Kamis, 08 April 2021

MANAJEMEN MASJID – FUNGSI SOSIAL BERBASIS MASJID

FUNGSI SOSIAL BERBASIS MASJID



 

Pada masa Rasulullah saw, masjid kita pahami memiliki fungsi yang sangat penting dan strategis. Bila kita sederhanakan, paling tidak fungsinya ada tiga. Pertama, fungsi ubudiyah sehingga masjid menjadi pusat peribadatan dan kaum muslimin mau ke masjid untuk beribadat, khususnya shalat yang lima waktu. Kedua, fungsi ijtimaiyyah atau sosial kemasyarakatan sehingga masjid berperan dalam perkara sosial yang terjadi di masyarakat. Ketiga, fungsi tarbiyah (pendidikan) sehingga masyarakat mendapatkan pendidikan, pengajaran, bimbingan dan arahan dari masjid. 

 

Dalam konteks sosial, banyak hal yang dilakukan oleh Rasulullah saw bersama para sahabatnya, mulai dari mengenal satu persatu, mengetahui masalah yang ada pada diri mereka, memecahkan masalah hingga memberdayakannya. Bahkan, Rasulullah saw tidak hanya melakukan hal-hal yang sifatnya arahan yang bersifat nilai dan motivasi, tapi sampai melakukan hal-hal yang sifatnya teknis dan aplikatif seperti membangun shuffah (semacam asrama di masjid) untuk menampung sahabat yang belum punya rumah sehingga tidak ada gelandangan pada masa Rasul, para penghuni shuffah juga dijamin hidupnya dan secara bertahap dipecahkan masalahnya sehingga mereka bisa hidup mandiri.

 

HM. Jusuf Kalla selaku Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) mengembangkan motto “Memakmurkan dan Dimakmurkan Masjid.” Moto ini dimaksudkan agar setiap muslim apalagi pengurus masjid berusaha semaksimal mungkin untuk memakmurkan masjid dan masjid harus memakmurkan jamaahnya sehingga masyarakat merasakan manfaat yang banyak dari keberadaan masjid di lingkungannya.

 

Karena itu, ketika masjid mau dan memang harus memainkan peran sosial yang lebih besar, beberapa hal penting harus dilakukan.

 

A. Pendataan dan Pemetaan Jamaah.

Pendataan merupakan bagian yang sangat pokok dari perencanaan. Perencaaan yang baik baru bisa dilakukan –salah satunya-- manakala diketahui data awal tentang situasi dan kondisi yang menjadi pelaksana dan sasaran dari suatu perencanaan, demikian pula halnya dengan masjid. Karena itu, pada banyak instansi terdapat data yang terkait dengannya, misalnya di rumah sakit ada data para medis, karyawan dan pasien. Di kantor ada data karyawan, di kampus ada data dosen, karyawan dan mahasiwa, di sekolah ada data guru, karyawan dan murid. Karena itu di masjid semestinya ada data tentang jamaah, namun yang amat disayangkan adalah jutseru pada umumnya di masjid-masjid tidak terdapat data tentang jamaah, padahal data jamaah sangat diperlukan bagi pengembangan masjid kita pada masa-masa yang akan datang.

 

Paling kurang, ada enam nilai penting dari data jamaah masjid, antara lain :

 

Pertama, dapat diketahui jumlah yang konkrit dari jamaah, berapa laki-laki  perempuan, kanak-kanak, anak-anak, remaja, pemuda maupun orang dewasa dan orang tua, bahkan para manula (manusia lanjut usia), begitu juga dengan jumlah keluarga hingga jumlah anak yatim, janda dan duda.

 

Kedua, bisa diketahui potensi atau kualitas jamaah yang sesungguhnya, baik dari segi pekerjaan, jabatan, aktivitas, dana, fasilitas hidup yang dimiliki, pengalaman, pendidikan, ketrampilan, kemampuan bahasa, keahlian, status sosial hingga kedudukannya ditengah-tengah masyarakat, hal ini sangat penting sehingga manakala masjid memerlukan sumber daya manusia dengan keahlian atau pengalaman tertentu bisa dengan mudah siapa yang akan dihubungi, karena datanya memang sudah ada.

 

Ketiga, dapat diketahui identitas jamaah yang sesungguhnya, misalnya dari segi umur, warna kulit, golongan darah, suku, jumlah keluarga dan lain lain. Manakala ada informasi yang terkait dengan jamaah bisa disampaikan kepada mereka, misalnya bila ada informasi lapangan kerja untuk pemuda usia 20-30 tahun, maka pengurus masjid bisa menginformasikan kepada jamaah yang berusia tersebut, bahkan bila ada jamaah yang sakit tertentu lalu sudah sampai pada keadaan memerlukan donor danar, maka pengurus masjid cukup menginformasikan kepada jamaah yang golongan darahnya diperlukan.

 

Keempat, dapat diketahui kondisi kepribadian jamaah mulai dari bakat, minat, hobi, sikap dan tingakatan pemahaman dan pengamalan keagamaan misalnya kemampuan membaca Al-Qur’an, dan sebagainya.

 

Kelima, dapat dilakukan proyeksi pengembangan program kegiatan pada masa kini dan mendatang, sebab tidak sedikit masjid yang mengembangkan program yang baik tapi sangat minim daya dukung dari jamaah, bukan karena jamaah tidak mau mendukung, tapi karena memang sangat minim juga jamaah yang menjadi sasaran program tersebut, misalnya ada masjid komplek perumahan tertentu mengadakan pengajian remaja, tapi pesertanya hampir tidak ada karena memang di komplek itu umumnya terdiri dari “keluarga muda” yang anak-anak tertua mereka baru mencapai klas V atau klas VI SD.

 

Keenam, dapat diketahui keinginan, kritik dan saran jamaah terhadap masjid dan kepengurusannya, baik yang berkaitan dengan kegiatan, fasilitas, khatib, pendanaan, informasi, dll.

 

Agar pendataan jamaah bisa memperoleh hasil-hasil yang lebih menyeluruh, paling tidak ada lima hal penting yang harus didata dari jamaah masjid, antara lain :

 

Pertama, Identitas diri seperti nama, alamat, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status marital, jumlah anak, No KTP, SIM, PASPOR, tinggi badan, berat badan, warna kulit, golongan darah, dll.

 

Kedua, kondisi fisik dalam kaitan dengan tingkat kesehatan, misalnya penyakit yang pernah atau sering diderita.

 

Ketiga,  potensi diri seperti pendidikan, pekerjaan, jabatan, pengalaman, aktivitas, keahlian, ketrampilan, kemampuan bahasa, penghasilan, fasilitas hidup yang dimiliki seperti kendaraan, rumah, alat komunikasi, dll.

 

Keempat, kepribadian seperti minat, hobi, bakat, kemampuan membaca Al-Qur’an, pelaksaan ibadah haji, tingkat kehadiran pada majelis ta’lim, buku tentang Islam yang sudah dibaca, dll.

 

Kelima, harapan terhadap masa depan masjid berupa pendataan tentang kritik jamaah terhadap perkembangan masjid selama ini, saran mereka terhadap pengembangan aktivitas masjid pada masa mendatang hingga khatib atau muballigh yang mereka senangi atau yang kurang mereka senangi.

 

Manakala jamaah masjid sudah didata dengan baik, maka menjadi kewajiban pengurus untuk mengolah data itu dengan mengklasifikasikannya sehingga memiliki peta jamaah misalnya berapa orang atau berapa persen jamaah yang belum bisa membaca Al-Qur’an dengan baik, berapa jamaah yang sudah menunaikan haji, berapa jumlah jamaah balita, berapa remaja, berapa jamaah laki-laki dan wanita, berapa jamaah yang berpendidikan tinggi, sejauhmana tingkat pendapatan jamaah dan sebagainya. Dalam konteks sosial dapat dipetakan berapa jamaah yang kaya, miskin dan dibawah garis kemiskinan.

 

B. Alternatif Program

  1. Santunan Berkala. Santunan sosial dalam upaya mengurangi atau mengatasi beban hidup jamaah masjid amat penting untuk dilakukan, misalnya untuk orang-orang yang sudah tidak bisa dikembangkan potensinya seperti karena sakit yang berkepanjangan, sudah terlalu tua, cacat dan sebagainya. Kebutuhan pokok harus bisa dipenuhi dan jamaah bisa dilibatkan, apalagi bila masjid sudah memiliki data jamaah yang harus bisa disantuni secara rutin sehingga bisa diinformasikan.  Santunan rutin diberikan juga kepada anak yatim di lingkungan masjid dengan skala waktu yang lebih sering, bukan setahun sekali atau momen tertentu saja.  Begitu pula dengan pemberian bea siswa untuk pelajar dan mahasiswa yang miskin agar bisa dipastikan anak-anak masjid bisa bersekolah dan kuliah dengan baik. 
  2. Membangun dan Meningkatkan Keahlian. Ketika seseorang berada pada usia produktif atau masih memungkinkan untuk berusaha, maka ia harus berusaha agar minimal bisa hidup mandiri secara pribadi dan keluarga. Salah satu kendala orang yang tidak berusaha adalah tidak memiliki ketrampilan atau pengetahuan tentang usaha. Karena itu, pengurus masjid harus mengupayakan kursus ketrampilan kepada jamaahnya agar dengan penguasaan ketrampilan itu membuatnya bisa berusaha, misalnya kursus menjahit, perbengkelan, pangkas rambut dan sebagainya.
  3. Permodalan dan Jaringan Usaha. Ketika seseorang mau berusaha mencari nafkah, tentu saja dibutuhkan modal. Jalan pintas yang sering dilakukan oleh banyak orang adalah meminjam uang kepada rentenir atau Bank dengan bunga yang memberatkan. Tidak sedikit orang yang akhirnya terjerat oleh rentenir. Karenan itu, pengurus masjid bisa membantu jamaah dengan memberikan atau meminjamkan modal untuk usaha. Dana zakat, infak dan shadaqah bisa digunakan untuk hal ini, bahkan kas masjid juga bisa dipinjamkan kepada jamaahnya, sehingga dana itu menjadi lebih berguna ketimbang hanya tersimpan di rekening bank.   Perjanjian pemberian modal harus betul-betul jelas dan tertulis agar bila sifatnya pinjaman, seorang jamaah yang meninjam mau mengembalikan sesuai dengan perjanjian tersebut.
  4. Pinjaman Lunak. Dalam situasi tertentu, seseorang amat membutuhkan dana, tidak hanya untuk hal-hal yang sifatnya modal usaha, tapi mungkin ada keperluan mendesak seperti untuk menikah dan resepsi pernikahan, pembayaran uang kuliah dan sebagainya. Karena itu, ketika jamaah masjid membutuhkan dana yang mendesak, maka mungkin saja masjid memberikan pinjaman lunak sehingga kas masjid bisa memberi manfaat yang lebih besar, tentu saja dengan komitmen pengembalian dengan sebaik-baiknya, karena dana ini adalah dana umat yang diamanahkan kepada pengurus masjid.
  5. Bantuan Musibah. Musibah pada tiap orang pasti terjadi, dalam skala yang kecil maupun besar, yang ringan maupun berat. Karena itu menjadi kewajiban muslim lainnya, termasuk pengurus masjid untuk meringankan beban orang yang tertimpa musibah.  Paling tidak, musibah ini bisa kita kelompokkan menjadi tiga. Pertama, sakit apalagi bila sampai harus dirawat di rumah. Maka pengurus dan jamaah masjid harus menjenguk, mendoakannya agar sembuh dan membantu meringankan pembiayaan pengobatan, bahkan bila penyakitnya sampai membutuhkan donor darah, pengurus masjid perlu melakukan mobilasi bantuan darah sebagaimana yang diperlukannya. Kedua, kematian, bantuannya mencakup teknis mengurus jenazah, menyiapkan kebutuhan untuk jenazah seperti kain kafan, tempat memandikan jenazah, keranda hingga ambulan dan petugas mengurus jenazah. Ketiga, kebakaran dan bencana alam seperti banjir, tanah longsong, gempa bumi dan sebagainya, bantuannya adalah menampung pengungsi, menyediakan kebutuhan pakaian dan pangan serta memperbaiki rumahnya yang mengalami kerusakan.
  6. Biro Jodoh. Ketika ada jamaah, baik bujangan maupun janda atau duda dan mengalami kesulitan mendapatkan jodoh, mungkin saja pengurus masjid membantu jamaahnya dengan menghubungkan dengan calon pasangannya melalui proses ta’aruf (perkenalan) hingga disepakati oleh kedua belah pihak untuk berkenan dengan kemauan sendiri melanjutkan ke jenjang kehidupan rumah tangga. Bila masjid menjadi biro jodoh, tentu calon pasangannya sudah terbina dengan baik sehingga bisa lebih terukur keshalehannya.
  7. Bea siswa. Salah satu yang membuat masa depan generasi muda adalah menempuh pendidikan formal dengan baik. Karena itu, generasi Islam harus memiliki motivasi yang kuat untuk menyelesaikan pendidikan. Namun, salah satu kendala bagi yang kurang mampu adalah biaya pendidikan. Karena itu, pengurus masjid harus mendata jamaah yang miskin dan mengupayakan pemberian bea siswa, baik diambil dari kas masjid maupun bantuan jamaah.
  8. Layanan Kesehatan. Salah satu daya dukung untuk memakmurkan masjid adalah kondisi fisik jamaah yang sehat. Karena itu, mencegah sakit dan mengobati ketika sakit  terjadi menjadi suatu keharusan. Karena itu, pengurus masjid amat penting mengembangkan program layanan kesehatan, baik berupa bimbingan dan konsultasi akan pentingnya hidup sehat maupun pemeriksaan kesehatan dan upaya pengobatan terhadap penyakit yang diderita jamaah. Ini bisa dilakukan melalui praktek dokter 24 jam di klinik masjid, atau layanan kesehatan pada momen-momen tertentu semisal menjelang Ramadhan atau memberikan bantuan dana kesehatan dan sebagainya.
  9. Perbaikan Sarana Hidup. Rumah dan lingkungan yang bersih, indah dan nyaman amat penting untuk menjalani kehidupan yang sejahtera dan Islami. Karena itu, masjid bersama jamaah dan institusi di masyarakat bisa bekerjasama untuk perbaikan sarana hidup seperti kerja bakti membersihkan dan merapikan lingkungan, penghijauan dan bedah rumah jamaah yang tidak mampu.
  10. Konsultasi Jamaah. Dalam hidup ini, manusia ada saja persoalan atau masalahnya. Tidak semua problematika bisa diselesaikan sendiri, adakalanya dibutuhkan konsultasi dan bimbingan dari orang lain yang lebih luas wawasannya. Karena itu, bimbingan dan penyuluhan harus dilakukan dengan pendekatan nilai-nilai yang Islami dalam rangka memecahkan problematika yang dihadapi jamaah. Hal ini karena ada saja masalah yang dihadapi kaum muslimin yang harus dibantu memecahkannya, baik masalah pribadi, keluarga maupun dalam hubungannya dengan masyarakat. Pengurus masjid yang berorientasi melayani jamaah berusaha untuk membantu memecahkan masalah jamaahnya. Ketika jamaah memiliki problematika, pengurus masjid berusaha memecahkan masalahnya, karenanya disediakan tempat dan waktu khusus untuk berkonsultasi. Ketika jamaah memiliki masalah kesulitan ekonomi dicarikan salusinya tanpa harus ketergantungan yang bersifat santunan. Bila ada jamaah yang sakit, pengurus masjid menjenguk dan membantunya. Ketika ada jamaah yang sudah lanjut usia tentu jangan sampai terlantar sampai tidak ada yang melayaninya. Manakala ada jamaah yang meninggal dunia, pengurus masjid mengurusnya hingga pemakaman dan menghibur keluarganya, bahkan sampai membantu mengurus pembagian harta waris agar tidak sampai terjadi sengketa dalam keluarga apalagi sampai putus hubungan silaturrahim. Semua ini tentu saja harus melibatkan jamaah agar mau saling bantu membantu.

 

Dari sini tergambar bahwa mengurus masjid memerlukan keseriusan, kesungguhan dan sepenuh hati.


Referensi :

  1. Munir M, dan Wahyu Illahi, 2006, Manajemen Dakwah: Jakarta: Premada Media.
  2. Munir, Muhammad, 2002, Manajemen Dakwah: Jakarta: Al-Mawardi Prim.
  3. Machasin, 1987, Manajemen Dakwah: Badan Penarbid Fakultas Dakwah.
  4. Mahmuddin, 2004, Manajemen Dakwah Rasulullah, Jakarta: Restu Illahi.
  5. Nawawi, Hadari,2005, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
  6. Nasir, Muh, 1993, Fiqhul Dakwah, Jakarta: Media Dakwah.
  7. Raho, Bernard, SDV, 2009, Agama Dalam Persepektif Sosiologi: Jakarta: Obor Ramayulis, 1992. Pengantar Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia
  8. Poerwodarminto, W. J.S, 1982, Kampus Besar Bahasa Indonesia, jakarta : Balai Pustaka.
  9. Pimay, Awaludin. 2006. Metodologi Dakwah. Semarang : RaSAIL.
  10. Rahmat, Jalaluddin, 2005. Psikologi Agama, Bandung: Mizan Pustaka.
  11. Shaleh, Abd. Rosyad, 1977, Manajemen Dakwah Islam: Jakarta: Bulan Bintang.
  12. Syukir, Asmuni, 1983, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam: Surabaya : al-Ikhlas.
  13. Siswanto, 2005, Organisasi Remaja Masjid :Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
  14. Aziz, Ali, Moh. 2004. Ilmu Dakwah. Jakarta : Kencana. Ayub, Moh, 1996, Manajemen Masjid :Jakarta: Gema Insani Pres.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KEPEMIMPINAN & PENGAMBILAN KEPUTUSAN

KEPEMIMPINAN & PENGAMBILAN KEPUTUSAN Oleh : Eko Yulianto, ST, MM, MSD (NIDN 0325077407) A. Pendahuluan Pengelolaan suatu bisnis, baik it...