Kerukunan Umat Beragama
Kerukunan
beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan aset dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah bangsa, Pancasila
telah teruji sebagai alternatif yang paling tepat untuk mempersatukan
masyarakat Indonesia yang sangat majemuk di bawah suatu tatanan yang inklusif
dan demokratis. Sayangnya wacana mengenai Pancasila seolah lenyap seiring
dengan berlangsungnya reformasi.
Berbagai macam
kendala yang sering kita hadapi dalam mensukseskan kerukunan antar umat
beragama di Indonesia, dari luar maupun dalam negeri kita sendiri. Namun dengan
kendala tersebut warga Indonesia selalu optimis, bahwa dengan banyaknya agama yang
ada di Indonesia, maka banyak pula solusi untuk menghadapi kendala-kendala
tersebut. Dari berbagai pihak telah sepakat untuk mencapai tujuan kerukunan
antar umat beragama di Indonesia seperti masyarakat dari berbagai golongan,
pemerintah, dan organisasi-organisasi agama yang banyak berperan aktif dalam
masyarakat.
Keharmonisan
dalam komunikasi antar sesama penganut agama adalah tujuan dari kerukunan
beragama, agar terciptakan masyarakat yang bebas dari ancaman, kekerasan hingga
konflik agama.
A.
Pengertian
dan tujuan kerukunan umat beragama
1.
Pengertian Kerukunan Antar Umat Beragama.
Indonesia adalah
salah satu negara yang menerapkan masyarakatnya untuk hidup rukun. Sebab
kerukunan merupakan salah satu pilar penting dalam memelihara persatuan rakyat
dan bangsa Indonesia. Tanpa terwujudnya kerukunan diantara berbagai suku,
Agama, Ras dan antar Golongan bangsa Indonesia akan mudah terancam oleh
perpecahan dengan segala akibatnya yang tidak diinginkan.
Kerukunan dapat diartikan sebagai kondisi hidup dan kehidupan yang mencerminkan suasana damai, tertib, tentram, sejahtera, hormat menghormati, harga menghargai, tenggang rasa, gotong royong sesuai dengan ajaran agama dan kepribadian pancasila.
Kerukunan
[dari ruku, bahasa Arab, artinya tiang atau tiang-tiang yang
menopang rumah; penopang yang memberi kedamain dan kesejahteraan kepada
penghuninya] secara luas bermakna adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan
antar semua orang walaupun mereka berbeda secara suku, agama, ras, dan
golongan. Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena
sebelumnya ada ketidakrukunan; serta kemampuan dan kemauan untuk hidup
berdampingan dan bersama dengan damai serta tenteram. Langkah-langkah untuk
mencapai kerukunan seperti itu, memerlukan proses waktu serta dialog, saling
terbuka, menerima dan menghargai sesama, serta cinta-kasih.
Sedangkan
kerukunan umat bragama yaitu hubungan sesama umat beragama yang dilandasi
dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai
dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan
masyarakat dan bernegara. Umat beragama dan pemerintah harus melakukan upaya
bersama dalam memelihara kerukunan umat beragama, di bidang pelayanan,
pengaturan dan pemberdayaan. Sebagai contoh yaitu dalam mendirikan rumah ibadah
harus memperhatikan pertimbangan Ormas keagamaan yang berbadan hokum dan telah
terdaftar di pemerintah daerah.
Pemeliharaan
kerukunan umat beragama baik di tingkat Daerah, Provinsi, maupun Negara pusat
merupakan kewajiban seluruh warga Negara beserta instansi pemerinth lainnya.
Lingkup ketentraman dan ketertiban termasuk memfalisitasi terwujudnya kerukunan
umat beragama, mengkoordinasi kegiatan instnsi vertical, menumbuh kembangkan
keharmonisan saling pengertian, saling menghormati, saling percaya diantara
umat beragama, bahkan menerbitkan rumah ibadah.
2.
Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia
Kerukunan
merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di Tengah perbedaan.
Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk hidup rukun dan
berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan. Kesadaran akan kerukunan
hidup umat beragama yang harus bersifat Dinamis, Humanis dan Demokratis, agar
dapat ditransformasikan kepada masyarakat dikalangan bawah sehingga, kerukunan
tersebut tidak hanya dapat dirasakan/dinikmati oleh kalangan-kalangan
atas/orang kaya saja.
Karena, Agama
tidak bisa dengan dirinya sendiri dan dianggap dapat memecahkan semua masalah.
Agama hanya salah satu faktor dari kehidupan manusia. Mungkin faktor yang
paling penting dan mendasar karena memberikan sebuah arti dan tujuan hidup.
Tetapi sekarang kita mengetahui bahwa untuk mengerti lebih dalam tentang agama
perlu segi-segi lainnya, termasuk ilmu pengetahuan dan juga filsafat. Yang
paling mungkin adalah mendapatkan pengertian yang mendasar dari agama-agama.
Jadi, keterbukaan satu agama terhadap agama lain sangat penting. Kalau kita
masih mempunyai pandangan yang fanatik, bahwa hanya agama kita sendiri saja
yang paling benar, maka itu menjadi penghalang yang paling berat dalam usaha
memberikan sesuatu pandangan yang optimis. Namun ketika kontak-kontak
antaragama sering kali terjadi sejak tahun 1950-an, maka muncul paradigma dan
arah baru dalam pemikiran keagamaan. Orang tidak lagi bersikap negatif dan
apriori terhadap agama lain. Bahkan mulai muncul pengakuan positif atas
kebenaran agama lain yang pada gilirannya mendorong terjadinya saling
pengertian. Di masa lampau, kita berusaha menutup diri dari tradisi agama lain
dan menganggap agama selain agama kita sebagai lawan yang sesat serta penuh
kecurigaan terhadap berbagai aktivitas agama lain, maka sekarang kita lebih
mengedepankan sikap keterbukaan dan saling menghargai satu sama lain.
a.
Jenis – Jenis Kerukunan Antar Umat Beragama
1)
Kerukunan antar pemeluk agama yang sama, yaitu suatu bentuk kerukunan yang
terjalin antar masyarakat penganut satu agama. Misalnya, kerukunan sesama orang
Islam atau kerukunan sesama penganut Kristen. Kerukunan antar pemeluk agama
yang sama juga harus dijaga agar tidak terjadi perpecahan, walaupun sebenarnya
dalam hal ini sangat minim sekali terjadi konflik.
2)
Kerukunan antar umat beragama lain, yaitu suatu bentuk kerukunan yang
terjalin antar masyarakat yang memeluk agama berbeda-beda. Misalnya, kerukunan
antar umat Islam dan Kristen, antara pemeluk agama Kristen dan Budha, atau
kerukunan yang dilakukan oleh semua agama. Kerukunan antar umat beragama lain
ini cukup sulit untuk dijaga. Seringkali terjadi konflik antar pemeluk agama
yang berbeda.
b.
Manfaat Kerukunan Antar Umat Beragama
1) Terciptanya suasana yang damai dalam bermasyarakat
2) Toleransi antar umat Beragama meningkat
3) Menciptakan rasa aman bagi agama – agama minoritas
dalam melaksanakan ibadahnya masing masing
4) Meminimalisir konflik yang terjadi yang
mengatasnamakan Agama
c.
Kendala-Kendala Kerukunan Antar Umat Beragama
1)
Rendahnya Sikap Toleransi
Menurut Dr.
Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama sekarang ini,
khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy
tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat
dari pola perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya
menyangkut persoalan teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat beragama
merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah keimanan. Tentu saja, dialog yang
lebih mendalam tidak terjadi, karena baik pihak yang berbeda keyakinan/agama
sama-sama menjaga jarak satu sama lain. Masing-masing agama mengakui kebenaran
agama lain, tetapi kemudian membiarkan satu sama lain bertindak dengan cara
yang memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi hanyalah perjumpaan tak
langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan sikap
kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang
dinamakan konflik.
2)
Kepentingan Politik
Faktor
Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam
mncapai tujuan sebuah kerukunan anta umat beragama khususnya di Indonesia, jika
bukan yang paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah
kerukunan antar agama telah dibangun dengan bersusah payah selama
bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun, dan dengan demikian kita pun
hampir memetik buahnya. Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut
memengaruhi hubungan antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir
menyambar yang dengan mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang sedang kita
selesaikan. Seperti yang sedang terjadi di negeri kita saat ini, kita tidak
hanya menangis melihat political upheavels di negeri ini, tetapi lebih dari itu
yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-saudara kita,
yang mudah-mudahan diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa hidup
secara tertib teratur dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara, tetapi
dengan alasan politik juga kita seringkali menunggangi agama dan
memanfaatkannya.
3)
Sikap Fanatisme
Di kalangan
Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan berkembang. Bahkan
akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang pemahaman keagamaan
yang dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni
pemahaman keagamaan yang menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana
sebuah ajaran agama seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan kondisi
masyarakat. Mereka masih berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama
yang benar dan dapat menjamin keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat, ia
harus memeluk Islam. Segala perbuatan orang-orang non-Muslim, menurut
perspektif aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah.
Pandangan-pandangan
semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-masing sekte atau aliran dalam
agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para pemimpinnya
sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin. Ada
banyak aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama
lain memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang
bertentangan. Tentu saja, dalam agama Kristen juga ada kelompok eksklusif
seperti ini. Kelompok Evangelis, misalnya, berpendapat bahwa tujuan utama
gereja adalah mengajak mereka yang percaya untuk meningkatkan keimanan dan
mereka yang berada “di luar” untuk masuk dan bergabung. Bagi kelompok ini,
hanya mereka yang bergabung dengan gereja yang akan dianugerahi salvation atau
keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan pandangan-pandangan setiap sekte
dalam agama teersebut, maka timbullah sikap fanatisme yang
berlebihan.
d.
Solusi Masalah Kerukunan Antar Umat Beragama
1)
Dialog Antar Pemeluk Agama
Sejarah
perjumpaan agama-agama yang menggunakan kerangka politik secara tipikal hampir
keseluruhannya dipenuhi pergumulan, konflik dan pertarungan. Karena itulah
dalam perkembangan ilmu sejarah dalam beberapa dasawarsa terakhir, sejarah yang
berpusat pada politik yang kemudian disebut sebagai “sejarah konvensional”
dikembangkan dengan mencakup bidang-bidang kehidupan sosial-budaya lainnya,
sehingga memunculkan apa yang disebut sebagai “sejarah baru” (new history).
Sejarah model mutakhir ini lazim disebut sebagai “sejarah sosial” (social
history) sebagai bandingan dari “sejarah politik” (political history).
Penerapan sejarah sosial dalam perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia akan
sangat relevan, karena ia akan dapat mengungkapkan sisi-sisi lain hubungan para
penganut kedua agama ini di luar bidang politik, yang sangat boleh jadi berlangsung
dalam saling pengertian dan kedamaian, yang pada gilirannya mewujudkan
kehidupan bersama secara damai (peaceful co-existence) di antara para pemeluk
agama yang berbeda.
Hampir bisa
dipastikan, perjumpaan Kristen dan Islam (dan juga agama-agama lain) akan terus
meningkat di masa-masa datang. Sejalan dengan peningkatan globalisasi, revolusi
teknologi komunikasi dan transportasi, kita akan menyaksikan gelombang
perjumpaan agama-agama dalam skala intensitas yang tidak pernah terjadi
sebelumnya. Dengan begitu, hampir tidak ada lagi suatu komunitas umat beragama
yang bisa hidup eksklusif, terpisah dari lingkungan komunitas umat-umat
beragama lainnya. Satu contoh kasus dapat diambil: seperti dengan meyakinkan
dibuktikan Eck (2002), Amerika Serikat, yang mungkin oleh sebagian orang
dipandang sebagai sebuah “negara Kristen,” telah berubah menjadi negara yang
secara keagamaan paling beragam. Saya kira, Indonesia, dalam batas tertentu,
juga mengalami kecenderungan yang sama. Dalam pandangan saya, sebagian besar perjumpaan
di antara agama-agama itu, khususnya agama yang mengalami konflik, bersifat
damai. Dalam waktu-waktu tertentu―ketika terjadi perubahan-perubahan politik
dan sosial yang cepat, yang memunculkan krisis― pertikaian dan konflik sangat
boleh jadi meningkat intensitasnya. Tetapi hal ini seyogyanya tidak mengaburkan
perspektif kita, bahwa kedamaian lebih sering menjadi feature utama. Kedamaian
dalam perjumpaan itu, hemat saya, banyak bersumber dari pertukaran (exchanges)
dalam lapangan sosio-kultural atau bidang-bidang yang secara longgar dapat
disebut sebagai “non-agama.” Bahkan terjadi juga pertukaran yang semakin
intensif menyangkut gagasan-gagasan keagamaan melalui dialog-dialog antaragama
dan kemanusiaan baik pada tingkat domestik di Indonesia maupun pada tingkat
internasional; ini jelas memperkuat perjumpaan secara damai tersebut. Melalui
berbagai pertukaran semacam ini terjadi penguatan saling pengertian dan, pada
gilirannya, kehidupan berdampingan secara damai.
2)
Bersikap Optimis
Walaupun
berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap terbuka, saling
pengertian dan saling menghargai antaragama, saya kira kita tidak perlu
bersikap pesimis. Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya mengembangkan optimisme
dalam menghadapi dan menyongsong masa depan dialog.
Paling tidak
ada tiga hal yang dapat membuat kita bersikap optimis. Pertama,
pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga dialog
antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai universitas, baik di
dalam maupun di luar negeri. Selain di berbagai perguruan tinggi agama, IAIN
dan Seminari misalnya, di universitas umum seperti Universitas Gajah Mada, juga
telah didirikan Pusat Studi Agama-agama dan Lintas Budaya. Meskipun baru seumur
jagung, hal itu bisa menjadi pertanda dan sekaligus harapan bagi pengembangan
paham keagamaan yang lebih toleran dan pada akhirnya lebih manusiawi. Juga
bermunculan lembaga-lembaga kajian agama, seperti Interfidei dan FKBA di
Yogyakarta, yang memberikan sumbangan dalam menumbuhkembangkan paham pluralisme
agama dan kerukunan antarpenganutnya.
Kedua, para pemimpin
masing-masing agama semakin sadar akan perlunya perspektif baru dalam melihat
hubungan antar-agama. Mereka seringkali mengadakan pertemuan, baik secara
reguler maupun insidentil untuk menjalin hubungan yang lebih erat dan
memecahkan berbagai problem keagamaan yang tengah dihadapi bangsa kita dewasa
ini. Kesadaran semacam ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin
agama, tetapi juga oleh para penganut agama sampai ke akar rumput sehingga
tidak terjadi jurang pemisah antara pemimpin agama dan umat atau jemaatnya.
Kita seringkali prihatin melihat orang-orang awam yang pemahaman keagamaannya
bahkan bertentangan dengan ajaran agamanya sendiri. Inilah kesalahan kita
bersama. Kita lebih mementingkan bangunan-bangunan fisik peribadatan dan
menambah kuantitas pengikut, tetapi kurang menekankan kedalaman (intensity)
keberagamaan serta kualitas mereka dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama.
Ketiga, masyarakat kita
sebenarnya semakin dewasa dalam menanggapi isu-isu atau provokasi-provokasi.
Mereka tidak lagi mudah disulut dan diadu-domba serta dimanfaatkan, baik oleh
pribadi maupun kelompok demi target dan tujuan politik tertentu. Meskipun
berkali-kali masjid dan gereja diledakkan, tetapi semakin teruji bahwa
masyarakat kita sudah bisa membedakan mana wilayah agama dan mana wilayah
politik. Ini merupakan ujian bagi agama autentik (authentic religion) dan
penganutnya. Adalah tugas kita bersama, yakni pemerintah, para pemimpin agama,
dan masyarakat untuk mengingatkan para aktor politik di negeri kita untuk tidak
memakai agama sebagai instrumen politik dan tidak lagi menebar teror untuk
mengadu domba antarpenganut agama.
Jika tiga hal
ini bisa dikembangkan dan kemudian diwariskan kepada generasi selanjutnya, maka
setidaknya kita para pemeluk agama masih mempunyai harapan untuk dapat
berkomunikasi dengan baik dan pada gilirannya bisa hidup berdampingan lebih
sebagai kawan dan mitra daripada sebagai lawan.
e.
Cara Menjaga Kerukunan Antar Umat Beragama
1) Menjunjung tinggi toleransi antar umat Beragama di
Indonesia. Baik yang merupakan pemeluk Agama yang sama, maupun dengan yang
berbeda Agama. Rasa toleransi bisa berbentuk dalam macam-macam hal. Misalnya
seperti, pembangunan tempat ibadah oleh pemerintah, tidak saling mengejek dan
mengganggu umat lain dalam interaksi sehari – harinya, atau memberi waktu pada
umat lain untuk beribadah bila memang sudah waktunya mereka melakukan
ibadah. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menunjukkan sikap toleransi.
Hal ini sangat penting demi menjaga tali kerukunan umat beragama di Indonesia,
karena jika rasa toleransi antar umat beragama di Indonesia sudah tinggi, maka
konflik – konflik yang mengatasnamakan Agama di Indonesia dengan sendirinya
akan berkurang ataupun hilang sama sekali.
2) Selalu siap membantu sesama dalam keadaan apapun dan
tanpa melihat status orang tersebut. Jangan melakukan perlakuan diskriminasi
terhadap suatu agama, terutama saat mereka membutuhkan bantuan. Misalnya,
di suatu daerah di Indonesia mengalami bencana alam. Mayoritas penduduknya
adalah pemeluk agama Kristen. Bagi Anda yang memeluk agama lain, jangan lantas
malas dan enggan untuk membantu saudara sebangsa yang sedang kesusahan hanya
karena perbedaan agama. Justru dengan membantu mereka yang kesusahan, kita akan
mempererat tali persaudaraan sebangsa dan setanah air kita, sehingga secara
tidak langsung akan memperkokoh persatuan Indonesia.
3) Hormatilah selalu orang lain tanpa memandang Agama apa
yang mereka anut. Misalnya dengan selalu berbicara halus dan sopan kepada
siapapun. Biasakan pula untuk menomor satukan sopan santun dalam beraktivitas
sehari harinya, terlebih lagi menghormati orang lain tanpa memandang perbedaan
yang ada. Hal ini tentu akan mempererat kerukunan umat beragama di Indonesia.
4) Bila terjadi masalah yang membawa nama agama, tetap
selesaikan dengan kepala dingin dan damai, tanpa harus saling tunjuk dan
menyalahkan. Para pemuka agama, tokoh masyarakat, dan pemerintah sangat
diperlukan peranannya dalam pencapaian solusi yang baik dan tidak merugikan
pihak – pihak manapun, atau mungkin malah menguntungkan semua pihak. Hal ini
diperlukan karena di Indonesia ini masyarakatnya sangat beraneka ragam.
f.
Faktor-Faktor Penyebabkan Timbulnya Masalah Kerukunan Antar Umat
Beragama
1)
Sikap prasangka stereotype etnik dan dijiwai oleh suasana persaingan yang
tajam
2)
Penyiaran agama yang ditujukan kepada kelompok yang sudah menganut agama
3)
Penyendirian rumah beribadah, pendirian rumah ibadah kelompok minoritas
ditengah kelompok mayoritas juga dapat mengganggu hubungan antar umat beragama,
keyakinan yang bersifat mutlak ini menimbulkan penolakan yang bersifat mutlak
pula terhadap kebenaran agama lain yang diyakini oleh pemiliknya sebagai
kebenaran mutlak.
g.
Pola Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama
1)
Manusia Indonesia satu bangsa, hidup dalam satu negara, satu ideologi
Pancasila. Ini sebagai titik tolak pembangunan.
2)
Berbeda suku, adat dan agama saling memperkokoh persatuan.
3)
Kerukunan menjamin stabilitas sosial sebagai syarat mutlak pembangunan.
4)
Kerukunan dapat dikerahkan dan dimanfaatkan untuk kelancaran pembangunan.
5)
Ketidak rukunan menimbulkan bentrok dan perang agama, mengancam
kelangsungan hidup bangsa dan negara.
6)
Pelita III: kehidupan keagamaan dan kepercayaan makin dikembangkan sehingga
terbina hidup rukun di antara sesama umat beragama untuk memperkokoh kesatuan
dan persatuan bangsa dalam membangun masyarakat.
7)
Kebebasan beragama merupakan beban dan tanggungjawab untuk memelihara
ketentraman masyarakat.
B.
Pembangunan
kehidupan beragama
1.
Pengertian
"Rukun" dari Bahasa
Arab "ruknun" artinya asas-asas atau dasar, seperti rukun Islam.
Rukun dalam arti adjektiva adalah baik atau damai. Kerukunan hidup umat
beragama artinya hidup dalam suasana damai, tidak bertengkar, walaupun
berbeda agama. Kerukunan umat beragama adalah program pemerintah meliputi
semua agama, semua warga negara RI.
Pada tahun 1967 diadakan
musyawarah antar umat beragama, Presiden Soeharto dalam musyawarah
tersebut menyatakan antara lain: "Pemerintah tidak akan menghalangi
penyebaran suatu agama, dengan syarat penyebaran tersebut ditujukan bagi
mereka yang belum beragama di Indonesia. Kepada semua pemuka agama dan
masyarakat agar melakukan jiwa toleransi terhadap sesama umat
beragama". Pada tahun 1972 dilaksanakan dialog antar umat beragama.
Dialog tersebut adalah suatu forum percakapan antar tokoh-tokoh agama,
pemuka masyarakat dan pemerintah. Tujuannya adalah untuk mewujudkan kesadaran
bersama dan menjalin hubungan pribadi yang akrab dalam menghadapi masalah
masyarakat.
2. Tujuan Pembangunan Kerukunan Umat Beragama
Pendidikan Agama Islam – Hal
1 Kerukunan umat beragama bertujuan untuk memotivasi dan mendinamisasikan
semua umat beragama agar dapat ikut serta dalam pembangunan bangsa.
3.
Landasan Hukum
a.
Landasan Idiil, yaitu Pancasila (sila pertama
yakni Ketuhanan Yang Maha Esa).
b.
Landasan Konstitusional, yaitu Undang-Undang
Dasar 1945, Pasal 29 ayat 1: "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang
Maha Esa". Dan Pasal 29 ayat 2: "Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu".
c.
Landasan Strategis, yaitu Ketatapan MPR No.IV
tahun 1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dalam GBHN dan
Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000, dinyatakan bahwa sasaran
pembangunan bidang agama adalah terciptanya suasana kehidupan beragama
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang penuh keimanan dan
ketaqwaan, penuh kerukunan yang dinamis antar umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, secara bersama-sama makin memperkuat landasan
spiritual., moral dan etika bagi pembangunan nasional, yang tercermin dalam
suasana kehidupan yang harmonis, serta dalam kukuhnya persatuan dan kesatuan
bangsa selaras dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila.
d.
Landasan Operasional
1)
UU No. 1/PNPS/l 965 tentang larangan dan
pencegahan penodaan dan penghinaan agama.
2)
Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan
Menteri Agama RI. No.01/Ber/Mdn/1969 tentang pelaksanaan aparat
pemerintah Pendidikan Agama Islam – Hal 2 yang menjamin ketertiban dan
kelancaran pelaksanaan dan pengembangan ibadah pemeluk agama oleh
pemeluknya.
3)
SK. Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri RI.
No.01/1979 tentang tata cara pelaksanaan pensyiaran agama dan bantuan luar
negeri kepada lembaga-lembaga keagamaan swasta di Indonesia.
4)
Surat edaran Menteri Agama RI. No.MA/432.1981
tentang penyelenggaraan peringatan hari besar keagamaan.
4. Wadah Kerukunan Kehiupan Umat Beragama
Pada awalnya wadah tersebut
diberi nama Konsultasi Antar Umat Beragama, kemudian berubah menjadi
Musyawarah Antar Umat Beragama. Ada tiga kerukunan umat beragama, yaitu
sebagai berikut :
1)
Kerukunan antar umat beragama.
2)
Kerukunan intern umat beragama.
3)
Kerukunan umat beragama dengan pemerintah.
Usaha memelihara kesinambungan
pembangunan nasional dilakukan antara lain:
1)
Menumbuhkan kesadaran beragama.
2)
Menumbuhkan kesadaran rasa memiliki dan
bertanggung jawab
3)
terhadap Pancasila dan UUD 1945.
4)
Menanamkan kesadaran untuk saling memahami
kepentingan agama masing-masing.
5)
Mencapai masyarakat Pancasila yang agamis dan
masyarakat beragama Pancasilais.
6)
Usaha tersebut pada prinsipnya :
a)
Tidak mencampuradukan aqidah dengan bukan
aqidah.
b)
Pertumbuhan dan kesemarakan tidak menimbulkan
perbenturan.
c)
Yang dirukunkan adalah warga negara yang berbeda
agama, bukan aqidah dan ajaran agama.
5. Pembangunan Kerukunan Beragama
a.
Agama Sebagai Sumber Nilai Pembangunan
1)
Pembangunan untuk mencapai kebahagiaan
hidup.
2)
Kebahagiaan material nisbi, kebahagiaan mutlak
dari Allah, yaitu kebahagiaan batiniah dan lahiriah.
3)
Hakikat pembangunan adalah manusia seutuhnya
dan
4)
pembangunan masyarakat Indonesia dengan segala
totalitasnya,
5)
peradabannya, kebudayaannya dan agamanya.
6)
Bila tidak total akan terjadi penyimpangan. Ini
bertentangan dengan pembangunan nasional
7)
Aspirasi sosial harus sejalan dengan keutuhan
hidup secara perorangan masyarakat.
8)
Pembangunan untuk membangun manusia dan agama
untuk kebahagiaan manusia.
9)
Pembangunan perlu nilai agama, agama memberi
bentuk, arti dan kualitas hidup.
10)
Agama memberi motivasi dan tujuan
pembangunan.
b.
Agama dan Ketahanan Nasional
1)
Ketahanan nasional berarti menyatukan kekuatan
rakyat bersama aparat pemerintah dan alat keagamaan pemerintah.
2)
Agama besar di dunia mempunyai pengaruh yang
sangat besar dalam kehidupan bangsa dalam wujud tradisi dan adat istiadat,
serta corak kebudayaan Indonesia.
3)
Usaha bangsa Indonesia memerdekakan bangsa dan
negara tidak terlepas dari pengaruh dan motivasi agama. Pendidikan Agama Islam
– Hal 4 d. Ketahanan nasional adalah dari, oleh dan untuk seluruh bangsa
Indonesia yang beragama, maka ketahanan nasional harus terangkat dengan
dukungan umat beragama.
C.
Pola
pembinaan kerukunan hidup beragama
1.
Perlunya Kerukunan Hidup Beragama
a.
Manusia Indonesia satu bangsa, hidup dalam satu negara,
satu ideologi Pancasila. Ini sebagai titik tolak pembangunan.
b.
Berbeda suku, adat dan agama saling memperkokoh
persatuan.
c.
Kerukunan menjamin stabilitas sosial sebagai
syarat mutlak pembangunan.
d.
Kerukunan dapat dikerahkan dan dimanfaatkan untuk
kelancaran pembangunan.
e.
Ketidak rukunan menimbulkan bentrok dan perang
agama, mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara.
f.
Pelita III: kehidupan keagamaan dan kepercayaan
makin dikembangkan sehingga terbina hidup rukun di antara sesamaumat beragama
untuk memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dalam membangun
masyarakat.
g.
Kebebasan beragama merupakan beban dan
tanggungjawab untuk memelihara ketentraman masyarakat.
2.
Kerukunan Intern Umat Beragama
a.
Pertentangan di antara pemuka agama yang bersifat
pribadi jangan mengakibatkan perpecahan di antara pengikutnya.
b.
Persoalan intern umat beragama dapat diselesaikan
dengan semangat kerukunan atau tenggang rasa dan kekeluargaan
D. Langkah-langkah pelaksanaan kerukunan hidup
beragama
Sesuai dengan tingkatannya Forum Krukunan Umat Beragama dibentuk di Provinsi dan Kabupaten. Dengan hubungan yang bersifat konsultatif gengan tugas melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat, menampung aspirasi Ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan.
1.
Kerukunan antar umat beragama dapat diwujdkan dengan :
1)
Saling tenggang rasa, saling menghargai, toleransi antar umat beragama
2)
Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu
3)
Melaksanakan ibadah sesuai agamanya, dan
4)
Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam Agamanya maupun peraturan Negara
2.
Kerukunan hidup umat beragama di Indonesia dipolakan dalam Trilogi Kerukunan yaitu :
1) Kerukunan intern masing-masing umat dalam satu agama
Ialah kerukunan di antara aliran-aliran / paham-paham /mazhab-mazhab yang ada
dalam suatu umat atau komunitas agama.
2) Kerukunan di antara umat / komunitas agama yang
berbeda-beda Ialah kerukunan di antara para pemeluk agama-agama yang
berbeda-beda yaitu di antara pemeluk islam dengan pemeluk Kristen Protestan,
Katolik, Hindu, dan Budha.
3) Kerukunan antar umat / komunitas agama dengan
pemerintah Ialah supaya diupayakan keserasian dan keselarasan di antara para
pemeluk atau pejabat agama dengan para pejabat pemerintah
dengan saling memahami dan menghargai tugas
masing-masing dalam rangka membangun masyarakat dan bangsa
Indonesia yang beragama.
Dengan
demikian kerukunan merupakan jalan hidup manusia yang memiliki bagian-bagian
dan tujuan tertentu yang harus dijaga bersama-sama, saling tolong menolong,
toleransi, tidak saling bermusuhan, saling menjaga satu sama lain.
Kerukunan antar umat beragama dapat dikatakan sebagai suatu kondisi sosial dimana semua golongan agama bisa hidup berdampingan bersama-sama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya.
Kerukunan antar agama yang dimaksudkan ialah mengupayakan agar terciptanya suatu keadaan yang tidak ada pertentangan intern dalam masing-masing umat beragama, antar golongan-golongan agama yang berbeda satu sama lain, antara pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama yang lainnya, antara umat-umat beragama dengan pemerintah.
3.
Wujud dari Kerukunan antar umat beragama
Saling hormat menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agamanya.
1) Saling hormat menghormati dan bekerjasama intern
pemeluk agama, antar berbagai golongan agama dan umat-umat beragama dengan
pemerintah yang sama-sama bertanggung jawab mmbangun bangsa dan Negara.
2) Saling tenggang rasa dan toleransi dengan tidak
memaksa agama kepada orang lain.
SUMBER PUSTAKA :
http://www.scribd.com/…/Makalah-Kerukunan-Antar-Umat-Beragama – Tembolok – Mirip
https://elsietelibertador76.wordpress.com/tag/kerukunan-umat-beragama/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar