Kamis, 09 September 2021

MANAJEMEN OLAHRAGA - ETIKA DAN PROFESIONALISME DALAM MANAJEMEN OLAHRAGA

Etika dan Profesionalisme Dalam Manajemen Olahraga

 




Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, profesionalisme (profésionalisme) mempunyai makna; mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau yang profesional. Profesionalisme merupakan sikap dari seorang profesional. Menurut H. Sumitro Maskun (1997: 7) bahwa suatu profesionalisme adalah merupakan suatu bentuk atau bidang kegiatan yang dapat memberikan pelayanan dengan spesialisasi dan intelektualitas yang tinggi. Jadi, profesionalisme adalah tingkah laku, kepakaran, spesialisasi atau kualiti dari seseorang yang profesional.

 

Organisasi (Yunani: ὄργανον, organon - alat) adalah suatu kelompok orang dalam suatu wadah untuk tujuan bersama. Dalam ilmu-ilmu sosial, organisasi dipelajari oleh periset dari berbagai bidang ilmu, terutama sosiologi, ekonomi, ilmu politik, psikologi, dan manajemen. Kajian mengenai organisasi sering disebut studi organisasi (organizational studies), perilaku organisasi (organizational behaviour), atau analisis organisasi (organization analysis).

 

Di era sekarang profesionalisme organisasi seakan-akan hanya dikesampingkan saja disebabkan pengajaran yang diberikan oleh organisasi sangat minim tak terkecuali organisasi terpelajar, pengajaran yang hanya bersifat pengetahuan dan pengajaran menjadi panitia acara tidak akan bisa membentuk karakter orang yang punya prefesionalisme organisasi dan tidak terlepas oleh pengurus organisasi itu.

 

Profesionalisme sangat diperlukan dalam sebuah organisasi, di mana setiap orang dituntut untuk bekerja secara profesional. Jika dalam sebuah bidang organisasi tidak ditemuka profesionalisme, maka yang akan terjadi adalah timbulnya keresahan dalam organisasi tersebut dan mengakibatkan pekerjaan yang diharapkan dapat selesai menjadi terabaikan atau terbengkalai karena kurang adanya kepedulian terhadap pekerjaan tersebut. 

 

1. Etika Dalam Manajemen Olahraga

Definisi Etika Olahraga

Etika Olahraga sebagai etika terapan dalam kegiatan olahraga, koordinasi prinsip-prinsip moral dan norma-norma hubungan etika, dan esensinya adalah kombinasi organik pengembangan olahraga dan etika, untuk meningkatkan standar olahraga dalam mempromosikan manusia putaran pembangunan.

 

Secara sederhana, etika olahraga adalah penekanan pada hukum olahraga dan norma-norma hubungan sosial, adalah inti dari sportif, lebih objektif dan abstrak; sportif adalah sifat individu persyaratan untuk berpartisipasi dalam olahraga, etika olahraga, umumnya untuk spesifik berlatih tingkat dan di tingkat mikro

 

a. Konsep Dasar Etika Perkembangan Moral

Beberapa konsep yang memerlukan penjelasan, antara lain: perilaku moral (moral behavior), perilaku tidak bermoral (immoral behavior), perilaku di luar kesadaran moral (unmoral behavior), dan perkembangan moral (moral development) itu sendiri. Perilaku moral adalah perilaku yang mengikuti kode moral kelompok masyarakat tertentu. Moral dalam hal ini berarti adat kebiasaan atau tradisi. Perilaku tidak bermoral berarti perilaku yang gagal mematuhi harapan kelompok sosial tersebut. Ketidakpatuhan ini bukan karena ketidakmampuan memahami harapan kelompok tersebut, tetapi lebih disebabkan oleh ketidaksetujuan terhadap harapan kelompok sosial tersebut, atau karena kurang merasa wajib untuk mematuhinya. Perilaku di luar kesadaran moral adalah perilaku yang menyimpang dari harapan kelompok sosial yang lebih disebabkan oleh ketidakmampuan yang bersangkutan dalam memahami harapan kelompok sosial. Perkembangan moral bergantung pada perkembangan intelektual seseorang.

 

Pengertian Etika

Kata etika berasal dari kata ethos(bahasa yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subjek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan – tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.


Etika adalah refleksi dari self control karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok itu sendiri. Etika disebut juga filsafat moral, cabang dari filsafat yang berbicara tentang tindakan manusia. Menurut para ahli, etika adalah aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antar sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.


Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi perkembangan manusia. Etika memberi manusia orientasi cara ia menjalani hidupnya melalui rangkaian kehidupan sehari – hari. Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dengan menentukan baik dan buruknya perilaku manusia :

  • Etika Deskriptif, Mendiskripsikan tingkah laku moral dalam arti luas, seperti adat kebiasaan, anggapan tentang baik dan buruk, tindakan – tindakan yang diperbolehkan. Objek penelitiannya adalah individu – individu, kebudayaan – kebudayaan
  • Etika Normatif, Dalam hal ini, sesorang dapat dikatakan sebagai participation approach karena yang bersangkutan telah melibatkan diri dengan mengemukakkan penilaian tentang perilaku manusia. Ia tidak netral karena berhak untuk mengatakan atau menolak suatu etika tertentu.
  • Metaetika, Awalan meta (Yunani), berarti “melebihi”, “melampaui”. Metaetika bergerak seolah – olah pada taraf lebih tinggi dari perilaku etis, yaitu pada taraf “bahasa etis” atau bahasa yang digunakan dibidang moral. Etika selalu berhubungan dengan hal – hal baik dan buruk, antara hal – hal yang susila dan tidak susila, ataupun antara hal – hal yang tidak boleh dilakukan. Ada beberapa mazhab dalam etika antara lain sebagai berikut :
    • Egoisme, adalah tindakan taua perbuatan memberi hasil atau manfaat bagi diri sendiri untuk jangka waktu selama diperlukan atau dalam waktu yang lama. Egoisme secara praktis tampak dalam aliran berikut: hedonisme, eudaemonisme.
    • Deontologisme, berpendapat bahwa baik-buruknya atau benar-salahnya suatu tindakan tidak diukur berdasarkan akibat yang ditimbulkannya, tetapi berdasarkan sifat – sifat tertentu dari tindakan dan perbuatan yang dilakukan. Bentuk deontologisme ada dua, yaitu: deontologisme tindakan, deontologisme peraturan. 3. Utilitarianisme, adalah jabaran dari kata latin utilis, yang berarti bermanfaat. Utilisme mengatakan bahwa ciri pengenal kesusilaan adalah manfaat suatu perbuatan. Ada dua bentuk utilitarianisme, yaitu: utilitarianisme tindakan, utilitarianisme peraturan.
    • Theonom, mazhab ini berpendapat bahwa kehendak Allah merupakan ukuran baik-buruknya suatu tindakan yang terbagi dua yaitu, teori theonom murni dan teori umum kodrat.

Etika secara umum dibagi menjadi sebagai berikut :

  • Etika umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar cara manusia bertindak secara etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moraldasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat dianalogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas pengertian umum dan teori-teori.
  • Etika khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori atau prinsip-prinsip moral dasar, bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis ? Cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tindakan, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada di baliknya.

 

Etika khusus dibagi menjadi dua bagian :

  • Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
  • Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia. Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri sebagai anggota umat manusia saling berkaitan.

b. Teori Etika

Perkembangan Perilaku Moral

Beberapa konsep yang memerlukan penjelasan, antara lain: perilaku moral (moral behavior), perilaku tidak bermoral (immoral behavior), perilaku di luar kesadaran moral (unmoral behavior), dan perkembangan moral (moral development) itu sendiri. Perilaku moral adalah perilaku yang mengikuti kode moral kelompok masyarakat tertentu. Moral dalam hal ini berarti adat kebiasaan atau tradisi. Perilaku tidak bermoral berarti perilaku yang gagal mematuhi harapan kelompok sosial tersebut. Ketidakpatuhan ini bukan karena ketidakmampuan memahami harapan kelompok tersebut, tetapi lebih disebabkan oleh ketidaksetujuan terhadap harapan kelompok sosial tersebut, atau karena kurang merasa wajib untuk mematuhinya. Perilaku di luar kesadaran moral adalah perilaku yang menyimpang dari harapan kelompok sosial yang lebih disebabkan oleh ketidakmampuan yang bersangkutan dalam memahami harapan kelompok sosial. Perkembangan moral bergantung pada perkembangan intelektual seseorang.


Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaan, nilainilai, dan norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik. Dalam etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu tindakan, sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau perspektif yang berlainan. Berikut ini beberapa teori etika :

  • Egoisme Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme. Pertama, egoisme psikologis, adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (self servis). Menurut teori ini, orang bolah saja yakin ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban, namun semua tindakan yang terkesan luhur dan/ atau tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah sebuah ilusi. Pada kenyataannya, setiap orang hanya peduli pada dirinya sendiri. Menurut teori ini, tidak ada tindakan yang sesungguhnya bersifat altruisme, yaitusuatu tindakan yang peduli pada orang lain atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya. Kedua, egoisme etis, adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interest). Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri sendiri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain.

Berikut adalah pokok-pokok pandangan egoisme etis :

    • Egoisme etis tidak mengatakan bahwa orang harus membela kepentingannya sendiri maupun kepentingan orang lain.
    • Egoisme etis hanya berkeyakinan bahwa satu-satunya tuga adalah kepentingan diri.
    • Meski egois etis berkeyakinan bahwa satu-satunya tugas adalah membela kepentingan diri, tetapi egoisme etis juga tidak mengatakan bahwa anda harus menghindari tindakan menolong orang lain
    • Menurut paham egoisme etis, tindakan menolong orang lain dianggap sebagai tindakan untuk menolong diri sendiri karena mungkin saja kepentingan orang lain tersebut bertautan dengan kepentingan diri sehingga dalam menolong orang lain sebenarnya juga dalam rangka memenuhi kepentingan diri.
    • Inti dari paham egoisme etis adalah apabila ada tindakan yang menguntungkan orang lain, maka keuntungan bagi orang lain ini bukanlah alasan yang membuat tindakan itu benar.

 

Yang membuat tindakan itu benar adalah kenyataan bahwa tindakan itu menguntungkan diri sendiri. Alasan yang mendukung teori egoism :

    • Argumen bahwa altruisme adalah tindakan menghancurkan diri sendiri. Tindakan peduli terhadap orang lain merupakan gangguan ofensif bagi kepentingan sendiri. Cinta kasih kepada orang lain juga akan merendahkan martabat dan kehormatan orang tersebut.
    • Pandangan terhadap kepentingan diri adalah pandangan yang paling sesuai dengan moralitas akal sehat.
    •  
    • Pada akhirnya semua tindakan dapat dijelaskan dari prinsip fundamental kepentingan diri. Alasan yang menentang teori egoisme etis :
    • Egoisme etis tidak mampu memecahkan konflik-konflik kepentingan. Kita memerlukan aturan moral karena dalam kenyataannya sering kali dijumpai kepentingan-kepentingan yang bertabrakan.
    • Egoisme etis bersifat sewenang-wenang. Egoisme etis dapat dijadikan sebagai pembenaran atas timbulnya rasisme.

  • Utilitarianisme, Menurut teori ini, suatu tindakan dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat (the greatest happiness of the greatest number). Paham utilitarianisme sebagai berikut: (1) Ukuran baik tidaknya suatu tindakan dilihat dari akibat, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu, apakah memberi manfaat atau tidak, (2) dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan, (3) kesejahteraan setiap orang sama pentingnya. Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut pandang kepentingan orang banyak (kepentingan orang banyak). Kritik terhadap teori utilitarianisme :
    • Utilitarianisme hanya menekankan tujuan/mnfaat pada pencapaian kebahagiaan duniawi dan mengabaikan aspek rohani.
    • Utilitarianisme mengorbankan prinsip keadilan dan hak individu /minoritas demi keuntungan mayoritas orang banyak.
    • Deontologi,  Paradigma teori deontologi saham berbeda dengan paham egoisme dan utilitarianisme, yang keduanya sama-sama menilai baik buruknya suatu tindakan memberikan manfaat entah untuk individu (egoisme) atau untuk banyak orang/kelompok masyarakat (utilitarianisme), maka tindakan itu dikatakan etis. Sebaliknya, jika akibat suatu tindakan merugikan individu atau sebagian besar kelompok masyarakat, maka tindakan tersebut dikatakan tidak etis. Teori yang menilai suatu tindakan berdasarkan hasil, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan tersebut disebut teori teleology.

 

Sangat berbeda dengan paham teleologi yang menilai etis atau tidaknya suatu tindakan berdasarkan hasil, tujuan, atau konsekuensi dari tindakan tersebut, paham deontologi justru mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi, atau akibat dari tindakan tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjdi pertimbangan untuk menilai etis atau tidaknya suatu tindakan.

 

Kant berpendapat bahwa kewajiban moral harus dilaksanakan demi kewajiban itu sendiri, bukan karena keinginan untuk memperoleh tujuan kebahagiaan, bukan juga karena kewajiban moral iu diperintahkan oleh Tuhan. Moralitas hendaknya bersifat otonom dan harus berpusat pada pengertian manusia berdasarkan akal sehat yang dimiliki manusia itu sendiri, yang berarti kewajiban moral mutlak itu bersifat rasional.

 

Walaupun teori deontologi tidak lagi mengkaitkan kriteria kebaikan moral dengan tujuan tindakan sebagaimana teori egoisme dan tlitarianisme, namun teori ini juga mendapat kritikan tajam terutama dari kaum agamawan. Kant mencoba membangun teorinya hanya berlandaskan pemikiran rasional dengan berangkat dari asumsi bahwa karena manusia bermartabat, maka setiap perlakuan manusia terhadap manusia lainnya harus dilandasi oleh kewajiban moral universal. Tidak ada tujuan lain selain mematuhi kewajiban moral demi kewajiban itu sendiri.


c. Etika dan Tanggung Jawab

Pelaksanaan manajemen olahraga tidak bisa lepas dari aturan-aturan dan norma yang belaku di masyarakat karena merupakan masalah penting dalam kehidupan, manajemen dan olahraga sebagai salah satu sarana pembinaan memberikan suatu pengayaan dalam etika dan moral di masyarakat.


Mengajarkan etika dan nilai moral sebaiknya lebih bersifat contoh.Tindakan lebih baik dari kata-kata. Nilai Moral itu beraneka macam, termasuk loyalitas, kebajikan, kehormatan, kebenaran, respek, keramahan, integritas, keadilan, kooperasi.


Tanggungjawab sosial suatu dunia olahraga terhadap lingkungan dan masyarakat merupakan bentuk kepedulian suatu bisnis terhadap lingkungan eksternal suatu menajemen olahraga melalui berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka penjagaan lingkungan, norma masyarakat, partisipasi pembangunan, menjaga ketertiban serta berbagai bentuk tanggung jawab sosial lainnya.


Klasifikasi aspek pendorong tanggung jawab sosial dalam menunaikan tanggung jawab sosial, manajemen olahraga dituntut untuk menghindari etika olahraga.


Berikut adalah contoh dari tindakan tidak etis atau tidak legal dalam sebuah manajemen olahraga :

  • Penggunaan obat-obatan terlarang
  • Pencurian hak intelektual masyarakat manajemen olahraga
  • Konflik kepentingan dalam manajemen olahraga
  • Pengawasan kualitas atau quality control manajemen olahraga
  • Penyalahgunaan informasi yang bersifat rahasia
  • Penyelewengan dalam pencatatan keuangan
  • Penyalahgunaan penggunaan asset manajemen olahraga
  • Pemecatan anggota dalam organisasi olahraga
  • Dampak lingkungan olahraga
  • Cara bersaing dari manajemen olahraga / organisasi olahraga yang dianggap tidak etis
  • Penggunaan tenaga olahraga atau tenaga relawan di bawah umur
  • Pemberian hadiah kepada pihak-pihak tertentu yang terkait dengan pemegang kebijakan.
  • dan lain sebagainya


2. Profesionalisme Dalam Manajemen Olahraga

a. Organisasi Olahraga Profesional

Badan Olahraga Profesional Indonesia yang selanjutnya disingkat BOPI adalah badan yang berwenang melakukan pembinaan, pengembangan, pengawasan dan pengendalian terhadap setiap kegiatan olahraga profesional Indonesia.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan meletakkan landasan pengaturan bagi alih status dan perpindahan pelaku olahraga/tenaga keolahragaan baik antar daerah maupun antar negara, untuk selanjutnya dapat dijabarkan secara lebih teknis dan administratif oleh para pelaksana baik ditingkat komite olahraga nasional, induk organisasi cabang olahraga, induk organisasi olahraga fungsional, dan organisasi olahraga lainnya. Pengaturan alih status dan perpindahan pelaku olahraga dititikberatkan pada 3 pendekatan yaitu :

  1. Hak dan persyaratan mengingat proses ini berkaitan dengan hak asasi manusia, keselamatan, kesejahteraan, serta masa depan pelaku olahraga;
  2. Kerangka pembinaan dan pengembangan olahragawan yang harus berjalan secara teratur ditinjau dari organisasi maupun administrasi; dan
  3. Kewajiban tenaga keolahragaan asing untuk menghormati hukum Indonesia.

 

Peraturan Pemerintah ini memberikan kepastian dan jaminan hukum kepada induk organisasi cabang olahraga, pengurus cabang olahraga tingkat provinsi, pengurus cabang olahraga tingkat kabupaten/kota, organisasi olahraga fungsional, organisasi olahraga khusus penyandang cacat, klub/perkumpulan, sasana, sanggar, komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, komite olahraga kabupaten/kota, dan Komite Olimpiade Indonesia untuk menyelenggarakan kegiatan keolahragaan sesuai tugas, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawabnya masing-masing.


Bahwa organisasi keolahragaan harus berbadan hukum tidak dimaksudkan untuk membatasi hak konstitusional dan kemandirian masyarakat dalam berorganisasi, akan tetapi harus dipahami sebagai strategi nasional untuk mengembangkan organisasi keolahragaan nasional yang memiliki manajemen pengorganisasian yang profesional, efektif, dan berdaya saing serta untuk memudahkannya dalam membina kerjasama dan koordinasi yang efektif, baik dengan Pemerintah dan pemerintah daerah maupun antar sesama organisasi olahraga.


Seluruh organisasi olahraga yang telah memenuhi persyaratan standar organisasi olahraga harus sudah menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini. Ketentuan ini dibuat dalam rangka memelihara kesinambungan dan mencegah timbulnya lingkungan yang menghambat proses pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi.


Pengaturan larangan rangkap jabatan pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota dengan jabatan struktural dan/atau jabatan publik, dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya konflik kepentingan di dalam kepengurusan yang berpotensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan, dan untuk menjaga kemandirian dan netralitas, serta menjamin keprofesionalan dalam pengelolaan keolahragaan.

Prinsip prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik dalam penyelenggaraan keolahragaan diwujudkan antara lain melalui pelaksanaan pengawasan yang melibatkan semua pihak. Pengawasan dilakukan untuk menjamin berjalannya mekanisme kontrol, menghindari kekurangan dan penyimpangan, dan evaluasi kinerja semua pihak yang diberikan kewenangan untuk menangani penyelenggaraan keolahragaan oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005. Obyek pengawasan dalam Peraturan Pemerintah ini tidak terbatas pada pelaksanaan tugas, wewenang, dan tanggung jawab instansi Pemerintah/pemerintah daerah akan tetapi mencakup semua sub sistem penyelenggaraan olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi.

 

b. Karateristik Profesional Dalam Dunia Olahraga

Pengertian Profesional

Profesional adalah seseorang yang memiliki pekerjaan atau profesi, kemudian ia hidup dengan mengandalkan keahlian tinggi yang dimilikinya. Profesional juga bisa diartikan dengan seseorang yang dalam kehidupannya mempraktikkan keahlian khusus dan menjalankannya tidak untuk sekedar hobi atau bersenang-senang semata.


Orang disebut profesional jika memiliki tolak ukur perilaku di atas rata-rata manusia pada umumnya. Umumnya, seorang profesional mempunyai tantangan serta tuntutan yang cukup berat. Akan tetapi, ia memiliki citra atau pola perilaku yang baik karena apa yang dilakukan adalah dalam rangka kepentingan masyarakat  itu sendiri.


Profesional diharapkan di dalam semua bidang. Karena perumpamaannya adalah jika di dalam kehidupan ini setiap orang melakukan tugas dengan standar profesional tinggi, maka itu akan dapat memperbaiki kualitas masyarakat itu sendiri. Sehingga, profesional dari setiap orang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.


Seorang pelatih, atlet maupun  manajer olahraga profesional merupakan olahragawan yang dibayar dan menjalankan tugas sesuai dengan arahan yang ada. Profesional sesungguhnya tidak hanya berhubungan dengan keahlian, namun juga berkorelasi dengan pendapatan.


Orang yang profesional cenderung memiliki keahlian tertentu dan juga semangat untuk melakukan kegiatan kerja. Di dalam melakukan pekerjaan yang digeluti, orang yang profesional harus bisa bertindak secara objektif dan bebas dari berbagai sikap buruk, seperti sentimen, malu, benci, ataupun malas dalam mengambil suatu keputusan.

 

Syarat Umum Profesional

Setidaknya terdapat tiga syarat profesional yang harus dimiliki oleh seseorang profesional. Berikut ini adalah penjelasan mengenai ketiga hal pokok tersebut.


Skill, Hal pertama yang dibutuhkan untuk menjadi profesional adalah skill. Seseorang disebut sebagai profesional apabila ia terbukti sebagai orang yang ahli di bidangnya. Tidak memandang bidang apapun. Mulai dari bidang yang paling sederhana hingga yang paling elit. Kemampuan seorang profesional bisa dilihat dari keahliannya yang di atas rata-rata dari orang lain. Selain itu kemauan bekerja keras dan pantang menyerah dalam memecahkan masalah serta selelu berinovasi merupakan salah satu kelebihan yang dimiliki oleh seorang profesional.


Pengetahuan, Hal pokok selanjutnya yang harus ada pada seorang profesional adalah pengetahuan atau knowledge. Artinya, seseorang harus benar-benar menguasai atau setidaknya memiliki wawasan atas ilmu yang berhubungan dengan bidangnya. Biasanya seorang yang profesional akan selalu menambah ilmu yang mana tidak mudah puas dengan pengetahuan yang dimilikinya saat ini.


Attitude, Sisi lain yang tidak kalah penting untuk seorang profesional adalah attitude. Artinya, seseorang tersebut tidak sebatas pintar, namun juga mempunyai etika baik untuk diterapkan di bidang masing-masing. Mampu bekerja baik mandiri maupun bekerja secara kelompok, yang berarti dapat mengimbangi rekan kerja yang lainnya. Melakukan sesuatu yang tidak semata hanya dilakukan karena uang, tetapi lebih mengutamakan manfaat untuk bersama.

 

Ciri Ciri Profesional

Seseorang yang profesional memiliki ciri khusus yang membedakannya dengan yang lain. Sehingga, seseorang tidak akan disebut profesional apabila tidak masuk ke dalam kriteria atau ciri-ciri yang akan disebutkan berikut.


Mempunyai keterampilan yang sangat tinggi di bidang tertentu. Atau seseorang yang memiliki kepandaian di dalam mengoperasikan alat tertentu. keahlian dan keterampilan tersebut dibutuhkan untuk pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan bidang masing-masing.


Mempunyai ilmu serta pengalaman yang luas. Di samping itu, juga memiliki kecerdasan khusus untuk menganalisis permasalahan dan peka terhadap situasi. Selanjutnya, mereka juga orang yang mampu membaca situasi dengan cepat dan tepat serta cermat terhadap pengambilan keputusan yang terbaik untuk semua pihak.


Seseorang yang profesional akan berorientasi kepada masa depan. Sehingga ia memiliki keahlian dalam mengantisipasi perkembangan lingkungan yang ada di depannya. Ini akan memunculkan sikap kedewasaan tersendiri kepada seseorang.


Memiliki sikap yang cenderung mandiri. Seseorang yang profesional juga yakin terhadap kemampuan pribadi dan terbuka untuk menghargai pendapat dari orang lain. Akan tetapi, orang profesional memiliki kecermatan dalam menentukan mana yang terbaik untuk dirinya dan untuk perkembangan pribadinya.


Pemikiran Terbuka yang mana senantiasa mempertimbangkan dan menerima opini dari orang lain tanpa mengedepankan ego diri sendiri demi kebaikan bersama.


Memiliki integritas yaitu mengutamakan prinsip dasar dengan mengedepankan nilai kebenaran, keadilan dan kejujuran. Hal ini ditujukan karena untuk meningkatkan kualitas diri sendiri dan juga membangun komunitas yang baik.


Komitmen yang tinggi untuk terus menjaga kualitasnya merupakan hal cukup penting yang dimiliki oleh seorang profesional. Komitmen ini dapat dilihat dengan tidak mudahnya seseorang mengubah sikap dan kualitas baik yang dimiliki hanya karena situasi yang terkadang berubah ubah ntah baik ataupun buruk.


Mampu Memotivasi baik diri sendiri maupun orang disekitarnya merupakan satu ciri yang dimiliki seorang profesional. Terkadang ada saatnya situasi sulit yang terjadi membuat seorang kehilangan harapan dan menjadi putus asa. Seorang profesional dapat memotivasi orang lain dan diri sendiri dengan menjadikan situasi yang sulit sebagi tantangan yang akan membangun kualitas diri untuk kedepannya dengan memecahkan masalah menggunakan pikiran yang tanang.


Loyalitas dimiliki oleh seorang profesional dengan mengerjakan sesuatu secara sunggug sungguh dan totalitas. Hal yang dikerjakan tidak dianggap sebagai beban yang merugikan kehidupannya, tetapi menjadikannya sebagai panggilan hidup.

 

Contoh Profesional

Terdapat berbagai contoh profesional yang ada di masyarakat sekitar. Mulai dari yang yang paling kecil, profesionalitas harus diakui. Berikut adalah contoh profesional sebagai bahan untuk diteladani dalam kehidupan sehari-hari.


Karyawan yang profesional adalah mereka yang bekerja menerima upah kemudian menjalankan kewajiban sebagai olahragawan  dengan baik. Beragam pekerjaan yang dibebankan kepadanya diselesaikan dengan baik dan tepat waktu tanpa mengeluh. Di samping itu, juga senantiasa memperbaiki kesalahan agar menjadi lebih baik.


Seorang guru yang mengajar anak didiknya dengan sangat baik. Tidak hanya bekerja untuk mendapatkan bayaran, namun sebagai pengabdian kepada bangsa untuk mencerdaskan anak bangsa. Guru yang tidak pernah lelah berbagi kepada banyak orang kapanpun dan di manapun berada. Senantiasa meningkatkan kompetensi sebagai seorang guru.


Seorang dokter yang menjalankan tugas dan tanggung jawabnya mengobati pasien dengan baik. Juga senantiasa mengutamakan kesehatan dan keselamatan pasien kapanpun di Memiliki sikap hati-hati dalam mendiagnosa penyakit pasien dan proses pengobatannya. Mengutamakan orang lain dan tidak hanya mementingkan diri sendiri.


Pejabat pemerintah yang menjalankan tanggung jawab mengurus Negara dengan bersih dan baik. Mementingkan kemaslahatan rakyat dari pada kepentingan diri sendiri. Bertindak adil dan menghargai hak setiap orang. Semua yang dilakukan tidak lain adalah untuk kepentingan bangsa dan Negara.


Seorang hakim yang tegas dan patuh kepada Undang Undang yang berlaku. Mengutamakan sikap adil dan tidak memihak kepada siapapun. Berupaya menegakkan hukum di Negara ini dengan maksimal dengan mengutamakan kebenaran dan tidak menerima berbagai suap.


Seorang polisi yang benar-benar maksimal dalam meningkatkan keamanan. Bersiap siaga setiap saat untuk menjaga keamanan dan mencegah berbagai tindak kejahatan. Berupaya mengungkap kasus dengan maksimal dan tegas. Tidak lambat dalam mencari tersangka kejahatan dan sebagainya.


Seorang pedagang yang jujur dan melayani pelanggan dengan sepenuh hati. Tidak melakukan berbagai tindakan penipuan dan memberikan produk yang terbaik kepada orang lain. Senantiasa meneguhkan diri bahwa apa yang ia lakukan adalah untuk kebaikan orang lain sehingga menghindarkan diri dari proses berjualan yang tidak baik.


Peternak yang merawat hewan ternaknya dengan baik dan maksimal. Memberi makan yang terbaik untuk kesehatan ternaknya. Dan tidak pernah menyakiti hewan ataupun telat memberikan makanan kepada hewan ternaknya. Selain itu, senantiasa mengutamakan kualitas dan kejujuran saat menjajakan hewan ternak tersebut.

 

Selain beberapa contoh yang disebutkan di atas, masih banyak lagi contoh profesional jika dihubungkan dengan profesi tiap orang. Pada dasarnya profesional adalah bertindak dengan sebaik mungkin untuk mewujudkan kebaikan bersama. Jika tindakan profesional ini diterapkan dalam berbagai sisi kehidupan, maka akan mampu menciptakan iklim negara yang sejahtera.


Memiliki sikap profesional dalam berbagai hal sangat penting bagi setiap orang. Sekalipun menerapkan profesionalisme bukanlah hal yang mudah. Namun, akan dapat terwujud jika dimulai dari hal kecil dan dari diri sendiri. Dengan memulai dari diri sendiri, diharapkan sikap dan tindak profesional tersebut akan diikuti oleh orang lain.

 

 

REFERENSI :

  1. Anonim. (2003). Gerakan Nasional Garuda Emas. Jakarta: KONI Pusat.
  2. Arifin Abdulrachman. (1973). Kerangka Pokok-Pokok Manajemen Umum. Jakarta: PT. Ikhtiar Baru.
  3. Bambang Tri Cahyono.(1995). Pengadaan Sumberdaya Manusia. Jakarta: IWAPI.
  4. Beveridge D. (1989. Tantangan Berprestasi.  Jakarta: Banapura Aksara.
  5. Dirjen Olahraga Depdiknas. (2002). Pedoman Mekanisme Koordinasi Pembinaan Olahraga, Kesegaran Jasmani dan Kelembagaan Olahraga. Jakarta:Ditjen Olahraga.
  6. Dornan J. dan Maxwell J.C. (1998). Strategi Menuju Sukses.  Jakarta: Network Twenty One.
  7. Hesselbein F. Goldsmith M. dan Beckhard R. (1997). The Leader of The Future. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
  8. Imai M,  Gamba Kaizen. (1998). Pendekatan Akal Sehat, Berbiaya Rendah pada Manajemen, Jakarta: Yayasan Toyota.
  9. ISORI. (2003). Menata Ulang Bangunan Sistem Keolahragaan Nasional. Jakarta: PP. ISORI.
  10. James A. Fitzsimmons, Mona J. Fitzsimmons. (1994). Service Management for Competitive Advantage. Singapore: Mc Graw-Hill, Inc.
  11. Kantor Menpora. (1997). Visi 2020 Olahraga Indonesia.  Jakarta: Menpora.\
  12. Komaludin. (1989). Manajemen. Jakarta: Depdikbud-Dirjen Dikti.
  13. KONI. (1999). Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Jakarta:  KONI Pusat
  14. Kotter J.P. (1997). Leading Change.  Jakarta: PT. Sun.
  15. Kouzes J.M., dan Posner B-2. (1997).  Kredibilitas. Jakarta: Profesional Books.
  16. Malayu S.P. Hasibuan. (1999). Organisasi dan Motivasi. Jakarta: Bumi Aksara.
  17. Morrisey G.L.  (2002).  Pemikiran Strategis. Jakarta: Prenhallindo.
  18. Prajudi Atmosudirdjo. (1978). Dasar-Dasar Ilmu Administrasi. Jakarta: Seri Pustaka Ilmu.
  19. Rusli Luthan. (2003). Olahraga, Kebijakan dan Politik, Jakarta: KONI dan Dirjen Olahraga.
  20. Salusu. (2000). Pengambilan Keputusan Stratejik. Jakarta: Grasindo.\
  21. Sondang P. Siagian. (1992). Fungsi-Fungsi Manajerial. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
  22. Stoner J.A. (1986). Manajemen. Jakarta: Erlangga.
  23. Sunarto dan Sahedhy Noor R. (2001). Manajemen Sumberdaya Manusia. Yogyakarta: BPFE-UST.
  24. Terry G.R. (1986). Principle of Management. Illinois Richard : D. Irwin, Inc. Homewood.
  25. The Liang Gie. (1978). Pengertian, Kedudukan, dan Perincian Ilmu Administrasi. Yogyakarta: Karya Kencana.


Sumber Lainnya :

https://docplayer.info/44902132-Profesional-pelatih-cabang-olahraga-yang-berkarakter-untuk-mencapai-prestasi-maksimal-endang-rini-sukamti-m-s-abstrak.html





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KEPEMIMPINAN & PENGAMBILAN KEPUTUSAN

KEPEMIMPINAN & PENGAMBILAN KEPUTUSAN Oleh : Eko Yulianto, ST, MM, MSD (NIDN 0325077407) A. Pendahuluan Pengelolaan suatu bisnis, baik it...