Rabu, 14 Desember 2016

MANAJEMEN OPERASIONAL - PERANCANGAN DAN PENGELOLAAN TENAGA KERJA



Bagi perusahaan, karyawan adalah asset yang paling bernilai. Untuk hal ini, Robert Owen (1771–1858) juga menekankan bahwa unsur karyawan merupakan unsur terpenting dalam operasi perusahaan. Karyawan bahkan disebutnya sebagai vital machine. Lebih lanjut, dikatakan juga bahwa peningkatan produktivitas akan tercapai apabila terdapat peningkatan kondisi karyawan. Kondisi yang dimaksud adalah kondisi di tempat kerja dan di luar tempat kerja. Dengan demikian, perusahaan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap karyawan, baik secara material maupun moral. Dari aspek sistem produksi operasi sendiri, bagaimana pun canggih dan mutakhirnya sebuah mesin, tidak ada satu mesin pun yang dapat menyamai sumbangan instrinsik manusia –karyawan, baik dari unsur diversitas keterampilan, emosional, maupun tingkatan prestasi. Karyawan memiliki perilaku yang unik dan tidak dapat diduga, sehingga benar apa yang dikatakan para pakar bahwa managing people seringkali merupakan kegiatan yang paling rumit, paling kompleks bagi seorang manajer.

Arti Penting Pengelolaan Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan istilah yang identik dengan istilah personalia atau sumber day a manusia. Oleh karena itu, pengertian tenaga kerja dapat dilihat secara makro maupun mikro. Secara makro, tenaga kerja atau manpower adalah kelompok yang menduduki usia kerja. Secara mikro, tenaga kerja adalah karyawan atau employee yang mampu memberikan jasa dalam proses produksi. Jadi, secara makro pengertian tenaga kerja bersifat kuantitas, yaitu jumlah penduduk yang mampu bekerja. Mampu bekerja di sini bercirikan batas usia kerja minimal, misalnya 10 tahun atau 15 tahun. Sedang secara mikro, pengerti an tenaga kerja bersifat kualitas, yaitu sebagai jasa yang diberikan atau dicurahkan dalam proses produksi. Dalam konteks pengertian ini, maka tenaga kerja sering dipandang sebagai human atau intelectual capital perusahaan. Pada prakteknya, khususnya di Indonesia, istilah tenaga kerja meliputi buruh, karyawan, dan pegawai (Siswanto, 2002). 

Buruh adalah mereka yang bekerja pada usaha perorangan dan diberikan imbalan atau jasa kerja secara harian maupun borongan sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak, baik secara lisan maupun tertulis. Biasanya imbalan kerja tersebut disebut upah dan diberikan secara harian. 

Karyawan adalah mereka yang bekerja pada suatu perusahaan, baik swasta maupun pemerintah. Mereka diberi imbalan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Biasanya imbalan kerjanya disebut upah dan/atau gaji dan diberikan secara mingguan atau bulanan. 

Pegawai adalah pegawai negeri yang telah memenuhi syarat sesuai perundang-undangan yang berlaku. Mereka diangkat oleh pejabat negara yang berwenang untuk dikaryakan atau ditugaskan dalam pekerjaan tertentu di lembaga pemerintahan. Mereka diberi imbalan kerja menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Biasanya imbalan kerjanya disebut gaji dan diberikan secara bulanan. 

                               I.            Tujuan pengelolaan tenaga kerja
Ketika model-model kuantitatif dan operation research mencapai puncak kejayaannya sekitar tahun 1950-an, dapat dikatakan bahwa pada waktu itu, perhatian atau concern pihak manajemen terhadap karyawan di dalam perusahaan seakan-akan disingkirkan. Dengan berbagai model dan pendekatan, semua persoalan di dalam perusahaan diusahakan dapat diselesaikan. Melalui pendekatan tersebut karyawan bahkan dianggap sebagai mesin, salah satu faktor produksi. Meskipun demikian, pada saat yang sama para ahli perilaku dan psikologi berhasil menyumbangkan suatu gagasan hasil penelitian mengenai pola perilaku karyawan di dalam perusahaan. Tidak dapat dihindarkan, hasil penelitian ini membuat munculnya perspektif baru dalam pengelolaan karyawan. Sejalan dengan itu, timbul suatu kebutuhan yang mendesak untuk lebih banyak menerapkan penelitian keperilakuan dalam perusahaan, dan pada gilirannya pada bidang manajemen produksi operasi. Sebagian besar manajer mengakui bahwa tanggung jawab yang paling banyak menyita perhatian adalah masalah pengelolaan karyawan. Meskipun demikian, tujuan yang paling penting adalah pencapaian prestasi. Dalam lingkup manajemen produksi operasi, prestasi kadang kali disejajarkan dengan produktivitas. Tetapi pengertian itu kurang memadai. Prestasi tidak hanya menyangkut produktivitas saja. Lebih jauh, prestasi harus melibatkan semua tujuan dalam produksi operasi, katakanlah seperti service excellent, penghematan biaya, kualitas, delivery, dan bahkan fleksibilitas.

                             II.            Prinsip – prinsip pengelolaan tenaga kerja
Secara umum, pengelolaan karyawan dalam perusahaan mengikuti kecenderungan sebagai berikut :
§  Model Hubungan Manusiawi (19301–1940)
§  Model Manajemen Partisipatif (1950)
§  Model T-Group (1960)
§  Model Pemerkayaan Pekerjaan (1970)
§  Model Quality Cycle (1980)

Peralihan kecenderungan ini bukan berarti bahwa pendekatan di atas tidak dapat lagi dipergunakan saat ini. Sebaliknya, dalam kondisi dan situasi tertentu yang sesuai, pendekatan itu akan sangat berguna. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semua pendekatan itu dapat dipergunakan secara bersamaan dan simultan.

Selain menganjurkan penggunaan pendekatan di atas, di bawah ini akan disajikan 7(tujuh) prinsip pengelolaan karyawan yang baik, berlaku luas, dan dapat dipergunakan pada situasi dan kondisi yang beraneka ragam. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :

1.      Cocokkan karyawan dengan pekerjaan : Prinsip ini berarti pekerjaan harus dirancang untuk karyawan yang tersedia. Selain itu, karyawan juga didorong untuk menerima pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan individunya. Hal ini berarti, kar- yawan diberikan otonomi dalam bekerja. Berkaitan dengan itu, Hackman dan Oldham menyatakan bahwa otonomi di dalam pekerjaan akan mempengaruhi rasa tanggung jawab para karyawan akan hasil kerja. Otonomi ini dapat dicapai dengan memberikan lebih banyak wewenang pengambilan keputusan kepada karyawan.

2.      Definisikan tanggung jawab karyawan secara jelas : Kejelasan tanggung jawab biasanya dilakukan melalui job description yang tertulis atau berisikan tentang tujuan tugas yang selalu dimodifikasi. Dilain pihak, ketidakjelasan tanggung jawab akan dapat meningkatkan perasaan frustrasi karyawab dan pada gilirannya akan berakibat pada kualitas, produktivitas, dan tingkat konflik yang dialami karyawan.

3.      Tetapkan standar prestasi : Adanya standar prestasi akan mengurangi ketergantungan karyawan pada penyelia. Standar prestasi berarti ada suatu rumusan yang jelas tentang apa yang harus dicapai karyawan, sekaligus membuka kemungkinan lebih besar untuk mendesentralisasikan lebih banyak tugas kepada karyawan.


4.      Komunikasi dan keterlibatan karyawan : Gagasan manajemen partisipatif digalakkan kembali pada prinsip ini. Artinya, karyawan pantas untuk tahu berbagai kebijakan yang diterapkan dalam perusahaan dan merasa bahwa mereka dapat mempengaruhi kebijakan melalui peran serta dalam pengambilan keputusan. Ada kebanggaan akan keahlian yang dimulai pada manajemen puncak dan merembes ke keseluruhan perusahaan. Akibatnya, karyawan tahu bahwa ia bertanggung jawab dan menerima tanggung jawab tersebut. Jepang dapat dikatakan sebagai negara penganut prinsip ini secara kaku.

5.      Mengadakan pendidikan dan latihan : Dalam situasi di mana pengetahuan berkembang dengan pesat, adanya pendidikan dan pelatihan mutlak diperlukan untuk menunjang karier. Melalui pendidikan dan latihan, pandangan karyawan diperluas melalui tambahan pengetahuan, serta dapat menyumbang pada pencapaian integrasi perusahaan.

6.      Menjamin supervisi yang baik : Tidak ada yang lebih mendasar bagi karyawan selain daripada adanya penyeliaan yang baik. Seorang penyelia harus memiliki keahlian, baik teknologi, konseptual, maupun manusiawi. Menurut teori perilaku, apabila karyawan mengetahui prestasi apa yang diharapkan darinya dan diberikan kesempatan untuk mewujudkan harapan ini, mereka akan termotivasi untuk lebih berprestasi.

7.      Penghargaan atas prestasi kerja : Semua karyawan membutuhkan penghargaan atas prestasi kerjanya. Apabila standar telah ditetapkan, giliran penetapan berikutnya adalah pemberian penghargaan kepada karyawan yang telah mencapai atau melebihi standar itu. Penghargaan yang diberikan dapat berupa penghargaan material maupun im-material.

                          III.            Desain tenaga kerja
Sebelum rancangan kerja dimulai, produk umumnya telah lebih dahulu ditetapkan. Ada kalanya teknologi atau proses sudah ditentukan. Apabila kondisinya demikian, maka fleksibilitas yang tersisa hanya sedikit karena pekerjaan hampir seluruhnya telah diserap oleh teknologi proses.

Disain kerja dapat diartikan sebagai fungsi penetapan kegiatan-kegiatan individual dan kelompok secara organisasional. Dengan kata lain, disain kerja merupakan fungsi penstrukturan tentang isi dan metode kerja.

Hal ini berarti, suatu disain kerja harus berisikan paling tidak 6(enam) uraian, yaitu :
1)      Tugas apa yang harus dilaksanakan;
2)      Bagaimana melaksanakannya;
3)      Kapan pekerjaan itu dilaksanakan;
4)      Di mana tempat pelaksanaannya;
5)      Siapa pelaksana dan siapa penanggungjawabnya;
6)      Mengapa pekerjaan itu harus diselesaikan.

Rancangan kerja merupakan pokok bahasan yang kompleks. Untuk menelusurinya, terlebih dahulu diperlukan pemahaman yang menyeluruh mengenai variabel teknis dan variabel sosial (karyawan). Apabila salah satu variabel ini tidak diperhatikan, maka akan terjadi dis-equilibrium dalam pekerjaan. Pekerjaan menjadi membosankan atau pekerjaan tidak memanfaatkan kelebihan teknologi yang tersedia. Tujuan diadakannya rancangan kerja adalah untuk menemukan pekerjaan yang dapat memenuhi persyaratan sosial dan persyaratanan teknis sekaligus.

Pendekatan ini mengarah pada pengembangan kerja yang tidak semata-mata mencerminkan tingkat teknologi yang paling ekonomis dengan menempatkan manusia sebagai mesin. Lebih jauh, pandangan ini juga harus mempertimbangkan biaya-biaya yang mungkin timbul sebagai akibat tingginya tingkat perputaran karyawan, absen, dan kejenuhan dalam bekerja.

                          IV.            Desain pekerjaan
Disain Pekerjaan (Job Design) didefinisikan sebagai fungsi penetapan-penetapan kegiatan-kegiatan kerja seorang individu atau kelompok secara organisasional. Tujuannya adalah untuk mengatur penugasan-penugasan kerja yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi dan individu para pemegang jabatan.

Terdapat tiga alasan bahwa kegiatan desain pekerjaan merupakan pekerjaan yang paling menantang bagi seorang menejer, yaitu :
1.      Pada hakekatnya sering terjadi konflik antara kebutuhan –kebutuhan dan tujuan-tujuan pekerja dan kelompok pekerja dengan kebutuhan-kebutuhan
2.      Sifat unik setiap individu mengakibatkan munculnya macam-macam tanggapan dalam wujud sikap, kegiatan, kegiatan pisik dan produktivitas dalam pelaksanaan tugas tertentu
3.      Perubahan karakter atau sifat tenaga kerja dan pekerjaan itu sendiri yang membuat model-model tradisional perilaku pekerja dan keteptaan pendekatanpendekatan pengembangan kerja standar harus selalu diperhatikan.

                            V.            Perencanaan tenaga kerja

Perencanaan tenaga kerja adalah cara menentukan kebijakan karyawan yang berkaitan dengan stabilitas tenaga kerja, jadwal kerja, dan aturan kerja.

1.      Kebijakan Stabilitas Tenaga Kerja
Stabilitas tenaga kerja berkaitan dengan jumlah karyawan yang dipelihara oleh sebuah organisasi pada waktu tertentu. Terdapat dua kebijakan dasar yang berkaitan dengan stabilitas :
a.      Ikuti permintaan dengan tepat
Dengan mengikuti permintaan secara tepat akan menjaga biaya tenaga kerja langsung yang terkait dengan produksi, tetapia akan menimbulkan biaya perekrutan dan pemberhentiaan karyawan, asuransi pengangguran, dan upah yang lebih tinggi untuk menarik karyawan agar dapat menerima pekerjaan  yang stabil.
b.      Menjaga jumlah karyawan konstan
Dengan mempertahankan jumlah karyawan konstan berarti perusahaan mempertahankan karyawan yang terlatih, dan menjaga biaya perekrutan,  pemberhentiaan, dan pengangguran menjadi minimum. Kebijakan – kebijakan diatas hanyalah dua kebijakan efisien dan memberikan
lingkungan kerja bermutu. Perusahaan harus menentukan kebijakan stabilitas tenaga kerjanya.

2.      Jadwal Kerja
Ada beberapa variasi penjadwalan kerja :
a.      Flextime, mengizinkan karyawan untuk menentukan jadwal mereka masing – masing. Kebijakan ini memberikan ini memberikan otonomi dan kebebasan yang lebih pada sisi karyawan.
b.      Minggu Kerja yang Fleksibel, dimana jumlah hari yang kerjanya lebih sedikit, tetapi jam kerjanya lebih panjang. Penjadwalan ini berlaku bagi banyak fungsi operasi – selama pemasok dan pelanggan dapat diakomodasi.
c.       Jam kerja yang lebih pendek alihalih yang panjang, mengubah status karyawan menjadi status paruh waktu. Pilihan ini bisanya menarik dalam industry jasa, dimana keperluan karyawan saat beban yang tinggi sangat diperlukan.
d.      Penggolongan Kerja dan Peraturan Kerja
Penggolongan kerja dan peraturan kerja membatasi fleksibelitas karyawan
dalam bekerja yang akan mengurangi fleksibelitas operasi. Oleh karena itu
semakin besar fleksibelitas perusahaan untuk menetapkan jadwal kerja, maka perusahaan akan semakin efisien dan cepat tanggap.

3.      Rancangan kerja
Rancangan kerja adalah menetapkan tugas-tugas yang terkandung dalam suatu
pekerjaan bagi seseorang atau sebuah kelompok. Terdapat lima komponen rancangan kerja: spesialisasi pekerjaan, ekspansi pekerjaan, komponen psikologis, tim yang mandiri dan motivasi dan sistem insentif.

4.      Spesialisasi Pekerjaan
Spesialisasi pekerjaan akan mengurangi biaya tenaga kerja montir yang
memiliki banyak keahliaan. Hal ini dapat dicapai dengan beberapa cara berikut
:
Pengembangan ketangkasan dan pembelajaran yang lebih cepat oleh karyawan
karena adanya pengulangan.
§  Lebih sedikit waktu yang terbuang karena karyawan tidak perlu mengubah
pekerjaan atau perangkat kerja.
§  Pengembangan perangkat- perangkat khusus dan pengurangan investasi
karena setiap karyawan hanya memiliki sedikit perangkat kerja yang
dibutuhkan untuk tugas tertentu.

Keterbatasan utama spesialisasi utama spesialisasi pekerjaan adalah kegagalan
sistem ini untuk memampukan seorang karyawan melakukan pekerjaan secara
keseluruhan.

                          VI.            Masalah alokasi tenaga kerja

                       VII.            Pengukuran kerja
Tanggung jawab manajer adalah untuk mendefinisikan tujuan dan menjamin bahwa tekhnik pengukuran kerja tersebut digunakan dengan tepat. Apabila tekhnik pengukuran kerja yang diterapkan merupakan tekhnik yang benar-benar dapat menjawab kebutuhan organisasi, maka dengan sendirinya berbagai macam kegunaan dapat diperoleh. Tekhnik pengukuran kerja dapat digunakan untuk tujuan berikut :
1)      Mengevaluasi Prestasi Kerja : Hal ini dilakukan dengan membandingkan output aktual dalam suatu periode dengan output standar yang ditentukan dari pengukuran kerja. Hasil yang diperoleh berupa adanya kesesuaian atau ketidak-sesuaian antar output, yang dapat menjadi dasar bagi pengambilan keputusan terhadap karyawan.
2)      Merencanakan Kebutuhan Karyawan : Untuk suatu tingkat output tertentu dimasa mendatang, dan dengan membandingkannya dengan ketersediaan waktu kerja, hasil pengukuran kerja dapat digunakan untuk menentukan berapa banyak karyawan yang dibutuhkan.
3)      Menentukan Kapasitas yang Tersedia: Dengan jumlah karyawan dan ketersediaan peralatan tertentu, ditambah dengan ketersediaan waktu, standar kerja yang dimiliki organisasi dapat digunakan untuk memprediksi kapasitas yang tersedia.
4)      Menentukan Harga Produk: Standar kerja yang diperoleh melalui pengukuran kerja merupakan salah satu unsur dalam penetapan harga pokok dan harga jual. Keberhasilan penetapan harga produk akan menentukan kelangsungan hidup perusahaan tersebut.
5)      Membandingkan Metode Kerja: Apabila sedang dilakukan evaluasi dan penilaian atas beberapa metode yang berbeda, standar kerja dapat memberikan dasar untuk melakukan perbandingan ekonomis atas metode-metode tersebut.
6)      Mempermudah Penjadwalan : Salah satu input data bagi semua sistem penjadwalan adalah estimasi waktu bagi kegiatan kerja. Estimasi waktu ini biasanya diturunkan dari pengukuran kerja.
7)      Menentukan Upah Insentif: Karyawan akan memperoleh insentif dan upah yang lebih tinggi apabila dapat mencapai atau melampaui output tertentu. Kegunaan standar kerja dalam hal ini adalah penentuan tingkat upah berdasarkan standar kerja sebesar 100%.

                     VIII.            Produktivitas
Menurut Peter Drucker “ produktifitas adalah tes pertama kemampuan manajmen”. Produktifitas didefinisikan sebagai hubungan antara masukan-masukan dan keluaran-keluaran suatu sistem produktif. Dalam teori , sering mudah untuk mengukur hubungan sebagai rasio keluaran dibagi masukan.

Dalam program –program peningkatan produktifitas erdapat beberapa langkah yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
1)      Mengembangkan ukuran-ukuran produktifitas pada seluruh tingkat organisasi
2)      Menetapkan tujuan-tujuan pengingkatan produktifitasdalam konteks ukuran-ukuran yang ditetapkan
3)      Mengembangkan rencana-rencana untuk mencapai tujuan-tujuan
4)      Mengimplementasikan rencana
5)      Mengukur hasil-hasil

1.     Pengukuran produktivitas
Secara umum, produktivitas dapat diukur dengan menghitung rasio keluaran terhadap masukan. Bentuk umum bahasa matematiknya untuk menghitung produktivitas adalah sebagai berikut :

Produktivitas Total = Total Out Put Yang di Hasilkan / Total In Put Yang di Gunakan

Sedangkan,

Produktivitas Parsial = Total Out Put Yang di Hasilkan / Total In Put Tertentu Yang di Gunakan

Bentuk matematik yang sederhana tersebut ternyata tidak dapat melepaskan ukuran-ukuran produktivitas dari persoalan-persoalan yang memang inheren dengan kesederhanaan yang dimiliki. Beberapa persoalan yang  perlu diperhatikan antara lain adalah :
a.    bahwa ukuran-ukuran produktivitas merupakan angka-angka statistik matematik. Sebagaimana halnya statistik matematik, angka-angka produktivitas sangat mudah untuk dimanipulasi dan disalahgunakan sehingga melahirkan informasi yang terdistorsi dan memihak pada kepentingan-kepentingan tertentu.
a.    bahwa persamaan matematik di atas akan memberikan angka-angka ukuran produktivitas yang bisa   jadi sangat berbeda, bergantung pada bagaimana ukuran keluaran-masukan dinyatakan. Apakah  satuan keluaran-masukan akan dinyatakan dalam satuan kuantitas fisik yang nantinya akan        memberikan ukuran produktivitas operasional, ataukah dalam satuan unit moneter yang memberikan        ukuran produktivitas finansial ? 
b.    Persoalan ketiga yang berkaitan dengan pengukuran produktivitas adalah cakupan masukan yang        diperhitungkan dalam menentukan angka produktivitas. Apakah masukan yang digunakan dihitung secara parsial sehingga angka produktivitas yang dihasilkan adalah produktivitas parsial  setiap jenis    masukan ? Ataukah  keseluruhan masukan yang digunakan, seperti tenaga kerja, modal, bahan baku, energi, dan kemampuan manajemen, secara bersama-sama diperhitungkan sehingga menghasilkan angka produktivitas total ?

2.     Faktor yang mempengaruhi produktivitas
Tahapan peningkatan produktivitas yang komprehensif dan terintegrasi :
1.      Analisa situasi.
Langkah awal manajemen produktivitas harus mampu menganalisa situasi sebelum mengambil keputusan ataupun mengambil tindakan yang akan ditetapkan . Contoh : Pada sebuah RS, kunjungan pasien lagi menurun drastis dari biasanya, maka tidak perlu menambah tenaga kerja / perawat baru.
2.      Merancang program peningkatan produktivitas.
Untuk peningkatan produktivitas maka dibutuhkan pula dasar program dengan rancangan yang tepat, efektif dan efisien. Contoh : Untuk menambah kunjungan pasien rawat jalan disebuah RS, maka bisa dilakukan langkah-langkah promosi, baik dilakukan melalui media iklan, maupun bisa langsung melaksanakan program pemeriksaan gula darah gratis, khitanan gratis dan lain sebagainya.
3.      Menciptakan kesadaran akan produktivitas.
Kesadaran dari semua pihak yang terlibat dalam sebuah perusahaan / lembaga, merupakan kunci penting untuk peningkatan produktivitas seperti yang diharapkan. Contoh : Karyawan mematikan alat-alat listrik yang tidak sedang digunakan, untuk menghemat energi dengan tujuan menghemat pengeluaran biaya.
4.      Menerapkan Program
Untuk meningkatkan produktivitas program sudah disusun dan diputuskan, maka harus diimplementasikan dalam pelaksanaannya untuk mencapai tujuan akhir. Contoh : Program peningkatan keterampilan SDM dengan cara mengadakan berbagai pelatihan seperti tehnik infus bayi dan lain sebagainya, dengan tujuan untuk peningkatan produktivitas.
5.      Mengevaluasi program dan memberikan umpan balik
Untuk menilai hasil akhir maka perlu dilakukan evaluasi program dengan memberikan umpan balik. Contoh : Mengevaluasi hasil dari pelatihan tehnik infus bayi, apakah perawat tersebut lebih profesional setelah mengikuti pelatihan tersebut ?

3.     Program-program peningkatan produktivitas
Cara Meningkatkan Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja adalah kemampuan mesin atau seorang pekerja yang mencakup sikap mental, yang memasukkan pandangan—segala yang dikerjakan akan lebih baik jika terus dilakukan—ke dalam pekerjaannya. Mesin dapat dikatakan produktif apabila produksi terus berjalan, begitu juga dengan karyawan. Seorang karyawan dapat dikatakan produktif apabila mampu bekerja secara konsisten dan menghasilkan kinerja yang baik, bahkan terus diusahakan lebih baik lagi.

Dalam proses produksi, selain bahan baku dan tenaga kerja, produktivitas yang tinggi dalam suatu perusahaan disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini :
1)      Pendidikan
2)      Keterampilan
3)      Sikap dan etika kerja
4)      Tingkat penghasilan
5)      Jaminan sosial
6)      Tingkat sosial dan iklim kerja
7)      Motivasi
8)      Gizi dan kesehatan
9)      Hubungan antarindividu
10)  Teknologi

Semua hal di atas berpengaruh dalam proses produksi. Adapun program-program peningkatan produktivitas kerja yang cukup penting, sebaiknya perusahaan melakukan hal ini :

1.      Pemberian insentif
Program peningkatan produktivitas kerja dapat ditandai dengan adanya pemberian tunjangan kepada para pegawai yang mempunyai prestasi kerja yang tinggi.  Pemberian ini didasarkan pada sikap kerja yang produktif dan mau terus belajar.

2.      Kepuasan kerja
Persoalan peningkatan kepuasan kerja merupakan hal yang kompleks untuk dijawab. Kita tidak bisa menilai produktivitas kerja seseorang dari puas tidaknya dia melakukan pekerjaan. Hal ini berpengaruh terhadap mesin dan proses produksi. Diperlukan penyusunan kembali yang menyangkut penggandaan pekerjaan dan perluasan tenaga kerja, supaya hasil yang dicapai bisa terus meningkat, dan tidak mudah cepat merasa puas dengan hasil pekerjaan. Sebab terkadang kepuasan tidak membuat kerja menjadi produktif, bahkan justru bisa menyebabkan kemunduran.

3.      Melakukan pengawasan
Pengawasan terdiri dari pengawasan atasan langsung dan sistem pengendalian manajemen.  Dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja pegawai, maka pengawasan atasan langsung dan sistem pengendalian manajemen harus dapat dilaksanakan secara intensif pada suatu organisasi atau perusahaan, supaya pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai serta lancarnya kegiatan organisasi dapat segera diketahui, sehingga bila terjadi penyimpangan dari tujuan yang ditentukan, maka akan segera diketahui dengan tindakan perbaikan.

Sebetulnya banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, baik yang berhubungan dengan tenaga kerja maupun yang berhubungan dengan lingkungan perusahaan, bahkan kebijaksanaan pemerintah secara keseluruhan. Namun dalam hal ini, peningkatan produktivitas kerja paling tidak membantu menjaga konsistensi perusahaan dalam menjalankan roda perputaran bisnis.

Yang menjadi kunci dalam kerja yang produktif adalah tidak mudah merasa puas, selalu belajar dari pengeksekusian rencana kerja, dan terus berusaha untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik.

4.     Strategi peningkatan produktivitas
Meningkatkan produktivitas karyawan tidak cukup dengan terus-menerus mendorong mereka bekerja keras. Ada sebuah set strategi yang perlu diterapkan. Menuntut karyawan untuk bekerja keras bukan solusi yang baik, bahkan bisa menjadi bumerang bagi perusahaan atau leader.

Berikut ada beberapa strategi yang bisa diterapkan dalam perusahaan atau organisasi Anda untuk meningkatkan produktivitas karyawan Anda :
1)      Meningkatkan dan Penyegaran Motivasi
Motivasi adalah penggerak, semakin besar motivasi yang dimiliki akan semakin besar tindakannya. Produktivitas jelas akan meningkat. Namun, yang perlu diperhatikan adalah motivasi tidak cukup dengan gaji. Gaji memang memberikan kontribusi terhadap motivasi karyawan, namun gaji baru sebagai motivasi dasar.
Untuk meningkatkan produktivitas diperlukan motivasi lebih selain gaji yang biasa mereka terima. Motivasi juga tidak selalu dengan uang. Perusahaan harus lebih kreatif dalam memberikan motivasi bagi karyawannya. Kadang, hal yang sederhana dan gratis bisa meningkatkan motivasi karyawan.
Suntikan motivasi sangat diperlukan bagi karyawan-karyawan jika memang sudah memiliki “penyakit” sehingga motivasi mereka berkurang. Diperlukan program training yang tepat untuk menjaga dan meningkatkan level motivasi karyawan.
Motivasi bisa turun dan ini adalah hal yang lumrah dalam diri manusia. Motivasi bisa naik dan turun. Untuk diperlukan program untuk menjaga level motivasi agar tetap berada pada level tertinggi sehingga menghasilkan produktivitas kerja yang tinggi.
2)      Linkungan Kerja Yang Kondusif Juga Meningkatkan Produktivitas Karyawan
Jika motivasi ibarat bensin yang menggerakan mesin, maka lingkungan kondusif menjadi pelumasnya. Kecukupan bensin tidak akan memadai jika pelumas pada mesin tersebut kurang. Malah, jika dipaksakan akan merusak mesin. Begitu juga dengan perusahaan dan organisasi Anda. Meski perusahaan memberikan dorongan motivasi yang tinggi, jika kondisi atau lingkungan tidak kondusif, maka motivasi tidak begitu bermanfaat.
Disini peran kepemimpinan terutama top leader dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk berkerja. Karyawan merasa nyaman dan optimis dalam bekerja. Kadang ada perusahaan yang menerapkan kondisi yang tidak kondusif, maksudnya meningkatkan motivasi berdasarkan persaingan, tetapi malah menjadikan banyak friksi diantara karyawan yang akan mengurangi produktivitas.
Program pelatihan yang juga diperlukan adalah platihan yang meningkatkan mindset karyawan. Karyawan yang memiliki mindset positif akan menciptakan linkungan yang lebih kondusif. Sehingga semakin banyak karyawan yang memiliki mindset positif akan semakin kondusif lingkungan. Tentu saja disamping kebijakan perusahaan yang menciptakan lingkungan yang kondusif.
3)      Integrasi Manajemen Waktu Dengan Sistem Perusahaan
Manajemen waktu mungkin akan memberikan kontribusi pada produktivitas karyawan. Namun tidak cukup hanya dengan memaksakan karyawan untuk mengelola waktunya. Manajemen waktu harus terintegrasi dengan sistem pada perusahaan Anda. Bahkan, sistem perlu didesain sedemikian rupa agar karyawan dalam bekerja dengan manajemen waktu yang tepat sehingga produktivitasnya akan tinggi. Sistem harus menjadikan aktivitas karyawan lebih efektif dan produktif.
Tentu saja pemahaman manajemen waktu bagi karyawan sangat penting. Diperlukan program pelatihan agar karyawan bekerja dengan menggunakan manajemen waktu dengan benar. Namun, jika sistem yang ada diperusahaan tersebut tidak sejalan atau bahkan malah menghambat produktivitas, maka produktivitas tidak akan banyak meningkat.
Sebagai contoh, sistem manajemen kualitas selain fokus pada kualitas, perlu diperbaiki dan ditingkatkan agar meningkatkan produktivitas karyawan. Begitu juga dengan sistem-sistem lainnya, bukan hanya mengejar agar pekerjaan menjadi benar, tetapi juga produktivitas pekerjaan yang tinggi.
4)      Reward and Punishment Serta Mental Juara
Penghargaan dan hukuman tetap menjadi metode cukup efektif dalam meningkatkan produktivitas, namun ada hal yang perlu diperhatikan dalam penerapannya. Jangan sampai reward and punishment malah menciptakan linkungan yang tidak kondusif. Justru ini malah kontradiktif dengan tujuannya.

Salah satu kelemahan reward and punishment adalah mindset kebanyakan orang lebih takut menerima hukuman dibandingkan motivasi untuk mengejar reward. Ketakutan ini memiliki potensi untuk menjadi friksi diantara karyawan. Inilah yang memungkinkan kondisi yang tidak kondusif bisa terjadi.

Untuk itu penerapan konsep reward and punishment harus diiringi dengan peningkatan mental juara bagi karyawannya. Mental juara adalah sebuah kondisi mental dimana seseorang ingin memberikan yang terbaik dengan sportif (menerima kekalahan dan konsekuensinya).

                          IX.            Kesimpulan

Anda perlu membuat program meningkatkan produktivitas dengan cara menyiapkan sistem dan kebijakkan yang menjadikan kondisi kerja kondusif dan produktif. Ini adalah tanggung jawab top management. Selain itu top management juga perlu membuat program pelatihan yang bukan hanya memperhatikan masalah teknis, juga masalah motivasi, mindset positif, mental juara dan manajemen waktu.

Peningkatkan produktivitas karyawan tidak bisa dengan memperhatikan satu aspek saja, tetapi harus secara menyeluruh dan terintegrasi.


REFERENSI :
1.      Bunawan, Pengantar Manajemen Operasi : Seri Diktat Kuliah, Gunadarma, Jakarta, Edisi Terbaru
2.      Eddy Herjanto, Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Kedua, Grasindo, Jakarta, atau Edisi terbaru
3.      T. Hani Handoko, Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi, BPFE, Yogyakarta, Edisi terbaru
4.      Sofyan Assauri, Manajemen Produksi dan Operasi, LP FEUI, Jakarta, Edisi terbaru
5.      Pangestu Subagyo, Manajemen Operasi, BPFE, Yogyakarta, Edisi Terbaru
6.      Buku-buku Manajemen Opersional lain yang berkaitan ( Diusahakan terbitan terbaru )

Sumber Lain :
https://sites.google.com/site/operasiproduksi/Produktivitas
http://indraputrabintan.blogspot.co.id/2013/03/manajemen-produktivitas.html#.V8UQXVt961s
http://kumitukonsultan.com/2015/10/cara-meningkatkan-produktivitas-kerja/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KEPEMIMPINAN & PENGAMBILAN KEPUTUSAN

KEPEMIMPINAN & PENGAMBILAN KEPUTUSAN Oleh : Eko Yulianto, ST, MM, MSD (NIDN 0325077407) A. Pendahuluan Pengelolaan suatu bisnis, baik it...