Rabu, 14 Desember 2016

EKONOMI MONETER - JUMLAH UANG BEREDAR




Latar Belakang

Semakin besar jumlah uang yang beredar dalam masyarakat maka inflasi juga akan meningkat. Oleh karena itu sebaiknya pemerintah harus memperhitungkan atau memperkirakan akan timbulnya inflasi yang bakal terjadi bila ingin mengadakan penambahan pencetakan uang baru, karena pencetakan uang baru yang terlalu besar akan mengakibatkan goncangnya perekonomian

Dibandingkan dengan teori permintaan akan uang, teori penawaran uang merupakan hal yang baru berkembang dalam teori moneter.

Pada umumnya JUB dianggap bisa ditentukan secara langsung oleh penguasa moneter tanpa mempersoalkan hubungannya dengan uang inti, yang terdiri dari uang kartal ditambah dengan uang cadangan yang dimiliki oleh Bank-bank Umum. Perilaku seperti ini berlandaskan pada analisa penentuan JUB secara mekanis, dimana JUB dihubungkan dengan uang inti lewat angka pengganda. Besarnya angka pengganda ini ditentukan oleh rasio cadangan perbankan dan rasio antara uang kartal dan uang giral.

Dengan menganggap bahwa kedua perbandingan (rasio) tersebut konstan untuk suatu periode tertentu, maka penguasa moneter bisa mengendalikan  JUB secara langsung dengan menentukan cadangan perbankan. Namun kenyataannya tidak sesederhana itu, JUB pada suatu periode merupakan hasil perilaku penguasa moneter yang dalam hal ini adalah : Bank Sentral, Bank-bank Umum dan masyarakat (termasuk lembaga keuangan bukan bank) secara bersama-sama. Bank Sentral menentukan besarnya uang inti.

Bank-bank Umum menentukan volume kredit atau kekayaan lainnya dan besarnya cadangan yang ingin mereka pegang sebagai excess free reserves dan masyarakat menentukan alokasi kekayaan liquid yang ingin mereka pegang.

Akan tetapi masih dipertanyakan apakah dengan kemampuannya mengendalikan uang inti, Bank Sentral juga mampu melakukan pengendalian terhadap JUB dengan ketepatan yang sama. Hal ini tergantung pada keeratan hubungan antara uang inti dengan cadangan perbankan dan antara cadangan perbankan dengan JUB. Jika terdapat kaitan yang erat maka penguasa moneter dapat merumuskan kebijaksanaannya dan mampu mencapai target  JUB yang telah ditetapkan. Sebaliknya jika kaitan antara variabel-variabel diatas tidak begitu erat, maka penguasa moneter tidak akan mampu mencapai target  JUB dengan tepat. Oleh karena itu kita perlu mengetahui lebih dalam tentang teori jumlah uang yang beredar ini.

1.     Pengertian Jumlah Uang yang Beredar (JUB)

Jumlah uang beredar (money supply) adalah jumlah nilai keseluruhan uang yang berada di tangan masyarakat dan beredar dalam sebuah perekonomian suatu negara. Ada sebagian ahli yang mengkalifikasikan jumlah uang beredar menjadi dua, yaitu :
1)      Jumlah uang beredar dalam arti sempit atau disebut ‘Narrow Money’ (M1), yang terdiri dari uang kartal dan uang giral (demand deposit); dan
2)      Uang beredar dalam arti luas atau ‘Broad Money’ (M2), yang terdiri dari M1 ditambah dengan deposito berjangka (time deposit).

Sementara ahli lain menambahkan dengan M3, yang terdiri dari M2 ditambah dengan semua deposito pada lembaga-lembaga keuangan non bank. Jumlah uang beredar dibedakan menjadi dua yaitu uang beredar dalam arti sempit (M1) dan uang beredar dalam arti luas (M2).

Namun sebelum menguraikan uang beredar dalam arti sempit dan luas tersebut, penting dijelaskan disini tentang uang primer atau uang inti (reserve money), yang dinotasikan dengan M0. Uang inti merupakan cikal-bakal lahirnya uang kartal dan uang giral.

1)      Uang Primer atau Uang Inti (M0)
Uang primer atau uang inti atau reserve money (Insukindro, 1994, hal: 76) merupakan kewajiban otoritas moneter (Bank Indonesia), yang terdiri atas uang kartal yang berada di luar Bank Indonesia dan Kas Negara, dan rekening giro Bank Pencipta Uang Giral (BPUG) dan sektor swasta (perusahaan maupun perorangan) di Bank Indonesia. Dengan demikian, uang kartal yang dipegang pemerintah, dalam bentuk kas pemerintah atau kas negara, dan simpanan giral pemerintah pada Bank Indonesia, tidak termasuk sebagai komponen dari uang primer.

Uang inti merupakan besaran penting yang berfungsi sebagai indikator bagi kebijaksanaan moneter terhadap perekonomian. Pendapat tersebut berdasarkan 2 hal, yaitu :
a.      Adanya teori moneter yang memasukkan uang inti sebagai suatu mata rantai penghubung antara tindakan-tindakan penguasa moneter dengan dampak terakhirnya terhadap pendapatan, output dan harga.
b.      Uang inti merupakan variabel yang relatif lebih bisa dikendalikan penguasa moneter.

Ada 3 konsep dalam menghitung besarnya uang inti, yaitu :
a.      Source base
b.      Reserve adjustment
c.       Monetary base

Source base diperoleh dari Neraca Bank Sentral dan Kas Negara yang dikonsolidasikan, dimana hal ini Source base terdiri atas :
a.      Aktiva luar negeri
b.      Tagihan-tagihan Bank Sentral
c.       Rekening pemerintah
d.      Rekening-rekening lainnya dalam neraca Bank Sentral

Untuk memudahkan perhitungan, Source base juga dihitung dengan menjumlahkan hutang-hutang Bank Sentral dan Kas Negara. Hutang-hutang ini terdiri dari cadangan perbankan pada Bank Sentral dan uang kartal yang dipegang oleh perbankan (Bank umum) serta masyarakat, biasanya disebut sebagai “uses of the base”.

Perubahan-perubahan dalam peraturan yang dikeluarkan oleh penguasa moneter menyebabkan diperlakukannya penyesuaian bagi source base unuk memelihara komparabilitasnya dari waktu ke waktu. “ Reserve Ajustment” memperhitungkan pengaruh dari berubahnya cadangan minimum yang diwajibkan dan perubahan proporsi kekayaan likuit yang dikenai peraturan tersebut.

Monetary base merupakan penjumlahan dari Source Base dan Reserve Adjustment. Pada perekonomian yang mempunyai pasar uang yang sudah maju, penawaran uang inti sepenuhnya berada di tangan Bank Sentral. Hal ini disebabkan oleh dominasi perubahan tagihan bank sentral terhadap perubahan komponen Source Base lainya, sehingga pengaruhnya terhadap uang inti sangat besar. Untuk menetralisir pengaruh perubahan salah satu komponen “ source base “, Bank Senral melakukan operasi pasar terbuka. Dengan demikian bank sentral dapat menentukan besarnya uang inti untuk mencapai suatu target tertentu dalam JUB.

Dalam usaha untuk mencoba menjelaskan penentuan JUB dalam kerangka analisa ekonomi makro secara kuantitatif, biasanya dibagi kedalam 2 (dua) bagian yaitu :
a.      Perubahan-perubahan dalam uang inti yang ditentukan oleh perubahan dalam kekayaan dan hutang bank sentral
b.      Perubahan uang inti bersama-sama dengan perubahan angka pengganda menentukan besarnya JUB pada suatu periode

Salah satu konsekuensi penting dari perkembangan teori penawaran uang ini adalah dalam implikasi kebijaksanaannya, dimana penguasa moneter tidak dapat meramalkan dampak kebijaksanaan moneternya dengan tepat karena hubungan antara cadangan dan deposit perbankan akan dipengaruhi oleh harapan mereka tentang apa yang akan dilakukan oleh bank sentral.

2)      Uang Beredar Dalam Arti Sempit (Narrow Money = M1)
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa uang beredar dalam arti sempit adalah seluruh uang kartal dan uang giral yang ada di tangan masyarakat. Sedangkan uang kartal milik pemerintah (Bank Indonesia) yang disimpan di bank-bank umum atau bank sentral itu sendiri, tidak dikelompokkan sebagai uang kartal.

Sedangkan uang giral merupakan simpanan rekening koran (giro) masyarakat pada bank-bank umum. Simpanan ini merupakan bagian dari uang beredar, karena sewaktu-waktu dapat digunakan oleh pemiliknya untuk melakukan berbagai transaksi. Namun saldo rekening giro milik suatu bank yang terdapat pada bank lain, tidak dikategorikan sebagai uang giral.

Dalam artian sempit JUB didefinisikan sebagai Mı yang merupakan jumlah seluruh uang kartal yang dipegang anggota masyarakat (the nonbankpublic) dan “damand deposit” yang dimiliki oleh perseorangan pada Bank-bank Umum. (M ı = Kartal + DD).
      
3)      Uang Beredar Dalam Arti Luas (Broad money = M2)
Dalam arti luas, uang beredar merupakan penjumlahan dari M1 (uang beredar dalam arti sempit) dengan uang kuasi. Uang kuasi atau near money adalah simpanan masyarakat pada bank umum dalam bentuk deposito berjangka (time deposits) dan tabungan. Uang kuasi diklasifikasikan sebagai uang beredar, dengan alasan bahwa kedua bentuk simpanan masyarakat ini dapat dicairkan menjadi uang tunai oleh pemiliknya, untuk berbagai keperluan transaksi yang dilakukan.

Definisi yang agak luas adalah M 2 yang merupakan penjumlahan dari M 1 dengan “time deposit+ deposito berjangka”. (M 2+M1 + TD).

4)      Uang Beredar Dalam arti Sangat Luas
Sementara ahli lain menambahkan dengan M3, yang terdiri dari M2 ditambah dengan semua deposito pada lembaga-lembaga keuangan non bank. Sedangkan definisi yang paling luas dikenal dengan M3 yang merupakan penjumlahan dari M2 dengan semua deposito pada lembaga-lembaga keuangan yang lain (nonbank).

Komponen-komponen yang perlu diperhatikan dalam definisi uang adalah :
a.      Semuanya harus memenuhi kedua persyaratan dari uang yaitu harganya tetap dan diterima secara umum.
b.      Bentuk nonbank publik adalah termasuk seluruh anggota masyarakat di samping bank-bank umum dan bank-bank tabungan.




Ada dua pendekatan utama dalam menghitung jumlah uang beredar, yaitu pendekatan transaksional (transactional approach) dan pendekatan likuiditas (liquidity approach).

1)      Pendekatan transaksional (transactional approach)
Pendekatan ini memandang bahwa jumlah uang beredar yang dihitung adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk keperluan transaksi. Pendekatan ini menghitung jumlah uang beredar dalam arti sempit (narrow money) atau M1. Di Indonesia yang tercakup dalam M1 adalah uang kartal dan uang giral, dengan komponen sebagai berikut :
a.      Uang kartal terdiri atas uang kertas dan uang logam, tidak termasuk uang kas pada kantor perbendaharaan dan kas negara (KPKN) dan bank umum.
b.      Uang Giral terdiri atas rekening giro, kiriman uang, simpanan berjangka, dan tabungan dalam rupiah yangsudah jatuh  tempo yang seluruhnya merupakan simpanan penduduk dalam rupiah pada sistem moneter.

2)      Pendekatan Likuiditas (liquidity approach)
Sesuai pendekatan ini, jumlah uang beredar didefinisikan sebagai jumlah uang untuk kebutuhan transaksi ditambah uang kuasi (quasy money). Hal ini dilandari pertimbangan bahwa sekalipun uang kuasi merupakan aset finansial yang kurang likuid dibanding uang kertas, uang logam  dan uang rekening giro, tetapi sangat mudah diubah menjadi uang yang dapat digunakan untuk keperluan transaksi. Dalam prakteknya, pendekatan ini menghitung jumlah uang bererdar dalam arti luas (broad money) yang dikenal dengan M2 yang terdiri dari M1 ditambah uang kuasi (di Indonesia uang kuasi adalah deposito berjangka). Perkembangan M2  adalah jauh lebih cepat dari pertambahan M1 karena pertambahan tingkat kemajuan perekonomian. Meningkatnya M2 secara langsung maupun tidak langsung mengindikasikan bahwa perekonomian masyarakat menjadi meningkat. Sebab peningkatan deposito berjangka mengandung pengertian bahwa tingkat penghasilan masyarakat sudah lebih besar dari tingkat konsumsi. Keputusan seseorang menyimpan dananya di bank dalam bentuk deposito merupakan keputusan investasi yang didorong oleh tingkat bunga yang diberikan.
Kalau anggapannya “money multiper” di atas dilepaskan maka besar kecilnya “money multiper” ikut menentukan besarnya JUB. Besar kecilnya “money multiper” tergantung pada perubahan :
a.      Fraksi uang kartal terhadap JUB, dimana faktor-faktor yang mempengaruhi adalah :
§  Pendapatan
§  Dalam artian pendapatan yang didapat jika memegang uang kartal dan pendapatan yang di dapat jika memegang uang giral. Dengan memegang uang kartal maka dipunyai likuiditas yang tinggi dan kalau menyimpan uang giral diamping likuiditas terjamin sering/mungkin dapat penghasilan berupa tingkat bunga.
§  Kekayaan
§  Orang yang mempunyai kekayaan dalam jumlah bsar (orang kaya) akan memegang uang kartal dalam jumlah yang kecil sedangkan orang miskin akan memegang uang kartal dalam jumlah besar.
§  Banyak/sedikitnya pengnaan alat pembayaran pengganti, seperti kartu kredit (credit cards) dan “change accounts” . semakin banyak alat pembayaran pengganti, semakin kecil jumlah uang kartal yang dipegang dan sebaliknya, semakin sedikit (atau mungkin dengan tidak  adanya) alat pembayaran pengganti akan semakin besar uang kartal yang diinginkan.
b.      Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai cadangan :
§  Besarnya reserve ration/cash ratio yagn diwajibkan oleh Bank sentral untuk dipengang oleh Bank-bank Umum.
§  Besarnya kelebihan cadangan yang dipegang oleh Bank Umum. Ini terjadi karena biasanya Bank-bank Umum memegang required reserve lebih besar daripada ketentuan yang dibuat oleh Bank Sentral.

2.     JUB Di Negara-negara yang Sedang Berkembang

Perkembangan JUB di negara-negara yang sedang berkembang tidak luput dari perkembangan dan pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan di negara sedang berkembang yang mempunyai peranan penting dalam peningkatan pembangunan ekonomi di negara sedang berkembang. Lembaga-lembaga keuangan ini termasuk didalamnya adalah : Bank Sentral, Bank-bank umum komersial, bank-bank koperasi, bank pembangunan dan lembaga-lembaga keuangan ini terorganisasi dan sering disebut sebagai “dealers of debt”.

Bank Sentral di Negara sedang berkembangan mempunyai 2 fungsi yang tradisional dan nontradisional. Fungsi tradisional Bank Sentral antara lain :
1)      Sebagai “Bank”nya Pemerintah dan pemegang keuangan pemerintah.
2)      Sebagai “Monopolis” dalam mencetak uang kartal untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap nilai uang.
3)      Sebagai “leader of the last persort” artinya Bank Sentral menyediakan likuiditas bagi bank-bank umum dan lembaga keuangan lainnya yang mengalami kesulitan likuiditas.
4)      Sebagai “pengawas kredit” artinya mengatur jumlah dan tersedianya kredit dalam perekonomian.
5)      Sebagai “bankers bank" artinya Bank Sentral bertindak sebagai bank komersial bagi bank-bank umum. Ini berarti bahwa hubungan antara bank sentral dengan bank-bank umum sebagaimana masyarakat terhadap bank-bank umum.
6)      Sebagai “penjaga nilai tukar” dalam artian Bank Sentral bertindak untuk manjaga agar nilai tukar tidak berfluktuasi secara tajam.

Bank-bank komersial di negara berkembang bertindak sebagai bank-bank komersial di negara maju. Dalam hal-hal ini bank-bank menerima deposito dan meminjamkan kredit bagi peminjam dengan jaminan tertentu. Dan menawarkan suku bunga bagi deposito berjangka khususnya, di samping itu mengenakan suku bunga bagi peminjam kredit. Perbedaan antara suku bunga kredit dengan suku bungan deposito (SPREAD) merupakan penghasilan bagi bank-bank umum.

Permintaan kredit oleh anggota masyarakat sangat tergantung pada tingkat kegiatan ekonomi, biaya kredit (termasuk suku bunga kredit) dan hasil yang di harapkan dari penggunaan kredit tersebut. Demikian juga penawaran kredit tergantung pada tingkat pendapatan, kepercayaan bank serta suku bunga yang harus dibayarkan. Hal yang perlu dicatat adalah kemampuan bank dalam “mencetak uang” mempunyai peranan dalam memenuhi permintaan kredit bank. Akan tetapi kemampuan menciptakan kredit dibatasi oleh tingkat keuntungan yang diharapkan oleh bank ats pemegangan kekayaannya.

Faktor lain yang membatasi kemampuan bank dalam menciptakan kredit adalah ketidaksediaan masyarakat untuk memegang tambahan depositonya. Penelitian di negara sedang berkembang menunjukan bahwa permintaan uang masyarakat lebih banyak di pegang dalam bentuk uang kartal dari pada giro atau deposito berjangka. Dan faktor yang lainnya adalah ketentuan cadangan minimum yang harus dipegang oleh bank-bank umum. Biasanya bank sentral mempunyai hak (kekuasaan) untuk mengatur ketentuan cadangan ini sehingga kalau bank sentral menginginkan kebijaksanaan kontraksi (tight money policy) maka ketentuan cadangan dinaikkan dan sebaliknya ketentuan cadangan diturunkan kalau menginginkan ekspansi (easy money policy).

Perbedaan fungsi Bank Sentral dan Bank Umum Sebagaimana dikemukakan FURNESS (1973), membawa dampak pada mekanisme JUB dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Misalnya, masalah penciptaan uang giral oleh Bank Umum di negara sedang berkembang tidak sebagaimana di negara yang sudah maju masalah ketentuan suku bunga di negara sedang berkembang yang relatif stabil ; masalah kredit yang banyak dipengaruhi oleh berhasil tidaknya panenan di negara sedang berkembang dan masalah “banking habit” di negara sedang berkembang yang kurang stabil dan masih rendah sehingga banyak sekali pengaruhnya terhadap penciptaan uang giral pada khususnya dan JUB pada umumnya. Dan juga banyak pengaruhnya terhadap perubahan JUB adalah hutang pemerintah terhadap Bank yang oleh FURNESS dikatakan sebagai “crusial factors” yang mempengruhi JUB di negara sedang berkembangan.

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap JUB di Negara sedang berkembang adalah adanya pasar uang yang tidak terorganisasi (unorganised money market) yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a.      Rahasia dalam pembicaraan (hutang pihutang)
b.      Peminjaman uang yang tidak langsung (misal seperti perdagangan)
c.       Operasi fleksibel
d.      Hubungan antara konsumen dengan penyediaan dana sangat akrap.
e.      Pencatatan hutang pihutang sangat sederhana.

Dampaknya terhadap Jumlah Uang Beredar di Negara sedang berkembang melalui beberapa jalur antara lain :
a.      Berkurangnya transaksi, baik jumlah maupun ukuran, keuangan karena sering barter
b.      Menghambat pertumbuhan Bank Desa
c.       Banyak masyarakat melakukan “hoarding”.
d.      Kebijaksaan moneter dampaknya berkurang.

3.     Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar

Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa dasar terciptanya uang beredar adalah karena adanya uang inti atau uang primer. Dengan demikian, besarnya uang beredar ini sangat dipengaruhi oleh besarnya uang inti yang tersedia. Sedangkan besarnya uang inti ini dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: (Boediono, 1993, hal: 97)

a.      Keadaan neraca pembayaran (surplus atau defisit)
Apabila neraca pembayaran mengalami surplus, berarti ada devisa yang masuk ke dalam negara, hal ini berarti ada penambahan jumlah uang beredar. Demikian pula sebaliknya, jika neraca pembayaran mengalami defisit, berarti ada pengurangan terhadap devisa negara. Hal ini berari ada pengurangan terhadap jumlah uang beredar.

b.      Keadaan APBN (surplus atau defisit)
Apabila pemerintah mengalami defisit dalam APBN, maka pemerintah dapat mencetak uang baru. Hal ini berarti ada penambahan dalam jumlah uang beredar. Demikian sebaliknya, jika APBN negara mengalami surplus, maka sebagian uang beredar masuk ke dalam kas negara. Sehingga jumlah uang beredar semakin kecil.

c.       Perubahan kredit langsung Bank Indonesia
Sebagai penguasa moneter, Bank Indonesia tidak saja dapat memberikan kredit kepada bank-bank umum, tetapi BI juga dapat memberikan kredit langsung kepada lembaga-lembaga pemerintah yang lain seperti Pertamina, dan badan usaha milik negara (BUMN) lainnya. Perubahan besarnya kredit langsung ini akan berpengaruh terhadap besar kecilnya jumlah uang beredar.

d.      Perubahan kredit likuiditas Bank Indonesia
Sebagai banker’s bank, BI dapat memberikan kredit likuiditas kepada bank-bank umum. Sebagai contoh, ketika terjadi krisis ekonomi sejak tahun 1997 lalu, BI memberikan kredit likuiditas dalam rangka mengatasi krisis likuiditas bank-bank umum, yang jumlahnya mencapai ratusan trilyun rupiah. Hal ini berdampak pada melonjaknya jumlah uang beredar.

Di samping itu, adanya pinjaman luar negeri, kebijakan tarif pajak, juga dapat mempengaruhi besar kecilnya jumlah uang beredar.



4.     Berbagai Kebijakan Pemerintah dalam Mempengaruhi Jumlah Uang Beredar.

Secara garis besar terdapat dua jenis kebijakan yang dilakukan pemerintah (Bank Indonesia dan Departemen Keuangan) dalam mengendalikan jumlah uang beredar, yaitu :

1)   Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yang dibedakan menjadi dua, yaitu :

A.     Kebijakan moneter kuantitatif, yang meliputi:
a.      Politik Pasar Terbuka
BI mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara jual beli surat-surat berharga. BI mempunyai instrumen yaitu Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Apabila jumlah uang beredar dalam masyarakat terlalu besar, maka BI dapat menjual SBI kepada masyarakat (bank-bank umum). Apabila bank umum membeli SBI artinya ada uang yang tersedot ke pemerintah (BI), yang berarti jumlah uang beredar berkurang.

Apabila pemerintah menghendaki menurunnya jumlah uang yang beredar, pemerintah harus menjual surat obligasi dipasar bebas. Tindakan ini disebut “open market selling”. Sebaliknya apabila pemerintah menghendaki bertambahnya jumlah uang yang beredar, maka pemerintah dalam hal ini bank sentral perlu melakukan “open market buying”, yakni membeli kembali obligasi dari masyarakat.

b.      Politk Diskonto dan bunga pinjaman

BI dapat membeli surat-surat berharga bank-bank umum yang tingkat likuiditasnya tinggi, dengan tingkat diskonto yang telah ditetapkan oleh BI. BI juga bisa memberikan pinjaman kepada bank-bank umum, yang artinya terjadi penambahan jumlah uang beredar. BI dapat juga menaikkan bunga pinjaman kepada bank-bank umum, maka bank umum akan mengurangi jumlah pinjamannya dari bank Indonesia.

Apabila bank sentral menaikan tingkat diskontonya (yaitu tingkat bunga yang dikenakanpada bank umum atas pinjaman dana yang diberikan), maka jumlah uang yang beredar cenderung berkurang. Sebaliknya , bila pemerintah menghendaki jumlah uang beredar bertambah, suku diskonto bank sentral perlu diturunkan.

c.       Politik merubah cadangan minimal bank-bank umum pada BI
Setiap bank umum wajib mempunyai cadangan di BI dan jumlahnya ditetapkan oleh BI. Istilahnya adalah reserve requirement. Apabila Bank Indonesia menaikkan tingkat cadangan minimal bank-bank umum, katakanlah dari 10% menjadi 15%, maka hal ini akan mengurangi jumlah uang beredar, karena semakin besarnya modal bank-bank umum yang harus disimpan di BI.
Bank sentral umumnya menetukan angka banding minimum antara ung tunai dengan kewajiban giral bank. Angka banding mana disebut “minimum cash ratio”.
Bila pemerintah menurunkan minimum cash ratio, maka dengan uang tunai yang samabank dapat menciptakan uang denganjumlah yang lebih banyak dari sebelumnya. Sebaliknya bila dikehendaki berkurangnya jumlah uang yang beredar, pemerintah dapat menaikan cash ratio bank.

B.      Kebijakan moneter kualitatif, yang meliputi:
a.      Pengawasan pinjaman secara selektif
Bank sentral mengawasi pinjaman dan investasi yang dilakukan oleh bank-bank umum, agar bank-bank umum selektif dalam memberikan kredit kepada debitur.

Jumlah uang yang beredar dalam masyarakat,disamping dipengaruhi oleh kebijakan kebijakan bank sentral,juga dapat dipengaruhi oleh neraca pembayaran luar negeri (balance of payment) negara tersebut. Neraca pembayaran yang surplus (berarti Negara tersebut lebih banyak mengekspor) cenderung mengakibatkan meningkatnya penawaran akan uang, sedangkan neraca pembayaran defisit cenderung menurunkan jumlah uang yang beredar.
B = C + R
Dimana :                     B =      Uang inti
C =      Uang kartal yang dipegang oleh masy. umum
            diluar bank-bank
R =      Reserve bank

Atas dasar reserve bank (R) yang disimpan maka bank-bank menciptakan uang giral yang berupa saldo-saldo rekening Koran yang dimilikioleh masyarakat umum yang disimpan pada bank-bank (D). Jumlah uang yang beredar mencakup uang kartal yang dipegang masyarkat umum diluar bank (C) dan uang giral yang diciptakan oleh bank-bank umum (D) :
M = C + D
Dimana :                     M =     Jumlah uang yang beredar
C =     Uang kartal yang dipegang oleh masy. umum
           diluar bank-bank
D =     Uang giral yang diciptakan oleh bank-bank
           umum

b.      Pembujukan moral
Bank sentral mengadakan pertemuan langsung dengan pimpinan bank-bank umum untuk meminta langkah-langkah tertentu dalam rangka membantu kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah. Melalui pembujukan moral ini, bak\nk sentral dapat meminta bank-bank umum untuk menambah atau mengurangi pinjaman di semua sektor atau hanya di sektor-sektor tertentu saja. Ataupun membuat perubahan-perubahan tingkat bunga yang mereka tetapkan.

2)   Kebijakan Fiskal (Pajak)
Kebijakan ini juga dapat mempengaruhi jumlah uang beredar, yaitu melalui pajak. Apabila pemerintah, dalam hal ini Departemen Keuangan, memperluas objek pajak, berarti akan lebih banyak uang yang tersedot ke pemerintah. Dalam hal ini berarti jumlah uang beredar menjadi berkurang. Demikian pula misalnya ketika pemerintah menaikkan pajak kendaraan bermotor pada tahun 1999 sebesar kurang lebih 100%, hal ini berarti terjadi penyerapan (absorbsi) uang yang beredar.


REFERENSI :
1.      The Economics of Money, Banking and Financial Market; Frederic S. Mishkin - Columbia University.
2.      Ekonomi Moneter; Nopirin; BPFE Yogyakarta.
3.      Ekonomi Moneter; Budiono; BPFE Yogyakarta.
4.      Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank; Sri Susilo dkk; Salemba Empat - Jakarta.
5.      Ekonomi Moneter; Budiono; BPFE Yogyakarta.
6.      Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, O.P. Simorangkir - 2004, Ghalia Indonesia.

Sumber Lain :
            https://bizgun.wordpress.com/tag/ruang-lingkup-ekonomi-moneter/
http://fajriarifwibawa.blogspot.co.id/2015/04/makalah-teori-jumlah-uang-yang-beredar.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KEPEMIMPINAN & PENGAMBILAN KEPUTUSAN

KEPEMIMPINAN & PENGAMBILAN KEPUTUSAN Oleh : Eko Yulianto, ST, MM, MSD (NIDN 0325077407) A. Pendahuluan Pengelolaan suatu bisnis, baik it...