Latar Belakang
Semakin besar jumlah
uang yang beredar dalam masyarakat maka inflasi juga akan meningkat. Oleh
karena itu sebaiknya pemerintah harus memperhitungkan atau memperkirakan akan
timbulnya inflasi yang bakal terjadi bila ingin mengadakan penambahan
pencetakan uang baru, karena pencetakan uang baru yang terlalu besar akan
mengakibatkan goncangnya perekonomian
Dibandingkan dengan
teori permintaan akan uang, teori penawaran uang merupakan hal yang baru
berkembang dalam teori moneter.
Pada umumnya JUB
dianggap bisa ditentukan secara langsung oleh penguasa moneter tanpa
mempersoalkan hubungannya dengan uang inti, yang terdiri dari uang kartal
ditambah dengan uang cadangan yang dimiliki oleh Bank-bank Umum. Perilaku
seperti ini berlandaskan pada analisa penentuan JUB secara mekanis, dimana JUB
dihubungkan dengan uang inti lewat angka pengganda. Besarnya angka pengganda
ini ditentukan oleh rasio cadangan perbankan dan rasio antara uang kartal dan
uang giral.
Dengan menganggap
bahwa kedua perbandingan (rasio) tersebut konstan untuk suatu periode tertentu,
maka penguasa moneter bisa mengendalikan JUB secara langsung dengan
menentukan cadangan perbankan. Namun kenyataannya tidak sesederhana itu, JUB
pada suatu periode merupakan hasil perilaku penguasa moneter yang dalam hal ini
adalah : Bank Sentral, Bank-bank Umum dan masyarakat (termasuk lembaga keuangan
bukan bank) secara bersama-sama. Bank Sentral menentukan besarnya uang inti.
Bank-bank Umum
menentukan volume kredit atau kekayaan lainnya dan besarnya cadangan yang ingin
mereka pegang sebagai excess free reserves dan masyarakat
menentukan alokasi kekayaan liquid yang ingin mereka pegang.
Akan tetapi masih
dipertanyakan apakah dengan kemampuannya mengendalikan uang inti, Bank Sentral
juga mampu melakukan pengendalian terhadap JUB dengan ketepatan yang sama. Hal
ini tergantung pada keeratan hubungan antara uang inti dengan cadangan
perbankan dan antara cadangan perbankan dengan JUB. Jika terdapat kaitan yang
erat maka penguasa moneter dapat merumuskan kebijaksanaannya dan mampu mencapai
target JUB yang telah ditetapkan. Sebaliknya jika kaitan antara
variabel-variabel diatas tidak begitu erat, maka penguasa moneter tidak akan
mampu mencapai target JUB dengan tepat. Oleh karena itu kita perlu
mengetahui lebih dalam tentang teori jumlah uang yang beredar ini.
1. Pengertian Jumlah Uang yang Beredar (JUB)
Jumlah
uang beredar (money supply) adalah jumlah nilai keseluruhan uang yang
berada di tangan masyarakat dan beredar dalam sebuah perekonomian suatu
negara. Ada sebagian ahli yang mengkalifikasikan jumlah uang beredar
menjadi dua, yaitu :
1)
Jumlah
uang beredar dalam arti sempit atau disebut ‘Narrow Money’ (M1), yang terdiri
dari uang kartal dan uang giral (demand deposit); dan
2)
Uang
beredar dalam arti luas atau ‘Broad Money’ (M2), yang terdiri dari M1 ditambah
dengan deposito berjangka (time deposit).
Sementara
ahli lain menambahkan dengan M3, yang terdiri dari M2 ditambah dengan semua
deposito pada lembaga-lembaga keuangan non bank. Jumlah uang beredar dibedakan
menjadi dua yaitu uang beredar dalam arti sempit (M1) dan uang beredar dalam
arti luas (M2).
Namun
sebelum menguraikan uang beredar dalam arti sempit dan luas tersebut, penting
dijelaskan disini tentang uang primer atau uang inti (reserve money), yang
dinotasikan dengan M0. Uang inti merupakan cikal-bakal lahirnya uang kartal dan
uang giral.
1)
Uang
Primer atau Uang Inti (M0)
Uang
primer atau uang inti atau reserve money (Insukindro, 1994, hal: 76) merupakan
kewajiban otoritas moneter (Bank Indonesia), yang terdiri atas uang kartal yang
berada di luar Bank Indonesia dan Kas Negara, dan rekening giro Bank Pencipta
Uang Giral (BPUG) dan sektor swasta (perusahaan maupun perorangan) di Bank
Indonesia. Dengan demikian, uang kartal yang dipegang pemerintah, dalam bentuk
kas pemerintah atau kas negara, dan simpanan giral pemerintah pada Bank Indonesia,
tidak termasuk sebagai komponen dari uang primer.
Uang
inti merupakan besaran penting yang berfungsi sebagai indikator bagi
kebijaksanaan moneter terhadap perekonomian. Pendapat tersebut berdasarkan 2
hal, yaitu :
a.
Adanya
teori moneter yang memasukkan uang inti sebagai suatu mata rantai penghubung
antara tindakan-tindakan penguasa moneter dengan dampak terakhirnya terhadap
pendapatan, output dan harga.
b.
Uang
inti merupakan variabel yang relatif lebih bisa dikendalikan penguasa moneter.
Ada
3 konsep dalam menghitung besarnya uang inti, yaitu :
a.
Source base
b.
Reserve adjustment
c.
Monetary base
Source base diperoleh dari Neraca
Bank Sentral dan Kas Negara yang dikonsolidasikan, dimana hal ini Source
base terdiri atas :
a.
Aktiva luar negeri
b.
Tagihan-tagihan Bank
Sentral
c.
Rekening pemerintah
d.
Rekening-rekening
lainnya dalam neraca Bank Sentral
Untuk
memudahkan perhitungan, Source base juga dihitung dengan
menjumlahkan hutang-hutang Bank Sentral dan Kas Negara. Hutang-hutang ini
terdiri dari cadangan perbankan pada Bank Sentral dan uang kartal yang dipegang
oleh perbankan (Bank umum) serta masyarakat, biasanya disebut sebagai “uses of
the base”.
Perubahan-perubahan
dalam peraturan yang dikeluarkan oleh penguasa moneter menyebabkan
diperlakukannya penyesuaian bagi source base unuk memelihara
komparabilitasnya dari waktu ke waktu. “ Reserve Ajustment” memperhitungkan
pengaruh dari berubahnya cadangan minimum yang diwajibkan dan perubahan
proporsi kekayaan likuit yang dikenai peraturan tersebut.
Monetary base
merupakan penjumlahan dari Source Base dan Reserve
Adjustment. Pada perekonomian yang mempunyai pasar uang yang sudah maju,
penawaran uang inti sepenuhnya berada di tangan Bank Sentral. Hal ini
disebabkan oleh dominasi perubahan tagihan bank sentral terhadap perubahan
komponen Source Base lainya, sehingga pengaruhnya terhadap
uang inti sangat besar. Untuk menetralisir pengaruh perubahan salah satu
komponen “ source base “, Bank Senral melakukan operasi pasar terbuka. Dengan
demikian bank sentral dapat menentukan besarnya uang inti untuk mencapai suatu
target tertentu dalam JUB.
Dalam usaha untuk
mencoba menjelaskan penentuan JUB dalam kerangka analisa ekonomi makro secara
kuantitatif, biasanya dibagi kedalam 2 (dua) bagian yaitu :
a.
Perubahan-perubahan
dalam uang inti yang ditentukan oleh perubahan dalam kekayaan dan hutang bank
sentral
b.
Perubahan
uang inti bersama-sama dengan perubahan angka pengganda menentukan besarnya JUB
pada suatu periode
Salah
satu konsekuensi penting dari perkembangan teori penawaran uang ini adalah
dalam implikasi kebijaksanaannya, dimana penguasa moneter tidak dapat
meramalkan dampak kebijaksanaan moneternya dengan tepat karena hubungan antara
cadangan dan deposit perbankan akan dipengaruhi oleh harapan mereka tentang apa
yang akan dilakukan oleh bank sentral.
2)
Uang
Beredar Dalam Arti Sempit (Narrow Money = M1)
Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa uang beredar dalam arti sempit adalah seluruh
uang kartal dan uang giral yang ada di tangan masyarakat. Sedangkan uang kartal
milik pemerintah (Bank Indonesia) yang disimpan di bank-bank umum atau bank
sentral itu sendiri, tidak dikelompokkan sebagai uang kartal.
Sedangkan
uang giral merupakan simpanan rekening koran (giro) masyarakat pada bank-bank
umum. Simpanan ini merupakan bagian dari uang beredar, karena sewaktu-waktu
dapat digunakan oleh pemiliknya untuk melakukan berbagai transaksi. Namun saldo
rekening giro milik suatu bank yang terdapat pada bank lain, tidak
dikategorikan sebagai uang giral.
Dalam
artian sempit JUB didefinisikan sebagai Mı yang merupakan jumlah seluruh uang
kartal yang dipegang anggota masyarakat (the nonbankpublic) dan “damand
deposit” yang dimiliki oleh perseorangan pada Bank-bank Umum. (M ı = Kartal +
DD).
3)
Uang
Beredar Dalam Arti Luas (Broad money = M2)
Dalam
arti luas, uang beredar merupakan penjumlahan dari M1 (uang beredar dalam arti
sempit) dengan uang kuasi. Uang kuasi atau near money adalah simpanan
masyarakat pada bank umum dalam bentuk deposito berjangka (time deposits) dan
tabungan. Uang kuasi diklasifikasikan sebagai uang beredar, dengan alasan bahwa
kedua bentuk simpanan masyarakat ini dapat dicairkan menjadi uang tunai oleh
pemiliknya, untuk berbagai keperluan transaksi yang dilakukan.
Definisi
yang agak luas adalah M 2 yang merupakan penjumlahan dari M 1 dengan “time
deposit+ deposito berjangka”. (M 2+M1 + TD).
4)
Uang
Beredar Dalam arti Sangat Luas
Sementara
ahli lain menambahkan dengan M3, yang terdiri dari M2 ditambah dengan semua
deposito pada lembaga-lembaga keuangan non bank. Sedangkan definisi yang paling
luas dikenal dengan M3 yang merupakan penjumlahan dari M2 dengan semua deposito
pada lembaga-lembaga keuangan yang lain (nonbank).
Komponen-komponen yang
perlu diperhatikan dalam definisi uang adalah :
a.
Semuanya harus
memenuhi kedua persyaratan dari uang yaitu harganya tetap dan diterima secara
umum.
b.
Bentuk nonbank
publik adalah termasuk seluruh anggota masyarakat di samping bank-bank
umum dan bank-bank tabungan.
Ada dua pendekatan
utama dalam menghitung jumlah uang beredar, yaitu pendekatan transaksional (transactional
approach) dan pendekatan likuiditas (liquidity approach).
1)
Pendekatan
transaksional (transactional approach)
Pendekatan
ini memandang bahwa jumlah uang beredar yang dihitung adalah jumlah uang yang
dibutuhkan untuk keperluan transaksi. Pendekatan ini menghitung jumlah uang
beredar dalam arti sempit (narrow money) atau M1. Di
Indonesia yang tercakup dalam M1 adalah uang kartal dan
uang giral, dengan komponen sebagai berikut :
a.
Uang
kartal terdiri atas uang kertas dan uang logam, tidak termasuk uang kas pada
kantor perbendaharaan dan kas negara (KPKN) dan bank umum.
b.
Uang
Giral terdiri atas rekening giro, kiriman uang, simpanan berjangka, dan
tabungan dalam rupiah yangsudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan
simpanan penduduk dalam rupiah pada sistem moneter.
2)
Pendekatan
Likuiditas (liquidity approach)
Sesuai
pendekatan ini, jumlah uang beredar didefinisikan sebagai jumlah uang untuk
kebutuhan transaksi ditambah uang kuasi (quasy money). Hal ini dilandari
pertimbangan bahwa sekalipun uang kuasi merupakan aset finansial yang kurang
likuid dibanding uang kertas, uang logam dan uang rekening giro, tetapi
sangat mudah diubah menjadi uang yang dapat digunakan untuk keperluan transaksi.
Dalam prakteknya, pendekatan ini menghitung jumlah uang bererdar dalam arti
luas (broad money) yang dikenal dengan M2 yang
terdiri dari M1 ditambah uang kuasi (di Indonesia uang kuasi
adalah deposito berjangka). Perkembangan M2 adalah jauh lebih cepat
dari pertambahan M1 karena pertambahan tingkat kemajuan perekonomian.
Meningkatnya M2 secara langsung maupun tidak langsung mengindikasikan bahwa
perekonomian masyarakat menjadi meningkat. Sebab peningkatan deposito berjangka
mengandung pengertian bahwa tingkat penghasilan masyarakat sudah lebih besar
dari tingkat konsumsi. Keputusan seseorang menyimpan dananya di bank dalam
bentuk deposito merupakan keputusan investasi yang didorong oleh tingkat bunga
yang diberikan.
Kalau
anggapannya “money multiper” di atas dilepaskan maka besar kecilnya “money
multiper” ikut menentukan besarnya JUB. Besar kecilnya “money multiper”
tergantung pada perubahan :
a. Fraksi
uang kartal terhadap JUB, dimana faktor-faktor yang mempengaruhi adalah :
§ Pendapatan
§ Dalam artian pendapatan yang didapat jika memegang
uang kartal dan pendapatan yang di dapat jika memegang uang giral. Dengan
memegang uang kartal maka dipunyai likuiditas yang tinggi dan kalau menyimpan
uang giral diamping likuiditas terjamin sering/mungkin dapat penghasilan berupa
tingkat bunga.
§ Kekayaan
§ Orang yang mempunyai kekayaan dalam jumlah bsar
(orang kaya) akan memegang uang kartal dalam jumlah yang kecil sedangkan orang
miskin akan memegang uang kartal dalam jumlah besar.
§ Banyak/sedikitnya pengnaan alat pembayaran
pengganti, seperti kartu kredit (credit cards) dan “change accounts” . semakin
banyak alat pembayaran pengganti, semakin kecil jumlah uang kartal yang
dipegang dan sebaliknya, semakin sedikit (atau mungkin dengan
tidak adanya) alat pembayaran pengganti akan semakin besar uang
kartal yang diinginkan.
b. Faktor-faktor
yang mempengaruhi nilai cadangan :
§ Besarnya reserve ration/cash ratio yagn diwajibkan
oleh Bank sentral untuk dipengang oleh Bank-bank Umum.
§ Besarnya kelebihan cadangan yang dipegang oleh Bank
Umum. Ini terjadi karena biasanya Bank-bank Umum memegang
required reserve lebih besar daripada ketentuan yang dibuat oleh Bank Sentral.
2. JUB Di Negara-negara yang Sedang Berkembang
Perkembangan
JUB di negara-negara yang sedang berkembang tidak luput dari perkembangan dan
pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan di negara sedang berkembang yang mempunyai
peranan penting dalam peningkatan pembangunan ekonomi di negara sedang
berkembang. Lembaga-lembaga keuangan ini termasuk didalamnya adalah : Bank
Sentral, Bank-bank umum komersial, bank-bank koperasi, bank pembangunan dan
lembaga-lembaga keuangan ini terorganisasi dan sering disebut sebagai “dealers
of debt”.
Bank
Sentral di Negara sedang berkembangan mempunyai 2 fungsi yang tradisional dan
nontradisional. Fungsi tradisional Bank Sentral antara lain :
1)
Sebagai
“Bank”nya Pemerintah dan pemegang keuangan pemerintah.
2)
Sebagai
“Monopolis” dalam mencetak uang kartal untuk mempertahankan kepercayaan
masyarakat terhadap nilai uang.
3)
Sebagai
“leader of the last persort” artinya Bank Sentral menyediakan likuiditas bagi
bank-bank umum dan lembaga keuangan lainnya yang mengalami kesulitan
likuiditas.
4)
Sebagai
“pengawas kredit” artinya mengatur jumlah dan tersedianya kredit dalam
perekonomian.
5)
Sebagai
“bankers bank" artinya Bank Sentral bertindak sebagai bank komersial bagi
bank-bank umum. Ini berarti bahwa hubungan antara bank sentral dengan bank-bank
umum sebagaimana masyarakat terhadap bank-bank umum.
6)
Sebagai
“penjaga nilai tukar” dalam artian Bank Sentral bertindak untuk manjaga agar
nilai tukar tidak berfluktuasi secara tajam.
Bank-bank
komersial di negara berkembang bertindak sebagai bank-bank komersial di negara
maju. Dalam hal-hal ini bank-bank menerima deposito dan meminjamkan kredit bagi
peminjam dengan jaminan tertentu. Dan menawarkan suku bunga bagi deposito
berjangka khususnya, di samping itu mengenakan suku bunga bagi peminjam kredit.
Perbedaan antara suku bunga kredit dengan suku bungan deposito (SPREAD)
merupakan penghasilan bagi bank-bank umum.
Permintaan
kredit oleh anggota masyarakat sangat tergantung pada tingkat kegiatan ekonomi,
biaya kredit (termasuk suku bunga kredit) dan hasil yang di harapkan dari
penggunaan kredit tersebut. Demikian juga penawaran kredit tergantung pada
tingkat pendapatan, kepercayaan bank serta suku bunga yang harus dibayarkan.
Hal yang perlu dicatat adalah kemampuan bank dalam “mencetak uang” mempunyai
peranan dalam memenuhi permintaan kredit bank. Akan tetapi kemampuan
menciptakan kredit dibatasi oleh tingkat keuntungan yang diharapkan oleh bank
ats pemegangan kekayaannya.
Faktor
lain yang membatasi kemampuan bank dalam menciptakan kredit adalah
ketidaksediaan masyarakat untuk memegang tambahan depositonya. Penelitian di
negara sedang berkembang menunjukan bahwa permintaan uang masyarakat lebih
banyak di pegang dalam bentuk uang kartal dari pada giro atau deposito
berjangka. Dan faktor yang lainnya adalah ketentuan cadangan minimum yang harus
dipegang oleh bank-bank umum. Biasanya bank sentral mempunyai hak (kekuasaan) untuk
mengatur ketentuan cadangan ini sehingga kalau bank sentral menginginkan
kebijaksanaan kontraksi (tight money policy) maka ketentuan cadangan dinaikkan
dan sebaliknya ketentuan cadangan diturunkan kalau menginginkan ekspansi (easy
money policy).
Perbedaan
fungsi Bank Sentral dan Bank Umum Sebagaimana dikemukakan FURNESS (1973),
membawa dampak pada mekanisme JUB dan faktor-faktor yang mempengaruhi.
Misalnya, masalah penciptaan uang giral oleh Bank Umum di negara sedang
berkembang tidak sebagaimana di negara yang sudah maju masalah ketentuan suku
bunga di negara sedang berkembang yang relatif stabil ; masalah kredit yang
banyak dipengaruhi oleh berhasil tidaknya panenan di negara sedang berkembang
dan masalah “banking habit” di negara sedang berkembang yang kurang stabil dan
masih rendah sehingga banyak sekali pengaruhnya terhadap penciptaan uang giral
pada khususnya dan JUB pada umumnya. Dan juga banyak pengaruhnya terhadap
perubahan JUB adalah hutang pemerintah terhadap Bank yang oleh FURNESS dikatakan
sebagai “crusial factors” yang mempengruhi JUB di negara sedang berkembangan.
Faktor
lain yang juga berpengaruh terhadap JUB di Negara sedang berkembang adalah
adanya pasar uang yang tidak terorganisasi (unorganised money market) yang
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Rahasia
dalam pembicaraan (hutang pihutang)
b.
Peminjaman
uang yang tidak langsung (misal seperti perdagangan)
c.
Operasi fleksibel
d.
Hubungan
antara konsumen dengan penyediaan dana sangat akrap.
e.
Pencatatan
hutang pihutang sangat sederhana.
Dampaknya
terhadap Jumlah Uang Beredar di Negara sedang berkembang melalui beberapa jalur
antara lain :
a.
Berkurangnya
transaksi, baik jumlah maupun ukuran, keuangan karena sering barter
b.
Menghambat pertumbuhan
Bank Desa
c.
Banyak masyarakat
melakukan “hoarding”.
d. Kebijaksaan moneter dampaknya berkurang.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar
Seperti
telah disinggung sebelumnya bahwa dasar terciptanya uang beredar adalah karena
adanya uang inti atau uang primer. Dengan demikian, besarnya uang beredar ini
sangat dipengaruhi oleh besarnya uang inti yang tersedia. Sedangkan besarnya
uang inti ini dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: (Boediono, 1993, hal: 97)
a.
Keadaan neraca pembayaran (surplus atau defisit)
Apabila neraca
pembayaran mengalami surplus, berarti ada devisa yang masuk ke dalam negara,
hal ini berarti ada penambahan jumlah uang beredar. Demikian pula sebaliknya,
jika neraca pembayaran mengalami defisit, berarti ada pengurangan terhadap
devisa negara. Hal ini berari ada pengurangan terhadap jumlah uang beredar.
b.
Keadaan APBN (surplus atau defisit)
Apabila pemerintah
mengalami defisit dalam APBN, maka pemerintah dapat mencetak uang baru. Hal ini
berarti ada penambahan dalam jumlah uang beredar. Demikian sebaliknya, jika
APBN negara mengalami surplus, maka sebagian uang beredar masuk ke dalam kas
negara. Sehingga jumlah uang beredar semakin kecil.
c.
Perubahan kredit langsung Bank Indonesia
Sebagai penguasa
moneter, Bank Indonesia tidak saja dapat memberikan kredit kepada bank-bank
umum, tetapi BI juga dapat memberikan kredit langsung kepada lembaga-lembaga
pemerintah yang lain seperti Pertamina, dan badan usaha milik negara (BUMN)
lainnya. Perubahan besarnya kredit langsung ini akan berpengaruh terhadap besar
kecilnya jumlah uang beredar.
d.
Perubahan kredit likuiditas Bank Indonesia
Sebagai
banker’s bank, BI dapat memberikan kredit likuiditas kepada bank-bank umum.
Sebagai contoh, ketika terjadi krisis ekonomi sejak tahun 1997 lalu, BI
memberikan kredit likuiditas dalam rangka mengatasi krisis likuiditas bank-bank
umum, yang jumlahnya mencapai ratusan trilyun rupiah. Hal ini berdampak pada
melonjaknya jumlah uang beredar.
Di
samping itu, adanya pinjaman luar negeri, kebijakan tarif pajak, juga dapat
mempengaruhi besar kecilnya jumlah uang beredar.
4. Berbagai Kebijakan Pemerintah dalam Mempengaruhi
Jumlah Uang Beredar.
Secara
garis besar terdapat dua jenis kebijakan yang dilakukan pemerintah (Bank
Indonesia dan Departemen Keuangan) dalam mengendalikan jumlah uang beredar,
yaitu :
1) Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter
merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yang dibedakan
menjadi dua, yaitu :
A. Kebijakan
moneter kuantitatif, yang meliputi:
a.
Politik Pasar Terbuka
BI
mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara jual beli surat-surat berharga.
BI mempunyai instrumen yaitu Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Apabila jumlah
uang beredar dalam masyarakat terlalu besar, maka BI dapat menjual SBI kepada
masyarakat (bank-bank umum). Apabila bank umum membeli SBI artinya ada uang
yang tersedot ke pemerintah (BI), yang berarti jumlah uang beredar berkurang.
Apabila
pemerintah menghendaki menurunnya jumlah uang yang beredar, pemerintah harus
menjual surat obligasi dipasar bebas. Tindakan ini disebut “open market
selling”. Sebaliknya apabila pemerintah menghendaki bertambahnya jumlah uang
yang beredar, maka pemerintah dalam hal ini bank sentral perlu melakukan “open
market buying”, yakni membeli kembali obligasi dari masyarakat.
b.
Politk
Diskonto dan bunga pinjaman
BI
dapat membeli surat-surat berharga bank-bank umum yang tingkat likuiditasnya
tinggi, dengan tingkat diskonto yang telah ditetapkan oleh BI. BI juga bisa
memberikan pinjaman kepada bank-bank umum, yang artinya terjadi penambahan
jumlah uang beredar. BI dapat juga menaikkan bunga pinjaman kepada bank-bank
umum, maka bank umum akan mengurangi jumlah pinjamannya dari bank Indonesia.
Apabila
bank sentral menaikan tingkat diskontonya (yaitu tingkat bunga yang
dikenakanpada bank umum atas pinjaman dana yang diberikan), maka jumlah uang
yang beredar cenderung berkurang. Sebaliknya , bila pemerintah menghendaki
jumlah uang beredar bertambah, suku diskonto bank sentral perlu diturunkan.
c.
Politik
merubah cadangan minimal bank-bank umum pada BI
Setiap
bank umum wajib mempunyai cadangan di BI dan jumlahnya ditetapkan oleh BI.
Istilahnya adalah reserve requirement. Apabila Bank Indonesia menaikkan tingkat
cadangan minimal bank-bank umum, katakanlah dari 10% menjadi 15%, maka hal ini
akan mengurangi jumlah uang beredar, karena semakin besarnya modal bank-bank
umum yang harus disimpan di BI.
Bank
sentral umumnya menetukan angka banding minimum antara ung tunai dengan
kewajiban giral bank. Angka banding mana disebut “minimum cash ratio”.
Bila
pemerintah menurunkan minimum cash ratio, maka dengan uang tunai yang samabank
dapat menciptakan uang denganjumlah yang lebih banyak dari sebelumnya.
Sebaliknya bila dikehendaki berkurangnya jumlah uang yang beredar, pemerintah
dapat menaikan cash ratio bank.
B. Kebijakan
moneter kualitatif, yang meliputi:
a.
Pengawasan pinjaman
secara selektif
Bank sentral mengawasi
pinjaman dan investasi yang dilakukan oleh bank-bank umum, agar bank-bank umum
selektif dalam memberikan kredit kepada debitur.
Jumlah uang yang
beredar dalam masyarakat,disamping dipengaruhi oleh kebijakan kebijakan bank
sentral,juga dapat dipengaruhi oleh neraca pembayaran luar negeri (balance of
payment) negara tersebut. Neraca pembayaran yang surplus (berarti Negara
tersebut lebih banyak mengekspor) cenderung mengakibatkan meningkatnya
penawaran akan uang, sedangkan neraca pembayaran defisit cenderung menurunkan
jumlah uang yang beredar.
B = C + R
Dimana : B = Uang inti
C
= Uang kartal yang dipegang oleh masy. umum
diluar
bank-bank
R
= Reserve bank
Atas
dasar reserve bank (R) yang disimpan maka bank-bank menciptakan uang giral yang
berupa saldo-saldo rekening Koran yang dimilikioleh masyarakat umum yang
disimpan pada bank-bank (D). Jumlah uang yang beredar mencakup uang kartal yang
dipegang masyarkat umum diluar bank (C) dan uang giral yang diciptakan oleh
bank-bank umum (D) :
M
= C + D
Dimana
: M
= Jumlah uang yang beredar
C = Uang kartal yang dipegang oleh masy. umum
diluar
bank-bank
D = Uang
giral yang diciptakan oleh bank-bank
umum
b.
Pembujukan moral
Bank sentral
mengadakan pertemuan langsung dengan pimpinan bank-bank umum untuk meminta
langkah-langkah tertentu dalam rangka membantu kebijaksanaan-kebijaksanaan yang
diambil oleh pemerintah. Melalui pembujukan moral ini, bak\nk sentral dapat
meminta bank-bank umum untuk menambah atau mengurangi pinjaman di semua sektor
atau hanya di sektor-sektor tertentu saja. Ataupun membuat perubahan-perubahan
tingkat bunga yang mereka tetapkan.
2) Kebijakan Fiskal
(Pajak)
Kebijakan ini juga dapat mempengaruhi jumlah uang beredar, yaitu melalui
pajak. Apabila pemerintah, dalam hal ini Departemen Keuangan, memperluas objek
pajak, berarti akan lebih banyak uang yang tersedot ke pemerintah. Dalam hal ini
berarti jumlah uang beredar menjadi berkurang. Demikian pula misalnya ketika
pemerintah menaikkan pajak kendaraan bermotor pada tahun 1999 sebesar kurang
lebih 100%, hal ini berarti terjadi penyerapan (absorbsi) uang yang beredar.
REFERENSI :
1.
The
Economics of Money, Banking and Financial Market; Frederic S. Mishkin -
Columbia University.
2.
Ekonomi
Moneter; Nopirin; BPFE Yogyakarta.
3.
Ekonomi
Moneter; Budiono; BPFE Yogyakarta.
4.
Bank dan
Lembaga Keuangan Non Bank; Sri Susilo dkk; Salemba Empat - Jakarta.
5.
Ekonomi Moneter; Budiono; BPFE Yogyakarta.
6.
Lembaga
Keuangan Bank dan Non Bank, O.P. Simorangkir - 2004, Ghalia Indonesia.
Sumber Lain :
https://bizgun.wordpress.com/tag/ruang-lingkup-ekonomi-moneter/
http://fajriarifwibawa.blogspot.co.id/2015/04/makalah-teori-jumlah-uang-yang-beredar.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar