Hal mendasar dalam
praktek penyelenggaraan negara adalah resiko dan akibat praktek penyelewengan
sistem ketatanegaraan. Perbuatan yang secara sengaja dilakukan hanya untuk
kepentingan sesaat bagi kelompok individualitik kolektivitas
tertentu sama dengan proses legalisasi
kearah perilaku penyimpangan.Untuk mewujudkan kedewasaan berpolitik dalam
sebuah organisasi pemerintahan, terutama dituntut adanya kesadaran kolektivitas
sosial. Tanpa adanya kesadaran kolektivitas akan berpotensi menimbulkan adanya
stagnasi penyelenggaraan pemerintahan dan cenderung menuju kemunduran.
Model
sistem penyelenggaraan negara oleh lembaga Negara
menggambarkan model interaksi menjadi sebuah skema konseptual yang satu sama
lain saling berkaitan dalam kerangka prinsip checks and balances system.
Hubungan antar lembaga negara dalam kerangka pelaksanaan tugas tercermin pada
implementasi dari akibat yang ditimbulkan dalam konsep fungsional.
Hal yang perlu
dikedepankan dalam praktek penyelenggaraan negara adalah pentingnya
masing-masing lembaga negara menjalankan tugas dan wewenangnya secara normal
atau mendapat peresetujuan rakyat mengenai praktek yang dapat diterima semua
unsur dan tidak merugikan salah satu unsur yang dapat membawa kesulitan dalam
hal implementasi tindak lanjut.
Pengertian dari sistem
pemerintahan Indonesia adalah suatu hubungan fungsional yang terdiri dari
lembaga-lembaga eksekutif, legeslatif, maupun yudikatif yang menjalankan tugas
kepemerintahan di Indonesia. Sistem pemerintahan Indonesia menurut para ahli
ketatanegaraan dapat digolongkan menjadi 5 periodisasi, yaitu :
1)
Periode 17 Agustus 1945-27
Desember 1949
2)
Periode 27 Desember
1949-17 Agustus 1950
3)
Periode 17 Agustus
1950-5 Juli 1959
4)
Periode 5 Juli 1959
(masa UUD 1945 pasca Dekrit Presiden).
5)
Periode UUD 1945-UUD
1945 amandemen (Dasril Radjab,1994:90).
Dari setiap perubahan
ini, dapat kita bandingkan bagaimana sistem pemerintahan Indonesia pada
masing-masing periode. Berarti perbandingan sistem pemerintahan adalah suatu
bidang kajian tentang bagaimana perbandingan pelaksanaan dari sistem
pemerintahan Indonesia baik oleh lembaga eksekutif, legeslatif dan yudikatif.
Untuk waktunya, hanya sistem pemerintahan Indonesia sejak Orde Lama sampai Orde
Baru, berarti sampai dengan sebelum amandemen UUD 1945.
Berdasarkan hasil
perbandingan yang diperoleh, maka kita dapat menemukan beberapa hal yang kita
perbandingan. Diantaranya dasar negara yang dipakai tiap periode, bentuk
negara, sistem pemerintahan, sistem kepartaian, dan alat perlengkapan negara.
Bahkan pada masa setelah Dekrit Presiden, ada beberapa penyimpangan yang
dilakukan oleh pemerintah. Penyimpangan ini juga terjadi pada masa Orde Baru.
A. Menjelaskan hubungan tata kerja
antara DPR-Presiden-MA dan pasal-pasal dalam BT UUD 1945 yang mendukung
masing-masing lembaga.
Berbicara mengenai
lembaga negara berarti berbicara mengenai alat kelengkapan yang ada dalam
sebuah negara. Alat kelengkapan negara berdasarkan teori klasik hukum negara
meliputi, kekuasaan eksekutif, dalam hal ini bisa Presiden atau Perdana Menteri
atau Raja; kekuasaan legislatif, dalam hal ini bisa disebut parlemen atau
dengan nama lain seperti Dewan Perwakilan Rakyat; dan kekuasaan yudikatif
seperti Mahkamah Agung atau supreme court. Setiap alat kelengkapan negara
tersebut bisa memiliki organ-organ lain untuk membantu melaksanakan
fungsinya.
Kekuasaan eksekutif,
misalnya, dibantu oleh menteri-menteri yang biasanya memiliki suatu depertemen
tertentu. Meskipun demikian, dalam kenyataanya, tipe-tipe lembaga yang diadopsi
setiap negara berbeda-beda sesuai dengan perkembangan sejarah politik
kenegaraan dan juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam negara yang
bersangkutan. Secara konseptual, tujuan diadakan lembaga-lembaga negara atau
alat kelengkapan negara adalah selain untuk menjalankan fungsi negara, juga
untuk menjalankan fungsi pemerintahan secara aktual.
secara praktis fungsi
negara dan ideologis mewujudkan tujuan negara jangka panjang. Dalam negara
hukum yang demokratik, hubungan antara infra struktur politik
(Socio Political Sphere) selaku pemilik
kedaulatan (Political Sovereignty) dengan supra struktur politik
(Governmental Political Sphere) sebagai pemegang atau pelaku kedaulatan rakyat
menurut hukum (Legal Sovereignty), terdapat hubungan yang
saling menentukan dan saling mempengaruhi.
A. Kelembagaan Negara
1. Pengertian Lembaga Negara
Lembaga negara adalah lembaga
pemerintahan atau "Civilizated Organization" Dimana lembaga tersebut
dibuat oleh negara , dari negara, dan untuk negara dimana bertujuan untuk
membangun negara itu sendiri . Lembaga negara terbagi dalam beberapa macam dan
mempunyai tugas nya masing - masing antara lain
2.
Tugas
Lembaga Negara
a.
Tugas umum lembaga negara antara lain :
4)
Menjadi sumber insipirator dan aspirator rakyat
6)
Membantu menjalankan roda pemerintahan negara
b.
b. Tugas dalam Negeri
4)
PN Pengadilan negeri bertugas
untuk menghukum atau mengadili masalah masalah yang berkaitan dengan hukum perdata maupun hukum pidana
5) KPK Komisi pemberantasan korupsi bertugas
untuk memberantas para oknum / aparat yang melakukan
tindak korupsi
6)
BPK Badan Pemeriksa Keuangan bertugas
untuk memeriksa uang Negara
c. Tugas
luar negeri,
Adapun lembaga negara
luar negeri yang bersifat internasional adalah sebagai berikut
1)
FBI Federal
Bureau Investigation "yang bertugas mengatasi masalah tindak pidana dalam
maupun luar negeri".
2)
CIA Central
intellegence of America " yang bertugas "dibalik
layar" dalam urusan keamanan eksternal dan internal dari amerika maupun
negara-negara lainnya
Adapun artinya adalah
lembaga yang anggotanya terdiri dari beberapa negara dan mempunyai fungsi
menjaga kestabilan anggota-anggotanya . Dan Menciptakan suatu kerja sama
regional antar negara anggota baik bilateral dan multiteral sehingga tercipta
hubungan simbiosis mutualisme antar negara anggota contoh lembaga negara-negara
adalah :
1)
PBB Perserikatan
bangsa-bangsa terdiri dari banyak negara di seluruh dunia dan berfungsi menjaga
kestabilan politik , ekonomi , pangan , dan keamanan di seluruh dunia
2)
NATO Terdiri
dari negara-negara superpower gabungan antara eropa dan amerika seperti amerika
serikat , inggris dan rusia bertugas menjaga keamanan dan meningkatkan hubungan
kerja sama regional antar amerika-eropa.dalam kenyataannya lebih bertugas
menjaga keamanan di seluruh dunia atau bisa disebut juga "polisi
dunia"
3)
ASEAN Association
of South East Asia Nation adalah badan / lembaga negara-negara yang
beranggotakan negara - negara di asia tenggara yang bertugas menjaga
dan meningkatkan hubungan dan keharmonisan baik di bidang politik , sosial ,
budaya , ekonomi.
B.
Konsep
– konsep dasar tentang lembaga – lembaga neegara
1)
Bagaimana
dulu dalam UUD 1945
2)
Konstitusi
RIS pernah punya
3)
Penyebutan badan-badan kenegaraan
Sebagai
istilah, dalam UUD 1945 sekarang tidak akan ditemukan satu patah katapun
sebutan ”lembaga negara”. Istilah itu berkembang dalam praktik ketatanegaraan
kita. UUD 1945 juga tidak menyebut istilah lain. Dalam penjelasan kita temukan
sebutan penyelenggara negara. Tapi penjelasan itu sekarang tidak berlaku lagi.
Karena setelah amandemen UUD 1945 dikaakan bahwa UUD 1945 hanya terdiri dari
Pembukaan dan Btang Tubuh. Memang tidak secara eksplisit ada pernyataan bahwa
Penjelasan secara resmi dihapus. Tetapi dengan disebut hanya”Pembaukaan dan
Batang Tubuh”, penjelasan sudah tidak lagi mejadi bagian dari UUD 1945.
Pada zaman orde baru, misalnya dalam bahan-bahan tentang UUD 1945, dibahas bahwa UUD 1945 terdiri dari
pembukaan, batang tubuh, dan penjelasan, dengan tidak lagi disebut, maka secara
acontrario mejadi tidak lagi bagian darinya. Pertanyaannya adalah mengapa para
pembentuk UUD tidak secara eksplisit mencabut pejelasan? Misalnya terhadap
lembaga DPA, secara eksplisit dihapus, diganti dengan wantimpres. Ini masalah
yuridis. Jika ada pernyataan secara yuridis bahwa penjelasan dihapus, artinya
bahwa penjelasan itu diakui secara yuridis keberadaannya. Contoh,
penjelasan-penjelasan yang mengambil dari penjelasan, tidak ada dalam batang
tubuh.
Dalam
UUD 1945 ditemukan istilah ”penyelenggara negara”. Misalnya dulu dalam
penjelasan Pasal 1 dikatakan MPR adalah penyelenggara negara tertinggi.
Kemudian di dalam penjelasan umum UUD 1945 kita temukan juga istilah
penyelenggara negara, misalnya dalam pokok-pokok pikiran, ada istilah
penyelenggaran negara. Sama sekali tidak ada istilah lembaga negara. Kalau
begitu, atau sebelum kalau begitu, kit a eksplor lebih jauh UUD 1945, yaitu
Konstitusi RIS dan UUDS 1950. Konstitusi RIS punya BAB khusus tentang alat-alat
perlengkapan negara RIS, kemuadian dijabarkan seterusnya pada bab, RIS
mencantumkan beberapa pranata yg disentuhkan, yaitu Presiden itu memiliki 2
arti dalam bahasa kita. Satu sisi presiden sebagai pejabat, yaitu orang
yang memangku jabatan presiden. Sisi lain, presiden juga adalah sebagai
lingkungan jabatan.jika nanti dari bapa/ibu dosen ini menyinggung Logeman,
saudara akan menemukan lingkungan jabatan. Contohnya, jika syarat -syarat
menjadi presiden, presiden yang menjabat presiden memiliki kekuasaan tertentu.
Tetapi adakalanya dimaksudkan adalah lingkungan jabatan. Ketika disebut
Predsiden membuat UU, tidak harus orang sebagai jabatannya yang harus selalu
hadir, tetapi dapat diwakili oleh menteri.
Perlengkapan
negara itu adalah badan-badan penyelenggara yang ditetapkan dalam UUD. Itu
poin, penegasannya adalah: yang diatur dan dimuat dalam UUD. Dan UUDS 50 ada
bab tentang alat-alat perlengkapan negara ini. pada Pasal 44. yang dimaksudkan
sebagai alat perlengkapan negara:
1)
Presiden;
2)
Wapres;
3)
Menteri-mentri
4)
DPR;
5)
MA
6)
dan Badan Pengawas Keuangan
UUD
45 kita sekarang masih belum lengkap, misalnya syarat-syarat presiden. UU pun
nambah-nambah lembaga negara. Jadi hati-hati kalo kita bica lembaga negara
sekarang, yang mana? Sebelum perubahan UUD 1945 dikenal lembaga tertinggi dan
lembaga tinggi negara.
C. Lembaga Negara Dalam Sistem ketatanegaraan
Lembaga negara
merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi,
tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam UUD. Secara keseluruhan UUD
1945 sebelum perubahan mengenal enam lembaga tinggi/tertinggi negara, yaitu MPR
sebagai lembaga tertinggi negara; DPR, Presiden, MA, BPK, dan DPA sebagai
lembaga tinggi negara. Namun setelah perubahan, lembaga negara berdasarkan
ketentuan UUD adalah MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA, MK, dan KY tanpa
mengenal istilah lembaga tinggi atau tertinggi negara.
UUD 1945
mengejawantahkan prinisip kedaulatan yang tercermin dalam pengaturan
penyelenggaraan negara. UUD 1945 memuat pengaturan kedaulatan hukum, rakyat,
dan negara karena didalamnya mengatur tentang pembagian kekuasaan yang
berdasarkan pada hukum, proses penyelenggaraan kedaulatan rakyat, dan hubungan
antar NegaraRI dengan negara luar dalam konteks hubungan
internasional.
Untuk mengetahui
bagaimana proses penyelenggaraan negara menurut UUD, maka Prinsip pemisahan dan
pembagian kekuasaan perlu dicermati karena sangat mempengaruhi hubungan dan
mekanisme kelembagaan antar lembaga negara. Dengan
penegasan prinsip tersebut, sekaligus untuk menunjukan
ciri konstitusionalisme yang berlaku dengan maksud untuk menghindari adanya
kesewenang-wenangan kekuasaan.
Adanya pergeseran
prinsip pembagian ke pemisahan kekuasaan yang dianut dalam UUD 1945 telah
membawa implikasi pada pergeseran kedudukan dan hubungan tata kerja antar
lembaga negara dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, baik dalam kekuasaan
legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Perubahan prinsip yang mendasari bangunan
pemisahan kekuasaan antar lembaga negara adalah adanya pergeseran kedudukan
lembaga pemegang kedaulatan rakyat yang semula ditangan MPR dirubah menjadi
dilaksanakan menurut UUD.
Dengan perubahan
tersebut, jelas bahwa UUD yang menjadi pemegang kedaulatan rakyat dalam
prakteknya dibagikan pada lembaga-lembaga dengan pemisahan kekuasaan yang jelas
dan tegas. Di bidang legislatif terdapat DPR dan DPD; di bidang eksekutif
terdapat Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih oleh rakyat; di bidang
yudikatif terdapat Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial; di
bidang pengawasan keuangan ada BPK. Namun demikian, dalam pembagian kekuasaan
antar lembaga negara terdapat kedudukan dan hubungan tata kerja antar lembaga
negara yang mencerminkan adanya kesamaan tujuan dalam penyelenggaraan
negara.
1.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat
Sebelum Perubahan UUD
1945, kedaulatan berada di tangan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat. MPR memiliki tugas dan wewenang
yang sangat besar dalam praktek penyelenggaraan negara,
dengan kewenangan dan posisi yang demikian penting, MPR disebut sebagai
“lembaga tertinggi negara”, yang juga berwenang mengeluarkan ketetapan-ketetapan
yang hierarki hukumnya berada di bawah Undang-Undang Dasar dan di atas
undang-undang.
Setelah Perubahan UUD
1945, kedaulatan rakyat tidak lagi dilaksanakan oleh MPR, tetapi dilaksanakan
“menurut undang-undang dasar”. Dengan demikian, kedaulatan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan Undang- Undang Dasar dan diejawantahkan oleh semua lembaga
negara yang disebutkan di dalam Undang-Undang Dasar sesuai dengan tugas dan
wewenang masing-masing. Dengan perubahan tugas dan fungsi MPR dalam sistem
ketatanegaraan, saat ini, semua lembaga negara memiliki kedudukan yang setara
dan saling mengimbangi.
Saat ini, MPR terdiri
atas anggota DPR dan anggota DPD yang semuanya dipilih oleh rakyat dalam
pemilu, bukan lembaga DPR dan lembaga DPD. Komposisi keanggotaan
tersebut sesuai dengan prinsip demokrasi perwakilan
yaitu “perwakilan atas dasar pemilihan” (representation by election). dengan
ketentuan baru ini secara teoritis berarti terjadi perubahan fundamental dalam
sistem ketatanegaraan, yaitu dari sistem yang vertikal hierarkis dengan prinsip
supremasi MPR menjadi sistem yang horizontal- fungsional dengan prinsip saling
mengimbangi dan saling mengawasi antarlembaga negara.
MPR tidak lagi
menetapkan garis-garis besar haluan negara, baik yang berbentuk GBHN maupun
berupa peraturan perundang-undangan, serta tidak lagi memilih dan mengangkat
Presiden dan Wakil Presiden. Hal ini berkaitan dengan perubahan UUD 1945 yang
menganut sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh
rakyat yang memiliki program yang ditawarkan langsung kepada rakyat. Jika calon
Presiden dan Wakil Presiden itu menang maka program itu menjadi program
pemerintah selama lima tahun. Berkaitan dengan hal itu, wewenang MPR adalah
melantik Presiden atau Wakil Presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat.
Dalam hal ini MPR tidak boleh tidak melantik Presiden dan/ atau Wakil Presiden
yang sudah terpilih.
2.
Dewan
Perwakilan Rakyat
Dewan Perwakilan
Rakyat merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan legislatif sebagaimana
tercantum pada Pasal 20 ayat (1) UUD 1945. Dalam UUD 1945 secara eksplisit
dirumuskan tugas, fungsi, hak, dan wewenang DPR yang menjadi pedoman dalam pola
penyelenggaraan negara.
Dalam menjalankan
tugas dan wewenangnya, untuk optimalisasi lembaga perwakilan serta memperkukuh
pelaksanaan saling mengawasi dan saling mengimbangi oleh DPR, DPR memiliki
fungsi yang diatur secara eksplisit dalam UUD.
Pada Pasal 20A
dipertegas fungsi DPR, yaitu fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Fungsi
legislasi mempertegas kedudukan DPR sebagai lembaga legislatif yang menjalankan
kekuasaan membentuk undang-undang. Fungsi anggaran mempertegas
kedudukan DPR untuk membahas (termasuk mengubah) Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan menetapkan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) yang ditujukan bagi kesejahteraan rakyat. Kedudukan
DPR dalam hal APBN ini lebih menonjol dibandingkan dengan kedudukan Presiden
karena apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan Presiden, Pemerintah
menjalankan APBN tahun yang lalu [Pasal 23 ayat (3)]. Fungsi pengawasan adalah
fungsi DPR dalam melakukan pengawasan terhadap kebijakan dan pelaksanaan
pemerintahan dan pembangunan oleh Presiden (pemerintah).
Penegasan fungsi DPR
dalam UUD 1945 itu akan sangat mendukung pelaksanaan tugas DPR sehingga DPR
makin berfungsi sesuai dengan harapan dan tuntutan rakyat Selanjutnya, dalam
kerangka checks and balances system dan penerapan negara hukum, dalam
pelaksanaan tugas DPR, setiap anggota DPR dapat diberhentikan dari jabatannya.
Dalam masa jabatannya mungkin saja terjadi hal atau kejadian atau kondisi yang
menyebabkan anggota DPR dapat diberhentikan sebagai anggota DPR. Agar
pemberhentian anggota DPR tersebut mempunyai dasar hukum yang baku dan jelas,
pemberhentian perlu diatur dalam undang-undang. Ketentuan ini merupakan
mekanisme kontrol terhadap anggota DPR. Adanya pengaturan pemberhentian anggota
DPR dalam masa jabatannya dalam undang-undang akan menghindarkan adanya
pertimbangan lain yang tidak berdasarkan undang-undang. Ketentuan
itu juga sekaligus menunjukkan konsistensi dalam menerapkan paham
supremasi hukum, yaitu bahwa setiap orang sama di depan hukum, sehingga setiap
warga negara harus tunduk pada hukum. Namun, dalam menegakkan hukum itu harus
dilakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan hukum.
3.
Dewan
Perwakilan Daerah
Perubahan UUD 1945
melahirkan sebuah lembaga baru dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, yakni
Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dengan kehadiran DPD dalam sistem
perwakilan Indonesia, DPR didukung dan diperkuat oleh
DPD. DPR merupakan lembaga perwakilan berdasarkan
aspirasi dan paham politik rakyat sebagai
pemegang kedaulatan, sedangkan DPD merupakan lembaga perwakilan penyalur
keanekaragaman aspirasi daerah. Keberadaan lembaga DPD merupakan upaya menampung
prinsip perwakilan daerah.
Ketentuan UUD 1945
yang mengatur keberadaan DPD dalam struktur
ketatanegaraan Indonesia itu antara lain dimaksudkan untuk:
1)
memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh
daerah;
2)
meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah
dalam perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan negara dan daerah;
3)
mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah
secara serasi dan seimbang.
Dengan demikian,
keberadaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan otonomi
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) berjalan sesuai dengan
keberagaman daerah dalam rangka kemajuan bangsa dan negara. DPD memiliki
fungsi yang terbatas di bidang legislasi,
anggaran, pengawasan, dan pertimbangan. Fungsi DPD berkaitan erat dengan sistem
saling mengawasi dan saling mengimbangi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Kewenangan legislatif yang dimiliki DPD adalah dapat mengajukan kepada DPR dan
ikut membahas rancangan undang-undang yang terkait dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dengan daerah,
pembentukan, pemekaran, dan pengabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah. Selain itu, DPD memberikan pertimbangan kepada DPR
atas RUU APBN, RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.
Dalam bidang
pengawasan, DPD mengawasi pelaksanaan berbagai undang-undang yang ikut dibahas
dan diberikan pertimbangan oleh DPD. Namun, kewenangan pengawasan menjadi
sangat terbatas karena hasil pengawasan itu hanya untuk disampaikan kepada DPR
guna bahan pertimbangan dan ditindaklanjuti. Akan tetapi, pada sisi lain anggota
DPD ini memiliki kedudukan dan kewenangan yang sama dengan DPR ketika bersidang
dalam kedudukan sebagai anggota MPR, baik dalam perubahan UUD, pemberhentian
Presiden, maupun Wakil Presiden.
UUD NRI Tahun 1945
menentukan jumlah anggota DPD dari setiap provinsi adalah sama dan jumlah
seluruh anggotanya tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR. Penetapan
jumlah wakil daerah yang sama dari setiap provinsi pada keanggotaan DPD
menunjukan kesamaan status provinsi- provinsi itu sebagai bagian
integral dari negara Indonesia. Tidak membedakan
provinsi yang banyak atau sedikit penduduknya maupun yang besar atau yang kecil
wilayahnya.
4.
Presiden
Presiden merupakan
lembaga negara yang memegang kekuasaan dibidang eksekutif. Seiring dengan
Perubahan UUD 1945, saat ini kewenangan Presiden diteguhkan hanya sebatas pada
bidang kekuasaan dibidang pelaksanaan pemerintahan negara. Namun demikian,
dalam UUD 1945 juga diatur mengenai ketentuan bahwa Presiden juga menjalankan
fungsi yang berkaitan dengan bidang legislatif maupun bidang yudikatif.
Berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Dasar, Presiden haruslah warga negara Indonesia yang
sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain. Perubahan
ketentuan mengenai persyaratan calon Presiden dan calon Wakil Presiden
dimaksudkan untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tuntutan
zaman serta agar sesuai dengan perkembangan masyarakat yang makin demokratis,
egaliter, dan berdasarkan rule of law yang salah satu cirinya adalah pengakuan
kesederajatan di depan hukum bagi setiap warga negara. Ketentuan tersebut
menunjukan bahwa jabatan Presiden dapat dikontrol oleh lembaga negara lainnya,
dengan demikian akan terhindar dari kesewenang-wenangan dalam penyelenggaraan
tugas kenegaraan.
5.
Mahkamah
Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial
Kekuasaan kehakiman
dalam sistem ketatanegaraan Indonesiabertujuan untuk menyelenggarakan
peradilan yang merdeka, bebas dari intervensi pihak mana pun, guna menegakkan
hukum dan keadilan.
Dalam UUD 1945 Pasal 24
ayat (3) dikatakan bahwa “badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan
kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang”. Ketentuan tersebut menjadi
dasar hukum keberadaan berbagai badan lain yang berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman, antara lain lembaga penyidik dan lembaga penuntut.
a.
Mahkamah
Agung
Sesuai dengan
ketentuan Pasal 24A ayat (1), MA mempunyai wewenang:
1)
Mengadili pada tingkat
kasasi;
2)
Menguji peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang;
3)
Wewenang lainnya yang
diberikan oleh undang-undang.
b.
Mahkamah
Konstitusi
Mahkamah
Konstitusi dengan wewenang sebagai berikut:
1)
Menguji undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar;
2)
Memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar;
3)
Memutus pembubaran
partai politik;4) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
c.
Komisi
Yudisial
Wewenang Komisi
Yudisial menurut ketentuan UUD adalah mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Dalam proses rekrutmen
hakim agung, calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk
mendapat persetujuan dan untuk selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh
Presiden.
Pasal 24B UUD
menyebutkan Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang
bersifat mandiri dan berwenang mengusulkan pengangkatan
hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta prilaku hakim. Dengan demikian, Komisi
Yudisial memiliki dua kewenangan, yaitu mengusulkan pengangkatan calon hakim
agung di Mahkamah Agung dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta
menjaga martabat serta menjaga prilaku hakim di Mahkamah Konstitusi.
6.
Badan
Pemeriksa Keuangan
Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan dalam bidang
auditor. Dalam kedudukannya sebagai eksternal auditor pemerintah yang memeriksa
keuangan negara dan APBD, serta untuk dapat menjangkau pemeriksaan di daerah,
BPK membuka kantor perwakilan di setiap provinsi. BPK mempunyai tugas memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara.
D. Hubungan Antar Lembaga Negara Sesuai UUD 1945
Dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) sebelum
perubahan terdapat enam lembaga tinggi/tertinggi negara, yaitu MPR sebagai
lembaga tertinggi negara; serta DPR, Presiden, MA, BPK, dan DPA sebagai lembaga
tinggi negara. Namun setelah mengalami perubahan UUD 1945 (Amandemen) dinyatakan
bahwa lembaga negara teridri atas MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA, MK, dan KY
tanpa mengenal istilah lembaga tinggi atau tertinggi negara.
Berikut ini penjelasan
hubungan antara lembaga Negara sesuai UUD 1945,
1.
Hubungan
antara MPR dengan DPR, DPD, dan Mahkamah Konstitusi
Dalam UUD 1945 MPR
merupakan salah satu lembaga Negara (sebelum Amandemen dikenal dengan istilah
lembaga tertinggi Negara). Anggota MPR yang terdiri atas anggota DPR dan
anggota DPD menunjukan bahwa MPR masih dipandang sebagai lembaga perwakilan
rakyat karena keanggotaannya dipilih dalam pemilihan umum. Unsur anggota DPR
untuk mencerminkan prinsip demokrasi politik sedangkan unsur anggota DPD untuk
mencerminkan prinsip keterwakilan daerah agar kepentingan daerah tidak terabaikan.
Dengan adanya perubahan kedudukan MPR, maka pemahaman wujud kedaulatan rakyat
tercermin dalam tiga cabang kekuasaan yaitu lembaga perwakilan, Presiden, dan
pemegang kekuasaan kehakiman.
Adapun yang menjadi
kewenangan MPR adalah mengubah dan menetapkan UUD, memilih Presiden dan/atau
Wakil Presiden dalam hal terjadi kekosongan jabatan Presiden dan/atau Wakil
Presiden, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta kewenangan
memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
Dalam hubungannya
dengan DPR, khusus mengenai penyelenggaraan sidang MPR berkaitan dengan
kewenangan untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden, proses
tersebut hanya bisa dilakukan apabila didahului oleh pendapat DPR yang diajukan
pada MPR.
Dalam hubungannya
dengan DPD. Seperti halnya peran DPR, peran DPD dalam MPR juga sangat besar
misalnya dalam hal mengubah UUD yang harus dihadiri oleh 2/3 anggota MPR dan
memberhentikan Presiden yang harus dihadiri oleh 3/4 anggota MPR maka peran DPD
dalam kewenangan tersebut merupakan suatu keharusan.
Dalam hal hubungannya
dengan Mahkamah Konstitusi (MK) dapat dipahami dari Pasal 24C ayat (1) UUD 1945
menyebutkan bahwa salah satu wewenang Mahkamah Konstitusi adalah untuk memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD. Karena
kedudukan MPR sebagai lembaga negara maka apabila MPR bersengketa dengan
lembaga negara lainnya yang sama-sama memiliki kewenangan yang ditentukan oleh
UUD, maka konflik tersebut harus diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi.
2.
Hubungan
DPR dengan Presiden, DPD, dan MK.
Anggtota DPR terdiri
dari DPR dan DPD. Perbedaan keduanya terletak pada hakikat kepentingan yang
diwakilinya, DPR untuk mewakili rakyat sedangkan DPD untuk mewakili daerah.
Pasal 20 ayat (1)
menyatakan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Selanjutnya
untuk menguatkan posisi DPR sebagai pemegang kekuasaan legislatif maka pada
Pasal 20 ayat (5) ditegaskan bahwa dalam hal RUU yang disetujui bersama tidak
disahkan oleh Presiden dalam waktu 30 hari semenjak RUU tersebut disetujui, sah
menjadi UU dan wajib diundangkan.
Dalam hubungan dengan
DPD, terdapat hubungan kerja dalam hal ikut membahas RUU yang berkaitan dengan
bidang tertentu, DPD memberikan pertimbangan atas RUU tertentu, dan
menyampaikan hasil pengawasan pelaksanaan UU tertentu pada DPR.
Dalam hubungannya
dengan Mahkamah Konstitusi, terdapat hubungan tata kerja yaitu dalam hal
permintaan DPR kepada MK untuk memeriksa pendapat DPR mengenai dugaan bahwa
Presiden bersalah. Disamping itu terdapat hubungan tata kerja lain misalnya
dalam hal apabila ada sengketa dengan lembaga negara lainnya, proses pengajuan
calon hakim konstitusi, serta proses pengajuan pendapat DPR yang menyatakan
bahwa Presiden bersalah untuk diperiksa oleh MK.
3.
Hubungan
DPD dengan DPR, BPK, dan MK
Tugas dan wewenang DPD
yang berkaitan dengan DPR adalah dalam hal mengajukan RUU tertentu kepada DPR,
ikut membahas RUU tertentu bersama dengan DPR, memberikan pertimbangan kepada
DPR atas RUU tertentu, dan menyampaikan hasil pengawasan pelaksanaan UU
tertentu pada DPR. Dalam kaitan itu, DPD sebagai lembaga perwakilan yang
mewakili daerah dalam menjalankan kewenangannya tersebut adalah dengan
mengedepankan kepentingan daerah.
Dalam hubungannya
dengan BPK, DPD berdasarkan ketentuan UUD menerima hasil pemeriksaan BPK dan
memberikan pertimbangan pada saat pemilihan anggota BPK.
Ketentuan ini
memberikan hak kepada DPD untuk menjadikan hasil laporan keuangan BPK sebagai
bahan dalam rangka melaksanakan tugas dan kewenangan yang dimilikinya, dan
untuk turut menentukan keanggotaan BPK dalam proses pemilihan anggota BPK.
Disamping itu, laporan BPK akan dijadikan sebagai bahan untuk mengajukan usul
dan pertimbangan berkenaan dengan RUU APBN.
Dalam kaitannya dengan
MK, terdapat hubungan tata kerja terkait dengan kewenangan MK dalam hal apabila
ada sengketa dengan lembaga negara lainnya.
4.
Hubungan
MA dengan lembaga negara lainnya
Pasal 24 ayat (2)
menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan dibawahnya serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Ketentuan
tersebut menyatakan puncak kekuasaan kehakiman dan kedaulatan hukum ada pada MA
dan MK. Mahkamah Agung merupakan lembaga yang mandiri dan harus bebas dari
pengaruh cabang-cabang kekuasaan yang lain.
Dalam hubungannya
dengan Mahkamah Konstitusi, MA mengajukan 3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk
ditetapkan sebagai hakim di Mahkamah Konstitusi.
5.
Hubungan
antara Mahkamah Konstitusi dengan Presiden, DPR, BPK, DPD, MA, KY
Kewenangan Mahkamah
Konstitusi sesuai dengan ketentuan Pasal 24C ayat (1) dan (2) adalah untuk
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir untuk menguji UU terhadap UUD,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD,
memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum. Disamping itu, MK juga wajib memberikan putusan atas pendapat
DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden atau Wakil Presiden menurut UUD.
Dengan kewenangan
tersebut, jelas bahwa MK memiliki hubungan tata kerja dengan semua lembaga
negara yaitu apabila terdapat sengketa antar lembaga negara atau apabila
terjadi proses judicial review yang diajukan oleh lembaga negara pada MK.
6.
Hubungan
antara BPK dengan DPR dan DPD
BPK merupakan lembaga
yang bebas dan mandiri untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang
keuangan negara dan hasil pemeriksaan tersebut diserahkan kepada DPR, DPD, dan
DPRD. dengan pengaturan BPK dalam UUD, terdapat perkembangan yaitu menyangkut
perubahan bentuk organisasinya secara struktural dan perluasan jangkauan tugas
pemeriksaan secara fungsional. Karena saat ini pemeriksaan BPK juga terhadap
pelaksanaan APBN di daerah-daerah dan harus menyerahkan hasilnya itu selain DPR
juga pada DPD dan DPRD.
Selain dalam kerangka
pemeriksaan APBN, hubungan BPK dengan DPR dan DPD adalah dalam hal proses
pemilihan anggota BPK.
7.
Hubungan
antara Komisi Yudisial dengan MA
Pasal 24A ayat (3) dan
Pasal 24B ayat (1) menegaskan bahwa calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial
kepada DPR untuk mendapat persetujuan. Keberadaan Komisi Yudisial tidak bisa
dipisahkan dari kekuasaan kehakiman. Dari ketentuan ini bahwa jabatan hakim
merupakan jabatan kehormatan yang harus dihormati, dijaga, dan ditegakkan
kehormatannya oleh suatu lembaga yang juga bersifat mandiri. Dalam hubungannya
dengan MA, tugas KY hanya dikaitkan dengan fungsi pengusulan pengangkatan Hakim
Agung, sedangkan pengusulan pengangkatan hakim lainnya, seperti hakim MK tidak
dikaitkan dengan KY.
B. Menjelaskan
hak dan kewajiban DPR, Presiden, MA.
1. Presiden
Tugas Presiden : Tugas Presiden
adalah menjalankan pemerintahannya sesuai dgn UUD dan UU. Adalah tugas Presiden
juga untuk memastikan apakah jajaran pemerintahannya temasuk kepolisian dan
kejaksaan telah patuh kepada UUD dan UU itu.
Wewenang, dan
hak Presiden antara lain :
1)
Memegang kekuasaan
pemerintahan menurut UUD.
2)
Memegang kekuasaan
yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,
dan Angkatan Udara.
3)
Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Presiden melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR
serta mengesahkan RUU menjadi UU.
4)
Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (dalam kegentingan yang memaksa).
5)
Menetapkan Peraturan Pemerintah.
6)
Mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri.
7)
Menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR.
8)
Membuat perjanjian
internasional lainnya dengan persetujuan DPR.
9)
Menyatakan keadaan
bahaya.
10) Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan
pertimbangan DPR. Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan DPR.
11) Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
12) Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
13) Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur dengan
UU.
14) Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih
oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
15) Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi
Yudisial dan disetujui DPR.
Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung.
Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung.
16) Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan
DPR.
17) Sebagai kepala negara, Presiden adalah simbol resmi negara Indonesia di
dunia. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden dibantu oleh menteri-menteri dalam
kabinet, memegang kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan
sehari-hari.
2.
Wakil Presiden
Fungsi Wapres adalah : Mendampingi
Presiden jika presiden menjalankan tugas-tugas kenegaraan di Negara lain atau
juga presiden menyerahkan jabatan kepresidenan baik pengunduran diri, atau
halangan dalam menjalankan tugas seperti misalnya mengalami kematian saat
menjabat
presiden.
Tugas Wakil
Presiden :
1)
Mendampingi sang
presiden jika presiden menjalankan tugas-tugas kenegaraan di negara lain .
2)
Membantu dan/ atau
mewakili tugas presiden di bidang kenegaraan dan pemerintahan.
Wewenang Wakil Presiden :
1)
Melaksanakan tugas
teknis pemerintahan sehari – hari.
2)
Menyusun agenda kerja
kabinet dan menetapkan fokus atau prioritas kegiatan pemerintahan yang
pelaksanaannya dipertanggung jawabkan kepada
presiden.
3)
Memegang kekuasaan
pemerintahan menurut UUD.
3.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Tugas,
Wewenang, dan Hak MPR antara lain :
1)
Mengubah dan
menetapkan (Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945), (Undang-Undang
Dasar).
2)
Melantik Presiden dan
Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum.
3)
Memutuskan usul DPR
berdasarkan putusan (Mahkamah Konstitusi) untuk memberhentikan Presiden/Wakil
Presiden dalam masa jabatannya.
4)
Melantik Wakil
Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan,
atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.
5)
Memilih Wakil Presiden
dari 2 calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil
Presiden dalam masa jabatannya.
6)
Memilih Presiden dan
Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa
jabatannya.
7)
Anggota MPR memiliki
hak mengajukan usul perubahan pasal-pasal UUD, menentukan sikap dan pilihan
dalam pengambilan putusan, hak imunitas, dan hak protokoler.
Perubahan (Amandemen) UUD 1945 membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang MPR. MPR yang dahulu berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara, pemegang dan pelaksanaan sepenuhnya kedaulatan rakyat, kini MPR berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara dengan lembaga negara lainnya seperti Lembaga Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK.
Perubahan (Amandemen) UUD 1945 membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang MPR. MPR yang dahulu berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara, pemegang dan pelaksanaan sepenuhnya kedaulatan rakyat, kini MPR berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara dengan lembaga negara lainnya seperti Lembaga Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK.
8)
MPR juga tidak lagi
memiliki kewenangan untuk menetapkan GBHN. Selain itu, MPR
tidak lagi mengeluarkan Ketetapan MPR (TAP MPR), kecuali yang berkenaan dengan
menetapkan Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila terjadi kekosongan
Wapres, atau memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila Presiden dan Wakil
Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama. Hal ini berimplikasi
pada materi dan status hukum Ketetapan MPRS/MPR yang telah dihasilkan sejak tahun
1960 sampai dengan tahun 2002. Saat ini Ketetapan MPR (TAP MPR) tidak lagi
menjadi bagian dari hierarkhi Peraturan Perundang-undangan.
4.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Tugas dan wewenang DPR
antara lain :
1)
Membentuk Undang-Undang yang
dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
2)
Membahas dan
memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang
3)
Menerima dan membahas
usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan
mengikutsertakannya dalam pembahasan.
4)
Menetapkan APBN
bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
5)
Melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemerintah.
6)
Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan
memperhatikan pertimbangan DPD.
7)
Membahas dan
menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang
disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
8)
Memberikan persetujuan
kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggotaKomisi
Yudisial.
9)
Memberikan persetujuan
calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim
agung oleh Presiden.
10) Memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya kepada
Presiden untuk ditetapkan.
11) Memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat duta, menerima
penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian
amnesti dan abolisi.
12) Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat
perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.
13) Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
14) Anggota DPR memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan
pendapat. Anggota DPR juga memiliki hak mengajukan RUU, mengajukan pertanyaan,
menyampaikan usul dan pendapat, membela diri, hak imunitas, serta hak
protokoler.Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR,
DPD, dan DPRD, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR berhak meminta
pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk
memberikan keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi, maka dapat dikenakan
panggilan paksa (sesuai dengan peraturan perundang-undangan). Jika panggilan
paksa ini tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat
disandera paling lama 15 hari (sesuai dengan peraturan perundang-undangan).
5.
Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
DPD memiliki
fungs i: Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang
berkaitan dengan bidang legislasi tertentu, Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang tertentu.
Tugas dan
wewenang DPD antara lain :
1)
Mengajukan kepada DPR
Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat
dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah. DPR kemudian mengundang DPD untuk
membahas RUU tersebut.
2)
Memberikan
pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, dan agama.
3)
Memberikan
pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
4)
Melakukan pengawasan
atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran,
dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya
alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan
agama.
5)
Menerima hasil
pemeriksaan keuangan negara dari BPK untuk dijadikan bahan membuat pertimbangan
bagi DPR tentang RUU yang berkaitan dengan APBN.
6)
Anggota DPD juga
memiliki hak menyampaikan usul dan pendapat, membela diri, hak imunitas, serta
hak protokoler.
6.
Mahkamah Agung (MA)
Mahkamah Agung
membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.
Fungsi dan
Tugas Mahkamah Agung :
1) Fungsi
Peradilan
a. Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan
kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan
kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang
diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar.
b. Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang
memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir
§ Semua sengketa tentang kewenangan mengadili.
§ Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-undang Mahkamah Agung
No. 14 Tahun 1985)
§ Semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh
kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33
dan Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985)
c. Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu
wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah
Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya)
bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31
Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
2) Fungsi
Pengawasan
a. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan
di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan
Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan
berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa
mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan
Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).
b. Mahkamah Agunbg juga melakukan pengawasan :
§ Terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan
Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan
tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa,
mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan
meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta
memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi
kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
§ Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan
(Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
3) Fungsi Mengatur
a.
Mahkamah Agung dapat
mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan
peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang
tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau
kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan
(Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun
1985).
b.
Mahkamah Agung dapat
membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum
acara yang sudah diatur Undang-undang.
4) Fungsi
Nasehat
a.
Mahkamah Agung
memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum
kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14
Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala
Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang
Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang
Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan
kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara
selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan
hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan
perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya.
b.
Mahkamah Agung
berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan
disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang
No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal
38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).
5) Fungsi
Administratif
a.
Badan-badan Peradilan
(Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha
Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970
secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih berada
dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang
Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung.
b.
Mahkamah Agung
berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata
kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang
Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman).
6) Fungsi
Lain-lain
Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan
mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar
Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan kewenangan lain
berdasarkan
Undang-undang.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945,
kewajiban dan wewenang MA adalah:
a. Berwenang mengadili
pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di
bawahUndang-Undang,
dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang.
b. Mengajukan 3 orang
anggota Hakim Konstitusi.
c. Memberikan
pertimbangan dalam hal Presiden member grasi dan rehabilitasi.
d. Pada Mahkamah Agung
terdapat hakim agung (paling banyak 60 orang).
Hakim agung dapat berasal dari sistem karier (hakim), atau tidak berdasarkan
sistem karier dari kalangan profesi atau akademisi. Calon hakim agung diusulkan
oleh Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat, untuk kemudian
mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung.
7.
Mahkamah Konstitusi (MK)
Menurut
Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MK adalah :
1) Berwenang mengadili
pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang
Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum.
2) Wajib memberi putusan
atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai
dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut
UUD 1945.
3) Mahkamah Konstitusi
mempunyai 9 Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden. Hakim Konstitusi
diajukan masing-masing 3 orang oleh Mahkamah Agung, 3 orang
oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3 orang oleh
Presiden. Masa jabatan Hakim Konstitusi adalah 5 tahun, dan dapat dipilih
kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya.
8.
Komisi Yudisial (KY)
Wewenang
Komisi Yudisial : Komisi Yudisial
berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Tugas Komisi
Yudisial :
1) Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung, dengan tugas
utama:
a.
Melakukan pendaftaran
calon Hakim Agung.
b.
Melakukan seleksi
terhadap calon Hakim Agung.
c.
Menetapkan calon Hakim
Agung dan,
d.
Mengajukan calon Hakim
Agung ke DPR.
2) Menjaga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat
Serta Perilaku Hakim, dengan tugas utama:
a.
Menerima laporan
pengaduan masyarakat tentang perilaku hakim,
b.
Melakukan pemeriksaan
terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim, dan
c.
Membuat laporan hasil
pemeriksaan berupa rekomendasi yang disampaikan kepada Mahkamah Agung dan
tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.
9.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Badan
Pemeriksa Keuangan (disingkat BPK) adalah lembaga negara Indonesia yang
memiliki wewenang memeriksa, pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Tugas,
wewenang, dan hak badan pemeriksa keuangan (BPK) adalah seperti berikut ini :
1)
BPK meminta, memeriksa, meneliti pertanggungjawaban atas penguasaan
keuangan negara, serta mengusahakan keseragaman baik dalam tata cara
pemeriksaan dan pengawasan maupun dalam penatausahaan keuangan negara.
2)
BPK mengadakan dan menetapkan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti
rugi.
3)
BPK melakukan penelitian, penganalisaan terhadap pelaksanaan peraturan
per-undangan di bidang keuangan.
4) Anggota BPK dipilih
oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbanganDewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan
oleh Presiden. Hasil pemeriksaan keuangan
negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD (sesuai dengan kewenangannya).BPK mempunyai 9 orang
anggota, dengan susunan 1 orang Ketua merangkap anggota, 1 orang Wakil Ketua
merangkap anggota, serta 7 orang anggota. Anggota BPK memegang jabatan selama 5
tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.
C. Menjelaskan
secara singkat Jaman Orde Lama dan Orde Baru yang berkaitan dengan UUD RIS,
UUDS, dan UUD 1945.
Sistem pemerintahan
adalah suatu istilah yang sebenarnya jika dilihat dari asal katanya merupakan
gabungan dari dua kata yaitu sistem dan pemerintahan. Pengertian sistem adalah
suatu keseluruhan yang terdiri atas beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional.
Sedangkan pemerintahan adalah pemerintah/ lembaga-lembaga negara yang
menjalankan segala tugas pemerintah baik sebagai lembaga eksekutif, legislatif maupun
yudikatif. Jadi pengertian dari sistem pemerintahan Indonesia adalah suatu
hubungan fungsional yang terdiri dari lembaga-lembaga eksekutif, legeslatif,
maupun yudikatif yang menjalankan tugas kepemerintahan di Indonesia.
Sejarah sistem
pemerintahan Indonesia dimulai dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Dengan adanya proklamasi berarti lahirlah suatu negara baru yang bernama
Indonesia dengan segala kepemerintahannya yang diatur Indonesia sendiri.
Seiring berjalannya waktu, ternyata sistem pemerintahan Indonesia terus
mengalami perubahan. Perubahan inilah yang kemudian yang akan kita kaji sebagai
suatu sistem perbandingan. Dari waktu ke waktu, setiap perubahan itu membawa
ciri tersendiri.
Sistem pemerintahan
Indonesia sebagai suatu studi perbandingan dapat dilihat dari dua aspek dimensi
yaitu dimensi tempat dan dimensi waktu. Perbandingan dimensi tempat berarti
membandingkan sistem pemerintahan Indonesia dengan sistem pemerintahan negara lain.
Perbandingan dimensi waktu berarti membandingkan sistem pemerintahan Indonesia
sendiri dari masa lampau, sekarang dan yang akan datang. Fokus bahasan makalah
ini adalah perbandingan sistem pemerintahan Indonesia dari dimensi waktu,
terutama dari masa Orde Lama sampai dengan Orde Baru. Apa sajakah hal yang
membedakan sistem pemerintahan Indonesia pada saat Orde Lama dengan Orde Baru
lengkap dengan kejadian pendahulunya akan dibahas dalam makalah ini.
1.
Pendahuluan
Sistem pemerintahan
adalah suatu istilah yang sebenarnya jika dilihat dari asal katanya merupakan
gabungan dari dua kata yaitu sistem dan pemerintahan. Pengertian sistem adalah
suatu keseluruhan yang terdiri atas beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional.
Sedangkan pemerintahan adalah pemerintah/ lembaga-lembaga negara yang
menjalankan segala tugas pemerintah baik sebagai lembaga eksekutif, legislatif maupun
yudikatif. Jadi pengertian dari sistem pemerintahan Indonesia adalah suatu
hubungan fungsional yang terdiri dari lembaga-lembaga eksekutif, legeslatif,
maupun yudikatif yang menjalankan tugas kepemerintahan di Indonesia.
(http://khazanna032.wordpress.com/2009/05/13/sistem-pemerintahan-indonesia/).
Sistem pemerintahan
Indonesia menurut para ahli ketatanegaraan dapat digolongkan menjadi 5
periodisasi, yaitu :
1)
Periode 17 Agustus
1945-27 Desember 1949
2)
Periode 27 Desember
1949-17 Agustus 1950
3)
Periode 17 Agustus
1950-5 Juli 1959
4)
Periode 5 Juli 1959
(masa UUD 1945 pasca Dekrit Presiden).
5)
Periode UUD 1945-UUD
1945 amandemen (Dasril Radjab,1994:90).
Dari setiap perubahan
ini, dapat kita bandingkan bagaimana sistem pemerintahan Indonesia pada
masing-masing periode. Berarti perbandingan sistem pemerintahan adalah suatu
bidang kajian tentang bagaimana perbandingan pelaksanaan dari sistem
pemerintahan Indonesia baik oleh lembaga eksekutif, legeslatif dan yudikatif.
Untuk waktunya, hanya sistem pemerintahan Indonesia sejak Orde Lama sampai Orde
Baru, berarti sampai dengan sebelum amandemen UUD 1945.
2.
Penjelasan
a.
Sistem Pemerintahan RI (Periode 17 Agustus 1945-27
Desember 1949).
Dengan adanya
Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah merdeka dan
tidak terikat lagi oleh kekuatan asing atau penjajah manapun. Indonesia adalah
suatu negara yang merdeka dengan segala alat perlengkapan ketatanegaraannya.
Beberapa poin penting pada masa itu adalah :
1)
Konstitusi yang
dipakai adalah UUD 1945 yang ditetapkan dan disahkan oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945.
2)
Bentuk negara
Indonesia adalah kesatuan.
3)
Sistem pemerintahannya
adalah presidensiil yang bergeser ke parlementer.
Sistem pemerintahan
yang diamanatkan oleh UUD pada saat itu sebenarnya adalah sistem presidensiil.
Kepala negara sekaligus menjabat sebagai kepala pemerintahan dan
menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden. Tetapi ternyata, sistem presidensiil
ini tidak bertahan lama. Menurut ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945,
sebelum MPR, DPR, dan Dewan Pertimbangan Agung terbentuk, presiden akan
menjalankan kekuasaannya dengan bantuan sebuah Komite Nasional. Berarti
kedudukan Komite Nasional hanyalah sebagai pembantu presiden.
Nyatanya pada tanggal
16 Oktober 1945, dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No X yang
menyatakan bahwa KNIP sebelum terbentuknya MPR dan DPR diserahi kekuasaan
legeslatif dan ikut menetapkan GBHN. KNIP sendiri dijalankan oleh sebuah Badan
Pekerja yang bertanggung jawab kepada KNIP (bukan kepada presiden). Badan
Pekerja ini diketuai oleh Sutan Syahrir. (Erman Muchjidin,1986:26-27). Berarti
dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No X tersebut, KNIP yang semula
berperan sebagai pembantu presiden berubah menjadi badan legeslatif yang
merangkap fungsi sebagai DPR dan MPR sekaligus. Menteri-menteri kemudian tidak
bertanggung jawab lagi kepada presiden, tetapi bertanggung jawab kepada KNIP.
Tanggal 14 November 1945 terbentuklah kabinet parlementer dengan PM Sutan
Syahrir. Berarti sistem presidensiil telah beralih menjadi sistem parlementer.
(Dasril Radjab,1884:90).
4)
Sitem kepartaian masa
itu adalah sistem multipartai. (Erman Muchjidin,1986:27).
Sistem multipartai ini
berawal dari dikeluarkannya Maklumat Badan Pekerja KNIP tanggal 3 November 1945
yang berisi anjuran agar pemerintah dan rakyat mendirikan partai-partai politik
sebagai sarana pembantu perjuangan bangsa Indonesia.
5)
Alat perlengkapan
negaranya terdiri dari :
a)
Presiden dan wakil
presiden
b)
Menteri-menteri
c)
Majelis
Permusyawaratan Rakyat
d)
Dewan Perwakilan
Rakyat (Karena MPR dan DPR pada masa itu belum terbentuk, maka fungsi MPR dan
DPR dipegang oleh KNIP sekaligus).
e)
Dewan Pertimbangan
Agung.
f)
Mahkamah Agung
g)
Badan Pemeriksa
Keuangan. (Dasril Radjab,1884:90).
b.
Sistem Pemerintahan RI (27 Desember 1949-17 Agustus 1950).
Diawali dari adanya
Konferensi Meja Bundar yang secara jelas menyebutkan keberadaan dari Republik
Indonesia Serikat. Salah satu hasil dari KMB sendiri menyebutkan dibentuknya
Uni Indonesia Belanda, yang terdiri dari dua negara yaitu RIS dan Belanda. Berarti
negara Indonesia saat itu telah berubah menjadi negara serikat. Pengakuan
kedaulatan oleh Belanda kepada RIS yang sekaligus menandai perubahan Indonesia
menjadi negara serikat ini terjadi pada tanggal 27 Desember 1949. (Erman
Muchjidin,1986:33).
1)
Konstitusi yang
berlaku pada masa itu adalah Konstitusi RIS 1949.
2)
Bentuk negara RIS
adalah federasi, terbagi dalam 7 buah negara bagian dan 9 buah satuan kenegaran
yang kesemuanya bersatu dalam ikatan federasi RIS. (Erman Muchjidin,1986:36).
3)
Sistem pemerintahannya
adalah parlementer, ditandai dengan terbentuknya Senat RIS yang beranggotakan
wakil-wakil dari negara bagian. Sistem kabinetnya disebut dengan Kern Kabinet,
yaitu PM, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri
Keuangan, dan Menteri Ekonomi mempunyai kedudukan yang istimewa. Dalam
mengambil keputusan mereka mempunyai kekuatan yang sama dengan kekuatan Dewan
Menteri. Menteri-menteri tersebut baik secara sendiri-sendiri atau pun
bersama-sama bertanggung jawab kepada DPR. Untuk Indonesia, wakil-wakilnya
tergabung dalam DPR. (Erman Muchjidin,1986:35).
4)
Alat perlengkapan RIS
terdiri dari :
a)
Presiden
b)
Menteri-menteri
c)
Senat
d)
Dewan Perwakilan
Rakyat
e)
Mahkamah Agung
Indonesia
f)
Dewan Pengawas
Keuangan (BAB III Perlengkapan Republik Indonesia Serikat tentang Ketentuan
Umum UUD RIS 1949).
c.
Sistem Pemerintahan RI (17 Agustus 1950-5 Juli 1959).
Konstitusi RIS
ternyata tidak berumur panjang. Hal ini disebabkan isi konstitusi tersebut
tidak mengakar dari kehendak rakyat dan bukan pula merupakan keputusan politik
dari rakyat Indonesia. Akibatnya, timbul tuntutan dimana-mana untuk kembali ke
negara kesatuan. Satu per satu negara atau daerah bagian menggabungkan diri
kembali ke dalam RI. Negara bagian yang lain juga semakin sulit diperintah. Ini
jelas akan mengurangi kewibawaan negara serikat.
Untuk mengatasi
keadaan tersebut akhirnya Pemerintah Indonesia Serikat mengadakan musyawarah
dengan Pemerintah Negara Republik Indonesia. Dalam musyawarah tersebut dicapai
kesepakatan bahwa akan bersama-sama melaksanakan negara kesatuan sebagai
jelmaan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945
dan untuk itu diperlakukan UUD Sementara. Akhirnya dibentuklah panitia yang
bertugas merencanakan sebuah rancangan UUDS Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Panitia tersebut dipimpin oleh Soepomo untuk RIS dan Abdul Halim untuk RI.
Melalui UU Federal No 17 Tahun 1950 (LN RIS 1950 No 56) ditetapkan perubahan
KRIS 1949 menjadi UUDS 1950.
UU tersebut
hanya berisi dua pasal, yaitu :
§ Pasal 1,“ Berisikan tentang perubahan KRIS 1949 menjadi UUDS 1950 dan
setelah itu dimuat selengkapnya naskah dari UUDS 1950, yang terdiri dari
mukadimah dan batang tubuhnya”.
§ Pasal 2,“ Menentukan tentang mulai berlakunya UUDS 1950, yakni pada tanggal
15 Agustus 1950”.(Dasril Radjab,1994:98).
1)
Konstitusi yang
berlaku adalah UUDS 1950. Dikatakan sebagai UUDS karena memang UUD ini bersifat
sementara. Pemerintah Indonesia pada masa itu membentuk suatu badan yang
bernama badan konstituante dimana tugas mereka adalah menyusun UUD.
2)
Bentuk negara menurut
UUDS 1950 adalah negara kesatuan. Pasal 1 ayat 1 UUDS 1950 meyatakan bahwa RI
yang merdeka dan berdaulat ialah negara hukum yang demokratis dan berbentuk
kesatuan (Dasril Radjab,1994:102).
3)
Sistem pemerintahan
menurut UUDS 1950 adalah parlementer. Dalam Pasal 83 ayat 2 UUDS 1950
dinyatakan bahwa menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan
pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk
bagiannya sendiri-sendiri kepada DPR. (Dasril Radjab,1994:103).
4)
Sistem kepartaian masa
itu adalah multipartai. Pemilu tahun 1955 untuk pertama kalinya dilaksanakan
untuk memilih anggota konstituante.
5)
Alat perlengkapan
negara menurut Pasal 44 UUDS 1950 adalah:
a)
Presiden dan Wakil
Presiden
b)
Menteri-menteri
c)
Dewan Perwakilan
Rakyat
d)
Mahkamah Agung
e)
Dewan Pengawas Keuangan
(Erman Muchjidin,1986:40).
d.
Sistem Pemerintahan RI (5 Juli 1959-pasca Dekrit Presiden).
Konstituante yang
diharapkan dapat merumuskan UUD guna menggantikan UUDS 1950 ternyata tidak
mampu menyelesaikan tugasnya. Hal ini jelas akan menimbulkan keadaan
ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan negara. Presiden
selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang mengeluarkan Dekrit Presiden pada
tanggal 5 Juli 1959. Isi dari Dekrit tersebut salah satunya adalah
memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlaku kembali UUDS 1950. (Dasril
Radjab,1994:106).
1)
Konstitusi yang
dipakai adalah UUD 1945.
2)
Bentuk negara adalah
kesatuan
3)
Sistem pemerintahannya
adalah presidensiil, presiden sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala
pemerintahan. Menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden. (Dasril
Radjab,1994:108).
4)
Sistem presidensiil
ini kelanjutannya akan menjadi presidensiil terpimpin. Presiden justru sebagai
Pimpinan Besar Revolusi, segala kebijaksanaan ada di tangannya.
5)
Alat-alat perlengkapan
negara setelah keluarnya Dekrit Presiden adalah :
a)
Presiden dan
menteri-menteri
b)
DPR Gotong Royong
c)
MPRS
d)
DPAS
e)
Badan Pemeriksa
Keuangan
f)
Mahkamah Agung
(Soehino,1992:148).
6)
Beberapa penyimpangan
yang terjadi pada masa setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah :
a)
Berlakunya demokrasi
terpimpin dengan penafsiran bahwa presiden memegang kepemimpinan yang tertinggi
di tangannya, menjadikan dirinya selaku Pimpinan Besar Revolusi dan konsep
Nasakom dalam kehidupan bangsa. Padahal yang dimaksud dengan terpimpin menurut
UUD 1945 adalah terpimpin dengan hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan. Sedangkan konsep Nasakom berakibat pada PKI dapat menguasai lembaga
negara.
b)
Dalam SU MPRS Tahun
1963 Soekarno ditetapkan sebagai presiden seumur hidup. GBHN Indonesia pada
pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960 ditetapkan menjadi Manipol/USDEK (UUD
1945, Sosialis Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan
Kepribadian Nasional).
c)
Pemusatan kekuasaan
pada presiden tidak saja menjurus kepada pemujaan individu dan menghilangkan
fungsi dari lembaga negara yang ada karena lembaga negara yang telah dibentuk
itu tunduk pada presiden. Orang-orang yang duduk dalam lembaga negara tidak didapat
dari hasil pemilu tapi dipilih langsung oleh presiden.
d)
Presiden membubarkan
DPR hasil pemilu karena tidak menyetujui usul RAPBN dari presiden.
e)
Desakan PKI membuat
Indonesia keluar dari PBB. PKI berhasil membuat Indonesia meninggalkan politik
luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan dibelokkan ke komunis atau
poros-porosan (Jakarta-Peking-Pyongyang). Indonesia juga melakukan konfrontasi
dengan Malaysia. Akibatnya Indonesia makin terasingkan dimata internasional.
(Erman Muchjidin,1986:57).
e.
Sistem Pemerintahan RI (Supersemar-Orde
Baru berakhir).
Orde baru lahir dengan
diawali berhasilnya penumpasan terhadap G.30.S/PKI pada tanggal 1 Oktober 1965.
Orde baru sendiri adalah suatu tatanan perikehidupan yang mempunyai sikap
mental positif untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat, dalam rangka
mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mencapai suatu masyarakat adil dan
makmur baik material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 melalui
pembangunan di segala bidang kehidupan. Orde Baru bertekad untuk melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Orde Baru ingin mengadakan
koreksi total terhadap sistem pemerintahan Orde Lama.
Pada tanggal 11 Maret
1966, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah kepada Letjen Soeharto atas
nama presiden untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu guna mengamankan
pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, untuk menegakkan RI
berdasarkan hukum dan konstitusi. Maka tanggal 12 Maret 1966, dikeluarkanlah
Kepres No. 1/3/1966 yang berisi pembubaran PKI, ormas-ormasnya dan PKI sebagai
organisasi terlarang di Indonesia serta mengamankan beberapa menteri yang
terindikasi terkait kasus PKI. (Erman Muchjidin, 1986:58-59).
1)
Konstitusi yang
dipakai adalah UUD 1945 yang murni dan konsekuen.
2)
UUD menjadi sangat
kaku kedudukannya, sebagai sumber yang tertinggi, tidak dapat dirubah dan
dimanfaatkan untuk melanggengkan kekuasaan.
3)
Bentuk negara adalah
kesatuan.
4)
Sistem pemerintahannya
adalah presidensiil karena kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintah
dan menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden. Tetapi dalam kenyataan,
kedudukan presiden terlalu kuat. Presiden mengendalikan peranan paling kuat
dalam pemerintahan.
5)
Lembaga-lembaga dan
alat perlengkapan negara tunduk di bawah presiden. MPR berperan sebagai lembaga
tertinggi negara yang memegang kedaulatan rakyat. Lembaga ini pun tunduk pada
kemauan presiden.
6)
Sistem kepartaian
menggunakan sistem multipartai, tetapi hanya ada 3 partai. Secara faktual hanya
ada 1 partai yang memegang kendali yaitu partai pemerintah (Golkar). Partai
yang lain akan selalu kalah karena mereka seolah-olah hanya berperan sebagai
peramai saja.
7)
Adanya doktrin P4 yang
sangat kuat dan Wawasan Nusantara guna mempertahankan kedudukan penguasa.
8)
Tidak ada protes
terhadap aktivitas pemerintah, hak bersuara hilang, banyak hak warga negara
yang dipaksakan untuk dihilangkan. Kedudukan warga negara lemah didepan
penguasa.
9)
Diadakan tata urutan
terhadap peraturan perundang-undangan. Berdasarkan pada TAP MPRS No.
XX/MPRS/1966 urutannya adalah sebagai berikut :
a)
UUD 1945
b)
Ketetapan MPR
c)
UU
d)
Peraturan Pemerintah
e)
Kepres
f)
Peraturan pelaksana
lainnya, misalnya Keputusan Menteri, Instruksi Menteri, Instruksi Presiden dan
Peraturan Daerah. (Erman Muchjidin,1986:70-71).
DAFTAR PUSTAKA :
M,
Hasim. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan . Jakarta: Quadra.
Andriani Purwastuti, dkk. 2002. Pendidikan Pancasila.
Yogyakarta: UNY Press.
Kaelan. 1996. Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Prof.Drs.H. Tama Sembiring, S.H,M.M. Maniur Pasaribu, S.H. Drs.H.Chairul
Arifin, M.M. 2012. Filsafat Dan Pendidikan Pancasila. Jakarta-Indonesia.
Dr. H .
Syahrial Syarbaini, M.A. 2011. Pendidikan Pancasila.
Setijo,panji.2008.Pendidikan Pancasila.Jakarta:Grasindo.
Winarno.2008.Paradigma Baru Pendidikan
Kewarganegaraan.Jakarta:Bumi Aksara.
Budiardjo,
Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Hidayat,
Kamarudin. 2000. Demokrasi HAM dan Masyarakat Madani.Jakarta : ICCE
UIN Syarif Hidayatullah.
Purwanto,
Srijanti Rahman.2011. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Jakarta:
Salemba
Lima Adi
Sekawan. 2006. Lengkap UUD 1945 (dalam Lintasan Amandemen) dan UUD (yang pernah berlaku) di
Indonesia. Jakarta :-
Muchjidin,
Erman. 1986. Tata Negara. Bandung : Yudhistira.
Radjab,
Dasril. 1994. Hukum Tata Negara Indonesia. Yogyakarta : PT Rineka Cipta.
Soehino.
1992. Hukum Tata Negara Indonesia. Yogyakarta : Liberty.
SUMBER LAIN :
http://komunitasgurupkn.blogspot.co.id/2014/08/hubungan-antar-lembaga-negara-sesuai.html
http://arifin-kumpulanmakalah.blogspot.co.id/2012/10/makalah-lembaga-lembaga-kenegaraan.html
http://khazanna032.wordpress.com/2009/05/13/sistem-pemerintahan-indonesia/
Read
more: http://hitamandbiru.blogspot.com/2012/08/sistem-pemerintahan-indonesia-orde-lama.html#ixzz4PTvUad6L
http://hitamandbiru.blogspot.co.id/2012/08/sistem-pemerintahan-indonesia-orde-lama.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar