
7. Implementasi
Kemitraan di
negara-negara yang telah lebih maju itu adalah karena kemitraan usahanya
terutama didorong oleh adanya kebutuhan dari pihak-pihak yang bermitra itu
sendiri, atau diprakarsai oleh dunia usahanya sendiri sehingga kemitraan
dapat berlangsung secara alamiah. Hal ini dimungkinkan mengingat iklim dan
kondisi ekonomi negara mereka seperti Korea Selatan, Jepang dan Taiwan dan sebagainya
telah cukup memberikan rangsangan ke arah kemitraan yang berjalan sesuai dengan
kaidah ekonomi yang berorientasi pasar.
Sebagai
suatu strategi pengembangan usaha kecil, kemitraan telah terbukti berhasil
diterapkan di banyak negara, antara lain di Jepang dan empat negara macan Asia,
yaitu Korea Selatan, Taiwan, Jepang, dan sebagainya. Di negara-negara tersebut
kemitraan umumnya dilakukan melalui pola sub kontrak yang memberikan peran
kepada industri kecil dan menengah sebagai pemasok bahan baku dan komponen
industri besar.
a.
Korea selatan
Lembaga penunjang bernama Small and Medium Industry
Promotion Corporation bersifat semi pemerintah dan bertugas menjadikan UK
tangguh dan dapat bermitra dengan UB serta melakukan program alih teknologi dan
investasi dari UB ke UK.
b.
Jepang
Jepang mendirikan Institut for promotion of
subcontracting yang tugasnya memperkuat kedudukan UK dan teknologi UK serta
menyediakan informasi.
c.
Masyarakat ekonomi Eropa(MEE)
Suporting institusi dalam kemitraana yang didirikam
oleh MEE :
1)
BC-NET, memberikan informasi
kemitraaan tang computerized.
2)
BRITE, Bertujuaan meningkatkan
kecakapan UK dalam memakai teknologi dan mengurangi gap teknologi dengan UK .
3)
ESPRIT, mengembangan teknologi
informasi.
d.
Taiwan
Dalam mengembangkan kemitraan usaha industri di Taiwan
dibuat Center satelite system UB bertindak sebagai center dan UK dan UM sebagai
satelite. Untuk menunjang program terseut, didirikan Corporate Synergy
Developtment Center (CSD) yang dibiayai oleh pemerintah dan sektor
swasta.
8. Pola Kemitraan
Banyak program pemerintah dan pola-pola kemitraan yang
dibuat demi usaha kecil. Hal ini bertujuan untuk mendorong dan menumbuhkan
usaha kecil tangguh dan modern. Usaha kecil sebagai kekuatan ekonomi rakyat dan
berakar pada masyarakat dan usaha kecil yang mampu memperkokoh struktur
perekonomian nasional yang lebih efisien. Pola-pola kemitraan tersebut antara
lain :
1. Kerjasama
keterkaitan antar hulu-hilir (forward linkage)
Pembangunan
industri dasar dengan skala besar yang dilakukan untuk mengolah langsung sumber
daya alam termasuk sumber energi yang terdapat di suatu daerah, perlu
dimanfaatkan untuk mendorong pembangunan cabang-cabang dan jenis-jenis industri
yang saling mempunyai kaitan, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi
kawasan-kawasan industri. Rangkaian kegiatan pembangunan industri tersebut pada
gilirannya akan memacu kegiatan pembangunan sektor-sektor ekonomi lainnya
beserta prasarananya antara lain yang penting adalah terminal-terminal
pelayanan jasa, daerah pemukiman baru dan daerah pertanian baru. Wilayah yang
dikembangkan dengan berpangkal tolak pada pembangunan industri dalam rangkaian
yang dipadukan dengan kondisi daerah dalam rangka mewujudkan kesatuan ekonomi
nasional, merupakan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri.
Kerjasama
keterkaitan hulu hilir harus berlangsung dalam iklim yang positif
dan konstruktif, dalam arti bersifat saling membutuhkan dan saling memperkuat
dan saling menguntungkan. Dalam melakukan kerja sama antara perusahaan
industri. Pemerintah memanfaatkan peranan koperasi, Kamar Dagang dan Industri
Indonesia, serta asosiasi/federasi perusahaan-perusahaan industri sebagai wadah
untuk meningkatkan pengembangan bidang usaha industri.
2. Kerjasama
keterkaitan antar hilir-hulu (backward linkage)
Pertumbuhan
ataupun pemerataan ekonomi dengan penerapan kerjasama keterkaitan hilir hulu
yang tepat guna sejauh mungkin dapat menggunakan bahan-bahan dalam negeri
adalah untuk meningkatkan nilai tambah, memelihara keseimbangan antara
peningkatan produksi dan kesempatan kerja, serta pemerataan pendapatan, dalam
rangka usaha memperbesar nilai tambah sebanyak-banyaknya, maka pembangunan
industri harus dilaksanakan dengan mengembangkan keterkaitan yang berantai ke
segala jurusan secara seluas-luasnya yang saling menguntungkan kelompok
industri hilir, keterkaitan antara kelompok industri hulu/dasar.
Kerjasama
keterkaitan hilir hulu harus berlangsung dalam iklim yang positif dan
konstruktif, dalam arti bersifat saling membutuhkan dan saling memperkuat dan
saling menguntungkan. Dalam melakukan kerja sama antara perusahaan industri.
Pemerintah memanfaatkan peranan koperasi, Kamar Dagang dan Industri Indonesia,
serta asosiasi/federasi perusahaan-perusahaan industri sebagai wadah untuk
meningkatkan pengembangan bidang usaha industri.
3. Kerjasama dalam
Pemilik Usaha
Dalam konsep
kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang dilakukan antara
usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan pada kesejajaran
kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah pihak yang
bermitra. Ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara pengusaha
besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan yang setara
dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan,
tidak ada yang saling mengekspoitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya
rasa saling percaya di antara para pihak dalam mengembangkan usahanya.
4. Kerjasama
dalam bentuk bapak dan anak-angkat
Pada
dasarnya pola bapak angkiat adalah refleksi kesediaan pihak yg mampu atau besar
untuk membantu pihak lainyang kurang mampu atau kecil pihak yang memang
memerlukan pembinaan.
Oleh karena
itu pada hakikatnya pola pendekatan tersebut adalh cermin atau wujud rasa
kepedulian pihak yang esar terhadap yang kecil. Pola bapak angkat dalam pola
pengembangan UMK umumnya banyak dilakukan BUMN dengan usaha mikro dan kecil.
5. Kerjasama
dalam bentuk bapak angkat sebagai pemodal ventura
Merupakan
bentuk kerjasama dalam bentuk suatu investasi melaui
pembiayaan berupa penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan swasta (anak
perusahaan) sebagai pasangan usaha (investee company) untuk jangka waktu
tertentu.
6. Pola inti
plasma
Adalah
merupakan hubungan kemitraan antara Usaha Kecik Menengah dan Usaha Besar
sebagai inti membina dan mengembangkan Usaha Kecil Menegah yang menjadi
plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian
bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan
peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan
produktivitas usaha. Dalam hal ini, Usaha Besar mempunyai tanggung jawab sosial
(corporate social responsibility) untuk membina dan mengembangkan UKM sebagai
mitra usaha untuk jangka panjang.
Pola Kemitraan
Inti Plasma
Perusahaan
Mitra membina Kelompok Mitra dalam hal :
1)
Penyediaan dan penyiapan lahan
2)
Pemberian saprodi.
3)
Pemberian bimbingan teknis manajemen
usaha dan produksi.
4)
Perolehan, penguasaan dan
peningkatan teknologi.
5)
Pembiayaan.
6)
Bantuan lain seperti efesiensi dan
produktifitas usaha.
7. Subkontrak
Menurut
penjelasan Pasal 27 huruf (b) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995 bahwa pola
subkontrak adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah
atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Kecil memproduksi komponen yang
diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar sebagai bagian dari
produksinya. Atau bisa juga dikatakan, subkontrak sebagai suatu sistem yang
menggambarkan hubungan antara Usaha Besar dan Usaha Kecil Menegah, di mana
Usaha Besar sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada UKM selaku subkontraktor
untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung
jawab penuh pada perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini Usaha Besar
memberikan bantuan berupa kesempatan perolehan bahan baku, bimbingan dan
kemampuan teknis produksi, penguasaan teknologi, dan pembiayaan.
Model kemitraan ini menyerupai pola kemitraan contract farming tetapi
pada pola ini kelompok tidak melakukan kontrak secara langsung dengan
perusahaan pengolah (processor) tetapi melalui agen atau pedagang.
8. Pola dagang
umum
Menurut
penjelasan Pasal 27 huruf (c) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995, Pola Dagang
Umum adalah “hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau
Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar memasarkan pola dagang umum mengandung pengertian
hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana
perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra memasok kebutuhan
perusahaan mitra.
9. Waralaba
Adalah
bentuk hubungan kemitraan antara pemilik waralaba atau pewaralaba
(franchisor) dengan penerima waralaba (franchisee) dalam mengadakan
persetujuan jual beli hak monopoli untuk menyelenggarakan usaha
(waralaba). Kerjasama ini biasanya didukung dengan pemilihan tempat, rencana
bangunan, pembelian peralatan, pola arus kerja, pemilihan karyawan, konsultasi,
standardisasi, pengendalian, kualitas, riset dan sumber-sumber permodalan.
10. Vendor
Vendor adalah
kerjasama dimana produk yang dihasilkan oleh mitra kerjanya akan digunakan oleh
bapak angkat, tetapi produk tersebut tidak menjadi bagian produk yang
dihasilkan oleh bapak angkat. Sebagai contoh, PT Kratakau Steel yang core business-nya menghasilkan
baja mempunyai anak angkat perusahaan kecil penghasil emping melinjo. Vendor
juga dapat diartikan sebagai kegiatan bisnis di mana BUMN/BUMS membeli barang
setengah jadi atau barang jadi dari mitra usaha tidak berdasarkan kontrak
tertulis, tetapi atas pesanan melalui perantara. Barang yang dibeli tidak
memenuhi spesifikasi teknis yang spesifik , akan tetapi perusahaan besar
melakukan grading dan membayar sesuai dengan mutu produk yang diserahkan.
11. Keagenan
Adalah
hubungan kemitraan antar kelompok mitra dengan perusahaan mitra dimana kelompok
diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha pengusaha
mitra.Keagenan merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB, yang di dalamnya
UKM diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa UB sebagai mitranya.
Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi
atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang
menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung
dengan pihak ketiga.
REFERENSI :
1. Ropke,
J. 2000. Ekonomi Koperasi, Teori dan Manajemen. Diterjemahkan oleh Hj. Sri
Djatnika S. Arifin. SE. M.Si. Penerbit Salemba Empat
2. Hendar
dan Kusnadi. 1999. Ekonomi Koperasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
3. Baswir,
R. 2000. Koperasi Indonesia BPFE Yogyakarta.
4. UU
Nomor 17 tahun 2012 terntang Perkoperasian
5. UU
Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah
6.
Peraturan Pemerintah RI No 44 tahun 1997 tentang Kemitraan
Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (2005), Pengembangan Usaha Skala Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi. Jakarta.
Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (2005), Pengembangan Usaha Skala Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi. Jakarta.
7.
Firmansyah, 2001. Dinamika Usaha Kecil dan Menengah.
LIPI. Jakarta.
8.
Hendar, kusnadi 2005 Ekonomi Koperasi. Jakarta:
Fakultas Ekonomi
9.
Ariawati, Ria Ratna. 2004. Usaha
Kecil dan Kesempatan Kerja. Fakultas Ekonomi, UNIKOM. Jakarta.
10.
Dipta, I. Wayan. 2004. Membangun
Jaringan Usaha Bagi Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta.
11.
Pengabean, Riana. 2004. Membangun
Paradigma Baru Dalam Mengembangkan UKM. Jakarta
12.
Iwantono, Sutrisno. 2004.
Pemikiran Tentang Arah Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah. Jakarta
13.
Taufiq, Muhamad. 2004. Strategi
Pengembangan UKM Pada Era Otonomi Daerah dan Perdagangan Bebas. Jakarta.
SUMBER LAIN :
http://www.pibi-ikopin.com/index.php/artikel-bisnis/91-kewirakoperasian
https://sukasukadwi.wordpress.com/2014/01/03/kewirakoperasian/
http://chankeabiee.blogspot.co.id/2011/02/wirausaha-koperasi.html
http://dewimawa.blogspot.co.id/p/blog-page_15.html
http://elqorni.wordpress.com/2009/02/26/mengenal-waralaba/
http://elqorni.wordpress.com/2009/02/26/mengenal-teori-keagenan/
http://frankyzamzani.files.wordpress.com/2007/06/pp-no-44-th-1997-ttg-kemitraan.pdf
http://lalightsman.blogspot.co.id/2013/02/pola-pola-kemitraan-dalam-pengembangan.html
http://sigit-rh.blogspot.co.id/2011/04/pola-pola-kemitraan-usaha.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar