Kamis, 08 April 2021

MANAJEMEN MASJID - MASJID DAN PEMBERDAYAAN UMAT

 MASJID DAN PEMBERDAYAAN UMAT






Pengantar

Makalah ini ditulis atas dasar hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Agama (Balai Litbang Agama), Jakarta yang dilaksanakan tahun 2013. Para peneliti mengambil sasaran masjid yang dipandang telah melakukan berbagai upaya pengembangan fungsi masjid melalui berbagai program kemesjidan.

 

Pemilihan sasaran studi oleh para penelitinya didasarkan pertimbangan masjid yang diteliti telah melakukan serangkaian program kerja yang beraneka bentuk dalam rangka mengembangkan fungsi lembaga masjid. Di sisi lain, masjid telah menerapkan sistem manajemen organisasi dan kelembagaan. Dengan demikian, berbagai program kegiatan terukur dalam konteks pencapaian target yang dicanangkan.  Tentunya dengan menerapkan unsur-unsur manajemen dalam pengelolaan  masjid.

         

Oleh karena itu, dalam kesempatan ini hasil-hasil studi—walaupun disadari bersifat kasus—dapat dilihat kembali dalam kontes pemberdayaan umat melalui pengembangan fungsi-fungsi masjid.

 

Makalah ini mencoba menyampaikan temuan-temuan yang dapat diangkat dari studi yang telah dilakukan para peneliti Balai Litbang Agama, Jakarta. Tentunya dalam penyajian ini tidak selengkap laporan yang dibuat oleh para peneliti bersangkutan (telah dicetak dalam bentuk buku yang diberi judul “Transpormasi Sosial Masjid dalam Pusaran Peradaban”).

 

 

Masjid dalam lintasan sejarah

 

Nabi Muhammad SAW bersama Muhajirin membangun masjid yang pertama, yaitu yang diberi  nama “Masjid Quba”. Demikian pula saat Nabi SAW sampai di Madinah  tahun 662 M, beliau mendirikan masjid sebagai suatu wahana membangun masyarakat yang beradab.

 

Dapat kita ketahui bersama, melalui masjid dapat dilakukan paling tidak : Pertama, pembinaan umat dalam masalah ubudiah (ibadah) terutama yang “ibadah mahdoh”. Sperti pelaksanaan salat lima waktu secara berjamah. Kedua, Menjalin ukhwah Islamiyah (persaudaraan sesama umat Islam). Ketiga, melaksanakan kontrak-kontrak sosial  dengan kelopok sosial yang ada di Madinah.

 

Dua masjid yang dibangun nabi Muhammad SAW bila kita coba melihat lebih jauh dari fungsi yang disandang, sangatlah kompleks.  Seperti masjid Quba, yang saat pertama kali dibangun berfungsi sebagai tempat untuk melaksanakan salat dan melepas kepenatan dalam naungan bangunan yang teduh. Namun dalam perkembangan saat itu, masjid Quba telah melakukan fungsi dan peran yang cukup beragam, yaitu terkait  proses konsolidasi dan pemberdayaan umat. Seperti melakukan fungsi pelayanan kepada umat menyangkut ibadah mahdoh, sosial, ekonomi, bahkan politik. Dengan demikian, pada masa Nabi Muhammad SAW , masjid Quba menjelma menjadi pusat aktivitas umat (central of muslim activites).

 

Demikian juga yang dapat diketahui dengan masjid kedua yang dibangun Nabi Muhammad SAW di Madinah yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Masjid Nabawi”. Muhajirin dan Ashor dipertemukan dan dirajut tali persaudaraan  antara keduanya melalui masjid. Dan perlu di ketahui bahwa salah satu yang dapat ditemui di masjid yang dibangun Nabi SAW adalah tempat yang dikenal dengan sebutan “al Shuffa”.   Yaitu suatu tempat di mana pada bagian masjid Nabawi terdapat ruangan untuk menampung kaum miskin dan dhuafa.  Dengan demikian dapat dipahami bahwa masjid yang di bangun Rasulullah SAW  memiliki komitmen pada peningkatan dan perlindungan  bagi kelompok papa dan marjinal (terpinggirkan).

 

Selain itu, masjid Nabi juga melakukan fungsi dan peran sebagai tempat konsolidasi sosial, ekonomi,  politik, perancangan strategi militer, menyusun rencana program-program pelayanan dan kepemerintahan. Demikian itu berlanjut sampai masa Khulafaur Rasyidin dan khalifah-khalifah masa kejayaan Islam.

 

Perkembangan masjid pasca wafat Rasulullah  SAW menunjukkan fenomena yang sangat signifikan. Yaitu menunjukkan peningkatan dari sisi kuantita. Hal tersebut dapat diketahui, paling tidak terdapat faktor pendorong pertumbuhan masjid yang terjadi saat itu. Yaitu a.l:

 

Pertama,  mendirikan masjid sebagai suatu  kewajiban moral penguasa. Karena, pendirian masjid cukup masif sejalan dengan perluasan wilayah Islam. Hal ini terkait fungsi masjid yang beragam. Yaitu, pertama,  fungsi administrasi pemerintahan, sosial, ekonomi, dan menyusun strategi pertahanan serta dakwah. Kedua, terkait dengan hadits Rasulullah SAW yang menyatakan “Barang siapa mendirikan masjid, Allah SWT akan mendirikan baginya rumah di surga” (HR  Bukhori dan Muslim). Kedua faktor tersebut yang dominan mendorong pertumbuhan masjid  cukup masif. Seperti, pada masa pemerintahan Umar bin Khathab, sekitar 4 ribu masjid didirikan. Di kota Kairo pada tahun 1012 M terdapat minimal 800 masjid. Di kota Damaskus pada abad  ke 12 terdapat 241 masjid, dan di luar kota Damaskus 148 masjid.

 

Perkembangan zaman dan perubahan sosial yang terus berlangsung memberi pengaruh terhadap fungsi-fungsi masjid.  Fungsi-fungsi profane seperti  kemiliteran, hukum, kenegaraan sudah dialihkan kepada lembaga-lembaga yang secara spesifik menangani. Muncul kementerian-kementerian yang secara sengaja dibentuk untuk mengurus dan melayani masyarakat dalam kehidupan yang bersifat profane. Masjid lebih banyak menjalankan fungsi pelayanan ibadah mahdoh (bersifat sakral). Walaupun masih nampak fungsi sosial-keagamaan dan politik tidak dapat dielakkan.

 

Menurut Budiman (2007), bahwa masjid Nabawi paling tidak  memiliki 10 (sepuluh) fungsi, yaitu sebagai tempat: 1) Melaksanakan salat maktubah; 2) Konsultasi dan komunikasi (sosial, budaya, ekonomi); 3)  Pendidikan; 4) Santunan sosial; 5) Latihan militer dan persiapan peralatan; 6) Pengobatan para korban perang; 7) Penyelesaian masalah dan  pengadilan; 8) Aula dan menerima tamu; 9) Tawanan perang; dan 10) Penerangan dan pembelaan agama. Pakar lain memberikan gagasan pemikiran tentang fungsi masjid minimal 6 (enam) yaitu  sebagai tempat :1) Pelaksanaan ibadat ritual dan serimonial; 2) Konsultasi dan pengajaran agama; 3) Pertemuan umat; 4) aktifitas sosial, ekonomi; 5)  Pelayanan kesehatan, dan 6) Pembinaan umat dan dakwah.

 

Berdasar muktamar “Risalat al Masjid” yang diselenggarakan di Makkah tahun 1975 dirumuskan kesepakatan, bahwa masjid dapat berfungsi baik bila memiliki: 1) ruang salat yang memadai (memenuhi persyaratan) dan kesehatan; 2) ruang-ruang khusus bagi wanita untuk mengembangkan dan membina keterampilan tanpa harus bercampur dengan pria; 3) ruang pertemuan dan perpustakaan; 4) ruang poliklinik, perawatan dan jenazah; 5) ruang bermain, olah raga, berlatih keterampilan bagi remaja.

 

Masjid sebagai suatu institusi keagamaan secara sosiologis memiliki fungsi yang multi dimensi dan secara historis terkait dengan realita sosial masyarakat pendukung yang dilayani. Hal ini dapat dipahami, bahwa masjid memainkan peran-peran yang sangat strategis di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, masjid sangat terkait dengan karakteristik masyarakat yang menjadi pendukung dan sekaligus dilayani. Dengan demikian, fungsi masjid banyak terkait dengan  proses perubahan dan evolusi sosiologis masyarakat yang menjadi pendukung.

 

Masjid dan problematika di Indonesia 

          Data dari Lembaga Takmir Masjid Indonesia (LTMII)  saat ini terdapat 125 ribu masjid yang dikelola di bawah organisasi bersangkutan. Sementara jumlah keseluruhan berdasar data Kementerian Agama RI, tahun 2004, masjid berjumlah  643.834. buah. Jumlah ini meningkat dari tahun 1977 yang  berjumlah 329.004. Sementara data tentang masjid yang ada saat ini di Kamenag berjumlah 600 – 800 ribu.

 

Namun potensi masjid yang demikian itu belum dapat dikembangkan secara maksimal melalui fungsi-fungsi yang dapat diperankan oleh lembaga bersangkutan oleh para pengelolanya. Hal tersebut diduga karena memang masjid-masjid yang ada cukup bervariasi (heterogen), baik dari sisi masyarakat pendukung, budaya, dan tipologi strata sosial.

 

Tipologi strata sosial ikut memberi pengaruh terhadap kebutuhan akan masjid sebagai lembaga kagamaan yang dapat memberi pelayanan terhadap tuntutan kebutuhan masyarakat. Sehingga menurut Kementerian Agama RI, masjid dapat diklasifikasi dalam tipologi: Masjid Negara, Masjid Raya, Masjid Agung, Masjid Besar, Masjid Jami’, Masjid Sektoral, Masjid Bersejarah, dan Masjid Pemukiman. Walaupun jika diperhatikan secara seksama, tipologi tersebut “masih” dapat dikritisi. Karena tidak menunjukkan kategori yang sederajat (sebut setara).

 

Fakta di atas memberikan gambaran bahwa, secara kuantitatif masjid mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan. Dan secara evolusi fisik, masjid juga menunjukkan perubahan yang sangat luar biasa. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya tipologi yang dibuat untuk menyebut sebuah bangunan masjid. Namun, mari kita lihat secara kualitatif. Pertanyaan yang mungkin dapat dicari jawaban oleh kita masing-masing yang hadir di sini adalah, “apakah fungsi masjid yang secara historis pernah dimainkan oleh para pengelolanya masih eksis dalam lembaga tersebut saat kini ?”

 

Forum ini akan memberi jawaban melalui diskusi-diskusi dengan menampilkan para nara sumber dengan materi yang berbeda-beda, namun terkait satu dengan yang lain. Adapun maksud yang ingin dicapai adalah merumuskan berbagai hal terkait dengan mengembalikan fungsi masjid yang terlukis secara historis tersbut. Salah satu materi yang disampaikan adalah hasil studi Balai Litbang Agama, Jakarta tentang “Masjid dan Pemberdayaan Umat” yang didalamnya mengungkap berbagai fungsi yang dimainkan oleh lembaga keagamaan yang satu ini dari lapangan. 

 

Metode

Sasaran studi adalah : Masjid Taqwa Kota Bandar Lampung, oleh Novi Dwi Nugroho; Masjid Agung Tanjung Pandan atau masjid Al-Mabrur, oleh Marzani Anwar; Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, oleh  Marpuah; Masjid Al-Ikhlas Pekanbaru, oleh Ma’mun;  Masjid Al- Musabbihin Medan, oleh  A. Malik MTT; Masjid Raya Batam, oleh  Afif, HM; Masjid Baitullah dan At Taqqwa, oleh M. Agus Noorbani; Masjid Ats-Tsaurah Banten, oleh Daniel Rabitha, dan Masjid Al Ikhlas oleh Firmansyah.

 

Pendekatan studi kualitatif bersifat kasus (case study). Data dikumpulkan melalui teknik wawancara mendalam (indepth interview), telaah dokumen, dan observasi. Analisa data deskriftif kualitatif, melalui klasifikasi, kategorisasi, dan interpretasi logis (logical ordered).

 

Temuan studi   

Studi telah menemukan berbagai fenomena yang menarik dari dinamika yang terjadi dalam pengelolaan masjid. Hal tersebut sangat lekat dengan tuntutan dari jamaah pendukung lembaga tersebut. Karena untuk setiap lingkungan di mana lembaga masjid berada memiliki kecenderungan pelayanan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, para penegelola  selalu memberi apresiasi terhadap setiap kebutuhan dari jamaah yang dilayani.

 

Masjid sebagai lembaga keagamaan menunjukkan fungsi-fungsi strategis dalam konteks pemberdayaan umat secara keseluruhan. Dengan kata lain, masjid telah mampu menunjukkan sebagai pusat aktivitas dari komunitasnya (central activity of muslim community). Namun yang membedakan dari satu masjid dengan masjid yang lain terletak dari jamaah pendukung dan orientasi dari pengelolaan serta hasil (goal) yang hendak dicapai.

 

Secara garis besar masjid-masjid yang dijadikan sasaran studi dapat diklasifikasi menjadi: Masjid Raya, Masjid Agug, Masjid Kampus, dan Masjid Jami’. Klasifikasi tersebut mengandung pengertian a.l: 1. Status lembaga masjid bersangkutan; 2. Daya tampung jamaah, dan 3. Program kegiatan yang diadakan dalam memberi pelayanan kepada umat, serta 4. Sistem pengelolaan (sebut manajemen) yang diterapkan dalam pengelolaan.

 

Para pengelola masjid cenderung memberi prioritas terhadap hal-hal yang menjadi kebutuhan para jamaah. Melalui pengembangan organisasi dirintis dengan pembentukan “badan hukum”. Yaitu dalam bentuk Yayasan. Karena dengan badan hukum tersebut para pengelola akan lebih dapat mengembangkan program-program yang menjadi sarana bagi pncapaian tujuan dari pelayanan yang diberikan kepada para jamaah.

 

Fungsi yang dikembangkan oleh para pengelola masjid yaitu:

Pertama, masjid sebagai tempat bagi pelayanan ritual keagamaan, terutama adalah ibadah “mahdoh”. Yaitu ibadah yang secara rigit telah diatur menurut ketentuan syariat. Seperti salat lima waktu. Di sisi lain masjid juga memberi pelayanan bagi para jamaah dalam bentuk serimonial keagamaan. Yaitu dengan mengadakan peringatan hari-hari besar keagamaaan. Seperti peringatan Isra’ mi’raj Nabi Muhammad SAW, Nuzulul Quran, Maulud Nabi Muhammad SAW,  Peringatan Satu Muharram, dan sejenisnya.         

 

Kedua, masjid digunakan sebagai sarana pengajaran agama kepada jamaah. Seperti kegiatan taklim yang dikemas dalam berbagai bentuk dan dibagi dalam kelompok-kelompok usia. Berbagai bentuk kegiatan dapat diketahui dalam kaitan pengajaran ini. Ada kelompok pengajian anak-anak, remaja, dan dewasa. Kemudian ada juga kelompok pengajian yang dikelompokkan menurut jenis kelamin.  Disamping itu, ada pula yang menyelenggarakann Taman Pendidikan Al Qur-an (TPA) dan kelompok bermain (play group) bagi anak-anak.

Masih dalam pengajaran agama, masjid juga memberi pelayanan pendidikan formal seperti lembaga pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) , Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sampai Perguruan Tinggi (PT).

 

Ketiga, masjid juga telah mengembangkan fungsi sosial dengan memberi pelayanan kepada jamaah yang memerlukan. Seperti, pelayanan konsultasi bagi pasangan calon pengantin. Juga bagi rumah tangga yang bermasalah. Di samping itu, banyak hal yang dapat dilakukan melalui fungsi sosial masjid saat muncul tuntutan dari masyarakat pendukung.

 

Pelayanan sosial keagamaan banyak mewarnai dari pengembangan fungsi masjid dalam memberikan pelayanan. Seperti: 1) Masjid menjadi sarana pengumpulan dana bagi bencana alam. 2) Masjid melakukan pelayanan kesehatan dengan membuka poli klinik. 3) Masjid melakukan program orang tua asuh bagi anak-anak yang dipandang berpotensi tetapi kurang dukungan keuangan (financial). 4) Masjid juga memberi pelayanan pengurusan jenazah sampai dengan pemakaman. Semua diberikan dengan “cuma-cuma”, bagi masyarakat yang memerlukan.

 

Bahkan beberapa masjid telah mengembangkan fungsi sosial-ekonomi bagi para jamaah dan masyarakat yang membutuhkan. Seperti: 1)  Mendirikan koperasi, 2) toko serba ada, 3) unit usaha kecil dan menengah (usaha mikro), Baitul Maal Wa Attanwil (BMT) dan Unit Perbankan Syariah. Upaya yang dilakukan pengelola masjid tersebut dalam rangka menjawab dan memenuhi  tuntutan dan perkembangan zaman.

 

Masih dalam konteks fungsi sosial-kagamaan yang dapat diperankan masjid yang cukup fenomenologis adalah dengan rancang bangun program pemberdayaan “kaum dhuafa” melalui pinjaman modal usaha. Hal ini dilakukan oleh masjid-masjid yang memiliki lembaga sosial-ekonomi dan lembaga pengumpul dan penyalur zakat (LAZ). Menarik, karena goal yang hendak disasar dari program ini adalah pemberdayaan kaum dhuafa yang memiliki keterampilan usaha agar dapat bangkit dan terangkat menjadi “kuat” ekonominya.

 

Bagi masjid-masjid yang secara khusus dibangun di lingkungan komunitas tertentu—seperti masjid Kampus—memiliki fungsi khusus yang tentunya berakar pada kepentingan dan kebutuhan jamaah pendukung. Seperti masjid Salman ITB Bandung, yang telah melakukan berbagai kegiatan program sebagai perwujudan dari fungsi-fungsi masjid. Penerapan manajemen modern dilakukan oleh pengelola sebagai upaya pencapaian hasil, sesuai dengan visi dan misi .

 

Demikian secara umum temuan yang dapat diangkat dari studi yang dilakukan Balai Litbang Agama, Jakarta terhadap fungsi-fungsi masjid. Tentunya, masih banyak masjid-masjid yang mengembangkan fungsi ke-masjidan dalam kerangka menjawab tantangan zaman dan tuntutan kebutuhan jamaah.

 

Namun demikian, masjid sebagai lembaga keagamaan fungsi utama dalam memberi pelayanan kepada umat terkait dengan pelaksanaan ibadah mahdhoh, dan seremonial keagamaan, pengajaran agama,  pembinaan “ukhwah Islamiyah”, sebut persatuan dan kesatuan umat.

 

Fungsi-fungsi lain yang dikembangkan oleh para pengelola masjid akan sangat tergantung dari kemampuan para pengelola menangkap kebutuhan jamaah pendukung. Penerapan manajemen modern dalam sistem pengelolaan masjid menjadi suatu keniscayaan untuk dapat menyusun program, mengorganisasi, melaksanakan, dan mengevaluasi target capaian dari seluruh program organisasi dan kelembagaan masjid.

 

Penutup     

Terima kasih atas perhatian, semoga temuan hasil studi yang penulis sampaikan memberi bahan pada  workshop berdasar pada data lapangan.  Kepada para peneliti Balai Litbang Agama, Jakarta, dapat memberikan informasi tambahan yang belum tertulis dalam makalah ini.

 

Akhirnya penulis memohon kepada Allah SWT , semoga semua informasi yang disampaikan melalui makalah ini bermanfaat bagi siapa saja yang peduli, dalam konteks pengembangan fungsi masjid dalam menjawab tuntutan jamaah dan perkembangan zaman.

 

REFERENSI :

  1. Ayub, Muh. E, Muhsin MK, dkk. 1996, Manajemen Masjid Petunjuk Praktis bagi Para Pengurus Masjid, Jakarta : Gema Insani Press, hal. 2-3.
  2. Al Makassary, Ridwan, 2010, Benih-benih Islam radikal di masjid,,  studi kasus Jakarta dan Solo, Jakarta : Center for  the study of religion an cultur UIN Syarif Hidayatullah,  hal. 43.
  3. Al Makassary, Ridwan, dkk. 2011, Masjid dan Pembangunan Perdamaian, Jakarta: Center for the study of religion and culture UIN Syarif Hidayatullah, hal. 26.
  4. Kementerian Agama RI, 2011, Standar masjid, Jakarta : Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, hal. 11-19.
  5. Lihat Sihab, M. Quraish,  2012, Membaca Siroh Nabi Muhammad SAW dalam  Sorotan Al Qur-an dan Hadits-hadits shahih, Jakarta: Lentera Hati, cet. III. Hal. 781.
  6. Martin, Richad, C. (editor and chief), Encyclopedia of Islamand the Muslim World, hal. 439.
  7. Misrawi, Zulhairi, 2009, Madinaha Kota Suci, Piagam Madinah dab Teladan Muhammad SAW, Jakarta : Kompas, hal. 337.
  8. Mustafa, Budiman, 2007, Manajemen Masjid Gerakan Meraih Kekuatan dan Potensi Masjid , Surakarta: Penerbt Ziyad Visi Media, hal. 24-25.
  9. Usman, Asep , dkk. 2010, Manajemen Masjid , Bandung: Angkasa, hal. 37.
  10. Qoyyim, Ibnu, 2006. Siroh Nabawiyah, Pustakadini, Jakarta.  Lihat Prof. Dr. Phil. Nur Kholis S, makalah saat membuka lokakarya “Pengembangan Fungsi Masjid sebagai pusat pemberdayaan umat, 2-4 November 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KEPEMIMPINAN & PENGAMBILAN KEPUTUSAN

KEPEMIMPINAN & PENGAMBILAN KEPUTUSAN Oleh : Eko Yulianto, ST, MM, MSD (NIDN 0325077407) A. Pendahuluan Pengelolaan suatu bisnis, baik it...