Bagi perusahaan,
karyawan adalah asset yang paling bernilai. Untuk hal ini,
Robert Owen (1771–1858) juga menekankan bahwa unsur karyawan merupakan unsur
terpenting dalam operasi perusahaan. Karyawan bahkan disebutnya sebagai vital
machine. Lebih lanjut, dikatakan juga bahwa peningkatan produktivitas akan
tercapai apabila terdapat peningkatan kondisi karyawan. Kondisi yang dimaksud
adalah kondisi di tempat kerja dan di luar tempat kerja. Dengan demikian,
perusahaan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap karyawan, baik secara material
maupun moral. Dari aspek sistem produksi operasi sendiri, bagaimana pun canggih
dan mutakhirnya sebuah mesin, tidak ada satu mesin pun yang dapat menyamai
sumbangan instrinsik manusia –karyawan, baik dari unsur diversitas
keterampilan, emosional, maupun tingkatan prestasi. Karyawan memiliki perilaku
yang unik dan tidak dapat diduga, sehingga benar apa yang dikatakan para pakar
bahwa managing people seringkali merupakan kegiatan yang
paling rumit, paling kompleks bagi seorang manajer.
Arti Penting
Pengelolaan Tenaga Kerja
Tenaga kerja
merupakan istilah yang identik dengan istilah personalia atau sumber day a
manusia. Oleh karena itu, pengertian tenaga kerja dapat dilihat secara makro
maupun mikro. Secara makro, tenaga kerja atau manpower adalah kelompok yang
menduduki usia kerja. Secara mikro, tenaga kerja adalah karyawan atau employee
yang mampu memberikan jasa dalam proses produksi. Jadi, secara makro pengertian
tenaga kerja bersifat kuantitas, yaitu jumlah penduduk yang mampu bekerja. Mampu bekerja di
sini bercirikan batas usia kerja minimal, misalnya 10 tahun atau 15 tahun.
Sedang secara mikro, pengerti an tenaga kerja bersifat kualitas, yaitu sebagai
jasa yang diberikan atau dicurahkan dalam proses produksi. Dalam konteks
pengertian ini, maka tenaga kerja sering dipandang sebagai human atau
intelectual capital perusahaan. Pada prakteknya, khususnya di Indonesia,
istilah tenaga kerja meliputi buruh, karyawan, dan pegawai (Siswanto, 2002).
Buruh adalah mereka yang bekerja pada usaha perorangan dan diberikan imbalan atau jasa kerja secara harian maupun borongan sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak, baik secara lisan maupun tertulis. Biasanya imbalan kerja tersebut disebut upah dan diberikan secara harian.
Karyawan adalah mereka yang bekerja pada suatu perusahaan, baik swasta maupun pemerintah. Mereka diberi imbalan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Biasanya imbalan kerjanya disebut upah dan/atau gaji dan diberikan secara mingguan atau bulanan.
Pegawai adalah pegawai negeri yang telah memenuhi syarat sesuai perundang-undangan yang berlaku. Mereka diangkat oleh pejabat negara yang berwenang untuk dikaryakan atau ditugaskan dalam pekerjaan tertentu di lembaga pemerintahan. Mereka diberi imbalan kerja menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Biasanya imbalan kerjanya disebut gaji dan diberikan secara bulanan.
I.
Tujuan
pengelolaan tenaga kerja
Ketika
model-model kuantitatif dan operation research mencapai puncak
kejayaannya sekitar tahun 1950-an, dapat dikatakan bahwa pada waktu itu,
perhatian atau concern pihak manajemen terhadap karyawan di
dalam perusahaan seakan-akan disingkirkan. Dengan berbagai model dan
pendekatan, semua persoalan di dalam perusahaan diusahakan dapat diselesaikan.
Melalui pendekatan tersebut karyawan bahkan dianggap sebagai mesin, salah satu
faktor produksi. Meskipun demikian, pada saat yang sama para ahli perilaku dan
psikologi berhasil menyumbangkan suatu gagasan hasil penelitian mengenai pola
perilaku karyawan di dalam perusahaan. Tidak dapat dihindarkan, hasil
penelitian ini membuat munculnya perspektif baru dalam pengelolaan karyawan.
Sejalan dengan itu, timbul suatu kebutuhan yang mendesak untuk lebih banyak
menerapkan penelitian keperilakuan dalam perusahaan, dan pada gilirannya pada
bidang manajemen produksi operasi. Sebagian besar manajer mengakui bahwa
tanggung jawab yang paling banyak menyita perhatian adalah masalah pengelolaan
karyawan. Meskipun demikian, tujuan yang paling penting adalah pencapaian
prestasi. Dalam lingkup manajemen produksi operasi, prestasi kadang kali
disejajarkan dengan produktivitas. Tetapi pengertian itu kurang memadai.
Prestasi tidak hanya menyangkut produktivitas saja. Lebih jauh, prestasi harus
melibatkan semua tujuan dalam produksi operasi, katakanlah seperti service
excellent, penghematan biaya, kualitas, delivery, dan bahkan
fleksibilitas.
II.
Prinsip –
prinsip pengelolaan tenaga kerja
Secara umum,
pengelolaan karyawan dalam perusahaan mengikuti kecenderungan sebagai berikut :
§ Model Hubungan
Manusiawi (19301–1940)
§ Model Manajemen
Partisipatif (1950)
§ Model T-Group (1960)
§ Model Pemerkayaan
Pekerjaan (1970)
§ Model Quality Cycle
(1980)
Peralihan
kecenderungan ini bukan berarti bahwa pendekatan di atas tidak dapat lagi
dipergunakan saat ini. Sebaliknya, dalam kondisi dan situasi tertentu yang
sesuai, pendekatan itu akan sangat berguna. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa semua pendekatan itu dapat dipergunakan secara bersamaan dan simultan.
Selain
menganjurkan penggunaan pendekatan di atas, di bawah ini akan disajikan
7(tujuh) prinsip pengelolaan karyawan yang baik, berlaku luas, dan dapat
dipergunakan pada situasi dan kondisi yang beraneka ragam. Prinsip-prinsip
tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Cocokkan karyawan dengan pekerjaan : Prinsip ini
berarti pekerjaan harus dirancang untuk karyawan yang tersedia. Selain itu,
karyawan juga didorong untuk menerima pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan
individunya. Hal ini berarti, kar- yawan diberikan otonomi dalam bekerja.
Berkaitan dengan itu, Hackman dan Oldham menyatakan bahwa otonomi di dalam
pekerjaan akan mempengaruhi rasa tanggung jawab para karyawan akan hasil kerja.
Otonomi ini dapat dicapai dengan memberikan lebih banyak wewenang pengambilan
keputusan kepada karyawan.
2.
Definisikan tanggung jawab karyawan secara jelas : Kejelasan tanggung
jawab biasanya dilakukan melalui job description yang tertulis
atau berisikan tentang tujuan tugas yang selalu dimodifikasi. Dilain pihak,
ketidakjelasan tanggung jawab akan dapat meningkatkan perasaan frustrasi
karyawab dan pada gilirannya akan berakibat pada kualitas, produktivitas, dan
tingkat konflik yang dialami karyawan.
3.
Tetapkan standar prestasi : Adanya standar
prestasi akan mengurangi ketergantungan karyawan pada penyelia. Standar
prestasi berarti ada suatu rumusan yang jelas tentang apa yang harus dicapai
karyawan, sekaligus membuka kemungkinan lebih besar untuk mendesentralisasikan
lebih banyak tugas kepada karyawan.
4.
Komunikasi dan keterlibatan karyawan : Gagasan manajemen
partisipatif digalakkan kembali pada prinsip ini. Artinya, karyawan pantas
untuk tahu berbagai kebijakan yang diterapkan dalam perusahaan dan merasa bahwa
mereka dapat mempengaruhi kebijakan melalui peran serta dalam pengambilan
keputusan. Ada kebanggaan akan keahlian yang dimulai pada manajemen puncak dan
merembes ke keseluruhan perusahaan. Akibatnya, karyawan tahu bahwa ia
bertanggung jawab dan menerima tanggung jawab tersebut. Jepang dapat dikatakan
sebagai negara penganut prinsip ini secara kaku.
5.
Mengadakan pendidikan dan latihan : Dalam situasi di
mana pengetahuan berkembang dengan pesat, adanya pendidikan dan pelatihan
mutlak diperlukan untuk menunjang karier. Melalui pendidikan dan latihan,
pandangan karyawan diperluas melalui tambahan pengetahuan, serta dapat menyumbang
pada pencapaian integrasi perusahaan.
6.
Menjamin supervisi yang baik : Tidak ada yang lebih
mendasar bagi karyawan selain daripada adanya penyeliaan yang baik. Seorang
penyelia harus memiliki keahlian, baik teknologi, konseptual, maupun manusiawi.
Menurut teori perilaku, apabila karyawan mengetahui prestasi apa yang
diharapkan darinya dan diberikan kesempatan untuk mewujudkan harapan ini,
mereka akan termotivasi untuk lebih berprestasi.
7.
Penghargaan atas prestasi kerja : Semua karyawan
membutuhkan penghargaan atas prestasi kerjanya. Apabila standar telah
ditetapkan, giliran penetapan berikutnya adalah pemberian penghargaan kepada
karyawan yang telah mencapai atau melebihi standar itu. Penghargaan yang
diberikan dapat berupa penghargaan material maupun im-material.
III.
Desain tenaga
kerja
Sebelum rancangan
kerja dimulai, produk umumnya telah lebih dahulu ditetapkan. Ada kalanya
teknologi atau proses sudah ditentukan. Apabila kondisinya demikian, maka
fleksibilitas yang tersisa hanya sedikit karena pekerjaan hampir seluruhnya
telah diserap oleh teknologi proses.
Disain kerja dapat
diartikan sebagai fungsi penetapan kegiatan-kegiatan individual dan kelompok
secara organisasional. Dengan kata lain, disain kerja merupakan fungsi
penstrukturan tentang isi dan metode kerja.
Hal ini berarti, suatu
disain kerja harus berisikan paling tidak 6(enam) uraian, yaitu :
1)
Tugas apa yang harus dilaksanakan;
2)
Bagaimana melaksanakannya;
3)
Kapan pekerjaan itu dilaksanakan;
4)
Di mana tempat pelaksanaannya;
5)
Siapa pelaksana dan siapa penanggungjawabnya;
6)
Mengapa pekerjaan itu harus diselesaikan.
Rancangan kerja
merupakan pokok bahasan yang kompleks. Untuk menelusurinya, terlebih dahulu
diperlukan pemahaman yang menyeluruh mengenai variabel teknis dan variabel
sosial (karyawan). Apabila salah satu variabel ini tidak diperhatikan, maka
akan terjadi dis-equilibrium dalam pekerjaan. Pekerjaan
menjadi membosankan atau pekerjaan tidak memanfaatkan kelebihan teknologi yang
tersedia. Tujuan diadakannya rancangan kerja adalah untuk menemukan pekerjaan
yang dapat memenuhi persyaratan sosial dan persyaratanan teknis sekaligus.
Pendekatan ini
mengarah pada pengembangan kerja yang tidak semata-mata mencerminkan tingkat
teknologi yang paling ekonomis dengan menempatkan manusia sebagai mesin. Lebih
jauh, pandangan ini juga harus mempertimbangkan biaya-biaya yang mungkin timbul
sebagai akibat tingginya tingkat perputaran karyawan, absen, dan kejenuhan
dalam bekerja.
IV.
Desain
pekerjaan
Disain Pekerjaan (Job Design) didefinisikan
sebagai fungsi penetapan-penetapan kegiatan-kegiatan kerja seorang individu
atau kelompok secara organisasional. Tujuannya adalah untuk mengatur
penugasan-penugasan kerja yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi dan
individu para pemegang jabatan.
Terdapat tiga alasan bahwa kegiatan desain
pekerjaan merupakan pekerjaan yang paling menantang bagi seorang menejer, yaitu
:
1. Pada hakekatnya
sering terjadi konflik antara kebutuhan –kebutuhan dan tujuan-tujuan pekerja
dan kelompok pekerja dengan kebutuhan-kebutuhan
2. Sifat unik setiap
individu mengakibatkan munculnya macam-macam tanggapan dalam wujud sikap,
kegiatan, kegiatan pisik dan produktivitas dalam pelaksanaan tugas tertentu
3. Perubahan
karakter atau sifat tenaga kerja dan pekerjaan itu sendiri yang membuat
model-model tradisional perilaku pekerja dan keteptaan pendekatanpendekatan
pengembangan kerja standar harus selalu diperhatikan.
V.
Perencanaan
tenaga kerja
Perencanaan
tenaga kerja adalah cara menentukan kebijakan karyawan yang berkaitan dengan
stabilitas tenaga kerja, jadwal kerja, dan aturan kerja.
1. Kebijakan Stabilitas Tenaga
Kerja
Stabilitas tenaga kerja berkaitan dengan jumlah
karyawan yang dipelihara oleh sebuah organisasi pada waktu tertentu. Terdapat
dua kebijakan dasar yang berkaitan dengan stabilitas :
a. Ikuti
permintaan dengan tepat
Dengan mengikuti permintaan secara tepat akan
menjaga biaya tenaga kerja langsung yang terkait dengan produksi, tetapia akan
menimbulkan biaya perekrutan dan pemberhentiaan karyawan, asuransi
pengangguran, dan upah yang lebih tinggi untuk menarik karyawan agar dapat
menerima pekerjaan yang stabil.
b. Menjaga
jumlah karyawan konstan
Dengan mempertahankan jumlah karyawan konstan
berarti perusahaan mempertahankan karyawan yang terlatih, dan menjaga biaya perekrutan, pemberhentiaan, dan pengangguran menjadi
minimum. Kebijakan – kebijakan diatas hanyalah dua kebijakan efisien dan
memberikan
lingkungan kerja bermutu. Perusahaan harus menentukan kebijakan stabilitas tenaga kerjanya.
lingkungan kerja bermutu. Perusahaan harus menentukan kebijakan stabilitas tenaga kerjanya.
2. Jadwal Kerja
Ada
beberapa variasi penjadwalan kerja :
a. Flextime,
mengizinkan karyawan untuk
menentukan jadwal mereka masing – masing. Kebijakan ini memberikan ini
memberikan otonomi dan kebebasan yang lebih pada sisi karyawan.
b. Minggu
Kerja
yang Fleksibel, dimana jumlah hari yang kerjanya lebih sedikit,
tetapi jam kerjanya lebih panjang. Penjadwalan ini berlaku bagi banyak fungsi
operasi – selama pemasok dan pelanggan dapat diakomodasi.
c. Jam kerja yang lebih pendek
alih – alih
yang panjang, mengubah status karyawan menjadi status paruh
waktu. Pilihan ini
bisanya menarik dalam industry jasa, dimana keperluan karyawan saat beban yang tinggi sangat diperlukan.
d. Penggolongan Kerja dan
Peraturan Kerja
Penggolongan kerja dan
peraturan kerja membatasi fleksibelitas karyawan
dalam bekerja yang akan mengurangi fleksibelitas operasi. Oleh karena itu
semakin besar fleksibelitas perusahaan untuk menetapkan jadwal kerja, maka perusahaan akan semakin efisien dan cepat tanggap.
dalam bekerja yang akan mengurangi fleksibelitas operasi. Oleh karena itu
semakin besar fleksibelitas perusahaan untuk menetapkan jadwal kerja, maka perusahaan akan semakin efisien dan cepat tanggap.
3.
Rancangan kerja
Rancangan
kerja adalah menetapkan tugas-tugas yang terkandung dalam suatu
pekerjaan bagi seseorang atau sebuah kelompok. Terdapat lima komponen rancangan kerja: spesialisasi pekerjaan, ekspansi pekerjaan, komponen psikologis, tim yang mandiri dan motivasi dan sistem insentif.
pekerjaan bagi seseorang atau sebuah kelompok. Terdapat lima komponen rancangan kerja: spesialisasi pekerjaan, ekspansi pekerjaan, komponen psikologis, tim yang mandiri dan motivasi dan sistem insentif.
4. Spesialisasi Pekerjaan
Spesialisasi
pekerjaan akan mengurangi biaya tenaga kerja montir yang
memiliki banyak keahliaan. Hal ini dapat dicapai dengan beberapa cara berikut :
Pengembangan ketangkasan dan pembelajaran yang lebih cepat oleh karyawan
karena adanya pengulangan.
memiliki banyak keahliaan. Hal ini dapat dicapai dengan beberapa cara berikut :
Pengembangan ketangkasan dan pembelajaran yang lebih cepat oleh karyawan
karena adanya pengulangan.
§ Lebih sedikit waktu yang terbuang karena karyawan
tidak perlu mengubah
pekerjaan atau perangkat kerja.
pekerjaan atau perangkat kerja.
§ Pengembangan perangkat- perangkat khusus dan
pengurangan investasi
karena setiap karyawan hanya memiliki sedikit perangkat kerja yang
dibutuhkan untuk tugas tertentu.
karena setiap karyawan hanya memiliki sedikit perangkat kerja yang
dibutuhkan untuk tugas tertentu.
Keterbatasan utama spesialisasi utama spesialisasi pekerjaan
adalah kegagalan
sistem ini untuk memampukan seorang karyawan melakukan pekerjaan secara
keseluruhan.
sistem ini untuk memampukan seorang karyawan melakukan pekerjaan secara
keseluruhan.
VI.
Masalah
alokasi tenaga kerja
VII.
Pengukuran
kerja
Tanggung jawab
manajer adalah untuk mendefinisikan tujuan dan menjamin bahwa tekhnik
pengukuran kerja tersebut digunakan dengan tepat. Apabila tekhnik pengukuran
kerja yang diterapkan merupakan tekhnik yang benar-benar dapat menjawab
kebutuhan organisasi, maka dengan sendirinya berbagai macam kegunaan dapat
diperoleh. Tekhnik pengukuran kerja dapat digunakan untuk tujuan berikut :
1)
Mengevaluasi Prestasi Kerja : Hal ini dilakukan
dengan membandingkan output aktual dalam suatu periode dengan output standar
yang ditentukan dari pengukuran kerja. Hasil yang diperoleh berupa adanya
kesesuaian atau ketidak-sesuaian antar output, yang dapat menjadi dasar bagi
pengambilan keputusan terhadap karyawan.
2)
Merencanakan Kebutuhan Karyawan : Untuk suatu tingkat
output tertentu dimasa mendatang, dan dengan membandingkannya dengan
ketersediaan waktu kerja, hasil pengukuran kerja dapat digunakan untuk
menentukan berapa banyak karyawan yang dibutuhkan.
3)
Menentukan Kapasitas yang Tersedia: Dengan jumlah karyawan
dan ketersediaan peralatan tertentu, ditambah dengan ketersediaan waktu,
standar kerja yang dimiliki organisasi dapat digunakan untuk memprediksi
kapasitas yang tersedia.
4)
Menentukan Harga Produk: Standar kerja yang diperoleh melalui
pengukuran kerja merupakan salah satu unsur dalam penetapan harga pokok dan
harga jual. Keberhasilan penetapan harga produk akan menentukan kelangsungan
hidup perusahaan tersebut.
5)
Membandingkan Metode Kerja: Apabila sedang
dilakukan evaluasi dan penilaian atas beberapa metode yang berbeda, standar
kerja dapat memberikan dasar untuk melakukan perbandingan ekonomis atas
metode-metode tersebut.
6)
Mempermudah Penjadwalan : Salah satu input data
bagi semua sistem penjadwalan adalah estimasi waktu bagi kegiatan kerja.
Estimasi waktu ini biasanya diturunkan dari pengukuran kerja.
7)
Menentukan Upah Insentif: Karyawan akan
memperoleh insentif dan upah yang lebih tinggi apabila dapat mencapai atau
melampaui output tertentu. Kegunaan standar kerja dalam hal ini adalah
penentuan tingkat upah berdasarkan standar kerja sebesar 100%.
VIII.
Produktivitas
Menurut Peter
Drucker “ produktifitas adalah tes pertama kemampuan manajmen”. Produktifitas
didefinisikan sebagai hubungan antara masukan-masukan dan keluaran-keluaran
suatu sistem produktif. Dalam teori , sering mudah untuk mengukur hubungan
sebagai rasio keluaran dibagi masukan.
Dalam program
–program peningkatan produktifitas erdapat beberapa langkah yang perlu
diperhatikan sebagai berikut :
1)
Mengembangkan
ukuran-ukuran produktifitas pada seluruh tingkat organisasi
2)
Menetapkan
tujuan-tujuan pengingkatan produktifitasdalam konteks ukuran-ukuran yang
ditetapkan
3)
Mengembangkan
rencana-rencana untuk mencapai tujuan-tujuan
4)
Mengimplementasikan
rencana
5)
Mengukur
hasil-hasil
1.
Pengukuran
produktivitas
Secara umum,
produktivitas dapat diukur dengan menghitung rasio keluaran terhadap masukan.
Bentuk umum bahasa matematiknya untuk menghitung produktivitas adalah sebagai
berikut :
Produktivitas
Total = Total Out Put Yang di Hasilkan / Total In Put Yang di Gunakan
Sedangkan,
Produktivitas
Parsial = Total Out Put Yang di Hasilkan / Total In Put Tertentu Yang di
Gunakan
Bentuk matematik
yang sederhana tersebut ternyata tidak dapat melepaskan ukuran-ukuran
produktivitas dari persoalan-persoalan yang memang inheren dengan kesederhanaan
yang dimiliki. Beberapa persoalan yang perlu diperhatikan antara lain
adalah :
a. bahwa ukuran-ukuran produktivitas merupakan angka-angka statistik
matematik. Sebagaimana halnya statistik matematik, angka-angka produktivitas sangat mudah untuk
dimanipulasi dan disalahgunakan sehingga melahirkan informasi yang terdistorsi dan memihak pada
kepentingan-kepentingan tertentu.
a. bahwa persamaan matematik di atas akan memberikan angka-angka
ukuran produktivitas yang bisa jadi sangat berbeda, bergantung pada bagaimana ukuran
keluaran-masukan dinyatakan. Apakah satuan keluaran-masukan akan dinyatakan dalam satuan kuantitas
fisik yang nantinya akan memberikan ukuran
produktivitas operasional, ataukah dalam satuan unit moneter yang memberikan
ukuran produktivitas finansial ?
b.
Persoalan ketiga
yang berkaitan dengan pengukuran produktivitas adalah cakupan masukan yang
diperhitungkan dalam menentukan angka produktivitas. Apakah masukan yang
digunakan dihitung secara parsial sehingga angka produktivitas yang dihasilkan adalah
produktivitas parsial setiap jenis
masukan ? Ataukah keseluruhan masukan yang digunakan, seperti tenaga
kerja, modal, bahan baku, energi, dan kemampuan manajemen, secara bersama-sama diperhitungkan
sehingga menghasilkan angka produktivitas total ?
2.
Faktor
yang mempengaruhi produktivitas
Tahapan
peningkatan produktivitas yang komprehensif dan terintegrasi :
1. Analisa situasi.
Langkah awal manajemen produktivitas harus mampu menganalisa
situasi sebelum mengambil keputusan ataupun mengambil tindakan yang akan ditetapkan
. Contoh : Pada sebuah RS, kunjungan pasien lagi menurun drastis dari biasanya,
maka tidak perlu menambah tenaga kerja / perawat baru.
2. Merancang program peningkatan produktivitas.
Untuk peningkatan produktivitas maka dibutuhkan pula dasar
program dengan rancangan yang tepat, efektif dan efisien. Contoh : Untuk
menambah kunjungan pasien rawat jalan disebuah RS, maka bisa dilakukan
langkah-langkah promosi, baik dilakukan melalui media iklan, maupun bisa
langsung melaksanakan program pemeriksaan gula darah gratis, khitanan gratis
dan lain sebagainya.
3. Menciptakan kesadaran akan produktivitas.
Kesadaran dari semua pihak yang terlibat dalam sebuah
perusahaan / lembaga, merupakan kunci penting untuk peningkatan produktivitas
seperti yang diharapkan. Contoh : Karyawan mematikan alat-alat listrik yang
tidak sedang digunakan, untuk menghemat energi dengan tujuan menghemat
pengeluaran biaya.
4. Menerapkan Program
Untuk meningkatkan produktivitas program sudah disusun dan
diputuskan, maka harus diimplementasikan dalam pelaksanaannya untuk mencapai
tujuan akhir. Contoh : Program peningkatan keterampilan SDM dengan cara
mengadakan berbagai pelatihan seperti tehnik infus bayi dan lain sebagainya,
dengan tujuan untuk peningkatan produktivitas.
5. Mengevaluasi program dan memberikan umpan balik
Untuk menilai hasil akhir maka perlu dilakukan evaluasi
program dengan memberikan umpan balik. Contoh : Mengevaluasi hasil dari
pelatihan tehnik infus bayi, apakah perawat tersebut lebih profesional setelah
mengikuti pelatihan tersebut ?
3.
Program-program
peningkatan produktivitas
Cara Meningkatkan Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja
adalah kemampuan mesin atau seorang pekerja yang mencakup sikap mental, yang
memasukkan pandangan—segala yang dikerjakan akan lebih baik jika terus dilakukan—ke
dalam pekerjaannya. Mesin dapat dikatakan produktif apabila produksi terus
berjalan, begitu juga dengan karyawan. Seorang karyawan dapat dikatakan
produktif apabila mampu bekerja secara konsisten dan menghasilkan kinerja yang
baik, bahkan terus diusahakan lebih baik lagi.
Dalam proses produksi,
selain bahan baku dan tenaga kerja, produktivitas yang tinggi dalam suatu
perusahaan disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini :
1)
Pendidikan
2)
Keterampilan
3)
Sikap dan etika kerja
4)
Tingkat penghasilan
5)
Jaminan sosial
6)
Tingkat sosial dan
iklim kerja
7)
Motivasi
8)
Gizi dan kesehatan
9)
Hubungan antarindividu
10)
Teknologi
Semua hal di atas
berpengaruh dalam proses produksi. Adapun program-program peningkatan
produktivitas kerja yang cukup penting, sebaiknya perusahaan melakukan hal ini :
1.
Pemberian insentif
Program peningkatan
produktivitas kerja dapat ditandai dengan adanya pemberian tunjangan kepada
para pegawai yang mempunyai prestasi kerja yang tinggi. Pemberian ini
didasarkan pada sikap kerja yang produktif dan mau terus belajar.
2.
Kepuasan kerja
Persoalan peningkatan
kepuasan kerja merupakan hal yang kompleks untuk dijawab. Kita tidak bisa
menilai produktivitas kerja seseorang dari puas tidaknya dia melakukan
pekerjaan. Hal ini berpengaruh terhadap mesin dan proses produksi. Diperlukan
penyusunan kembali yang menyangkut penggandaan pekerjaan dan perluasan tenaga
kerja, supaya hasil yang dicapai bisa terus meningkat, dan tidak mudah cepat
merasa puas dengan hasil pekerjaan. Sebab terkadang kepuasan tidak membuat kerja
menjadi produktif, bahkan justru bisa menyebabkan kemunduran.
3.
Melakukan pengawasan
Pengawasan terdiri
dari pengawasan atasan langsung dan sistem pengendalian manajemen. Dalam
rangka meningkatkan produktivitas kerja pegawai, maka pengawasan atasan langsung
dan sistem pengendalian manajemen harus dapat dilaksanakan secara intensif pada
suatu organisasi atau perusahaan, supaya pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan
oleh pegawai serta lancarnya kegiatan organisasi dapat segera diketahui,
sehingga bila terjadi penyimpangan dari tujuan yang ditentukan, maka akan
segera diketahui dengan tindakan perbaikan.
Sebetulnya banyak
faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, baik yang berhubungan dengan
tenaga kerja maupun yang berhubungan dengan lingkungan perusahaan, bahkan
kebijaksanaan pemerintah secara keseluruhan. Namun dalam hal ini, peningkatan
produktivitas kerja paling tidak membantu menjaga konsistensi perusahaan dalam
menjalankan roda perputaran bisnis.
Yang menjadi kunci
dalam kerja yang produktif adalah tidak mudah merasa puas, selalu belajar dari
pengeksekusian rencana kerja, dan terus berusaha untuk menghasilkan kinerja
yang lebih baik.
4.
Strategi peningkatan produktivitas
Meningkatkan
produktivitas karyawan tidak cukup dengan terus-menerus mendorong mereka
bekerja keras. Ada sebuah set strategi yang perlu diterapkan. Menuntut karyawan
untuk bekerja keras bukan solusi yang baik, bahkan bisa menjadi bumerang bagi
perusahaan atau leader.
Berikut ada beberapa
strategi yang bisa diterapkan dalam perusahaan atau organisasi Anda untuk
meningkatkan produktivitas karyawan Anda :
1)
Meningkatkan dan Penyegaran Motivasi
Motivasi adalah
penggerak, semakin besar motivasi yang dimiliki akan semakin besar tindakannya.
Produktivitas jelas akan meningkat. Namun, yang perlu diperhatikan adalah
motivasi tidak cukup dengan gaji. Gaji memang memberikan kontribusi terhadap
motivasi karyawan, namun gaji baru sebagai motivasi dasar.
Untuk meningkatkan
produktivitas diperlukan motivasi lebih selain gaji yang biasa mereka terima. Motivasi
juga tidak selalu dengan uang. Perusahaan harus lebih kreatif dalam memberikan
motivasi bagi karyawannya. Kadang, hal yang sederhana dan gratis bisa
meningkatkan motivasi karyawan.
Suntikan motivasi
sangat diperlukan bagi karyawan-karyawan jika memang sudah memiliki “penyakit”
sehingga motivasi mereka berkurang. Diperlukan program training yang tepat
untuk menjaga dan meningkatkan level motivasi karyawan.
Motivasi bisa turun
dan ini adalah hal yang lumrah dalam diri manusia. Motivasi bisa naik dan turun.
Untuk diperlukan program untuk menjaga level motivasi agar tetap berada pada
level tertinggi sehingga menghasilkan produktivitas kerja yang tinggi.
2)
Linkungan Kerja Yang Kondusif Juga Meningkatkan Produktivitas Karyawan
Jika motivasi ibarat
bensin yang menggerakan mesin, maka lingkungan kondusif menjadi pelumasnya.
Kecukupan bensin tidak akan memadai jika pelumas pada mesin tersebut kurang.
Malah, jika dipaksakan akan merusak mesin. Begitu juga dengan perusahaan dan
organisasi Anda. Meski perusahaan memberikan dorongan motivasi yang tinggi,
jika kondisi atau lingkungan tidak kondusif, maka motivasi tidak begitu
bermanfaat.
Disini peran
kepemimpinan terutama top leader dalam menciptakan lingkungan
yang kondusif untuk berkerja. Karyawan merasa nyaman dan optimis dalam bekerja.
Kadang ada perusahaan yang menerapkan kondisi yang tidak kondusif, maksudnya
meningkatkan motivasi berdasarkan persaingan, tetapi malah menjadikan banyak
friksi diantara karyawan yang akan mengurangi produktivitas.
Program pelatihan yang
juga diperlukan adalah platihan yang meningkatkan mindset karyawan. Karyawan
yang memiliki mindset positif akan menciptakan linkungan yang lebih kondusif.
Sehingga semakin banyak karyawan yang memiliki mindset positif akan semakin
kondusif lingkungan. Tentu saja disamping kebijakan perusahaan yang menciptakan
lingkungan yang kondusif.
3)
Integrasi Manajemen Waktu Dengan Sistem Perusahaan
Manajemen waktu
mungkin akan memberikan kontribusi pada produktivitas karyawan. Namun tidak
cukup hanya dengan memaksakan karyawan untuk mengelola waktunya. Manajemen
waktu harus terintegrasi dengan sistem pada perusahaan Anda. Bahkan, sistem
perlu didesain sedemikian rupa agar karyawan dalam bekerja dengan manajemen
waktu yang tepat sehingga produktivitasnya akan tinggi. Sistem harus menjadikan
aktivitas karyawan lebih efektif dan produktif.
Tentu saja pemahaman
manajemen waktu bagi karyawan sangat penting. Diperlukan program pelatihan agar
karyawan bekerja dengan menggunakan manajemen waktu dengan benar. Namun, jika
sistem yang ada diperusahaan tersebut tidak sejalan atau bahkan malah
menghambat produktivitas, maka produktivitas tidak akan banyak meningkat.
Sebagai contoh, sistem
manajemen kualitas selain fokus pada kualitas, perlu diperbaiki dan
ditingkatkan agar meningkatkan produktivitas karyawan. Begitu juga dengan
sistem-sistem lainnya, bukan hanya mengejar agar pekerjaan menjadi benar,
tetapi juga produktivitas pekerjaan yang tinggi.
4)
Reward and Punishment Serta Mental Juara
Penghargaan
dan hukuman tetap menjadi metode cukup efektif dalam meningkatkan
produktivitas, namun ada hal yang perlu diperhatikan dalam penerapannya. Jangan
sampai reward and punishment malah menciptakan linkungan yang
tidak kondusif. Justru ini malah kontradiktif dengan tujuannya.
Salah satu
kelemahan reward and punishment adalah mindset kebanyakan
orang lebih takut menerima hukuman dibandingkan motivasi untuk mengejar reward.
Ketakutan ini memiliki potensi untuk menjadi friksi diantara karyawan. Inilah
yang memungkinkan kondisi yang tidak kondusif bisa terjadi.
Untuk itu
penerapan konsep reward and punishment harus diiringi dengan
peningkatan mental juara bagi karyawannya. Mental juara adalah sebuah kondisi
mental dimana seseorang ingin memberikan yang terbaik dengan sportif (menerima
kekalahan dan konsekuensinya).
IX.
Kesimpulan
Anda perlu membuat
program meningkatkan produktivitas dengan cara menyiapkan sistem dan kebijakkan
yang menjadikan kondisi kerja kondusif dan produktif. Ini adalah tanggung
jawab top management. Selain itu top management juga perlu membuat
program pelatihan yang bukan hanya memperhatikan masalah teknis, juga masalah
motivasi, mindset positif, mental juara dan manajemen waktu.
Peningkatkan produktivitas karyawan tidak
bisa dengan memperhatikan satu aspek saja, tetapi harus secara menyeluruh dan
terintegrasi.
REFERENSI :
1.
Bunawan, Pengantar Manajemen Operasi : Seri Diktat Kuliah,
Gunadarma, Jakarta, Edisi Terbaru
2.
Eddy Herjanto, Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Kedua,
Grasindo, Jakarta, atau Edisi terbaru
3.
T. Hani Handoko, Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi,
BPFE, Yogyakarta, Edisi terbaru
4.
Sofyan Assauri, Manajemen Produksi dan Operasi, LP FEUI,
Jakarta, Edisi terbaru
5.
Pangestu Subagyo, Manajemen Operasi, BPFE, Yogyakarta, Edisi
Terbaru
6.
Buku-buku Manajemen Opersional lain yang berkaitan (
Diusahakan terbitan terbaru )
Sumber
Lain :
https://sites.google.com/site/operasiproduksi/Produktivitas
http://indraputrabintan.blogspot.co.id/2013/03/manajemen-produktivitas.html#.V8UQXVt961s
http://kumitukonsultan.com/2015/10/cara-meningkatkan-produktivitas-kerja/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar