Peran Masjid Dalam Kehidupan Sosial Kemasyarakatan
Latar Belakang
Islam
adalah agama yang menekankan keseimbangan antara dimensi ubudiyah dan
ijtimaiyah atau kemasyarakatan. Keseimbangan antara dimensi ubudiyah dan
ijtimaiyah adalah hal yang patut dielaborasi. Masjid
adalah simbol keislaman yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat Islam,
karena masjid merupakan bentuk ketundukan umat kepada Allah سبحانه وتعال.
Sejak masa awal eksistensi
masyarakat muslim di Madinah yaitu ketika berhijrah dari Makkah ke Madinah,
Rasulullah membangun masjid sebagai upaya konkret yang pertama dalam peradaban
Islam. Sejak periode penting ini masjid yang dibangun dipandang sebagai pusat
utama bagi beragam aktifitas masyarakat muslim yang menjadi wadah penyeimbang
antara dimensi ubudiyah dan ijtima’iyah umat muslim. Dengan kata lain,
masjid menjadi pusat komunitas dan naungan bagi segala bentuk program dan
aktifitas sosial dan pendidikan bagi masyarakat muslim. Gazalba mencontohkan bahwa ketika dimensi
kebudayaan disingkirkan dari masjid, maka akan terputus relasi antara ibadah
dan kebudayaan, antara akhirat dan tamaddun.
Masjid pada awal sejarah
penyebaran Islam memiliki peran penting dan menjadi basis utama bagi
segala aktifitas umat muslim dalam proses pengembangan ajaran Islam dan
berfungsi secara aktif dalam pengembangan dan kemajuan pendidikan Islam.
Masjid pada periode tersebut tak hanya menjadi tempat suci untuk pelaksanaan
ibadah-ibadah yang bersifat mahdhah seperti
shalat, berdzikir dan membaca al-Qur’an tetapi juga berfungsi secara lebih luas
dan beragam. Beberapa peranan strategis masjid pada zaman Rasulullah, misalnya
Masjid Nabawi, antara lain: sebagai tempat ibadah (shalat dan dzikir), tempat konsultasi
dan komunikasi (masalah ekonomi-sosial budaya), tempat pendidikan, tempat
santunan sosial, tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya, tempat
pengobatan para korban perang, tempat perdamaian dan pengadilan sengketa, aula dan tempat menerima
tamu, tempat menawan tahanan, dan pusat penerangan atau pembelaan agama.
Penelusuran
jejak historis mengenai masjid Rasulullah membuktikan multifungsi masjid telah
ada sejak zaman Rasulullah. Di masjid Nabawi yang
dibangun Rasulullah, fungsi-fungsi penting yang terkait dengan kehidupan
masyarakat muslim pada masa itu dijalankan dengan baik karena Rasulullah
sendiri yang secara langsung memimpin pemberdayaan masjid sebagai tempat dan
basis utama mengelola masyarakat muslim dengan sebaik-baiknya yang di kemudian
hari melahirkan sebuah masyarakat ideal yang disebut masyarakat madani. Istilah
masyarakat madani memiliki makna masyarakat kota yang memiliki perangai
dinamis, sibuk, berfikir logis, berpola hidup praktis, berwawasan luas, dan
mencari-cari terobosan baru demi memperoleh kehidupan yang sejahtera. Perangai
tersebut didukung dengan mental akhlak karimah.
Dalam
konteks tanah air, penguasa muslim memposisikan masjid sebagai focal point
yaitu sebuah wadah yang menjadi pusat aktivitas. Hal tersebut dicontohkan oleh
Sultan Agung (w. 1645), Sultan
Abdurrahman di Pontianak (abad XIX) dan Sultan Suriansyah di Banjarmasin (abad
XIX) yang kesemuanya menjadikan masjid sebagai sentra penyebaran agama dan
kebudayaan Islam. Fenomena sejumlah masjid bersejarah di Jawa juga
memperlihatkan kondisi serupa. Dalam babad diceritakan bahwa Wali Songo
bermusyawarah mengenai soal-soal kemasyarakatan dan keagamaan di dalam Masjid
Demak dan Cirebon.
Namun
seiring semakin kompleksnya persoalan dan tumbuhnya institusi dan organisasi
sosial kemasyarakatan kontemporer, sehingga peran masjid menjadi menyempit. Kebijakan
Kementerian Agama dalam hal ini Ditjen Bimas Islam dalam menyikapi persoalan pemakmuran masjid tidak hanya terbatas pada pembangunan
secara fisik, namun
juga harus didukung dengan pembangunan
pemahaman yang lebih luas mengenai fungsi dan peranan masjid sebagai pusat
kemasyarakatan umat. Agama juga memiliki peran yang sangat besar dalam proses
perubahan sosial di masyarakat. Untuk itu, agama juga diposisikan dengan agen
perubahan sosial dalam hal ini masjid yang merupakan tempat ibadah umat muslim memainkan perannya dalam menciptakan perubahan
sosial dan secara efektif memberantas penyakit penyakit sosial,
kesenjangan sosial, seperti kemiskinan, kebodohan, dan sebagainya yang menjadi
masalah di sekitar kita saat ini.
Setidaknya
ada tiga masalah pokok yang menjadi permasalahan umat Islam, yaitu bidang
ekonomi, pendidikan, kesehatan. Apa peran dan masjid dalam mengatasi masalah sosial dan bagaimana
peran Kemneterina Agama serta upaya-upaya yang dapat dilakukan .
Gambaran Umum Masjid di Indonesia
Masjid dalam perkembangan di masyarakat telah mengalami banyak perubahan, baik dari segi bangunan hingga
fungsinya dan tak bisa dipungkiri memasuki abad milenium terdapat suatu masalah baru yang merupakan efek dari perubahan
sosial yang cepat yaitu penyempitan fungsi masjid. Saat ini telah dibentuk lembaga-lembaga baru yang
mengambil alih sebagian peranan masjid di masa lalu, yaitu
lembaga-lembaga pemerintah maupun organisasi keagamaan lainnya. Seperti halnya
telah ada Lembaga tersendiri yang mengurusi tentang pernikahan, keprajuriatan
ataupun peperangan, dakwah, kesehatan, peradilan dan lain sebagainya.
Saat ini kecenderungan umat meninggalkan masjid karena
mereka merasa masjid tidak memberikan manfaat langsung dalam kehidupan mereka
yang semakin komplek. Untuk itu perlu kembali kita mereposisikan masjid sebagai
sentral kegiatan umat yang mampu memberikan kontribusi langsung bagi umat.
Semestinya
masjid memiliki peran yang signifikan dalam mengembangkan dan membangun
kapabilitas intelektual umat, kegiatan sosial kemasyarakatan, meningkatkan
perekonomian umat, dan menjadi ruang diskusi untuk mencari solusi permasalahan
umat terkini, mengingat masjid adalah tempat yang cukup strategis untuk menjadi
titik pijak penggerak kemajuan umat Islam dan titik temu dan perbedaan
simbol-simbol material dan strata sosial yang sering melekat pada kehidupan
masyarakat.
Optimalisasi fungsi-fungsi
masjid sampai saat ini masih terus dilakukan umat Islam terutama masjid-masjid
kota. Tidak jarang ditemukan masjid-masjid kota tidak hanya diperuntukkan
sebagai sarana tempat ibadah tetapi juga dilengkapi fasilitas perpustakaan,
ruang administrasi, ruang belajar baca tulis al Qur`an. Bahkan pada
masjid-masjid tertentu dijadikan sebagai obyek wisata religi yang ramai
dikunjungi karena keindahan dan kemegahan arsitektur masjid. Data yang ada menyuguhkan bahwa 10, 5 % masjid dan
mushalla telah dilengkapi dengan perpustakaan, 8,5 % dilengkapi dengan bangunan
koperasi atau baitul maal, klinik 8, 6 % dan remaja masjid 18, 5 % ,serta badan amil zakat 13,0 %.
Fungsi Utama Masjid
Upaya
memakmurkan masjid sebagaimana ditegaskan dalam surat at Taubah ayat 17,
maka dalam pandangan Wahbah az-Zuhaili ada dua ketegori memakmurkan masjid.
Pertama memakmurkan pada aspek Hissiyah dan kedua aspek Manawiyyah.
Aspek
hissiyah meliputi ibadah dan pensucian jiwa, pendidikan dan fungsi ijtimaiyyah.
Adapun aspek manawiyyah bertumpu pada aspek fisik masjid.
Ada
beberapa pandangan mengenai fungsi masjid. Adapun yang menjadikan adalah fungsi
pertama, ibadah dan tazakiyah an-Nafsi, kedua, fungsi tarbiyah ( pendidikan) dan ketiga fungsi ijtimaiyyah ukhuwah dan
sosial kemasyarakatan ).
Oleh
karena itu, pembahasan Fungsi dan peran masjid akan difokuskan pada ketiga
fungsi tersebut Yang disebutkan:
Pusat
Ibadah dan tazkiyyah an nafsi. Masjid
menjadi pusat pelaksanaan rukun Islam yang lima, termasuk di dalamnya pelayanan
shalat berjamaah. Karena fungsi masjid
sebagi pusat ibadah dan tazkiyyah an nafsi , maka perlu ada penekanan korelasi
yang positif antara pelksanaan ibadah dengan tazkiyah an-nafsi berupa akhlak al
karimah,maka ironi ketika tatkala keberagamaan meningkat , belum diringi dengan
peningkatan akhlak al karimah.
Masjid
adalah tempat yang paling ideal dan praktis untuk menyucikan diri. Firman
Allah:
لا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى
التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ
يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
“ Janganlah kamu bersembah yang dalam masjid itu
selama-lamanya. sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid
Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. di
dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (QS. At-Taubah:108)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan. Pusat
Pendidikan dan Pelatihan merupakan peran strategis yang saat ini telah banyak
dilakukan di masjid. Proses ini ditandai dengan adanya kegiatan pendidikan dan
pemberian pelatihan-pelatihan diantaranya dengan penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan Taman Pendidikan Al Quraan (TPA), Remaja Masjid maupun Ta’mir Masjid
beserta kegiatannya. Dalam konteks ini masjid berfungsi sebagai tempat untuk
belajar mengajar, khususnya ilmu agama yang merupakan fardlu‘ain bagi umat
Islam. Disamping itu juga ilmu-ilmu lain, baik ilmu alam, sosial, humaniora,
keterampilan dan lain sebagainya dapat diajarkan di Masjid. Masjid masjid di tanah air merupakan tempat alami untuk mempelajari
agama. Masjid bagi pendidikan di tingkat dasar merupakan tempat belajar ayat
ayat al Quran dan hadis Nabi. Sejak dini anak-anak di dorong untuk mempelajari
al Quran, sebagaimana berlangsung sampai hari ini. Kementerian Agama telah menerbitkan Keputusan
Menteri Agama (KMA) Nomor 150 Tahun 2013 tentang Pedoman Gerakan Masyarakat
Gemar Mengaji. Upaya ini dilakukan antara lain bertujuan untuk memakmurkan
masjid dan mushalla serta menghidupkan kembali kearifan lokal yang mulai
tergeser seiring dengan perubahan dan dinamikan sosial. Basis utama ekonomi
pendidikan masjid adalah infaq para jamaahnya atau pemanfaatan wakaf yang menopang dan yang menghidupi yayasan atau
masjid; juga berasal dari dari hadiah , sumbangan. Sejalan dengan perubahan
–perubahan yang diperlukan, juga karena alasan-alasan lain, pemerintah aktif
mempromosikan lembaga pendidikan keagamaan modern. Selain faktor kebijakan
pemerintah, faktor perubahan struktur ekonomi dan sosial menyebabkan
bergesernya model pendidikan masjid. Pendidikan keagamaan pada tingkat yang
lebih tinggi telah dipindah ke lembaga universitas Islam yang relatif modern. (
seperti misalnya masjid lembaga pendidkan formal dari tingkat dasar sampai
dengan universitas, gung al Azhar demikian juga dengan Masjid Istiqlal telah
memiliki lembaga pendidikan formal. Madrasah Istiqlal. Namun demikian sudah
barang tentu, masjid masih memiliki fungsi penting dalam pendidikan, tetapi
bukan pada tingkat pendidikan formal di bidang ilmu-ilmu keagamaan. Pendidikan masjid tradisonal
berdiri di tengah datangnya kekuatan kekuatan baru.
Dalam beberapa tahun belakangan ini pemerintah pusat dan daerah mengalokasikan bantuan honor
para guru mengaji dari APBN atau APBD.
Pusat Penjaringan Potensi Umat dan Pembinaan Jamaah. Masjid
dengan jamaah yang selalu hadir sekedar untuk menggugurkan kewajibannya
terhadap Allah bisa saja mencapai puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang
jumlah-nya. Ini bisa bermanfaat bagi berbagai macam usia, beraneka profesi dan
tingkat (strata) baik ekonomi maupun intelektual, bahkan sebagai tempat
berlangsungnya akulturasi budaya secara santun apabila dilakukan penjaringan
pada petensi-potensi yang mereka miliki.
Konsultasi masalah keluarga. Keluarga Indonesia
mempunyai ciri-ciri khusus. Asas kekeluargaan bersama-sama dengan sifat
religiusitas adalah dua ciri utama yang dimiliki dan dihayati oleh setiap
masyarakat di Indonesia. Dua hal ini menurut Harjono Sujono merupakan dua tali
pengikat persatuan dan kesatuan bangsa. Masjid dapat memiliki fungsi sebagai pusat konsultasi bagi peramasalhan keluarga. Keberadaan Imam,
atau BP4 di area masjid penjadi penting. Permasalaha keluarga muslim akan
sangat mudah ditemukan solusinya jika masjid-masjid terdekat yang ada di
lingkungan masyarakat menyediakan fasilitas konsultasi keluarga sakinah. Problem
keluarga yang ada dapat ditangani sedini mungkin sehingga kemungkinan
terjadinya perselisihan yang berujung pada perceraian dapat diminimalisir
jumlahnya.
Model –model pengembangan fungsi sosial Masjid di Indonesia
Masjid
Istiqlal yang dibangun pada tahun 1951, merupakan masjid model yang menjadi
percontohan. Selain digunakan sebagai aktivitas ibadah umat Islam, masjid ini
juga digunakan sebagai kantor berbagai organisasi Islam di Indonesia, aktivitas
sosial, dan kegiatan umum. Fungsi-fungsi dan peranan masjid modern berkembang
dengan sangat baik. Diantara fungsi dan peranan masjid yang diselenggarakan di
masjid Istiqlal antara lain adalah masjid sebagai sarana pendidikan, tempat
konsultasi keluarga, pemberdayaan ekonomi umat, pengembangan budaya dan tradisi
Islam, dan masjid sebagai sarana pembinaan aqidah dan keimanan umat.
Kementerian Agama juga turut mendukung fungsi-fungsi dan kegiatan yang
diselenggarakan di masjid Istiqlal salah satunya dengan pemberian bantuan
operasional masjid Istiqlal di tahun 2014 sebesar 15 milyar.
Atau
dapat juga dikembangkan dengan model –model masjid lainnya, Seperti Masjid
Agunga Jawa Tengah, Masjid Akbar Surabaya, Al Markaz al Islamiy dan lain
sebagainya. Yang masing –masing masjid memiliki keungggulan tersendiri dalam
bidang funsi sosialnya.
Peran Kementerian Agama
Penetapan
Tipologi Masjid - Dalam rangka
memelihara dan memantapkan persatuan
dannkesatuan bangsa, kehidupan beragama perlu dibina . Pembinaan dan bimbingan
kehidupan beragama, baik di pedesaan maupun perkotaan di seluruh Indonesia, merupakan amanat yang menjadi tugas dan
fungsi Bimas Islam yang harus dilaksanakan. Fasilitas masjid atau msuhalla
sebagai salah satu unsur pelaksanaan kegiatan keagamaan dan ibadah di suatu
desa atau kota jelas diperlukan, termasuk pembinaan dan bimbingan pengelolaan
sarana iabadat tersebut. Penentuan tingkat hierarki dan daerah pelayanan ini
perlu dilakukan untuk dapat diketahui klasisifakasi tiap masjid serta untuk
penentuan lokasinya di suatu wilayah. Alasan lain adalah mengingat terdapatnya
perbedaan fungsi yang harus diperankan oleh masjjid pada masing-mang hierarki,
maka terdapat pula perbedaan di dalam pertimbangan –pertimbangan lokasinya. Nana
Rukmana menulis ada ada enam sarana pokok yang diperlukan untuk menciptakan
iklim keagamaa (1) adanya sarana fisik yang cukup memadai agar umat beragama
dapat menjlankan iabadat dengan segala segala syaraiat dengan sebeik-baiknya,
antara lain masji atau mushalla (2) adanya kelembagaan yang memberi wadah bagi
kegiatan kegiatan keagamaan (3) adanya susasana keagamaan yang meunjang gairah
perkembangan kegiatan-kegiatan ibadah dan keagamaan. (4) adanya kebijakan dan program-program
terarah (5) Kehidupan kegamaan
personalia pemerinatahan dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi suri tauladan
bagi masyarakat (6 Suasana keagamaan dan pelaksanaan badah harus nyata
dikaitkan dengan usaha peningkatan kualitas hidup di dalam masyarakat.
Keputusan
Menteri Agama Nomor 394 Tahun 2004, Strata Masjid adalah sebagai berikut :
- Masjid Tingkat Pusat yaitu Masjid Negara
- Masjid Tingkat Propinsi, yaitu Masjid Raya
- Masjid Tingkat Kabupaten/Kota, yaitu Masjid Agung.
- Masjid Tingkat Kecamatan, yaitu Masjid Besar,
- Masjid Tingkat Kelurahan, yaitu Masjid Jami’
Pemberian
Bantuan sosial kemasjidan. Pendirian rumah
ibadah masjid dan mushalla sebagian besar dilakukan oleh masyarakat, dengan
jumlah biaya sebagian besar hasil swadaya masyarakat, sedangkan pemerinah ,
Kementerian Agama memberikan bantuan bagi yang sangat memmerlukan saja, dengan
jumlah yang sangat terbatas . Bantuan yang diberikan berlandaskan pada prinsip
bahwa pembangujan, perluasan dan perbaikan masjid dan mushalla sejauh mungkin
dilkukan oleh masyarakat sendiri. Di sinilah yang lebih urgen, kementerian
agama membuat regulasi agar pembangunan masjid dapat merata di seluruh daerah. Dari data yang ada memperlihatkan akan gejala
ini.
Kebijakan
Kemneterian Agama tentang penentuan lokasi rumah ibadah ini
telah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Agama tertanggal 13 Septemmber 1969.
Bantuan
sosial masjid yang dialokasikan sesuai dengan kemapuan APBN sekitar 300 buah
masjid, termasuk di dalamnya bantuan untuk perbaikan sanitasi masjid yang
bertujuan untuk memelihara kebersihan, kesehatan masjid dan lingkungannya.
REFERENSI
:
- Ayub, Muh. E, Muhsin MK, dkk. 1996, Manajemen Masjid Petunjuk Praktis bagi Para Pengurus Masjid, Jakarta : Gema Insani Press, hal. 2-3.
- Al Makassary, Ridwan, 2010, Benih-benih Islam radikal di masjid,, studi kasus Jakarta dan Solo, Jakarta : Center for the study of religion an cultur UIN Syarif Hidayatullah, hal. 43.
- Al Makassary, Ridwan, dkk. 2011, Masjid dan Pembangunan Perdamaian, Jakarta: Center for the study of religion and culture UIN Syarif Hidayatullah, hal. 26.
- Kementerian Agama RI, 2011, Standar masjid, Jakarta : Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, hal. 11-19.
- Lihat Sihab, M. Quraish, 2012, Membaca Siroh Nabi Muhammad SAW dalam Sorotan Al Qur-an dan Hadits-hadits shahih, Jakarta: Lentera Hati, cet. III. Hal. 781.
- Martin, Richad, C. (editor and chief), Encyclopedia of Islamand the Muslim World, hal. 439.
- Misrawi, Zulhairi, 2009, Madinaha Kota Suci, Piagam Madinah dab Teladan Muhammad SAW, Jakarta : Kompas, hal. 337.
- Mustafa, Budiman, 2007, Manajemen Masjid Gerakan Meraih Kekuatan dan Potensi Masjid , Surakarta: Penerbt Ziyad Visi Media, hal. 24-25.
- Usman, Asep , dkk. 2010, Manajemen Masjid , Bandung: Angkasa, hal. 37.
- Qoyyim, Ibnu, 2006. Siroh Nabawiyah, Pustakadini, Jakarta. Lihat Prof. Dr. Phil. Nur Kholis S, makalah saat membuka lokakarya “Pengembangan Fungsi Masjid sebagai pusat pemberdayaan umat, 2-4 November 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar