Minggu, 11 April 2021

MANAJEMEN SEKOLAH - PERAN GURU DALAM STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (NSP) DAN PERSOALAN DILAPANGAN

Peran Guru Dalam Standar Nasional Pendidikan (NSP) Dan Persoalan Dilapangan




Standar nasional pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Demikian definisi SNP jika berpedoman Ketentuan Umum dalam Pasal 1 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

 

Standar proses pembelajaran merupakan standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Standar Proses, baik yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, penelitian dan pengawasan pembelajaran dikembangkan oleh BSNP, dan ditetapkann dengan peraturan menteri.

 

Secara umum, Standar Proses Pembelajaran sebagai standar minimal yang harus dilakukan memiliki fungsi sebagai pengendali proses pendidikan untuk memperoleh kualitas hasil dan proses pembelajaran. Strategi pencapaian proses pendidikan melalui peningkatan dan perbaikan dilihat dari sudut guru yang meliputi tentang peningkatan profesional guru serta mengoptimalkan peran guru dalam proses pembelajaran.

 

A. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

 

Kualifikasi akademik yang dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

 

Pengertian Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Pengertian Pendidik

Dari segi bahasa, kata pendidik dalam bahasa Arab dijumpai kata ustadz, mudarris, mua’llim dan mu’addib. Kata ustadz jamaknya asaatidz yang berarti teacher (guru), professor (gelar akademik), jenjang dibidang intelektual, pelatih, penulis dan penyair.). Adapun kata mudarris berarti teacher (guru), instsructor (pelatih) dan lecture (dosen)  Selanjutnya kata mu’allim yang  juga berarti teacher (guru), instructor (pelatih), trainer (pemandu). Selanjutnya kata mu’addib berarti educator (pendidik) atau teacher in Koranic school (guru dalam lembaga  pendidikan al Qur’an).

 

Dari segi istilah para ahli pendidikan merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut :

  • Menurut Ahmad Tafsir, (1992:74) Pendidik ialah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik baik potensi afektif, potensi kognitif maupun potensi psikomotorik.
  • Menurut Suryosubroto, (1983:26) Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam  perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah swt dan mampu melakukan tugas sebagai mahluk sosial dan sebagai mahluk individu yang mandiri.
  • Sedangkan Ahmad Marimba, (1996:87) Pendidik ialah  orang yang memikul pertanggung jawaban untuk mendidik yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan si terdidik.

 

Pengertian Tenaga Kependidikan

Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Yang termasuk ke dalam tenaga kependidikan adalah: kepala satuan pendidikan; pendidik; dan tenaga kependidikan lainnya. Kepala Satuan Pendidikan yaitu orang yang diberi wewenang dan tanggung jawab untuk memimpin satuan pendidikan tersebut. Kepala Satuan Pendidikan harus mampu melaksanakan peran dan tugasnya sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, motivator, figur dan mediator (Emaslim-FM) Istilah lain untuk Kepala Satuan Pendidikan adalah: Kepala Sekolah, Rektor, Direktur, serta istilah lainnya.

 

Kompetensi yang Harus Dikuasai Oleh Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Penyusunan standar kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan nonformal terutama merujuk  pada PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan meliputi empat komponen yaitu: 1) kompetensi pedagogi (andragogi), 2) kompetensi kepribadian, 3) kompetensi social dan 4) kompetensi professional. Untuk lebih jelasnya masing-masing kompetensi dijabarkan sebagai berikut :

 

Kompetensi Pedagogik (Andragogi) - Secara substantif kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, memahami kurikulum, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci masing-masing elemen kompetensi pedagogik tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

  1. Memahami peserta didik/warga belajar.
  2. Merancang pembelajaran.
  3. Melaksanakan pembelajaran.
  4. Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran.
  5. Mengembangkan peserta didik/warga belajar untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

 

Kompetensi Kepribadian - Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik/warga belajar, dan berakhlak mulia. Secara rinci setiap elemen kepribadian tersebut dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan indikator  esensial sebagai berikut :

  1. Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil. 
  2. Memiliki kepribadian yang dewasa.
  3. Memiliki kepribadian yang arif.
  4. Memiliki kepribadian yang berwibawa.
  5. Memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan.

 

Kompetensi Sosial - Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik/warga belajar, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik/warga belajar, dan masyarakat sekitar.

 

Kompetensi Profesional - Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran   secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum matapelajaran dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai PTK.

 

Khusus untuk tenaga kependidikan, standar kompetensi profesionalnya berbeda dengan pendidik. Standar kompetensi tenaga kependidikan pada satuan pendidikan, khususnya penilik adalah sebagai berikut:

  1. Memahami tugas,  peran dan fungsi satuan,
  2. Memahami konsep manajemen satuan,
  3. Mengidentifikasi dan mengembangkan jenis-jenis input satuan,
  4. Meningkatkan output satuan pendidikan (kualitas, produktivitas, efisiensi, efektivitas, dan inovasi)
  5. Memahami dan menghayati Standar Pelayanan Minimal (SPM)
  6. Memahami konsep manajemen mutu satuan satuan pendidikan
  7. Merencanakan sistem mutu satuan satuan pendidikan
  8. Menerapkan sistem nanajemen mutu satuan satuan pendidikan
  9. Mengevaluasi sistem manajemen mutu satuan satuan pendidikan
  10. Memperbaiki dan menindaklanjuti hasil evaluasi sistem manajemen mutu satuan satuan pendidikan

 

Peran dan Fungsi Pendidik (Guru)

Para pakar pendidikan di Barat telah melakukan penelitian tentang peran guru yang harus dilakoni. Peran guru yang beragam telah diidentifikasi dan dikaji oleh Pullias dan Young (1988:65), Manan (1990:98) serta Yelon dan Weinstein (1997:65). Adapun peran-peran tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Guru Sebagai Pendidik
  2. Guru Sebagai Pengajar
  3. Guru Sebagai Pembimbing
  4. Guru Sebagai Pemimpin
  5. Guru Sebagai Pengelola Pembelajaran
  6. Guru Sebagai Model dan Teladan
  7. Guru Sebagai Anggota Masyarakat
  8. Guru Sebagai Administrator
  9. Guru Sebagai Penasehat
  10. Guru Sebagai Pembaharu (Inovator)
  11. Guru Sebagai Pendorong Kreatifitas
  12. Guru Sebagai Emansipator
  13. Guru Sebagai Evaluator
  14. Guru Sebagai Kulminator


B. Peran Murid Dalam Menerima Pelajaran Sesuai Standar Proses Pembelajaran

Keterlibatab siswa bisa diartikan sebagai siswa berperan aktif sebagai partisipan dalam proses belajar mengajar. Menurut Dimjati dan Mudjiono(1994:56-60), keaktifan siswa dapat didorong oleh peran guru. Guru berupaya untuk memberi kesempatan siswa untuk aktif, baik aktif mencari, memproses dan mengelola perolehan belajarnya.

 

Adapun kualitas dan kuantitas keterlibatan siswa dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Internal faktor meliputi faktor fisik, motivasi dalam belajar, kepentingan dalam aktivitasyang diberikan, kecerdasan dan sebagainya. Sedangkan eksternal faktor meliputi guru, materi pembelajaran, media, alokasi waktu, fasilitas dan sebagainya.

 

Faktor faktor yang mempengaruhi proses belajar secara umum sama halnya faktor-faktor yang mempengaruhi proses hasil belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi dalam proses belajar antara lain :

 

Faktor fisiologis, Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-factor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Factor-factor ini dibedakan menjadi dua macam.

Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang . kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.

Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca indra. Panca indra yang berfunsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula,dalam proses belajar merupakan pintu  masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia.

Faktor psikologis, Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama memngaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motifasi , minat, sikap dan bakat.

Kecerdasan /intelegensia siswa, Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia.


C. Apa Masalahnya dengan Standar Nasional Indonesia ?

Walaupun standar proses (pembelajaran), standar pendidik dan standar prasarana dan sarana sudah disiapkan, dan pendekatan “pembelajaran berpusat pada siswa” (student centered approach) telah lama dikumandangkan, namun suasana pembelajaran yang kondusif, aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan boleh dikatakan belum terinternalisasi oleh pendidikan dalam proses pembelajaran.

 

Mengapa hal ini bisa terjadi ?

Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 telah menetapkan  standar  pendidikan  nasional  yang  meliputi  standar:  (1)  isi;  (2) proses (3) sarana dan prasarana; (4) tenaga pendidik; (5) sistem evaluasi ; (6) kompetensi  lulusan; (7)  dana  dan  (8)  manajemen.  Jika  ke 8 (delapan) standar  ini terpenuhi  maka  mutu  pendidikan  nasional  kita  akan  meningkat  dan  dapat bersaing dengan mutu pendidikan negara manapun.

 

Kendala-kendala dalam pelaksanaannya

Standar proses

Untuk dapat memenuhi tuntutan pembelajaran dengan berpusat kepada peserta didik yakni pembelajaran yang mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar peserta didik, maka guru dituntut untuk dapat memilih strategi pembelajaran bervariasi sesuai tuntutan materi pembelajaran.

 

Pelaksanaan standar ini sangat berkaitan dengan guru. Nurfaisal (2012) menyatakan guru kesulitan dalam mengimplementasikan pemenuhan tuntutan standar proses dalam pembelajaran. Pembelajaran cendrung berjalan secara konvensional. Faktor yang mempengaruhi antara lain disebab media dan peralatan pembelajaran yang minim di sekolah, jumlah siswa yang terlalu besar dalam satu kelas, sehingga tidak mendukung diterapkannya pembelajaran yang aktif dan kreatif yang berpusat kepada siswa. Pendekatan pembelajaran yang terjadi lebih sering berpusat pada guru (teacher-centred approaches).

 

Standar pendidik

Kompetensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan  dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang guru untuk memangku jabatan guru sebagai profesi. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki :

a. Kompetensi Kepribadian, yakni kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

  • Kompetensi Pedagogik, merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis.
  • Kompetensi Profesional, merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum matapelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru.
  • Kompetensi Sosial, berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Permasalahan guru di Indonesia sangat beragam, jika dikelompokkan berdasarkan empat kompetensi guru, maka permasalahan guru antara lain :

  • Kompetensi Profesional: kecakapan guru dalam menyiapkan perangkat pembelajaran; kecakapan guru menentukan dan menyajikan materi esensial; masih mengandalkan LKS yang dijual dipasaran, belum membuat bahan ajar sendiri; sains disajikan secara teoritis, belum menggunakan laboratorium secara optimal,
  • Kompetensi pedagogik : strategi yang digunakan kurang tepat; gaya mengajar yang kurang menyenangkan peserta didik; peran sebagai pendidik, pengjar dan pelatih belum optimal; tugas yang terlalu padat kepada peserta didik,
  • Kompetensi sosial/interpersonal: kurang terbuka terhadap kritikan teman sejawat;
  • Kompetensi personal/individu: afeksi guru belum bisa diteladani; kurang menerapkan disiplin bagi anak didik; komitmen, kinerja dan keiklasan dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran masih kurang.


b. Faktor penyebab timbulnya permasalahan dalam pembelajaran dari aspek guru

  • Intake (kualitas input) dari calon guru dan kualitas dari LPTK penghasil guru - Populasi guru yang belum profesional ini lebih besar dibandingkan dengan guru profesional alumni LPTK berkualitas .Sejalan dengan kondisi di atas tantangan lain dalam pengembangan profesionalisme guru sains seperti yang dikemukakan Lufri (2008) adalah : guru kurang berpengalaman dalam pekerjaannya; rendahnya komitmen profesional guru dan etos kerjanya serta pengontrolan yang lemah dari pimpinan; minat baca yang rendah untuk mengembangkan diri; budaya mental dalam belajar yang hanya berorientasi pada ijazah dan pangkat; suka mengambil jalan pintas untuk menyelesaikan sesuatu, misalnya menyalin RPP yang sudah ada tanpa menyesuaikan dengan kondisi sekolah  tempat dia bekerja, ini semua mempengaruhi kualitas pembelajaran sains di kelas.
  • Kualitas buku  pelajaran  yang digunakan guru - Guru belum bisa membuat bahan ajar sendiri dan memilih materi-materi esensial dari mata pelajarannya. Pembelajaran tergantung kepada buku teks yang digunakan sekolah. Banyak buku teks sains saat ini  memberikan penekanan berlebihan pada  fakta ilmiah dan formula matematis sedangkan hubungan konsep-konsep dengan pengalaman atau fenomena alam sehari-hari, banyak  tidak dijelaskan.
  • Ijazah/tingkat pendidikan guru - Sebagian guru di Indonesia dinyatakan tidak layak mengajar. Fenomena ini berkaitan dengan anggapan sebagian besar masyarakat terhadap profesi  guru. Tilaar (2002: 95-99) menyatakan ada beberapa anggapan yang salah atau kurang tepat terhadap profesi guru ini.
    • Siapa yang tidak dapat berpikir dan berbuat, maka lebih baik dia memilih pekerjaan mengajar. Pendapat ini juga merupakan refleksi untuk “oknum” guru yang tidak kreatif, yang tidak membangkitkan kemampuan kreativitas peserta didik. Untuk itu mengembangkan kreativitas guru harus menjadi jiwa dari program pendidikan dan pelatihan guru.
    • Profesi guru adalah profesi terbuka. Ini berasal dari anggapan bahwa untuk jadi guru tidak diperlukan syarat-syarat tertentu. Profesi guru bukanlah profesi sembarangan, tetapi harus memenuhi kriteria-kriteria profesional sehingga profesi guru bukan profesi terbuka.
    • Siapa saja dapat dan boleh jadi guru. Ini berkaitan dengan anggapan siapa saja boleh jadi guru. Artinya siapa saja yang dapat berdiri di depan kelas tanpa mempunyai pengetahuan dan ketrampilan profesional boleh jadi guru. Ini yang menyebabkan masih ada guru yang mempunyai ijazah SMA non pendidikan, atau Menteri Pendidikan yang bukan berlatar pendidikan profesi guru.

c. Kebijakan pemerintah

  • Peningkatan mutu guru tergantung proyek - Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, mulai dari upaya pengubahan kurikulum (sekarang berlaku KTSP), peningkatan guru (penataran, seminar, pelatihan), manajemen sekolah, melengkapi media, laboratorium (sarana, prasarana), hingga ke penerbitan payung hukum dalam peningkatan mutu pendidikan dengan dikeluarkannya UU No 14 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 
  • Ujian Nasional membelenggu guru - Faktor Kebijakan Pemerintah yang cukup mengganggu proses pembelajaran adalah Ujian Nasional (UN). Menjelang UN, semua perhatian sekolah tertuju pada persiapan menghadapi UN. Para guru yang biasanya aktif di MGMP menjadi tidak aktif.  Mereka sibuk mengadakan dril  dan latihan menyelesaikan soal untuk para siswanya. Tindakan guru sebelum UN, melakukan dril dan latihan penyelesaian soal.
  • Beban kerja guru  24 jam seminggu yang memberatkan - Masalah lain yang muncul dari kebijakan sertifikasi adalah beban kerja guru yang dinilai memberatkan. Beban kerja yang tinggi membuat guru kurang mempunyai waktu untuk mempersiapkan pembelajarannya, ini membuat kualitas pembelajaran jadi menurun. Idealnya penilaian 24 jam tersebut berdasarkan kinerja, dimana kegiatan guru tidak hanya dinilai dari jumlah jam mengajar dikelas, tetapi kegiatannya dalam mempersiapkan perangkat pembelajaran, penelitian, bahan ajar juga jadi pertimbangan.
  • Standar sanana dan prasarana - Fasilitas Laboratorium , perpustakaan dan sarana prasarana lainnya. Kualitas sanpra dapat dilihat dari keberadaan Laboratorium dan Perpustakaan Sekolah.  Laboratorium ada tetapi terbatas, peralatan dan bahan tidak lengkap, sementara di dalam perpustakaan yang ada hanyalah buku yang digunakan guru dalam proses pembelajaran. 

d. Standar sanana dan prasarana

Fasilitas Laboratorium , perpustakaan dan sarana prasarana lainnya. Kualitas sanpra dapat dilihat dari keberadaan Laboratorium dan Perpustakaan Sekolah.  Laboratorium ada tetapi terbatas, peralatan dan bahan tidak lengkap, sementara di dalam perpustakaan yang ada hanyalah buku yang digunakan guru dalam proses pembelajaran. 


REFERENSI :

  1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
  2. Departemen Pendidikan Nasional, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidiakn Lanjutan Pertama. 2002. Pendekatan Konsektual ( Contextual Teaching and Learning (CTL))
  3. Dimyati, Mudjiono.2006. Belajar dan Pembelajaran.Jakarta:Rineka Cipta.
  4. Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
  5. Sunardi Nur & Sri Wahyuningsih, Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT Grasindo, 2002, hal : 28
  6. Syamsu Yusuf & Nani Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta : Rajawali Press, cet -3, 2012.
  7. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional
  8. Wahyudin, Dinn. 2002. Pengantar Pendidikan. Jakarta:Universitas Terbuka
  9. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Jakarta : Kencana, cet-8, 2011, hal : 21
  10. Terry G.R. (1986). Principle of Management. Illinois Richard : D. Irwin, Inc. Homewood.
  11. The Liang Gie. (1978). Pengertian, Kedudukan, dan Perincian Ilmu Administrasi. Yogyakarta: Karya Kencana.
  12. Mulyasa, E. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
  13. Nurkolis. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: PT Grasindo.
  14. http://noviswan.blogspot.com/2013/01/management-by-objective-mbo-dalam.html
  15. lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter.../06920015-siti-mardiyatul-khoiriyah.ps
  16. (manaj strategi)
  17. Sukadi dalam majalah Fasilitator III, 2003:22 dikutip dariwww.sarjanaku.com
  18.  

Sumber Lain :

  • https://bsnp-indonesia.org/standar-pendidikan-dan-tenaga-kependidikan/
  • https://uharsputra.wordpress.com/pendidikan/manajemen-sdm-pendidikan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KEPEMIMPINAN & PENGAMBILAN KEPUTUSAN

KEPEMIMPINAN & PENGAMBILAN KEPUTUSAN Oleh : Eko Yulianto, ST, MM, MSD (NIDN 0325077407) A. Pendahuluan Pengelolaan suatu bisnis, baik it...