PENGANTAR
PERKULIAHAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA
Tersirat dalam UU RI No 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; merumuskan fungsi dan tujuan
pendidikan Nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan
di Indonesia pasal 3 UU Sikdiknas menyebutkan “Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan dan membantu watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi, peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan Pendidikan Nasional merupakan
rumusan mengenai kualitas manusia modern yang harus dikembangkan oleh setiap
satuan pendidikan. Oleh sebab itu rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi
dasar pengembangan pendidikan karakter bangsa. Untuk memudahkan wawasan arti
pendidikan karakter bangsa perlu dikemukakan pengertian, istilah, pendidikan
karakter bangsa.
Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan sistematis
dalam mengembangkan potensi peserta didik.
Karakter adalah nilai-nilai yang khas, baik
watak, akhlak atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil
internalisasi berbagai kebijakan yang diyakini dan dipergunakan sebagai cara
pandang, berpikir, bersikap, berucap dan bertingkah laku dalam kehidupan
sehari-hari.
Pendidikan Karakter adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan
peserta didik guna membangun karakter pribadi dan/ atau kelompok yang unik baik
sebagai warga negara.
Karakter Bangsa adalah kualitas perilaku kolektif
kebangsaan yang khas baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa,
karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah
hati, olah rasa, karsa dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang
berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip
Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Istilah karakter dihubungkan dan
dipertukarkan dengan istilah etika, ahlak, dan atau nilai dan berkaitan dengan
kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral. Sedangkan Karakter menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dengan demikian karakter
adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan
dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah
hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok orang.
Karakter juga sering diasosiasikan dengan istilah apa yang
disebut dengan temperamen yang lebih memberi penekanan pada definisi
psikososial yang dihubungkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan.
Sedangkan karakter dilihat dari sudut pandang behaviorial lebih menekankan pada
unsur somatopsikis yang dimiliki seseorang sejak lahir. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa proses perkembangan karakter pada
seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor yang khas yang ada pada orang yang
bersangkutan yang juga disebut faktor bawaan (nature) dan lingkungan (nurture)
dimana orang yang bersangkutan tumbuh dan berkembang. Faktor bawaan boleh
dikatakan berada di luar jangkauan masyarakat dan individu untuk
mempengaruhinya. Sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor yang berada pada
jangkauan masyarakat dan ndividu. Jadi usaha pengembangan atau pendidikan karakter seseorang
dapat dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai bagian dari lingkungan
melalui rekayasa faktor lingkungan.
B.
Fungsi Pendidikan Karakter
1.
Fungsi:
a. Pembentuk dan pengembang potensi:
membentuk dan mengembangkan potensi peserta didik untuk berpikiran baik,
berhati baik, dan berperilaku baik
b. Perbaikan dan penguatan: memperbaiki
dan menguatkan peran satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah dalam
mempertanggung jawabkan potensi peserta didik yang lebih bermartabat
c. Penyaring: menyaring/ memilih budaya
bangsa Iain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter budaya
yang bermartabat.
2.
Tujuan Pendidikan Karakter
a. Mengembangkan potensi hati nurani
peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai
karakter bangsa
b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku
peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi
budaya bangsa yang religius
c. Mengembangkan kemampuan peserta
didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan
d. Menanamkan jiwa keteladanan,
kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa
e. Mengembangkan lingkungan sekolah
sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas, persahabatan
serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi
3.
Nilai-nilai dalam Pendidikan
Karakter Bangsa
a. Agama: artinya masyarakat Indonesia
adalah masyarakat beragama, sehingga nilai-nilai karakter bangsa harus didasarkan
pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama
b. Pancasila: artinya nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik,
hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan seni
c. Budaya: artinya nilai-nilai komunikasi
antar masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan
karakter bangs
d. Tujuan pendidikan nasional: adalah
sumber paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter
bangsa
4.
Keterkaitan Nilai Karakter
a. Religius
b. Jujur
c. Toleransi
d. Disiplin
e. Kerja keras
f. Kreatif
g. Mandiri
h. Demokratis
i.
Rasa
ingin tahu
j.
Semangat
kebangsaan
k. Cinta tanah air
l.
Menghargai
prestasi
m. Bersahabat/ berkomunikasi
n. Cinta damai
o. Gemar membaca
p. Peduli sosia
q. Peduli lingkungan
5.
Realisasi Pendidikan Karakter
Secara umum untuk mewujudkan
pendidikan karakter bangsa dapat dilakukan melalui pendidikan formal, non
formal, dan informal yang saling melengkapi dan mempercayai dan diatur dalam
peraturan dan undang-undang.
Contoh
pada pendidikan formal :
Pendidikan formal dilaksanakan
secara berjenjang dan pendidikan tersebut mencakup pada pendidikan umum,
kejuruan, akademik, profesi, evokasi keagamaan dan khusus. Dalam pelaksanaan
pendidikan karakter bangsa dapat dilakukan melalui jenjang pendidikan yang
diimplementasikan pada kurikulum di tingkat satuan pendidikan yang memuat
pelajaran normatif, adaptif, produktif, muatan lokal, dan pengembangan diri.
Pendidikan karakter bangsa di sekolah yang diimplementasikan pada pendidikan
pengembangan diri antara lain; melalui kegiatan kegiatan ekstrakurikuler di
sekolah, semisal : pengurus OSIS, Pramuka, PMR, PKS, KIR, Olahraga, Seni,
Keagamaan dan lainnya. Dengan kegiatan ekstrakurikuler ini sangat menyentuh,
mudah dipahami, dan dilakukan siswa sebagai bagian penyaluran minat dan dilakukan
siswa sebagai bagian penyaluran minat dan bakat yang dapat dikembangkan sebagai
perwujudan pendidikan karakter bangsa.
C.
Faktor
Pendidikan Karakter
Faktor
lingkungan dalam konteks pendidikan karakter memiliki peran yang sangat
peting karena perubahan perilaku peserta didik sebagai hasil dari proses
pendidikan karakter sangat ditentunkan oleh faktor lingkungan ini. Dengan kata
lain pembentukan dan rekayasa lingkungan yang mencakup diantaranya lingkungan
fisik dan budaya sekolah, manajemen sekolah, kurikulum, pendidik, dan metode
mengajar. Pembentukan karakter melalui rekasyasa faktor lingkungan dapat
dilakukan melalui strategi :
1)
Keteladanan
2)
Intervensi
3)
Pembiasaan
yang dilakukan secara Konsisten
4)
Penguatan.
Dengan
kata lain perkembangan dan pembentukan karakter memerlukan pengembangan
keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui prosespembelajaran,
pelatihan, pembiasaan terus-menerus dalam jangka panjang yang dilakukan secara
konsisten dan penguatan serta harus dibarengi dengan nilai-nilai luhur
Pendidikan memang
tak lepas dari makna dan definisi. Dalam dunia pendidikan banyak sekali
istilah-istilah yang dipakai dan memerlukan pembahasan mengenai hal definisi
atau pengertiannya. Pada blog pendidikan ini, Maswins for Educations, sebelum melangkah membahas
mengenai pengertian-pengertian istilah dalam dunia pendidikan, ada baiknya jika
terlebih dahulu membahas mengenai pengertian pendidikan itu sendiri.
Berikut adalah beberapa pengertian Pedidikan menurut Undang-Undang dan para ahli yang saya kutip dari beberapa sumber :
Berikut adalah beberapa pengertian Pedidikan menurut Undang-Undang dan para ahli yang saya kutip dari beberapa sumber :
1) Pendidikan Menurut UU Sisdiknas
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara.
2) Pendidikan Menurut Carter V.
Good
Pendidikan
adalah proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku
yang berlaku dalam masyarakatnya. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi
oleh sesuatu lingkungan yang terpimpin (khususnya di sekolah) sehingga iya
dapat mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan kepribadiannya.
3) Pendidikan Menurut Godfrey
Thomson
Pendidikan
adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan yang tepat
didalam kebiasaan tingkah lakunya, pikiranya dan perasaannya.
4) Pendidikan Menurut UNESCO
UNESCO
menyebutkan bahwa: “education is now engaged is
preparinment for a tife
Society which does not yet exist” atau bahwa pendidikan itu sekarang adalah untuk mempersiapkan manusia bagi suatu tipe masyarakat yang masih belum ada. Konsep system pendidikan mungkin saja berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat dan pengalihan nilai-nilai kebudayaan (transfer of culture value). Konsep pendidikan saat ini tidak dapat dilepaskan dari pendidikan yang harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan pendidikan masa lalu,sekarang,dan masa datang.
Society which does not yet exist” atau bahwa pendidikan itu sekarang adalah untuk mempersiapkan manusia bagi suatu tipe masyarakat yang masih belum ada. Konsep system pendidikan mungkin saja berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat dan pengalihan nilai-nilai kebudayaan (transfer of culture value). Konsep pendidikan saat ini tidak dapat dilepaskan dari pendidikan yang harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan pendidikan masa lalu,sekarang,dan masa datang.
5) Pendidikan Menurut Thedore
Brameld
‘’Education
as power means copetent and strong enough to enable us,the majority of
people,to decide what kind of a world‘’. (Pendidikan sebagai kekuatan berarti mempunyai kewenangan
dan cukup kuat bagi kita, bagi rakyat banyak untuk menentukan suatu dunia yang
macam apa yang kita inginkan dan macam mana mencapai tujuan semacam itu).
6) Pendidikan Menurut Thedore
Brameld
Robert
W. richey menyebutkan bahwa; The term “Education” refers to the broad
funcition of preserving and improving the life of the group through bringing
new members into its shared concem. Education is thus a far broader process
than that which occurs in schools. It is an essential social activity by which
communities continue to exist. In Communities this function is specialzed and
institutionalized in formal education, but there is always the education, out
side the school with which the formal process is related. (Istilah
pendidikan mengandung fungsi yang luas dari pemelihara dan perbaikan kehidupan
suatu masyarakat, terutama membawa warga masyarakat yang baru mengenal tanggung
jawab bersama di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang
lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan
adalah suatu aktivitas sosial yang memungkinkan masyarakat tetap ada dan
berkembang. Di dalam masyarakat yang kompleks, fungsi pendidikan ini mengalami
spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal yang senantiasa tetap
berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar sekolah).
Pendidikan karakter didasarkan pada enam
nilai-nilai etis bahwa setiap orang dapat menyetujui – nilai-nilai yang tidak
mengandung politis, religius, atau bias budaya. Beberapa hal di bawah ini yang
dapat kita jelaskan untuk membantu siswa memahami Enam Pilar Pendidikan
Berkarakter, yaitu sebagai berikut :
1)
Trustworthiness (Kepercayaan)
Jujur,
jangan menipu, menjiplak atau mencuri, jadilah handal – melakukan apa yang anda
katakan anda akan melakukannya, minta keberanian untuk melakukan hal yang
benar, bangun reputasi yang baik, patuh – berdiri dengan keluarga, teman dan
negara.
2) Recpect (Respek)
Bersikap
toleran terhadap perbedaan, gunakan sopan santun, bukan bahasa yang buruk,
pertimbangkan perasaan orang lain, jangan mengancam, memukul atau menyakiti
orang lain, damailah dengan kemarahan, hinaan dan perselisihan.
3) Responsibility (Tanggungjawab)
Selalu
lakukan yang terbaik, gunakan kontrol diri, disiplin, berpikirlah sebelum
bertindak – mempertimbangkan konsekuensi, bertanggung jawab atas pilihan anda.
4) Fairness (Keadilan)
Bermain
sesuai aturan, ambil seperlunya dan berbagi, berpikiran terbuka; mendengarkan
orang lain, jangan mengambil keuntungan dari orang lain, jangan menyalahkan
orang lain sembarangan.
5) Caring (Peduli)
Bersikaplah
penuh kasih sayang dan menunjukkan anda peduli, ungkapkan rasa syukur, maafkan
orang lain, membantu orang yang membutuhkan.
6) Citizenship (Kewarganegaraan)
Menjadikan
sekolah dan masyarakat menjadi lebih baik, bekerja sama, melibatkan diri dalam
urusan masyarakat, menjadi tetangga yang baik, mentaati hukum dan aturan,
menghormati otoritas, melindungi lingkungan hidup.
1.
Tujuan,
Fungsi dan Media Pendidikan karakter
Pendidikan karakter pada intinya
bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral,
bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis,
berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan
takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Pendidikan karakter berfungsi untuk:
Pendidikan karakter berfungsi untuk:
1)
mengembangkan
potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik
2)
memperkuat
dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
3)
meningkatkan
peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
2.
Nilai-nilai
Pembentuk Karakter
Satuan
pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan
nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan
masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan karakter pada satuan
pendidikan yang untuk selanjutnya pada saat ini diperkuat dengan 18 nilai hasil
kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the existing values) yang
dimaksud antara lain takwa, bersih, rapih, nyaman, dan santun.
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu:
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu:
1. Jujur
2. Toleransi
3. Disiplin
4. Kerja keras
5. Kreatif
6. Mandiri
7. Demokratis
8. Rasa Ingin Tahu
9. Semangat Kebangsaan
10. Cinta Tanah Air
11. Menghargai Prestasi
12. Bersahabat/Komunikatif
13. Cinta Damai
14. Gemar Membaca
15. Peduli Lingkungan
16. Peduli Sosial
17. Tanggung Jawab
18. Religius
(Puskur.
Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah.
2009:9-10). Nilai dan deskripsinya terdapat dalam Lampiran 1.)
Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya dengan cara melanjutkan nilai prakondisi yang diperkuat dengan beberapa nilai yang diprioritaskan dari 18 nilai di atas. Dalam implementasinya jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain. Hal itu tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Di antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih, rapih, nyaman, disiplin, sopan dan santun.
3.
Pentingnya
Pendidikan Karakter
Pendidikan yang
diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk memaksimalkan kecakapan
dan kemampuan kognitif. Dengan pemahaman seperti itu, sebenarnya ada hal lain
dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari telah terabaikan.Yaitu memberikan pendidikan karakterb
pada anak didik. Pendidikan karakter penting artinya sebagai
penyeimbang kecakapan kognitif. Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai
bersama, seorang pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang politikus
malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan, atau
seorang guru justru tidak prihatin melihat anak-anak jalanan yang
tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti
tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif
dan pendidikan karakter.
Ada
sebuah kata bijak mengatakan “ ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu
adalah lumpuh”. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif
tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak
bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan
menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya,
pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh
sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu,
penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter
anak didik.
Pendidikan
karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan
nilai-nilai karakterpada anak didik. Saya mengutip empat ciri
dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan
karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster :
1)
Pendidikan
karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak
didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut.
2)
Adanya
koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak
didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah
terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru.
3)
Adanya
otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai
menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil
keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar.
4)
Keteguhan
dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang
dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang
dipilih.
Pendidikan
karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan
karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan
karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial
seperti toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan
mengormati dan sebagainya.Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi
unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun
memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan. Berdasarkan
penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang
tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis dan
kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan
orang lain (soft skill).
Penelitian
ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan
sisanya 80 persen oleh soft skill. Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk
melalui pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik.
Berpijak pada empat ciri dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa
menerapkannya dalam polapendidikan yang diberikan pada
anak didik. Misalanya, memberikan pemahaman sampai mendiskusikan tentang
hal yang baik dan buruk, memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan
dan mengeksplorasi potensi dirinya serta memberikan apresiasi atas potensi yang
dimilikinya, menghormati keputusan dan mensupport anak dalam mengambil
keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anakdidik akan arti keajekan
dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya. Kalau menurut saya,
sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan memilih kita dan
pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni dengan cara berkomitmen
pada pilihan tersebut.
Pendidikan
karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan
metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di
lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan
pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia nan
unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter.
Suatu
hari seorang anak laki-laki sedang memperhatikan sebuah kepompong, eh ternyata
di dalamnya ada kupu-kupu yang sedang berjuang untuk melepaskan diri dari dalam
kepompong. Kelihatannya begitu sulitnya, kemudian si anak laki-laki tersebut
merasa kasihan pada kupu-kupu itu dan berpikir cara untuk membantu si kupu-kupu
agar bisa keluar dengan mudah. Akhirnya si anak laki-laki tadi menemukan ide
dan segera mengambil gunting dan membantu memotong kepompong agar kupu-kupu
bisa segera keluar dr sana. Alangkah senang dan leganya si anak laki laki
tersebut.Tetapi apa yang terjadi? Si kupu-kupu memang bisa keluar dari sana.
Tetapi kupu-kupu tersebut tidak dapat terbang, hanya dapat merayap. Apa sebabnya?
Ternyata
bagi seekor kupu-kupu yang sedang berjuang dari kepompongnya tersebut, yang
mana pada saat dia mengerahkan seluruh tenaganya, ada suatu cairan didalam
tubuhnya yang mengalir dengan kuat ke seluruh tubuhnya yang membuat sayapnya
bisa mengembang sehingga ia dapat terbang, tetapi karena tidak ada lagi
perjuangan tersebut maka sayapnya tidak dapat mengembang sehingga jadilah ia
seekor kupu-kupu yang hanya dapat merayap. Itulah potret singkat tentang
pembentukan karakter, akan terasa jelas dengan memahami contoh kupu-kupu
tersebut. Seringkali orangtua dan guru, lupa akan hal ini. Bisa saja mereka
tidak mau repot, atau kasihan pada anak. Kadangkala Good Intention atau niat
baik kita belum tentu menghasilkan sesuatu yang baik. Sama seperti pada saat kita
mengajar anak kita. Kadangkala kita sering membantu mereka karena kasihan atau
rasa sayang, tapi sebenarnya malah membuat mereka tidak mandiri. Membuat
potensi dalam dirinya tidak berkembang. Memandukan kreativitasnya, karena kita
tidak tega melihat mereka mengalami kesulitan, yang sebenarnya jika mereka
berhasil melewatinya justru menjadi kuat dan berkarakter.
Sama
halnya bagi pembentukan karakter seorang anak, memang butuh waktu dan komitmen
dari orangtua dan sekolah atau guru untuk mendidik anak menjadi pribadi yang
berkarakter. Butuh upaya, waktu dan cinta dari lingkungan yang merupakan tempat
dia bertumbuh, cinta disini jangan disalah artikan memanjakan. Jika kita taat
dengan proses ini maka dampaknya bukan ke anak kita, kepada kitapun berdampak positif,
paling tidak karakter sabar, toleransi, mampu memahami masalah dari sudut
pandang yang berbeda, disiplin dan memiliki integritas terpancar di diri kita
sebagai orangtua ataupun guru. Hebatnya, proses ini mengerjakan pekerjaan baik
bagi orangtua, guru dan anak jika kita komitmen pada proses pembentukan
karakter. Segala sesuatu butuh proses, mau jadi jelek pun butuh proses. Anak
yang nakal itu juga anak yang disiplin.Dia disiplin
untuk bersikap nakal. Dia tidak mau mandi tepat waktu, bangun pagi selalu
telat, selalu konsisten untuk tidak mengerjakan tugas dan wajib tidak
menggunakan seragam lengkap.
Karakter
suatu bangsa merupakan aspek penting yang mempengaruhi pada perkembangan
sosial-ekonomi. Kualitas karakter yang tinggi dari masyarakat tentunya akan
menumbuhkan keinginan yang kuat untuk meningkatkan kualitas bangsa.
Pengembangan karakter yang terbaik adalah jika dimulai sejak usia dini. Sebuah
ungkapan yang dipercaya secara luas menyatakan “ jika kita gagal menjadi orang
baik di usia dini, di usia dewasa kita akan menjadi orang yang bermasalah atau
orang jahat”.
Thomas
Lickona mengatakan
“ seorang anak hanyalah wadah di mana seorang dewasa yang bertanggung jawab
dapat diciptakan”. Karenanya, mempersiapkan anak adalah sebuah strategi
investasi manusia yang sangat tepat. Sebuah ungkapan terkenal mengungkapkan
“Anak-anak berjumlah hanya sekitar 25% dari total populasi, tapi menentukan
100% dari masa depan”. Sudah terbukti bahwa periode yang paling efektif untuk
membentuk karakter anak adalah sebelum usia 10 tahun. Diharapkan pembentukan
karakter pada periode ini akan memiliki dampak yang akan bertahan lama terhadap
pembentukan moral anak.
Efek
berkelanjutan (multilier effect) dari pembentukan karakter positif anak akan
dapat terlihat, seperti yang digambarkan oleh Jan Wallander, “Kemampuan sosial
dan emosi pada masa anak-anak akan mengurangi perilaku yang beresiko, seperti
konsumsi alkohol yang merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan
sepanjang masa; perkembangan emosi dan sosial pada anak-anak juga dapat
meningkatkan kesehatan manusia selama hidupnya, misalnya reaksi terhadap
tekanan yang akan berdampak langsung pada proses penyakit; kemampuan emosi dan
sosial yang tinggi pada orang dewasa yang memiliki penyakit dapat membantu
meningkatkan perkembangan fisiknya.”
Sangatlah
wajar jika kita mengharapkan keluarga sebagai pelaku utama dalam mendidik
dasar–dasar moral pada anak. Akan tetapi banyak anak, terutama anak-anak yang
tinggal di daerah miskin, tidak memperoleh pendidikan moral dari orang tua
mereka.
Kondisi
sosial-ekonomi yang rendah berkaitan dengan berbagai permasalahan, seperti
kemiskinan, pengangguran, tingkat pendidikan rendah, kehidupan bersosial yang
rendah, biasanya berkaitan juga dengan tingkat stres yang tinggi dan lebih jauh
lagi berpengaruh terhadap pola asuhnya. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
anak-anak yang tinggal di daerah miskin 11 kali lebih tinggi dalam menerima
perilaku negatif (seperti kekerasan fisik dan mental, dan ditelantarkan)
daripada anak-anak dari keluarga yang berpendapatan lebih tinggi.
Banyak
hasil studi menunjukkan bahwa anak-anak yang telah mendapat pendidikan
pra-sekolah mempunyai kemampuan yang lebih tinggi daripada anak-anak yang tidak
masuk ke TK, terutama dalam kemampuan akademik, kreativitas, inisiatif,
motivasi, dan kemampuan sosialnya. Anak-anak yang tidak mampu masuk ke TK
umumnya akan mendaftar ke SD dalam usia sangat muda, yaitu 5 tahun. Hal ini
akan membahayakan, karena mereka belum siap secara mental dan psikologis,
sehingga dapat membuat mereka merasa tidak mampu, rendah diri, dan dapat
membunuh kecintaan mereka untuk belajar. Dengan demikian sebuah program
penanganan masalah ini dibutuhkan untuk mempersiapkan anak dengan berbagai
pengalaman penting dalam pendidikan prasekolah. Adalah hal yang sangat penting
untuk menggerakkan masyarakat di daerah miskin untuk mulai memasukkan anaknya
ke prasekolah dan mengembangkan lingkungan bersahabat dengan TK lainnya untuk
bersama-sama melakukan pendidikan karakter.
Dorothy
Law Nolte pernah
menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupan lingkungannya. Lengkapnya adalah :
1)
Jika
anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
2)
Jika
anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
3)
Jika
anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
4)
Jika
anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyeasali diri
5)
Jika
anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
6)
Jika
anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
7)
Jika
anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan
8)
Jika
anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
9)
Jika
anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri
10) Jika anak dibesarkan dengan kasih
sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
REFERENSI :
1.
Lickona,
T.(2002) Character Matters. Terjemahan oleh Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi
Aksara. Lickona, T.(2002) Educating for Character.
2.
Terjemahan
oleh Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksara.
3.
Abidin,
Y. (2012). Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika
4.
Aditama
Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter: Solusi yang tepat untuk membangun
bangsa. Jakarata.
5.
BP
Migas dan Star Energy. Kemendiknas (2010a), Pengembangan Pendidikan Karakter
dan Budaya Bangsa, Jakarta:
6.
Kemendiknas
. Kemendiknas (2011), Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Jakarta
7.
Alexandria:
ASCD Samani, M. & Hariyanto, (2012). Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: Remaja Rosda Karya
Sumber Lain :
http://dedi26.blogspot.co.id/2013/06/pendidikan-karakter-bangsa.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar