Proses industri harus
dipandang sebagai suatu perbaikan terus menerus (continous inmprovement),
yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide-ide untuk menghasilkan suatu
produk, pengembangan produk, proses produksi, sampai distribusi kepada
konsumen. Seterusnya, berdasarkan informasi sebagai umpan balik yang
dikumpulkan dari pengguna produk (pelanggan) itu kita dapat mengembangkan
ide-ide untuk menciptakan produk baru atau memperbaiki produk lama beserta
proses produksi yang ada saat ini. Pengembangan suatu industri manufacturing memerlukan
perbaikan reformasi bisnis modern yang mencakup keseluruhan sistem industri
dari kedatangan material sampai distribusi kepada konsumen dan desain ulang
produk untuk masa mendatang. Sistem manajemen industri tradisional
memperlakukan departemen pemasaran sebagai departemen yang bertugas sekedar menjual
produk dan mengelola administrasi penjualan. Kondisi ini diperparah lagi dengan
departemen Production Planning and Inventory Control (PPIC) yang
berfungsi sekedar untuk menyetujui dan mengeluarkan pesanan produksi, tanpa
berpesan penting dalam peningkatan efisiensi, kualitas, daya saing dan
lain-lainya, sehingga tampak adanya kesenjangan komunikasi yang bertanggung
jawab memberikan informasi yang berkaitan dengan kebutuhan pelanggan. Oleh
karena itu perusahaan menerapkan strategi sistem perencanaan dan
pengendalian manufacturing untuk menghindari masalah yang
mungkin terjadi pada proses manufaktur nanti. Strategi-strategi yang digunakan
oleh perusahaan untuk melakukan continous improvement antara
lain MRP, MRP II, ERP, Just In Time maupun TOC.
I.
Definisi MRP
MRP (Material
Requirement Planning)
Material Requirement
Planning (MRP) merupakan
suatu teknik atau prosedur logis untuk menterjemahkan Jadwal Produksi Induk
(JPI) dari barang jadi atau end item menjadi kebutuhan bersih untuk beberapa
komponen yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan JPI. MRP ini digunakan untuk
menentukan jumlah dari kebutuhan material untuk mendukung Jadwal Produksi Induk
dan kapan kebutuhan material tersebut dijadwalkan. (Orlicky,et al., 1994).
Material Requirement
Planning (MRP) merupakan
sistem informasi berbasis komputer yang didisain untuk memesan dan menjadwalkan
permintaan (raw material, komponen dan sub assemblies) dengan cara yang
terkoordinasi.(Oden,et al., 1998)
Material Requirement
Planning (MRP) merupakan
aktivitas perencanaan material untuk Seluruh komponen dan raw material (bahan
baku) yang dibutuhkan sesuai dengan Jadwal Produksi Induk (JPI) yang sama
halnya dengan demand / permintaan per komponen (John A. White, et al., 1987).
Perencanaan MRP ini mencakup semua kebutuhan akan semua komponen MRP yaitu kebutuhan material, dimana terdapat dua fungsi dengan diterapkannya MRP yaitu Pengendalian persediaan dan Penjadualan produksi. Sedangkan tujuan dari MRP itu sendiri adalah untuk menentukan kebutuhan sekaligus untuk mendukung jadwal produksi induk, mengendalikan persediaan, menjadwalkan produksi, menjaga jadwal valid dan up-to date, serta secara khusus berguna dalam lingkungan manufaktur yang kompleks dan tidak pasti.
Input untuk MRP
1.
Master production schedule (MPS)
MPS adalah pembuatan
jadwal secara terperinci tentang material atau komponen yang harus tersedia
untuk membuat suatu produk.
2.
BOM (Bill Of Material), adalah sebuah daftar jumlah komponen, campuran
bahan, dan bahan baku yang diperlukan untuk membuat suatu produk.
3.
Ketersediaan Persediaan. Berbagai pengetahuan
mengenai apa yang ada dalam persediaan merupakan hasil dari manajemen
persediaan yang baik,
4.
Order pembelian yang sudah jatuh waktu. Pada saat pesanan pembelian dibuat,
catatan mengenai pesanan-pesanan itu dan tanggal pengiriman terjadwal harus
tersedia di bagian produksi sehingga pelaksanaan MRP dapat efektif.
5.
Lead times, berapa lama waktu untuk mendapatkan
komponen.
Pada metode MRP
terdapat beberapa hal yang mendasar, yaitu :
1.
Permintaan material bersifat tergantung (dependent)
2.
Filosofi pemesanan sesuai permintaan
3.
Ramalan/perkiraan berdasarkan Master
Prouction Schedule
4.
Konsep pengawasan meliputi semua item
5.
Lot sizing bersifat beragam
6.
Memenuhi kebutuhan produksi
7.
Tipe persediaan adalah bahan mentah atau setengah jadi
Keuntungan
MRP
1. Investasi persediaan dapat ditekan serendah mungkin
2. Perencanaan dapat dilakukan secara detail dan dapat berubah sesuai
keadaan
3. Penyediaan data untuk masa mendatang dengan basis tiap item
4. Pengontrolan persediaan dapat dilakukan setiap saat
5. Jumlah pemesanan berdasarkan kebutuhan
6. Fokus pada waktu kebutuhan material
Sejarah : Ollie
Wight memperkenalkan satu nama, Manufacturing Resources Planning (MRP II)
melalui buku The Executive Guide to Successful MRP II (1982). MenurutWight,
generasi baru dari MRP akan memberikan informasi yang berkaitan dengan hal-hal
yang dinamakan sebagai Manufacturing Equation berupa:
·
What are we going to make ?
·
What does it takes to make it ?
·
What do we have ?
·
What do we have to get ?
MRP II sendiri adalah
hasil evalusi dari material requirement planning (MRP) yang berkembang
sebelumnya. Dari MRP – Material Requirement Planning menjadi MRP II –
Manufacturing Resource Planning. MRP II memungkinkan terjadinya kemajuan yang
sangat besar dalam manajemen proses-proses manufakturing.
Filosofi: MRP II
(Manufacturing Resources Planning) merupakan sistem informasi terintegrasi yang
menyediakan data di antara berbagai aktivitas produksi dan area fungsional lainnya
dari bisnis secara keseluruhan. Sistem MRP II merupakan sistem yang
mengintegrasikan semua aspek perusahaan manufaktur, dari bussines planning pada
level eksekutif sampai perencanaan dan pengendalian yang sangat detail pada
level managerial seperti eksekusi lantai pabrik dan purchasing.
Tujuan Material
Requirement Planning (MRP)
Tujuan Sistim MRP
adalah untuk mengendalikan tingkat inventori, menentukan prioritas item, dan
merencanakan kapasitas yang akan dibebankan pada sistim produksi. Secara umum
tujuan pengelolaan inventori dengan menggunakan sistim MRP tidak berbeda dengan
sistim lain yakni :
1)
Memperbaiki
layanan kepada pelanggan,
2)
Meminimisasi
investasi pada inventori, dan
3)
Memaksimisasi
efisiensi operasi
Filosofi MRP adalah
“menyediakan” komponen, material yang diperlukan pada jumlah, waktu dan tempat
yang tepat.
Keunggulan dan
Kelemahan Material Requirement Planning (MRP)
Keunggulan MRP
diantaranya:
1)
Memberikan kemampuan untuk menciptakan harga yang lebih kompetitif,
2)
Mengurangi harga jual,
3)
mengurangi persediaan,
4)
Layanan yang lebih baik kepada pelanggan,
5)
Respon yang
lebih baik terhadap tuntutan pasar,
6)
Kemampuan
mengubah skedul master,
7)
Mengurangi
biaya set-up, dan waktu nganggur (idle time)
Sedang kelemahan yang pokok adalah menyangkut kegagalan MRP mencapai tujuan yang disebabkan oleh :
1)
Kurangnya
komitmen dari manajemen puncak dalam pengimplementasian MRP,
2)
MRP dipandang sebagai sesuatu yang terpisah dari sistim lain, lebih
dipandang sebagai sistim yang berdiri sendiri dalam menjalankan operasi
perusahaan daripada sebagai suatu sistim yang terkait dengan sistim lain dalam
perusahaan atau suatu bagian dari keseluruhan sistim perusahaan,
3)
Mencoba
menggabungkan MRP dengan JIT tanpa memahami betul karakteristik kedua
pendekatan tersebut,
4)
Membutuhkan
akurasi operasi,
5)
Kesulitan dalam
membuat skedul terinci.
Karakteristik
manufaktur yang cocok: Job shop dan flowshop (make to order dan small batch flow process)
Alat/tool yang dipakai:
Meliputi :
§ Bussines forcasting
§ Product & sales
Planning
§ Production Planning
§ Rencana Kebutuhan
Sumber ( Resources Requirment Planning )
§ Financial Planning
§ Distribution
Requirment Planning ( DRP )
§ Demand Management
§ Master Production
Schedule ( MPS )
§ Rough Cut Capacity
Planning ( RCCP )
§ Material Requirment
Planning ( MRP )
II.
Elemem MRP
Tujuan MRP adalah
menentukan kebutuhan dan jadwal untuk pembuatan komponen-komponen sub asembling
atau pembelian material untuk memenuhi kebutuhan yang telah ditetapkan
sebelumnya oleh MPS. Jadi MRP menggunakan MPS untuk memproyeksi kebutuhan
akan jenis-jenis komponen (component parts).
Elemen-elemen MRP
meliputi :
1.
Penjadwalan Induk (Master scheduling) Bertujuan untuk
menentukan output fungsi operasi.
2.
Bagan Bahan (Bill of Material) Bahan-bahan apa saja dan berapa
komposisi untuk suatu produk.
3.
Catatan Persediaan (Inventory Record) Catatan dari akumulasi
transaksi sediaan yang terjadi di perusahaan atau pabrik.
4.
Perencanaan Kapasitas (Capacity Planning) Suatu cara membuat
perencanaan kapasitas, yaitu :
a.
Rough Cut Capacity Planning, perencanaan kapasitas pemotongan kasar
yang lebih sedikit melakukan kalkulasi.
b.
Shop Loading, perencanaan
yang lebih akurat dari pada Rough Cut Capacity Planning.
5.
Pembelian (Purchasing) Diperluas fungsinya tidak hanya sekedar
membeli, tetapi termasuk juga membangun kepercayaan pemasok.
6.
Pengendalian Pengelola Bengkel (Shop-floor Control) Bertugas untuk
mengendalikan aliran bahan dengan memperhatikan lead time yang
ada. Jangan sampai terjadi penumpukan akibat tidak lancarnya aliran bahan.
III.
Pengoperasian sistem MRP dan
Manfaat MRP
Ada empat tahap dalam
proses perencanaan kebutuhan material, tahapan tersebut adalah sebagai berikut
:
1.
Netting (Perhitungan kebutuhan bersih)
Netting adalah proses
perhitungan kebutuhan bersih yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan
kotor denagan keadaan persediaan.
2.
Lotting (Penentuan ukuran pemesanan)
Lotting adalah menentukan
besarnya pesanan setiap individu berdasarkan pada hasil perhitungan netting.
3.
Offsetting (Penetapan besarnya waktu ancang-ancang)
Offsetting bertujuan untuk
menentukan saat yang tepat untuk melaksanakan rencana pemesanan dalam memenuhi
kebutuhan bersih yang diinginkan lead time.
4.
Exploding (Perhitungan selanjutnya untuk level di bawahnya)
Exploding adalah proses
perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat level dibawahnya, berdasarkan pada
rencana pemesanan.
Dengan MRP ini, kita akan mendapatkan informasi mengenai :
1.
Bahan dan komponen apa
saja yang akan dipesan serta berapa banyak yang diperlukan.
2.
Kapan waktu komponen
tersebut akan dipesan.
3.
Apakah komponen
tersebut pemesanannya dipercepat, diperlambat atau dibatalkan.
Secara garis besar, out put MRP ini dibagi dalam tiga
bagian, yaitu :
1. MRP Primary Report (Laporan Utama)
Primary Report atau yang biasa
dikenal dengan MRP Report, nerupakan format laporan yang terdiri dari dua
bentuk, yaitu format horizontal (dalam harian dan mingguan) dan format vertikal
(dengan waktu dalam setiap harinya).
2. Action Report (Laporan
Kegiatan)
Output ini biasa disebut
dengan MRP Expection Report (laporan pengecualian),
perencanaan MRP memfokuskan perhatian langsung terhadap kebutuhan item dan
keputusan selama melakukan kegiatannya.
3. MRP Pegging Report (Laporan Penetapan MRP)
Output ini akan menyediakan
sumber dari kebutuhan pada level tertinggi selanjutnya dalam Bill of
material, seperti tiap pesanan perusahaan yang dikeluarkan dari item pada
setiap kebutuhan kotor.
IV.
Filosofi Just In Time
JUST IN TIME (JIT) - Merupakan
falsafah pemecahan masalah yang berkelanjutan dan memang harus dihadapi yang
dapat menyebabkan sesuatu terbuang percuma. Karena
banyak manfaat dari JIT maka konsep ini sangat penting untuk dipelajari.
JIT adalah suatu
filosofi yang dikembangkan oleh Taiichi Ohno yang diterapkan dalam sistem
produksi Toyota Motor Company di Jepang yang menekankan pemborosan dan segala
sesuatu yang tidak memberi nilai tambah dengan menyediakan sumber daya pada
tempat dan waktu yang tepat. Filosofi meliputi suatu penekanan atas pengurangan
biaya setup, small lotsizes, sistem tarik, level produksi, dan
penghapusan waste. JIT adalah suatu filosofi manajemen yang bekerja keras untuk
menghapuskan barang sisa pabrikasi dengan melakukan produksi pada tempat dan
waktu yang tepat. Barang sisa diakibatkan oleh manapun aktivitas yang
menambahkan biaya tanpa menambahkan nilai, seperti perpindahan dan menyimpan.
Sistem JIT ini akan mengakibatkan persediaan lebih sedikit, jumlah pekerja
lebih sedikit, dan biaya produksi yang lebih rendah serta produk dapat
diserahkan ke pelanggan tepat waktu. Terdapat tiga prinsip utama just in time
dalam pengendalian kualitas, yaitu output yang bebas cacat adalah lebih penting
daripada output itu sendiri, segala kesalahan dan kerusakan dapat dicegah, dan
tindakan pencegahan adalah lebih murah daripada pekerjaan mengulang.
Roger G. Schroeder,
mendefinisikan tujuan sistem just in time adalah memperbaiki laba dan hasil
investasi melalui pengurangan biaya, penurunan sediaan, dan perbaikan mutu.
Sarana untuk mencapai tujuan ini adalah menghilangkan pemborosan dan melibatkan
para pekerja di dalam proses produksi
Filosofi : JIT merupakan
filosofi pemanufakturan yang memiliki impilkasi penting dalam manajemen biaya.
Ide dasar JIT sangat sederhana, yaitu produksi hanya apabila ada permintaan
(pull system) atau dengan kata lain hanya memproduksi sesuatu yang diminta dan
hanya sebesar kuatitas yang diminta. Konsep just in time adalah
suatu konsep di mana bahan baku yang digunakan untuk aktifitas
produksi didatangkan dari pemasok atau suplier tepat pada waktu bahan itu
dibutuhkan oleh proses produksi, sehingga akan sangat menghemat bahkan
meniadakan biaya persediaan barang / penyimpanan barang / stocking cost.
Tujuan : Tujuan utama
dari sistem produksi JIT adalah meningkatkan laba dan Return On Invesment
(ROI). Perusahaan yang menggunakan produksi JIT dapat meningkatkan efisiensi
dalam bidang : Lead time (waktu tunggu) pemanufakturan;
Persediaan bahan, barang dalam proses, dan produk selesai; Waktu perpindahan;
Tenaga kerja langsung dan tidak langsung; Ruangan pabrik; Biaya mutu; Pembelian
bahan.
Tujuan strategis JIT
adalah :
1.
Meningkatkan laba
2.
Memperbaiki posisi
persaingan perusahaan.
Tujuan tersebut dapat
dicapai dengan cara :
1.
Mengeliminasi atau
mengurangi persediaan
2.
Meningkatkan mutu
3.
Mengendalikan
aktivitas supaya biaya rendah (sehingga memungkinkan harga jual rendah
dan laba meningkat)
4.
Memperbaiki kinerja
pengiriman.
Karakteristik
manufaktur yang cocok: Manufaktur yang berbentuk sel-sel, sistem tarik, tenaga kerja yang
terinterdisipliner, dan aktivitas jasa yang terdesentralisasi adalah
karakteristik utama JIT.
Alat/tool yang dipakai
§ Tool yang digunakan
pada sistem JIT diantaranya yaitu Kanban. Kanban dalam bahasa Jepang berarti
“visual record or signal”. Sistem produksi JIT menggunakan aliran informasi
berupa Kanban yang berbentuk kartu atau peralatan lainnya seperti bendera,
lampu, dan lainlain. Sistem Kanban adalah suatu sistem informasi yang secara
harmonis mengendalikan “produksi produk yang diperlukan dalam jumlah yang
diperlukan pada waktu yang diperlukan” dalam tiap proses manufakturing dan juga
diantara perusahaan.
§ 5S adalah singkatan
kata yang berasal dari bahasa Jepang yaitu Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan
Shitsuke. Dalam bahasa Indonesia diterjemahan sebagai Pemilahan Penataan,
Pembersihan, Pemantapan, dan Pembiasaan. 5S merupakan Management
Good House Keeping artinya mengelola tempat kerja untuk menghilangkan
pemborosan dengan mengutamakan perilaku positif dari setiap individu di tempat
kerja.
§ Kaizen = continous
improvement yaitu perbaikan terus menerus. Konsep Kaizen merupakan
payung bagi semua manajement practices yang berkembang seperti TQC, ZD, JIT
dll.
Pengertian Just In
Time (JIT) / Definisi dan Konsep JIT
JIT (just-in-time) adalah
suatu sistem yang memusatkan pada eliminasi aktivitas pemborosan dengan cara memproduksi
produk sesuai dengan permintaan konsumen dan hanya membeli bahan sesuai dengan
kebutuhan produksi.
JIT pemanufakturan
didasarkan pada konsep :
1.
Hanya memproduksi
produk sejumlah yang diminta oleh konsumen (tepat kuantitas)
2.
Memproduksi produk bermutu
tinggi
3.
Memproduksi produk
berbiaya rendah
4.
Memproduksi produk
berdaur waktu yang tepat
5.
Mengirimkan produk
pada konsumen tepat waktu
JIT pembelian
didasarkan pada konsep :
1.
Hanya membeli sejumlah barang yang diperlukan untuk produksi
2.
Membeli barang bermutu tinggi
3.
Membeli barang berharga murah
4.
Pengiriman barang yang dibeli tepat waktu
JIT mempunyai empat
aspek pokok yaitu sebagai berikut :
1.
Semua aktivitas yang
tidak bernilai tambah terhadap produk atau kepuasan konsumen harus dieliminasi
2.
Adanya komitmen untuk
selalu meningkatkan mutu menjadi lebih tinggi
3.
Selalu diupayakan
penyempurnaan berkesinambungan
4.
Menekankan pada
penyederhanaan aktivitas dan peningkatan pemahaman terhadap aktivitas
Yang dilakukan dalam
JIT adalah pengurangan kesia-siaan dan pengurangan variabilitas.
1. Pengurangan Kesia-siaan
Kesia-siaan dalam
proses produksi barang maupun jasa adalah pemberian penjelasan mengenai sesuatu
yang tidak menambah nilai produk, baik yang disimpan, diperiksa, terlambah
diproduksi, mengantre maupun yang rusak. Lebih jauh lagi, setiap kegiatan yang
menurut konsumen tidak menambah nilai produk merupakan suatu kesia-siaan. JIT
mempercepat proses produksi sehingga memungkinkan penghantaran produk kepada
konsumen lebih cepat dan persediaan dalam prosespun menurun jumlahnya, sehingga
memungkinkan pemanfaatan yang lebih produktif pada asset yang sebelumnya
disimpan dalam persediaan.
2. Pengurangan Variabilitas
Menurut konsep JIT,
untuk menjalankan pergerakan bahan baku maka manajer mengurangi variabilitas
yang disebabkan factor internal maupun eksternal.Variabilitas adalah setiap
penyimpangan dari proses optimal yang mengantarkan produk sempurna tepat waktu
setiap saat.Semakin kecil variabilitas semakin kecil pula kesia-siaan yang terjadi.
Kebanyakan, terjadinya variabilitas timbul karena perusahaan mentolerir
kesia-siaan, atau karena manajemen yang jelek, yang diantaranya dapat dirinci
sebagai berikut :
1)
Karyawan, fasilitas dan pemasok memproduksi
unit-unit produk yang tidak sesuai dengan standar, terlambat atau jumlah tidak
sesuai.
2)
Engineering drawing atau spesifikasi tidak akurat.
3)
Bagian produksi mencoba memproduksi sebelum
spesifikasi lengkap.
4)
Permintaan konsumen tidak diketahui.
Walaupun
ada beberapa penyebab variabilitas, seringkali variabilitas tidak terlihat
karena persediaan menyembunyikan masalah. Oleh karena itu konsep
JIT diperlukan.
Oleh karena itu konsep yang mendasari JIT adalah system “tarik” yaitu memproduksi satu unit lalu ditarik ke tempat yang memerlukannya pada saat diperlukan.
Banyak perusahaan masih menggerakkan bahan baku melalui fasilitas dengan cara “dorong” yaitu pesanan ditumpuk di departemen pemrosesan agar dapat dikerjakan pada setiap ada kesempatan. Jadi bahan baku didorong ke stasiun kerja hulu tanpa memandang persediaan sumber daya. Sistem tarik dan dorong merupakan antitesis dari konsep JIT.
Faktor
Kunci Sukses Dalam Just In Time
Dengan
memperhatikan ilustrasi berupa penjelasan konsep JIT menunjang tercapainya
Keunggulan kompetitif maka dapat disimpulkan bahwa ada tujuh factor kesuksesan
JIT yaitu :
1.
Suppliers
Hal-hal
yang harus diperhatikan adalah: Kedatangan material dan produk akhir termasuk
kesia-siaan, Pembeli dan pemasok membentuk kemitraan, Kemitraan JIT
mengeliminir (Kegiatan yang tidak penting, Persediaan dalam perjalanan, Pemasok
yang jelek)
2.
Layout
Tata
letak memungkinkan pengurangan kesia-siaan yang lain, yaitu pergerakan.
Misalnya pergerakan bahan baku maupun manusia menjadi fleksibel. JIT
mempersyaratkan: a. Sel kerja untuk product family. b. Pergerakan atau
perubahan mesin. c. Jarak yang pendek. d. Tempat yang kecil untuk persediaan.
e. Pengiriman langsung ke area kerja.
3.
Inventory
Persediaan
dalam system produksi dan distribusi sering dadakan untuk berjaga-jaga. Tehnik persediaan yang
efektif memerlukan Just In Time bukan Just In Case. Persediaan Just In Time
merupakan persediaan minimal yang diperlukan untuk mempertahankan operasi
system yang sempurna yaitu jumlah yang tepat tiba pada saat yang diperlukan
bukan sebelum atau sesudah.
4.
Schedulling
Jadwal yang efektif
dikomunikasikan di dalam organisasi dan kepada pemasok, maka akan sangat
mendukung penerapan JIT. Penjadwalan yang lebih baik juga meningkatkan
kemampuan untuk memenuhi pesanan konsumen., menurunkan persediaan dan
mengurangi barang dalam proses. JIT mensyaratkan: a. Mengkomunikasikan
penjadwakan kepada supplier. b. Jadwal bertingkat. c. Menekankan bagian dari
skedul paling dekat dengan jatuh tempo. d. lot kecil. e. Tehnik Kanban.
5.
Preventive Maintenance
Pemeliharaan dilakukan
dalam rangka untuk menjaga hal-hal yang diinginkan supaya tidak terjadi atau
tindakan pencegahan. Misalnya dengan cara pemeliharaan rutin pada fasilitas
yang digunaka, maupun pelatihan karyawan secara terus-menerus agar dapat
beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
V.
Elemen JIT dan Sistem Kanban
Elemen-elemen Kunci
JIT
1.
Tingkat persediaan yang minimal
Sistem JIT
memotong biaya dengan mengurangi :
§ Ruang yang dibutuhkan untuk penyimpanan bahan baku
§ Jumlah penanganan bahan baku
§ Jumlah persediaan yang usang.
2.
Pembenahan Tata Letak Pabrik
1)
Arus Lini
Jalur fisik yang
dilewati oleh sebuah produk pada saat bergerak melalui proses pabrikasi dari
penerimaan bahan baku sampai ke pengiriman barang jadi.
2)
Pengurangan Setup Time
Masa pengesetan mesin (setup time) adalah waktu yang dibutuhkan untuk
mengubah perlengkapan, memindahkan bahan baku, dan mendapatkan formulir terkait
dan bergerak cepat untuk mengakomodasikan produk unsure yang berbeda.
3.
Kendali Mutu Terpadu (Total Quality Control)
TQC berarti bahwa
perusahaan tidak akan memperbolehkan penerimaan penerimaan komponen dan bahan
baku yang cacat dari para pemasok, pada BDp maupun pada barang jadi.
4.
Tenaga kerja yang fleksibel
Kanban adalah kata dalam bahasa Jepang yang berarti kartu.
Dalam usaha mereka untuk mengurangi persediaan, orang Jepang menggunakan sistem
yang “menarik” persediaan di seluruh pusat kerja. Mereka sering menggunakan
istilah “kartu” untuk memberikan isyarat akan kebutuhan kontainer material
berikutnya – maka di sebut kanban. Kartu
menjadi otorisasi baagi kontainer material berikutnya untuk diproduksi.
Secara khas, terdapat isyarat kanban untuk setiap kontainer yang akan di
dapatkan. Sebuah pesanan kontainer diaktifkan oleh setiap kanban dan ”ditarik”
dari departemen yang memproduksi atau pemasok. Sebuah urutan kanban ”menarik”
material di sepanjang pabrik.
Sistem
telah dimodifikasi dalam banyak fasilitas, sedemikian rupa sehingga meskipun
disebut sebagai kanban, kartu itu sendiri tidak ada. Dalam beberapa
hal, sebuah posisi kosong di atas lantai merupakan indikasi yang cukup bahwa
kontainer berikutnya diperlukan. Dalam kasus lain, beberapa macam isyarat,
seperti bendera atau kain lap memberikan tanda siaga bahwa ini merupakan waktu
untuk kontainer berikutnya.
Beberapa
tambahan mengenai kanban yang dapat berguna:
1)
Ketika
pemakai dan produsen tidak berada dalam kontak visual, sebuah kartu mungkin
dapat digunakan; cara yang lain, sebuah cahaya atau bendera atau tanda kosong
di lantai mungkin cukup memadai.
2)
Karena
sebuah stasiun tarik mungkin memerlukan beberapa komponen yang perlu
di pasok ulang, beberapa teknik kanban tarik dapat digunakan untuk produk yang
berbeda pada stasiun tarik yang sama.
3)
Pada
umumnya, setiap kartu mengendalikan sejumlah tertentu atau komponen yang
spesifik, walaupun berbagai sistem karti digunakan jika sel kerja produksi
menghasilkan beberapa komponen atau jika ukuran lot berbeda
dengan ukuran yang dipindahkan.
4)
Dalam
sebuah sistem MRP jadwal dapat dilihat sebagai perintah yang ”dibuat” dan
kanban sebagai jenis sistem ”tarik” yang memlai produksi yang sebenarnya.
5)
Kartu
Kanban menyediakan sebuah pengendalian langsung (batas) dari jumlah barang
setengah jadi di antara sel.
6)
Jika
terdapat kawasan penumpukan barang yang berdekatan, maka sebuah siste,
dua-kartu dapat digunakan - sebuah kartu beredar di antara kawasan penumpukan
barang dan area produksi.
Menentukan
Jumlah Kartu Kanban atau Kontainer banyaknya kartu
kanban, atau kontainer, dalam sebuah sistem JIT menentukan jumlah persediaan
yang diperintahkan. Untuk menentukan banyaknya kontainer yang mundur dan maju
di antara area penggunaandan area priduksi, pertama-tama pihak manajemen
menentukan ukuran dari setiap kontainer. Hal ini dilaksanakan dengan cara
menghitung ukuran lot, menggunakan sebuah model seperti model
kuantitas pesanan produksi. Pengaturan banyaknya kontainer yang melibatkan
pengetahuan (1)lead time yang diperlukan untuk menghasilkan suatu
kontainer komponen dan (2) jumlah persediaan pengaman yang diperlukan untuk
menjaga ketidakpastian atau variabilitas dalam sistem tersebut. Banyaknya kartu
kanban dihitung sebagai berikut :
|
Kelebihan
Kanban Kontainer biasanya sangat kecil, pada senilai beberapa jam produksi. Sistem
yang demikian memerlukan jadwal yang ketat. Jumlah kecil harus diproduksi
beberapa kali dalam sehari. Proses harus berjalan lancar dengan variabilitas
kecil dalam kualitas lead time karena setiap kekurangan akan
berdampak secara langsung pada sistem secara keseluruhan. Kanban memberikan
penekanan tambahan untuk memenuhi jadwal, mengurangi biaya dan waktu yang
diperlukan oleh setup, dan penanganan material yang hemat.
Di
antara aspek yang tidak baik adalah kualitas buruk, keusangan, kerusakan, ruang
yang penuh, aset yang mengikat, asuransi yang meningkat, penanganan material
yang meningkat, dan kecelakaan yang terus meningkat. Sistem kanban menekan
semua hal negatif pada persediaan.
Sistem
kanban di pabrik sering menggunakan kontainer standar dan bisa digunakan
kembali untuk melindungi sejumlah tertentu yang akan dipindahkan . kontainer
seperti ini juga diperbolehkan dalam rantai pasokan. Kontainer yang
distandarisasi mengurangi beban dan biaya penjualan, menghasilkan lebih sedikit
ruang yang terbuang dalam kereta gandeng dan memerlukan lebih sedikit tenaga
kerja untuk mengemas, membongkar, dan menyiapkan item.
REFERENSI :
1.
Bunawan,
Pengantar Manajemen Operasi : Seri Diktat Kuliah, Gunadarma, Jakarta, Edisi
Terbaru
2.
Eddy
Herjanto, Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Kedua, Grasindo, Jakarta, atau
Edisi terbaru
3.
T.
Hani Handoko, Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi, BPFE, Yogyakarta,
Edisi terbaru
4.
Sofyan
Assauri, Manajemen Produksi dan Operasi, LP FEUI, Jakarta, Edisi terbaru
5.
Pangestu
Subagyo, Manajemen Operasi, BPFE, Yogyakarta, Edisi Terbaru
6.
Buku-buku
Manajemen Opersional lain yang berkaitan ( Diusahakan terbitan terbaru )
Sumber Lain :
https://mutiamanarisa.wordpress.com/2011/07/06/apa-perbedaan-jit-toc-mrp-ii-dan-sp3-berbasis-proyek/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar