FUNGSI SOSIAL BERBASIS MASJID
Pada masa
Rasulullah saw, masjid kita pahami memiliki fungsi yang sangat penting dan
strategis. Bila kita sederhanakan, paling tidak fungsinya ada tiga. Pertama,
fungsi ubudiyah sehingga masjid menjadi pusat peribadatan dan kaum
muslimin mau ke masjid untuk beribadat, khususnya shalat yang lima waktu. Kedua,
fungsi ijtimaiyyah atau sosial kemasyarakatan sehingga masjid berperan
dalam perkara sosial yang terjadi di masyarakat. Ketiga, fungsi tarbiyah
(pendidikan) sehingga masyarakat mendapatkan pendidikan, pengajaran,
bimbingan dan arahan dari masjid.
Dalam
konteks sosial, banyak hal yang
dilakukan oleh Rasulullah saw bersama para sahabatnya, mulai dari mengenal satu
persatu, mengetahui masalah yang ada pada diri mereka, memecahkan masalah
hingga memberdayakannya. Bahkan, Rasulullah saw tidak hanya melakukan hal-hal
yang sifatnya arahan yang bersifat nilai dan motivasi, tapi sampai melakukan
hal-hal yang sifatnya teknis dan aplikatif seperti membangun shuffah (semacam
asrama di masjid) untuk menampung sahabat yang belum punya rumah sehingga tidak
ada gelandangan pada masa Rasul, para penghuni shuffah juga dijamin hidupnya
dan secara bertahap dipecahkan masalahnya sehingga mereka bisa hidup mandiri.
HM. Jusuf Kalla selaku Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia
(DMI) mengembangkan motto “Memakmurkan dan Dimakmurkan Masjid.” Moto ini
dimaksudkan agar setiap muslim apalagi pengurus masjid berusaha semaksimal
mungkin untuk memakmurkan masjid dan masjid harus memakmurkan jamaahnya
sehingga masyarakat merasakan manfaat yang banyak dari keberadaan masjid di
lingkungannya.
Karena itu, ketika masjid mau dan memang harus memainkan
peran sosial yang lebih besar, beberapa hal penting harus dilakukan.
A. Pendataan dan Pemetaan Jamaah.
Pendataan merupakan bagian yang sangat pokok dari
perencanaan. Perencaaan yang baik baru bisa dilakukan –salah satunya-- manakala
diketahui data awal tentang situasi dan kondisi yang menjadi pelaksana dan
sasaran dari suatu perencanaan, demikian pula halnya dengan masjid. Karena itu,
pada banyak instansi terdapat data yang terkait dengannya, misalnya di rumah
sakit ada data para medis, karyawan dan pasien. Di kantor ada data karyawan, di
kampus ada data dosen, karyawan dan mahasiwa, di sekolah ada data guru,
karyawan dan murid. Karena itu di masjid semestinya ada data tentang jamaah,
namun yang amat disayangkan adalah jutseru pada umumnya di masjid-masjid tidak
terdapat data tentang jamaah, padahal data jamaah sangat diperlukan bagi
pengembangan masjid kita pada masa-masa yang akan datang.
Paling kurang, ada
enam nilai penting dari data jamaah masjid, antara lain :
Pertama, dapat diketahui
jumlah yang konkrit dari jamaah, berapa laki-laki perempuan, kanak-kanak, anak-anak, remaja,
pemuda maupun orang dewasa dan orang tua, bahkan para manula (manusia lanjut
usia), begitu juga dengan jumlah keluarga hingga jumlah anak yatim, janda dan
duda.
Kedua, bisa diketahui
potensi atau kualitas jamaah yang sesungguhnya, baik dari segi pekerjaan,
jabatan, aktivitas, dana, fasilitas hidup yang dimiliki, pengalaman,
pendidikan, ketrampilan, kemampuan bahasa, keahlian, status sosial hingga
kedudukannya ditengah-tengah masyarakat, hal ini sangat penting sehingga
manakala masjid memerlukan sumber daya manusia dengan keahlian atau pengalaman
tertentu bisa dengan mudah siapa yang akan dihubungi, karena datanya memang
sudah ada.
Ketiga, dapat diketahui identitas jamaah yang
sesungguhnya, misalnya dari segi umur, warna kulit, golongan darah, suku,
jumlah keluarga dan lain lain. Manakala ada informasi yang terkait dengan
jamaah bisa disampaikan kepada mereka, misalnya bila ada informasi lapangan
kerja untuk pemuda usia 20-30 tahun, maka pengurus masjid bisa menginformasikan
kepada jamaah yang berusia tersebut, bahkan bila ada jamaah yang sakit tertentu
lalu sudah sampai pada keadaan memerlukan donor danar, maka pengurus masjid
cukup menginformasikan kepada jamaah yang golongan darahnya diperlukan.
Keempat, dapat diketahui
kondisi kepribadian jamaah mulai dari bakat, minat, hobi, sikap dan tingakatan
pemahaman dan pengamalan keagamaan misalnya kemampuan membaca Al-Qur’an, dan
sebagainya.
Kelima, dapat dilakukan
proyeksi pengembangan program kegiatan pada masa kini dan mendatang, sebab
tidak sedikit masjid yang mengembangkan program yang baik tapi sangat minim
daya dukung dari jamaah, bukan karena jamaah tidak mau mendukung, tapi karena
memang sangat minim juga jamaah yang menjadi sasaran program tersebut, misalnya
ada masjid komplek perumahan tertentu mengadakan pengajian remaja, tapi
pesertanya hampir tidak ada karena memang di komplek itu umumnya terdiri dari
“keluarga muda” yang anak-anak tertua mereka baru mencapai klas V atau klas VI
SD.
Keenam, dapat diketahui keinginan, kritik dan
saran jamaah terhadap masjid dan kepengurusannya, baik yang berkaitan dengan
kegiatan, fasilitas, khatib, pendanaan, informasi, dll.
Agar pendataan jamaah bisa memperoleh hasil-hasil yang lebih
menyeluruh, paling tidak ada lima hal penting yang harus didata dari jamaah
masjid, antara lain :
Pertama, Identitas diri seperti nama, alamat,
tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status marital, jumlah anak, No KTP, SIM,
PASPOR, tinggi badan, berat badan, warna kulit, golongan darah, dll.
Kedua, kondisi fisik dalam kaitan dengan
tingkat kesehatan, misalnya penyakit yang pernah atau sering diderita.
Ketiga,
potensi diri seperti pendidikan, pekerjaan, jabatan, pengalaman,
aktivitas, keahlian, ketrampilan, kemampuan bahasa, penghasilan, fasilitas
hidup yang dimiliki seperti kendaraan, rumah, alat komunikasi, dll.
Keempat, kepribadian seperti minat, hobi,
bakat, kemampuan membaca Al-Qur’an, pelaksaan ibadah haji, tingkat kehadiran
pada majelis ta’lim, buku tentang Islam yang sudah dibaca, dll.
Kelima, harapan terhadap masa depan masjid
berupa pendataan tentang kritik jamaah terhadap perkembangan masjid selama ini,
saran mereka terhadap pengembangan aktivitas masjid pada masa mendatang hingga
khatib atau muballigh yang mereka senangi atau yang kurang mereka senangi.
Manakala jamaah
masjid sudah didata dengan baik, maka menjadi kewajiban pengurus untuk mengolah
data itu dengan mengklasifikasikannya sehingga memiliki peta jamaah misalnya
berapa orang atau berapa persen jamaah yang belum bisa membaca Al-Qur’an dengan
baik, berapa jamaah yang sudah menunaikan haji, berapa jumlah jamaah balita,
berapa remaja, berapa jamaah laki-laki dan wanita, berapa jamaah yang
berpendidikan tinggi, sejauhmana tingkat pendapatan jamaah dan sebagainya.
Dalam konteks sosial dapat dipetakan berapa jamaah yang kaya, miskin dan
dibawah garis kemiskinan.
B. Alternatif
Program
- Santunan
Berkala. Santunan sosial dalam upaya mengurangi atau mengatasi
beban hidup jamaah masjid amat penting untuk dilakukan, misalnya untuk
orang-orang yang sudah tidak bisa dikembangkan potensinya seperti karena sakit
yang berkepanjangan, sudah terlalu tua, cacat dan sebagainya. Kebutuhan pokok
harus bisa dipenuhi dan jamaah bisa dilibatkan, apalagi bila masjid sudah
memiliki data jamaah yang harus bisa disantuni secara rutin sehingga bisa
diinformasikan. Santunan rutin diberikan juga kepada
anak yatim di lingkungan masjid dengan skala waktu yang lebih sering, bukan
setahun sekali atau momen tertentu saja.
Begitu pula dengan pemberian bea siswa untuk pelajar dan mahasiswa yang
miskin agar bisa dipastikan anak-anak masjid bisa bersekolah dan kuliah dengan
baik.
- Membangun
dan Meningkatkan Keahlian.
Ketika seseorang berada pada usia
produktif atau masih memungkinkan untuk
berusaha, maka ia harus berusaha agar minimal bisa hidup mandiri secara pribadi
dan keluarga. Salah satu kendala orang yang tidak berusaha adalah tidak memiliki
ketrampilan atau pengetahuan tentang usaha. Karena itu, pengurus masjid harus
mengupayakan kursus ketrampilan kepada jamaahnya agar dengan penguasaan
ketrampilan itu membuatnya bisa berusaha, misalnya kursus menjahit,
perbengkelan, pangkas rambut dan sebagainya.
- Permodalan
dan Jaringan Usaha. Ketika
seseorang mau berusaha mencari nafkah, tentu saja dibutuhkan modal. Jalan
pintas yang sering dilakukan oleh banyak orang adalah meminjam uang kepada
rentenir atau Bank dengan bunga yang memberatkan. Tidak sedikit orang yang
akhirnya terjerat oleh rentenir. Karenan itu, pengurus masjid bisa membantu
jamaah dengan memberikan atau meminjamkan modal untuk usaha. Dana zakat, infak
dan shadaqah bisa digunakan untuk hal ini, bahkan kas masjid juga bisa dipinjamkan
kepada jamaahnya, sehingga dana itu menjadi lebih berguna ketimbang hanya
tersimpan di rekening bank. Perjanjian pemberian modal harus
betul-betul jelas dan tertulis agar bila sifatnya pinjaman, seorang jamaah yang
meninjam mau mengembalikan sesuai dengan perjanjian tersebut.
- Pinjaman
Lunak. Dalam situasi tertentu, seseorang amat membutuhkan dana,
tidak hanya untuk hal-hal yang sifatnya modal usaha, tapi mungkin ada keperluan
mendesak seperti untuk menikah dan resepsi pernikahan, pembayaran uang kuliah
dan sebagainya. Karena itu, ketika jamaah masjid membutuhkan dana yang
mendesak, maka mungkin saja masjid memberikan pinjaman lunak sehingga kas
masjid bisa memberi manfaat yang lebih besar, tentu saja dengan komitmen
pengembalian dengan sebaik-baiknya, karena dana ini adalah dana umat yang
diamanahkan kepada pengurus masjid.
- Bantuan Musibah. Musibah pada tiap orang pasti terjadi, dalam skala yang kecil maupun besar, yang ringan maupun berat. Karena itu menjadi kewajiban muslim lainnya, termasuk pengurus masjid untuk meringankan beban orang yang tertimpa musibah. Paling tidak, musibah ini bisa kita kelompokkan menjadi tiga. Pertama, sakit apalagi bila sampai harus dirawat di rumah. Maka pengurus dan jamaah masjid harus menjenguk, mendoakannya agar sembuh dan membantu meringankan pembiayaan pengobatan, bahkan bila penyakitnya sampai membutuhkan donor darah, pengurus masjid perlu melakukan mobilasi bantuan darah sebagaimana yang diperlukannya. Kedua, kematian, bantuannya mencakup teknis mengurus jenazah, menyiapkan kebutuhan untuk jenazah seperti kain kafan, tempat memandikan jenazah, keranda hingga ambulan dan petugas mengurus jenazah. Ketiga, kebakaran dan bencana alam seperti banjir, tanah longsong, gempa bumi dan sebagainya, bantuannya adalah menampung pengungsi, menyediakan kebutuhan pakaian dan pangan serta memperbaiki rumahnya yang mengalami kerusakan.
- Biro
Jodoh. Ketika ada jamaah,
baik bujangan maupun janda atau duda dan mengalami kesulitan mendapatkan jodoh,
mungkin saja pengurus masjid membantu jamaahnya dengan menghubungkan dengan
calon pasangannya melalui proses ta’aruf (perkenalan) hingga disepakati oleh
kedua belah pihak untuk berkenan dengan kemauan sendiri melanjutkan ke jenjang
kehidupan rumah tangga. Bila masjid menjadi biro jodoh, tentu calon pasangannya
sudah terbina dengan baik sehingga bisa lebih terukur keshalehannya.
- Bea siswa. Salah satu yang membuat masa depan
generasi muda adalah menempuh pendidikan formal dengan baik. Karena itu,
generasi Islam harus memiliki motivasi yang kuat untuk menyelesaikan
pendidikan. Namun, salah satu kendala bagi yang kurang mampu adalah biaya
pendidikan. Karena itu, pengurus masjid harus mendata jamaah yang miskin dan
mengupayakan pemberian bea siswa, baik diambil dari kas masjid maupun bantuan
jamaah.
- Layanan Kesehatan. Salah satu daya dukung untuk
memakmurkan masjid adalah kondisi fisik jamaah yang sehat. Karena itu, mencegah sakit dan mengobati ketika
sakit terjadi menjadi suatu keharusan.
Karena itu, pengurus masjid amat penting mengembangkan program layanan kesehatan, baik
berupa bimbingan dan konsultasi akan pentingnya hidup sehat maupun pemeriksaan
kesehatan dan upaya pengobatan terhadap penyakit yang diderita jamaah. Ini bisa
dilakukan melalui praktek dokter 24 jam di klinik masjid, atau layanan
kesehatan pada momen-momen tertentu semisal menjelang Ramadhan atau memberikan
bantuan dana kesehatan dan sebagainya.
- Perbaikan Sarana Hidup. Rumah dan lingkungan yang bersih, indah dan nyaman amat penting untuk menjalani kehidupan yang sejahtera dan Islami. Karena itu, masjid bersama jamaah dan institusi di masyarakat bisa bekerjasama untuk perbaikan sarana hidup seperti kerja bakti membersihkan dan merapikan lingkungan, penghijauan dan bedah rumah jamaah yang tidak mampu.
- Konsultasi
Jamaah. Dalam hidup ini,
manusia ada saja persoalan atau masalahnya. Tidak semua problematika bisa
diselesaikan sendiri, adakalanya dibutuhkan konsultasi dan bimbingan dari orang
lain yang lebih luas wawasannya. Karena itu, bimbingan dan penyuluhan harus
dilakukan dengan pendekatan nilai-nilai yang Islami dalam rangka memecahkan
problematika yang dihadapi jamaah. Hal ini karena ada saja masalah yang
dihadapi kaum muslimin yang harus dibantu memecahkannya, baik masalah pribadi,
keluarga maupun dalam hubungannya dengan masyarakat. Pengurus masjid
yang berorientasi melayani jamaah berusaha untuk membantu memecahkan masalah
jamaahnya. Ketika jamaah memiliki problematika, pengurus masjid berusaha
memecahkan masalahnya, karenanya disediakan tempat dan waktu khusus untuk
berkonsultasi. Ketika jamaah memiliki masalah kesulitan ekonomi dicarikan
salusinya tanpa harus ketergantungan yang bersifat santunan. Bila ada jamaah
yang sakit, pengurus masjid menjenguk dan membantunya. Ketika ada jamaah yang
sudah lanjut usia tentu jangan sampai terlantar sampai tidak ada yang
melayaninya. Manakala ada jamaah yang meninggal dunia, pengurus masjid
mengurusnya hingga pemakaman dan menghibur keluarganya, bahkan sampai membantu
mengurus pembagian harta waris agar tidak sampai terjadi sengketa dalam
keluarga apalagi sampai putus hubungan silaturrahim. Semua ini tentu saja harus
melibatkan jamaah agar mau saling bantu membantu.
Dari sini
tergambar bahwa mengurus masjid memerlukan keseriusan, kesungguhan dan sepenuh
hati.
Referensi
:
- Munir M, dan Wahyu Illahi, 2006, Manajemen Dakwah: Jakarta: Premada Media.
- Munir, Muhammad, 2002, Manajemen Dakwah: Jakarta: Al-Mawardi Prim.
- Machasin, 1987, Manajemen Dakwah: Badan Penarbid Fakultas Dakwah.
- Mahmuddin, 2004, Manajemen Dakwah Rasulullah, Jakarta: Restu Illahi.
- Nawawi, Hadari,2005, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
- Nasir, Muh, 1993, Fiqhul Dakwah, Jakarta: Media Dakwah.
- Raho, Bernard, SDV, 2009, Agama Dalam Persepektif Sosiologi: Jakarta: Obor Ramayulis, 1992. Pengantar Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia
- Poerwodarminto, W. J.S, 1982, Kampus Besar Bahasa Indonesia, jakarta : Balai Pustaka.
- Pimay, Awaludin. 2006. Metodologi Dakwah. Semarang : RaSAIL.
- Rahmat, Jalaluddin, 2005. Psikologi Agama, Bandung: Mizan Pustaka.
- Shaleh, Abd. Rosyad, 1977, Manajemen Dakwah Islam: Jakarta: Bulan Bintang.
- Syukir, Asmuni, 1983, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam: Surabaya : al-Ikhlas.
- Siswanto, 2005, Organisasi Remaja Masjid :Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
- Aziz, Ali, Moh. 2004. Ilmu Dakwah. Jakarta : Kencana. Ayub, Moh, 1996, Manajemen Masjid :Jakarta: Gema Insani Pres.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar