Rabu, 14 Desember 2016

MANAJEMEN OPERASIONAL - PERENCANAAN KEBUTUHAN BAHAN DAN MANUFAKTUR JUST IN TIME


Proses industri harus dipandang sebagai suatu perbaikan terus menerus (continous inmprovement), yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide-ide untuk menghasilkan suatu produk, pengembangan produk, proses produksi, sampai distribusi kepada konsumen. Seterusnya, berdasarkan informasi sebagai umpan balik yang dikumpulkan dari pengguna produk (pelanggan) itu kita dapat mengembangkan ide-ide untuk menciptakan produk baru atau memperbaiki produk lama beserta proses produksi yang ada saat ini. Pengembangan suatu industri manufacturing memerlukan perbaikan reformasi bisnis modern yang mencakup keseluruhan sistem industri dari kedatangan material sampai distribusi kepada konsumen dan desain ulang produk untuk masa mendatang. Sistem manajemen industri tradisional memperlakukan departemen pemasaran sebagai departemen yang bertugas sekedar menjual produk dan mengelola administrasi penjualan. Kondisi ini diperparah lagi dengan departemen Production Planning and Inventory Control (PPIC) yang berfungsi sekedar untuk menyetujui dan mengeluarkan pesanan produksi, tanpa berpesan penting dalam peningkatan efisiensi, kualitas, daya saing dan lain-lainya, sehingga tampak adanya kesenjangan komunikasi yang bertanggung jawab memberikan informasi yang berkaitan dengan kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu perusahaan menerapkan strategi sistem perencanaan dan pengendalian manufacturing untuk menghindari masalah yang mungkin terjadi pada proses manufaktur nanti. Strategi-strategi yang digunakan oleh perusahaan untuk melakukan continous improvement antara lain MRP, MRP II, ERP, Just In Time maupun TOC.

                               I.       Definisi MRP
MRP (Material Requirement Planning)
Material Requirement Planning (MRP) merupakan suatu teknik atau prosedur logis untuk menterjemahkan Jadwal Produksi Induk (JPI) dari barang jadi atau end item menjadi kebutuhan bersih untuk beberapa komponen yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan JPI. MRP ini digunakan untuk menentukan jumlah dari kebutuhan material untuk mendukung Jadwal Produksi Induk dan kapan kebutuhan material tersebut dijadwalkan. (Orlicky,et al., 1994).

Material Requirement Planning (MRP) merupakan sistem informasi berbasis komputer yang didisain untuk memesan dan menjadwalkan permintaan (raw material, komponen dan sub assemblies) dengan cara yang terkoordinasi.(Oden,et al., 1998)

Material Requirement Planning (MRP) merupakan aktivitas perencanaan material untuk Seluruh komponen dan raw material (bahan baku) yang dibutuhkan sesuai dengan Jadwal Produksi Induk (JPI) yang sama halnya dengan demand / permintaan per komponen (John A. White, et al., 1987).

Perencanaan MRP ini mencakup semua kebutuhan akan semua komponen MRP yaitu kebutuhan material, dimana terdapat dua fungsi dengan diterapkannya MRP yaitu Pengendalian persediaan dan Penjadualan produksi. Sedangkan tujuan dari MRP itu sendiri adalah untuk menentukan kebutuhan sekaligus untuk mendukung jadwal produksi induk, mengendalikan persediaan, menjadwalkan produksi, menjaga jadwal valid dan up-to date, serta secara khusus berguna dalam lingkungan manufaktur yang kompleks dan tidak pasti.

Input untuk MRP
1.      Master production schedule (MPS)
MPS adalah pembuatan jadwal secara terperinci tentang material atau komponen yang harus tersedia untuk membuat suatu produk.
2.      BOM (Bill Of Material), adalah sebuah daftar jumlah komponen, campuran bahan, dan bahan baku yang diperlukan untuk membuat suatu produk.
3.      Ketersediaan Persediaan. Berbagai pengetahuan mengenai apa yang ada dalam persediaan merupakan hasil dari manajemen persediaan yang baik,
4.      Order pembelian yang sudah jatuh waktu. Pada saat pesanan pembelian dibuat, catatan mengenai pesanan-pesanan itu dan tanggal pengiriman terjadwal harus tersedia di bagian produksi sehingga pelaksanaan MRP dapat efektif.
5.      Lead times, berapa lama waktu untuk mendapatkan komponen.

Pada metode MRP terdapat beberapa hal yang mendasar, yaitu :
1.      Permintaan material bersifat tergantung (dependent)
2.      Filosofi pemesanan sesuai permintaan
3.      Ramalan/perkiraan berdasarkan Master Prouction Schedule
4.      Konsep pengawasan meliputi semua item
5.      Lot sizing bersifat beragam
6.      Memenuhi kebutuhan produksi
7.      Tipe persediaan adalah bahan mentah atau setengah jadi

Keuntungan MRP
1. Investasi persediaan dapat ditekan serendah mungkin
2. Perencanaan dapat dilakukan secara detail dan dapat berubah sesuai keadaan
3. Penyediaan data untuk masa mendatang dengan basis tiap item
4. Pengontrolan persediaan dapat dilakukan setiap saat
5. Jumlah pemesanan berdasarkan kebutuhan
6. Fokus pada waktu kebutuhan material

Sejarah : Ollie Wight memperkenalkan satu nama, Manufacturing Resources Planning (MRP II) melalui buku The Executive Guide to Successful MRP II (1982). MenurutWight, generasi baru dari MRP akan memberikan informasi yang berkaitan dengan hal-hal yang dinamakan sebagai Manufacturing Equation berupa:
·         What are we going to make ?
·         What does it takes to make it ?
·         What do we have ?
·         What do we have to get ?

MRP II sendiri adalah hasil evalusi dari material requirement planning (MRP) yang berkembang sebelumnya. Dari MRP – Material Requirement Planning menjadi MRP II – Manufacturing Resource Planning. MRP II memungkinkan terjadinya kemajuan yang sangat besar dalam manajemen proses-proses manufakturing.

Filosofi: MRP II (Manufacturing Resources Planning) merupakan sistem informasi terintegrasi yang menyediakan data di antara berbagai aktivitas produksi dan area fungsional lainnya dari bisnis secara keseluruhan. Sistem MRP II merupakan sistem yang mengintegrasikan semua aspek perusahaan manufaktur, dari bussines planning pada level eksekutif sampai perencanaan dan pengendalian yang sangat detail pada level managerial seperti eksekusi lantai pabrik dan purchasing.

Tujuan Material Requirement Planning (MRP)
Tujuan Sistim MRP adalah untuk mengendalikan tingkat inventori, menentukan prioritas item, dan merencanakan kapasitas yang akan dibebankan pada sistim produksi. Secara umum tujuan pengelolaan inventori dengan menggunakan sistim MRP tidak berbeda dengan sistim lain yakni :
1)      Memperbaiki layanan kepada pelanggan,
2)      Meminimisasi investasi pada inventori, dan
3)      Memaksimisasi efisiensi operasi

Filosofi MRP adalah “menyediakan” komponen, material yang diperlukan pada jumlah, waktu dan tempat yang tepat.

Keunggulan dan Kelemahan Material Requirement Planning (MRP) 
Keunggulan MRP diantaranya:
1)      Memberikan kemampuan untuk menciptakan harga yang lebih kompetitif,
2)      Mengurangi harga jual,
3)      mengurangi persediaan,
4)      Layanan yang lebih baik kepada pelanggan,
5)      Respon yang lebih baik terhadap tuntutan pasar,
6)      Kemampuan mengubah skedul master,
7)      Mengurangi biaya set-up, dan waktu nganggur (idle time)

Sedang kelemahan yang pokok adalah menyangkut kegagalan MRP mencapai tujuan yang disebabkan oleh :
1)      Kurangnya komitmen dari manajemen puncak dalam pengimplementasian MRP,
2)      MRP dipandang sebagai sesuatu yang terpisah dari sistim lain, lebih dipandang sebagai sistim yang berdiri sendiri  dalam menjalankan operasi perusahaan daripada sebagai suatu sistim yang terkait dengan sistim lain dalam perusahaan atau suatu bagian dari keseluruhan sistim perusahaan,
3)      Mencoba menggabungkan MRP dengan JIT tanpa memahami betul karakteristik kedua pendekatan tersebut,
4)      Membutuhkan akurasi operasi,
5)      Kesulitan dalam membuat skedul terinci.

Karakteristik manufaktur yang cocok: Job shop dan flowshop (make to order dan small batch flow process)

Alat/tool yang dipakai:
Meliputi :
§  Bussines forcasting
§  Product & sales Planning
§  Production Planning
§  Rencana Kebutuhan Sumber ( Resources Requirment Planning )
§  Financial Planning
§  Distribution Requirment Planning ( DRP )
§  Demand Management
§  Master Production Schedule ( MPS )
§  Rough Cut Capacity Planning ( RCCP )
§  Material Requirment Planning ( MRP )

                             II.       Elemem MRP
Tujuan MRP adalah menentukan kebutuhan dan jadwal untuk pembuatan komponen-komponen sub asembling atau pembelian material untuk memenuhi kebutuhan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh MPS. Jadi MRP menggunakan MPS untuk memproyeksi kebutuhan akan jenis-jenis komponen (component parts).

Elemen-elemen MRP meliputi
1.      Penjadwalan Induk (Master scheduling) Bertujuan untuk menentukan output fungsi operasi. 
2.      Bagan Bahan (Bill of Material) Bahan-bahan apa saja dan berapa komposisi untuk suatu produk.  
3.      Catatan Persediaan (Inventory Record) Catatan dari akumulasi transaksi sediaan yang terjadi di perusahaan atau pabrik.  
4.      Perencanaan Kapasitas (Capacity Planning) Suatu cara membuat perencanaan kapasitas, yaitu :
a.    Rough Cut Capacity Planning, perencanaan kapasitas pemotongan kasar yang lebih sedikit melakukan kalkulasi.
b.    Shop Loading, perencanaan yang lebih akurat dari pada Rough Cut Capacity Planning.
5.      Pembelian (Purchasing) Diperluas fungsinya tidak hanya sekedar membeli, tetapi termasuk juga membangun kepercayaan pemasok.  
6.      Pengendalian Pengelola Bengkel (Shop-floor Control) Bertugas untuk mengendalikan aliran bahan dengan memperhatikan lead time yang ada. Jangan sampai terjadi penumpukan akibat tidak lancarnya aliran bahan.

                          III.       Pengoperasian sistem MRP dan Manfaat MRP
Ada empat tahap dalam proses perencanaan kebutuhan material, tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Netting (Perhitungan kebutuhan bersih)
Netting adalah proses perhitungan kebutuhan bersih yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor denagan keadaan persediaan.
2.      Lotting (Penentuan ukuran pemesanan)
Lotting adalah menentukan besarnya pesanan setiap individu berdasarkan pada hasil perhitungan netting.
3.      Offsetting (Penetapan besarnya waktu ancang-ancang)
Offsetting bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melaksanakan rencana pemesanan dalam memenuhi kebutuhan bersih yang diinginkan lead time.
4.      Exploding (Perhitungan selanjutnya untuk level di bawahnya)
Exploding adalah proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat level dibawahnya, berdasarkan pada rencana pemesanan.

Dengan MRP ini, kita akan mendapatkan informasi mengenai :
1.      Bahan dan komponen apa saja yang akan dipesan serta berapa banyak yang diperlukan.
2.      Kapan waktu komponen tersebut akan dipesan.
3.      Apakah komponen tersebut pemesanannya dipercepat, diperlambat atau dibatalkan.

Secara garis besar, out put MRP ini dibagi dalam tiga bagian, yaitu :
1.    MRP Primary Report (Laporan Utama)
Primary Report atau yang biasa dikenal dengan MRP Report, nerupakan format laporan yang terdiri dari dua bentuk, yaitu format horizontal (dalam harian dan mingguan) dan format vertikal (dengan waktu dalam setiap harinya).
2.    Action Report (Laporan Kegiatan)
Output ini biasa disebut dengan MRP Expection Report (laporan pengecualian), perencanaan MRP memfokuskan perhatian langsung terhadap kebutuhan item dan keputusan selama melakukan kegiatannya.
3.    MRP Pegging Report (Laporan Penetapan MRP)
Output ini akan menyediakan sumber dari kebutuhan pada level tertinggi selanjutnya dalam Bill of material, seperti tiap pesanan perusahaan yang dikeluarkan dari item pada setiap kebutuhan kotor.

                          IV.       Filosofi Just In Time
JUST IN TIME (JIT) - Merupakan falsafah pemecahan masalah yang berkelanjutan dan memang harus dihadapi yang dapat menyebabkan sesuatu terbuang percuma. Karena banyak manfaat dari JIT maka konsep ini sangat penting untuk dipelajari.

JIT adalah suatu filosofi yang dikembangkan oleh Taiichi Ohno yang diterapkan dalam sistem produksi Toyota Motor Company di Jepang yang menekankan pemborosan dan segala sesuatu yang tidak memberi nilai tambah dengan menyediakan sumber daya pada tempat dan waktu yang tepat. Filosofi meliputi suatu penekanan atas pengurangan biaya setup, small lotsizes, sistem tarik, level produksi, dan penghapusan waste. JIT adalah suatu filosofi manajemen yang bekerja keras untuk menghapuskan barang sisa pabrikasi dengan melakukan produksi pada tempat dan waktu yang tepat. Barang sisa diakibatkan oleh manapun aktivitas yang menambahkan biaya tanpa menambahkan nilai, seperti perpindahan dan menyimpan. Sistem JIT ini akan mengakibatkan persediaan lebih sedikit, jumlah pekerja lebih sedikit, dan biaya produksi yang lebih rendah serta produk dapat diserahkan ke pelanggan tepat waktu. Terdapat tiga prinsip utama just in time dalam pengendalian kualitas, yaitu output yang bebas cacat adalah lebih penting daripada output itu sendiri, segala kesalahan dan kerusakan dapat dicegah, dan tindakan pencegahan adalah lebih murah daripada pekerjaan mengulang.

Roger G. Schroeder, mendefinisikan tujuan sistem just in time adalah memperbaiki laba dan hasil investasi melalui pengurangan biaya, penurunan sediaan, dan perbaikan mutu. Sarana untuk mencapai tujuan ini adalah menghilangkan pemborosan dan melibatkan para pekerja di dalam proses produksi

Filosofi : JIT merupakan filosofi pemanufakturan yang memiliki impilkasi penting dalam manajemen biaya. Ide dasar JIT sangat sederhana, yaitu produksi hanya apabila ada permintaan (pull system) atau dengan kata lain hanya memproduksi sesuatu yang diminta dan hanya sebesar kuatitas yang diminta. Konsep just in time adalah suatu   konsep di mana bahan baku yang digunakan untuk aktifitas produksi didatangkan dari pemasok atau suplier tepat pada waktu bahan itu dibutuhkan oleh proses produksi, sehingga akan sangat menghemat bahkan meniadakan biaya persediaan barang / penyimpanan barang / stocking cost.

Tujuan : Tujuan utama dari sistem produksi JIT adalah meningkatkan laba dan Return On Invesment (ROI). Perusahaan yang menggunakan produksi JIT dapat meningkatkan efisiensi dalam bidang : Lead time (waktu tunggu) pemanufakturan; Persediaan bahan, barang dalam proses, dan produk selesai; Waktu perpindahan; Tenaga kerja langsung dan tidak langsung; Ruangan pabrik; Biaya mutu; Pembelian bahan.

Tujuan strategis JIT adalah :
1.      Meningkatkan laba
2.      Memperbaiki posisi persaingan perusahaan.

Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara :
1.      Mengeliminasi atau mengurangi persediaan
2.      Meningkatkan mutu
3.      Mengendalikan aktivitas supaya biaya rendah  (sehingga memungkinkan harga jual rendah dan laba meningkat)
4.      Memperbaiki kinerja pengiriman.

Karakteristik manufaktur yang cocok: Manufaktur yang berbentuk sel-sel, sistem tarik, tenaga kerja yang terinterdisipliner, dan aktivitas jasa yang terdesentralisasi adalah karakteristik utama JIT.

Alat/tool yang dipakai
§  Tool yang digunakan pada sistem JIT diantaranya yaitu Kanban. Kanban dalam bahasa Jepang berarti “visual record or signal”. Sistem produksi JIT menggunakan aliran informasi berupa Kanban yang berbentuk kartu atau peralatan lainnya seperti bendera, lampu, dan lainlain. Sistem Kanban adalah suatu sistem informasi yang secara harmonis mengendalikan “produksi produk yang diperlukan dalam jumlah yang diperlukan pada waktu yang diperlukan” dalam tiap proses manufakturing dan juga diantara perusahaan.
§  5S adalah singkatan kata yang berasal dari bahasa Jepang yaitu Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke. Dalam bahasa Indonesia diterjemahan sebagai Pemilahan Penataan, Pembersihan, Pemantapan, dan Pembiasaan.  5S merupakan Management Good House Keeping artinya mengelola tempat kerja untuk menghilangkan pemborosan dengan mengutamakan perilaku positif dari setiap individu di tempat kerja.
§  Kaizen = continous improvement yaitu perbaikan terus menerus. Konsep Kaizen merupakan payung bagi semua manajement practices yang berkembang seperti TQC, ZD, JIT dll.

Pengertian Just In Time (JIT) / Definisi dan Konsep JIT
JIT (just-in-time) adalah suatu sistem yang memusatkan pada eliminasi aktivitas pemborosan dengan cara memproduksi produk sesuai dengan permintaan konsumen dan hanya membeli bahan sesuai dengan kebutuhan produksi.

JIT pemanufakturan didasarkan pada konsep :
1.      Hanya memproduksi produk sejumlah yang diminta oleh konsumen (tepat  kuantitas)
2.      Memproduksi produk bermutu tinggi
3.      Memproduksi produk berbiaya rendah
4.      Memproduksi produk berdaur waktu yang tepat
5.      Mengirimkan produk pada konsumen tepat waktu

JIT pembelian  didasarkan pada konsep :
1.     Hanya membeli sejumlah barang yang diperlukan untuk produksi
2.     Membeli barang bermutu tinggi
3.     Membeli barang berharga murah
4.     Pengiriman barang yang dibeli tepat waktu

JIT mempunyai empat aspek pokok yaitu sebagai berikut :
1.      Semua aktivitas yang tidak bernilai tambah terhadap produk atau kepuasan konsumen harus dieliminasi
2.      Adanya komitmen untuk selalu meningkatkan mutu menjadi lebih tinggi
3.      Selalu diupayakan penyempurnaan berkesinambungan
4.      Menekankan pada penyederhanaan aktivitas dan peningkatan pemahaman terhadap aktivitas

Yang dilakukan dalam JIT adalah pengurangan kesia-siaan dan pengurangan variabilitas.

1.      Pengurangan Kesia-siaan
Kesia-siaan dalam proses produksi barang maupun jasa adalah pemberian penjelasan mengenai sesuatu yang tidak menambah nilai produk, baik yang disimpan, diperiksa, terlambah diproduksi, mengantre maupun yang rusak. Lebih jauh lagi, setiap kegiatan yang menurut konsumen tidak menambah nilai produk merupakan suatu kesia-siaan. JIT mempercepat proses produksi sehingga memungkinkan penghantaran produk kepada konsumen lebih cepat dan persediaan dalam prosespun menurun jumlahnya, sehingga memungkinkan pemanfaatan yang lebih produktif pada asset yang sebelumnya disimpan dalam persediaan.

2.      Pengurangan Variabilitas
Menurut konsep JIT, untuk menjalankan pergerakan bahan baku maka manajer mengurangi variabilitas yang disebabkan factor internal maupun eksternal.Variabilitas adalah setiap penyimpangan dari proses optimal yang mengantarkan produk sempurna tepat waktu setiap saat.Semakin kecil variabilitas semakin kecil pula kesia-siaan yang terjadi. Kebanyakan, terjadinya variabilitas timbul karena perusahaan mentolerir kesia-siaan, atau karena manajemen yang jelek, yang diantaranya dapat dirinci sebagai berikut :
1)      Karyawan, fasilitas dan pemasok memproduksi unit-unit produk yang tidak sesuai dengan standar, terlambat atau jumlah tidak sesuai.
2)      Engineering drawing atau spesifikasi tidak akurat.
3)      Bagian produksi mencoba memproduksi sebelum spesifikasi lengkap.
4)      Permintaan konsumen tidak diketahui.

Walaupun ada beberapa penyebab variabilitas, seringkali variabilitas tidak terlihat karena persediaan menyembunyikan masalah. Oleh karena itu konsep JIT diperlukan.

Oleh karena itu konsep yang mendasari JIT adalah system “tarik” yaitu memproduksi satu unit lalu ditarik ke tempat yang memerlukannya pada saat diperlukan.

Banyak perusahaan masih menggerakkan bahan baku melalui fasilitas dengan cara “dorong” yaitu pesanan ditumpuk di departemen pemrosesan agar dapat dikerjakan pada setiap ada kesempatan. Jadi bahan baku didorong ke stasiun kerja hulu tanpa memandang persediaan sumber daya. Sistem tarik dan dorong merupakan antitesis dari konsep JIT.

Faktor Kunci Sukses Dalam Just In Time
Dengan memperhatikan ilustrasi berupa penjelasan konsep JIT menunjang tercapainya Keunggulan kompetitif maka dapat disimpulkan bahwa ada tujuh factor kesuksesan JIT yaitu :

1.      Suppliers
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah: Kedatangan material dan produk akhir termasuk kesia-siaan, Pembeli dan pemasok membentuk kemitraan, Kemitraan JIT mengeliminir (Kegiatan yang tidak penting, Persediaan dalam perjalanan, Pemasok yang jelek)

2.      Layout
Tata letak memungkinkan pengurangan kesia-siaan yang lain, yaitu pergerakan. Misalnya pergerakan bahan baku maupun manusia menjadi fleksibel. JIT mempersyaratkan: a. Sel kerja untuk product family. b. Pergerakan atau perubahan mesin. c. Jarak yang pendek. d. Tempat yang kecil untuk persediaan. e. Pengiriman langsung ke area kerja.

3.      Inventory
Persediaan dalam system produksi dan distribusi sering dadakan untuk berjaga-jaga. Tehnik persediaan yang efektif memerlukan Just In Time bukan Just In Case. Persediaan Just In Time merupakan persediaan minimal yang diperlukan untuk mempertahankan operasi system yang sempurna yaitu jumlah yang tepat tiba pada saat yang diperlukan bukan sebelum atau sesudah.

4.      Schedulling
Jadwal yang efektif dikomunikasikan di dalam organisasi dan kepada pemasok, maka akan sangat mendukung penerapan JIT. Penjadwalan yang lebih baik juga meningkatkan kemampuan untuk memenuhi pesanan konsumen., menurunkan persediaan dan mengurangi barang dalam proses. JIT mensyaratkan: a. Mengkomunikasikan penjadwakan kepada supplier. b. Jadwal bertingkat. c. Menekankan bagian dari skedul paling dekat dengan jatuh tempo. d. lot kecil. e. Tehnik Kanban.

5.      Preventive Maintenance
Pemeliharaan dilakukan dalam rangka untuk menjaga hal-hal yang diinginkan supaya tidak terjadi atau tindakan pencegahan. Misalnya dengan cara pemeliharaan rutin pada fasilitas yang digunaka, maupun pelatihan karyawan secara terus-menerus agar dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.

                            V.       Elemen JIT dan Sistem Kanban
Elemen-elemen Kunci JIT
1.      Tingkat persediaan yang minimal
Sistem JIT memotong biaya dengan mengurangi :
§  Ruang yang dibutuhkan untuk penyimpanan bahan baku
§  Jumlah penanganan bahan baku
§  Jumlah persediaan yang usang.

2.      Pembenahan Tata Letak Pabrik
1)      Arus Lini
Jalur fisik yang dilewati oleh sebuah produk pada saat bergerak melalui proses pabrikasi dari penerimaan bahan baku sampai ke pengiriman barang jadi.
2)      Pengurangan Setup Time
Masa pengesetan mesin (setup time) adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengubah perlengkapan, memindahkan bahan baku, dan mendapatkan formulir terkait dan bergerak cepat untuk mengakomodasikan produk unsure yang berbeda.

3.      Kendali Mutu Terpadu (Total Quality Control)
TQC berarti bahwa perusahaan tidak akan memperbolehkan penerimaan penerimaan komponen dan bahan baku yang cacat dari para pemasok, pada BDp maupun pada barang jadi.
4.      Tenaga kerja yang fleksibel

Kanban  adalah kata dalam bahasa Jepang yang berarti kartu. Dalam usaha mereka untuk mengurangi persediaan, orang Jepang menggunakan sistem yang “menarik” persediaan di seluruh pusat kerja. Mereka sering menggunakan istilah “kartu” untuk memberikan isyarat akan kebutuhan kontainer material berikutnya – maka di sebut kanbanKartu menjadi otorisasi baagi kontainer material berikutnya untuk diproduksi. Secara khas, terdapat isyarat kanban untuk setiap kontainer yang akan di dapatkan. Sebuah pesanan kontainer diaktifkan oleh setiap kanban dan ”ditarik” dari departemen yang memproduksi atau pemasok. Sebuah urutan kanban ”menarik” material di sepanjang pabrik.

Sistem telah dimodifikasi dalam banyak fasilitas, sedemikian rupa sehingga meskipun disebut sebagai kanban, kartu itu sendiri tidak ada. Dalam beberapa hal, sebuah posisi kosong di atas lantai merupakan indikasi yang cukup bahwa kontainer berikutnya diperlukan. Dalam kasus lain, beberapa macam isyarat, seperti bendera atau kain lap memberikan tanda siaga bahwa ini merupakan waktu untuk kontainer berikutnya.

Beberapa tambahan mengenai kanban yang dapat berguna:
1)        Ketika pemakai dan produsen tidak berada dalam kontak visual, sebuah kartu mungkin dapat digunakan; cara yang lain, sebuah cahaya atau bendera atau tanda kosong di lantai mungkin cukup memadai.
2)        Karena sebuah stasiun  tarik mungkin memerlukan beberapa komponen yang perlu di pasok ulang, beberapa teknik kanban tarik dapat digunakan untuk produk yang berbeda pada stasiun tarik yang sama.
3)        Pada umumnya, setiap kartu mengendalikan sejumlah tertentu atau komponen yang spesifik, walaupun berbagai sistem karti digunakan jika sel kerja produksi menghasilkan beberapa komponen atau jika ukuran lot berbeda dengan ukuran yang dipindahkan.
4)        Dalam sebuah sistem MRP jadwal dapat dilihat sebagai perintah yang ”dibuat” dan kanban sebagai jenis sistem ”tarik” yang memlai produksi yang sebenarnya.
5)        Kartu Kanban menyediakan sebuah pengendalian langsung (batas) dari jumlah barang setengah jadi di antara sel.
6)        Jika terdapat kawasan penumpukan barang yang berdekatan, maka sebuah siste, dua-kartu dapat digunakan - sebuah kartu beredar di antara kawasan penumpukan barang dan area produksi.

Menentukan Jumlah Kartu Kanban atau Kontainer banyaknya kartu kanban, atau kontainer, dalam sebuah sistem JIT menentukan jumlah persediaan yang diperintahkan. Untuk menentukan banyaknya kontainer yang mundur dan maju di antara area penggunaandan area priduksi, pertama-tama pihak manajemen menentukan ukuran dari setiap kontainer. Hal ini dilaksanakan dengan cara menghitung ukuran lot, menggunakan sebuah model seperti model kuantitas pesanan produksi. Pengaturan banyaknya kontainer yang melibatkan pengetahuan (1)lead time yang diperlukan untuk menghasilkan suatu kontainer komponen dan (2) jumlah persediaan pengaman yang diperlukan untuk menjaga ketidakpastian atau variabilitas dalam sistem tersebut. Banyaknya kartu kanban dihitung sebagai berikut :



                                                Permintaan selama lead time + Persediaan pengaman
   Jumlah Kanban (container) =                                  Ukuran kontainer


Kelebihan Kanban Kontainer biasanya sangat kecil, pada senilai beberapa jam produksi. Sistem yang demikian memerlukan jadwal yang ketat. Jumlah kecil harus diproduksi beberapa kali dalam sehari. Proses harus berjalan lancar dengan variabilitas kecil dalam kualitas lead time karena setiap kekurangan akan berdampak secara langsung pada sistem secara keseluruhan. Kanban memberikan penekanan tambahan untuk memenuhi jadwal, mengurangi biaya dan waktu yang diperlukan oleh setup, dan penanganan material yang hemat.

Di antara aspek yang tidak baik adalah kualitas buruk, keusangan, kerusakan, ruang yang penuh, aset yang mengikat, asuransi yang meningkat, penanganan material yang meningkat, dan kecelakaan yang terus meningkat. Sistem kanban menekan semua hal negatif pada persediaan.

Sistem kanban di pabrik sering menggunakan kontainer standar dan bisa digunakan kembali untuk melindungi sejumlah tertentu yang akan dipindahkan . kontainer seperti ini juga diperbolehkan dalam rantai pasokan. Kontainer yang distandarisasi mengurangi beban dan biaya penjualan, menghasilkan lebih sedikit ruang yang terbuang dalam kereta gandeng dan memerlukan lebih sedikit tenaga kerja untuk mengemas, membongkar, dan menyiapkan item.


REFERENSI :
1.      Bunawan, Pengantar Manajemen Operasi : Seri Diktat Kuliah, Gunadarma, Jakarta, Edisi Terbaru
2.      Eddy Herjanto, Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Kedua, Grasindo, Jakarta, atau Edisi terbaru
3.      T. Hani Handoko, Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi, BPFE, Yogyakarta, Edisi terbaru
4.      Sofyan Assauri, Manajemen Produksi dan Operasi, LP FEUI, Jakarta, Edisi terbaru
5.      Pangestu Subagyo, Manajemen Operasi, BPFE, Yogyakarta, Edisi Terbaru
6.      Buku-buku Manajemen Opersional lain yang berkaitan ( Diusahakan terbitan terbaru )

Sumber Lain :
https://mutiamanarisa.wordpress.com/2011/07/06/apa-perbedaan-jit-toc-mrp-ii-dan-sp3-berbasis-proyek/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KEPEMIMPINAN & PENGAMBILAN KEPUTUSAN

KEPEMIMPINAN & PENGAMBILAN KEPUTUSAN Oleh : Eko Yulianto, ST, MM, MSD (NIDN 0325077407) A. Pendahuluan Pengelolaan suatu bisnis, baik it...