KONSEP DASAR PENDIDIKAN BERKARAKTER
Tujuan Pendidikan Nasional merupakan
rumusan mengenai kualitas manusia modern yang harus dikembangkan oleh setiap
satuan pendidikan. Oleh sebab itu rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi
dasar pengembangan pendidikan karakter bangsa. Untuk memudahkan wawasan arti
pendidikan karakter bangsa perlu dikemukakan pengertian, istilah, pendidikan
karakter bangsa.
Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan
sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik.
Karakter adalah nilai-nilai yang khas, baik
watak, akhlak atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil
internalisasi berbagai kebijakan yang diyakini dan dipergunakan sebagai cara
pandang, berpikir, bersikap, berucap dan bertingkah laku dalam kehidupan
sehari-hari.
Pendidikan Karakter adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan
peserta didik guna membangun karakter pribadi dan/ atau kelompok yang unik baik
sebagai warga negara.
Karakter Bangsa adalah kualitas perilaku kolektif
kebangsaan yang khas baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa,
karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah
hati, olah rasa, karsa dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang
berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip
Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
A.
Latar Belakang
Pendidikan bagi kehidupana manusia
merupakan kebutuhan primer atau mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat.
Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup
berkembang dengan cita-cita untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep
pandangan hidupnya. Dalam pengertian sederhana dan umum makna pendidikan adalah
usaha sadar manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi
pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di
dalam masyarakat dan agama.
Penulis akan memberikan penjelasan
dan pembahasan mengenai pendidikan dan pembentukan karakter, yang di dalamnya
akan dibahas secara singkat tentang pendidikan dan pembentukan karakter dan
hubungan antara pendidikan dan pembentukan karakter. Karena pendidikan karakter
merupakan hal yang paling penting dan mendasar untuk membentuk suatu manusia
yang ideal dan cerdas.
Urgensi Pendidikan Karakter
memiliki fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di
setiap jenjang, harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan
tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik
sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi
dengan masyarakat.
Dalam konteks keindonesiaan,
penerapan pendidikan karakter merupakan kebutuhan yang tidak dapat
ditawar-tawar lagi. Karena melihat fakta dilapangan mengenai akhlak dan moral,
banyaknya terjadi penyimpangan moral merupakan salah satu alasan mengantarkan
pendidikan karakter dalam ranah pendidikan dengan mengacu pada cita-cita
bangsa. Diharapkan melalui pendidikan karakter ini, akan tercapainya tujuan
pendidikan bangsa yang cerdas dan berkahlak mulia serta menjadi manusia yang
seutuhnya.
B.
Konsep
Dasar Karakter
Sebelum memahami lebih jauh mengenai
konsep dasar karakter, berikut merupakan beberapa pengertian karakter :
1) Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, karakter memiliki arti “sifat-sifat kejiwaan atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dari yang lainnya”. Karakter juga dapat berarti “huruf”.
2)
Pengertian
karakter menurut Pusat Bahasa Dekdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,
watak”. Adapun berkarakter, adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, dan
berwatak.
3) Menurut Ditjen
Mandikdasmen-Kementrian Pendidikan Nasional, karakter adalah cara berpikir dan
berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa
dan negara. Individu yang berkarakter baik
adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan
tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
4) W.B. Saunders, (1977: 126)
menjelaskan bahwa karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh
individu, sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu.
5) Gulo W, (1982: 29) menjabarkan bahwa
karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis
atau moral, misalnya kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan
dengan sifat-sifat yang relatif tetap.
6) Kamisa, (1997: 281) mengungkapkan
bahwa karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya
mempunyai watak, mempunyai kepribadian.
7) Wyne mengungkapkan bahwa kata karakter
berasal dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti “to mark” yaitu menandai atau
mengukir, yang memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam
bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku
tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek,
sementara orang yang berprilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang
yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan
personality(kepribadian) seseorang.
8) Alwisol menjelaskan pengertian
karakter sebagai penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai
(benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter
berbeda dengan kepribadian kerena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai.
Meskipun demikian, baik kepribadian (personality) maupun karakter berwujud
tingkah laku yang ditujukan kelingkungan sosial, keduanya relatif permanen
serta menuntun, mengerahkan dan mengorganisasikan aktifitas individu.
Karakter
berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan
bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah
laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya
dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya
sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Menurut
Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knowing), sikap
moral (moral feeling) dan perilaku moral(moral behavior).Karakter
didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik dan
melakukan perbuatan kebaikan.
Karakter
didapatkan dan dapat dilihat dari refleksi sikap seseorang dalam kehidupannya,
jika ia banyak berbuat kebaikan maka ia dinilai berkarakter baik, dan
sebaliknya orang yang berbuat jahat dinilai berkarakter buruk. Semua penilaian
tersebut tak lepas dari cara pandang orang lain terhadap sikap-sikap yang
ditunjukan oleh diri orang yang bersangkutan.
C. Dimensi-dimensi Karakter yang Baik
1.
Karakter
Mulia
Karakter
mulia berari individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang
ditandai dengan nilai-nilai seperti : reflektif, percaya diri, rasional, logis,
kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung
jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat
dipercaya, jujur, menempati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah,
pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti,
berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner,
bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu,
pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan
(estetis, sportif, tabah, terbuka, tertib.
Individu
juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu
juga mampu bertidak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut.Karakter adalah
realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional,
sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang
yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya,
sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya
dengan mengoptimalkan potensi (Pengetahuan) dirinya dan disertai dengan
kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
2.
Nilai
Karakter
Berdasarkan
nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan
prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi butir-butir nilai yang dikelompokkan
menjadi lima nilai utama, yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, dan lingkungan serta
kebangsaan.
a.
Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan
Yaitu religius : pikiran, perkataan dan tindakan seseorang
yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan/atau ajaran
agamanya.
b.
Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri (personal)
1)
Jujur
:Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan tindakan, dan perkerjaan, baik terhadap
diri dan pihak lain.
2)
Bertanggung
jawab :Sikap dan perilaku seseorang untu melaksanakan tugas dan kewajibannya
sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME.
3)
Bergaya
hidup sehat :Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam
menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat
mengganggu kesehatan.
4)
DisiplinTindakan
yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.
5)
Kerja
keras :Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai
hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.
6)
Percaya
diri :Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhdapat pemenuhan tercapainya
setiap keinginan dan harapannya.
7)
Berjiwa
wirausaha :Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali
produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk mengadaan
produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.
8)
Berpikir
logis, kritis, dan inovatif :Berrpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan
atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa
yang telah dimiliki.
9)
Mandiri
: Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
10)
Ingin
tahu : Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam
dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
11)
Cinta
ilmu : Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
c.
Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesame
1)
Sadar
akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
2)
Sikap
tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang mengjadi miliki/hak diri sendiri
dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.
3)
Patuh
pada aturan-aturan social
4)
Sikap
menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan
kepertingan umum.
5)
Menghargai
karya dan prestasi orang lain
6)
Sikap
dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna
bagi masyarakat dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
7)
Santun
8)
Sifat
yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke
semua orang.
9)
Demokratis
Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
d.
Nilai karakter dalam hubungannya dengna lingkungan
1)
Penduli
sosial dan lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusahakan alam yang sudah terjadi
dan selalau memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
2)
Nilai
kebangsaan
Cara berfikir, bertindak, dan
wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri
dan kelompoknya.
3)
Nasionalis
Cara berfikir, bersikap dan berbuat
yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
4)
Menghargai
keberagaman
Sikap memberikan respek/hormat
terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya,
suku dan agama.
D.
Pengertian
Pendidikan Karakter
Menurut Sudrajat (2010), pendidikan
karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga
sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha
Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi
insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
(stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu
sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas
hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah,
pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Pengertian
Pendidikan Karakter Menurut Ahli
1. Pendidikan Karakter Menurut
Lickona
Secara
sederhana, pendidikan karakter dapat
didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi
karakter siswa. Tetapi untuk mengetahui pengertian yang tepat, dapat
dikemukakan di sini definisi pendidikan karakter yang disampaikan oleh Thomas
Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan
karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu
seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai
etika yang inti.
2. Pendidikan Karakter Menurut
Suyanto
Suyanto
(2009) mendefinisikan karakter sebagai
cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup
dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun
negara.
3. Pendidikan Karakter Menurut
Kertajaya
Karakter
adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas
tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu
tersebut, serta merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak,
bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).
4. Pendidikan Karakter Menurut
Kamus Psikologi
Menurut
kamus psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik
tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan
dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982: p.29).
Pendidikan
karakter atau pendidikan watak sejak awal munculnya pendidikan oleh para ahli
dianggap sebagai suatu hal yang niscaya. John Sewey, misalnya, pada tahun 1916
yang mengatakan bahwa sudah merupakan hal yang lumrah dalam teori pendidikan
bahwa pembentukan watak merupakan tujuan umum pengajaran dan pendidikan budi
pekerti di sekolah. Kemudian pada tahun 1918 di Amerika Serikat (AS), Komisi
Pembaharuan Pendidikan Menengah yang ditunjuk oleh Perhimpunan Pendidikan
Nasioanal melontarkan sebuah pernyataan bersejarah yaitu mengenai tujuan-tujuan
pendidikan umum.Lontaran itu dalam sejarah kemudian dikenal sebagai “Tujuh
Prinsip Utama Pendidikan”, diantaranya sebagai berikut :
1)
Kesehatan
2)
Penguasaan
proses-proses fundamental
3)
Menjadi
anggota keluarga yang berguna
4)
Pekerjaan
5)
Kewarganegaraan
6)
Penggunaan
waktu luang secara bermanfaat
7)
Watak
susila
Pendidikan
ke arah terbentuknya karakter bangsa para siswa merupakan tanggungjawab semua
guru. Oleh karena itu, pembinaannya pun harus oleh guru. Dengan demikian,
kurang tepat jika dikatakan bahwa mendidik para siswa agar memiliki karakter
bangsa hanya ditimpahkan pada guru mata pelajaran tertentu, misalnya guru PKN
atau guru pendidikan agama.
Walaupun dapat dipahami bahwa yang dominan untuk mengajarkan pendidikan
karakter bangsa adalah para guru yang relevan dengan pendidikan karakter
bangsa.Tanpa terkecuali, semua guru harus menjadikan dirinya sebagai sosok
teladan yang berwibawa bagi para siswanya.
Sebagai upaya untuk meningkatkan
kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional
mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan
jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan
operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan
jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses
psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan kedalam beberapa
factor diantaranya :
1. Olah Hati (Spiritual and emotional
development);
2. Olah Pikir (intellectual
development);
3. Olah Raga dan Kinestetik (Physical
and kinestetic development) dan
4. Olah Rasa dan Karsa (Affective and
Creativity development).
Menurut Undang-Undang nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa
jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang
dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur
pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki
peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Menurut
Annas (2011) dalam penerapan pendidikan karakter, ada beberapa faktor penunjang
sebagai berikut :
a. Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan KTSP merupakan upaya untuk menyempurnakan kurikulum agar lebih
familiar dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan diharapkan memiliki
tanggung jawab yang memadai. Situasi pembelajaran yang kondusif serta kerjasama
yang baik antara guru dan siswa menjadikan materi-materi yang diajarkan dalam
proses pembelajaran di kelas dapat diterima dan diaplikasikan oleh siswa dengan
baik termasuk materi pendidikan karakter.
b. Komitmen Guru Guru mempunyai peran
dan fungsi sangat penting dalam upaya penanaman pendidikan antikorupsi. Guru
yang baik adalah guru yang selain bisa memberi teori atau materi pelajaran,
juga bisa memberikan contoh yang baik bagi siswa.
c. Komitmen Kepala Sekolah Kepala
Sekolah merupakan orang yang mempunyai kewenangan paling tinggi dalam
menentukan kebijakan sekolah. Berjalan tidaknya organisasi sekolah termasuk
baik buruk kegiatan pembelajaran, prestasi, dan kegiatan-kegiatan lain di
lingkungan sekolah salah satunya ditentukan oleh kebijakan kepala sekolah.
d. Pengadaan Sarana dan Prasarana yang
Memadai Sarana dan prasarana merupakan faktor penunjang yang harus ada dalam
penerapan pendidikan karakter di sekolah. Dengan adanya sarana dan prasarana
yang memadai, diharapkan penerapannya dapat terlaksana dengan baik pula. Oleh
sebab itu, jika sarana dan prasarana kurang memadai, juga akan menjadi kendala
penerapan pendidikan karakter.
Faktor-Faktor yang Menjadi Kendala
dalam Penerapan Pendidikan Karakter Menurut Hidayatullah (2010:26), nilai utama
yang menjadi karakter guru adalah sebagai berikut.
a. Amanah yaitu guru harus dapat
dipercaya dan mampu menerapkan karakternya di manapun ia berada, terutama di
lingkungan sekolah.
b. Keteladanan yaitu guru harus mampu
menerapkan setiap karakternya secara efektif dan efisien, selain itu guru harus
mampu melayani siswa dalam hal pengembangan potensinya.
c. Cerdas yaitu kemampuan mengerti dan
memahami, serta tanggap dalam menganalisis dan memecahkan masalah dengan baik.
E.
Ciri
Dasar Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter menekankan
setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati
norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut.
Empat ciri dasar pendidikan
karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan
karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster :
a. Adanya koherensi atau membangun rasa
percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang
teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap
kali menghadapi situasi baru.
b. Adanya otonomi, yaitu anak didik
menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi
pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil
keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar.
c. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan
adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan
kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.
F.
Pentingnya
Pendidikan Karakter
Pendidikan yang
diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk memaksimalkan kecakapan
dan kemampuan kognitif. Dengan pemahaman seperti itu, sebenarnya ada hal lain
dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari telah terabaikan.Yaitu
memberikan pendidikan karakter pada anak didik. Pendidikan
karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif. Ada
sebuah kata bijak mengatakan “ ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu
adalah lumpuh”. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif
tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak
bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan
menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya,
pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh
sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu,
penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter
anak didik.
Pendidikan karakter akan
menjadi basic atau dasar dalam pembentukan
karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti
toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan
sebagainya.Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak
hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang
mampu mewujudkan kesuksesan. Berdasarkan penelitian di Harvard University
Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan
oleh pengetahuan dan kemampuan teknis dan kognisinyan (hard skill) saja, tetapi
lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Penelitian ini mengungkapkan,
kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan sisanya 80 persen
oleh soft skill. Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui
pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik. Berpijak
pada empat ciri dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa
menerapkannya dalam polapendidikan yang diberikan pada
anak didik. Misalanya, memberikan pemahaman sampai mendiskusikan tentang
hal yang baik dan buruk, memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan
dan mengeksplorasi potensi dirinya serta memberikan apresiasi atas potensi yang
dimilikinya, menghormati keputusan dan mensupport anak dalam mengambil
keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anakdidik akan arti keajekan
dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya. Kalau menurut saya,
sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan memilih kita dan
pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni dengan cara
berkomitmen pada pilihan tersebut.
G.
Tujuan
Pendidikan Karakter
Tujuan pendidikan karakter adalah
penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaruan tata kehidupan bersama yang
lebih menghargai kebebasan individu. Tujuan jangka panjangnya tidak lain adalah
mendasarkan diri pada tanggapan aktif kontekstual individu atas impuls natural
sosial yang diterimanya, yang pada gilirannya semakin mempertajam visi hidup
yang akan diraih lewat proses pembentukan diri secara terus-menerus. Tujuan
jangka panjang ini merupakan pendekatan dialektis yang semakin mendekatkan
dengan kenyataan yang idea, melalui proses refleksi dan interaksi secara terus
menerus antara idealisme, pilihan sarana, dan hasil langsung yang dapat
dievaluasi secara objektif.
Pendidikan karakter juga bertujuan
meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah
pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara
utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi kelulusan. Melalui
pendidikan karakter, diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan
dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta
mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam
perilaku sehari-hari.
Pendidikan karakter, pada tingkatan
institusi, mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang
melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang
dipraktikan oleh semua warga sekolah masyarakat sekitar. Budaya sekolah
merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat
luas.
Tujuan mulia pendidikan karakter ini
akan berdampak langsung pada prestasi anak didik. Menurut Suyanto, ada beberapa
penelitian yang menjelaskan dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan
akademik.
Sebuah buku yang berjudul Emotional Intellegence
and School Succes (Joseph Zink dkk., 2001) mengkompilasikan berbagai hasil
penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan
di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor penyebab kegagalan anak
di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada
kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan
bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan
kemampuan berkomunikasi.
Hal itu sesuai dengan pendapat
Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat. Menurutnya 80%
keberhasilan seseorang di masyarakat dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan
hanya 20% ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai
masalah dalam kecerdasan emosinya akan mengalami kesulitan belajar, bergaul,
dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat
dilihat sejak usia prasekolah, dan jika tidak ditangani akan terbawa sampai
usia dewasa. Sebaliknya, para remaja yang berkarakter akan terhindar dari
masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti tawuran, narkoba, miras,
seks bebas, dan lain sebagainya.
Pendidikan karakter pada intinya
bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral,
bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis,
berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan
takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Beberapa
negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di
antaranya adalah Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di
negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang
tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis.
1.
Visi
dan Misi Pendidikan Karakter
Visi:
Menanamkan
pentingnya pendidikan berkarakter
Misi:
a. Menerangkan pengertian pendidikan
karakter
b. Menjelaskan pentingnya pendidikan
yang berkarakter
c. Menjelaskan manfaat pendidikan
berkarakter
2.
Pilar-Pilar
Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter didasarkan pada
enam nilai-nilai etis bahwa setiap orang dapat menyetujui nilai-nilai yang
tidak mengandung politis, religius, atau bias budaya. Beberapa hal di bawah ini
yang dapat kita jelaskan untuk membantu siswa memahami Enam Pilar Pendidikan
Berkarakter, yaitu sebagai berikut :
a. Trustworthiness (Kepercayaan)
Jujur,
jangan menipu, menjiplak atau mencuri, jadilah handal melakukan apa yang anda
katakan anda akan melakukannya, minta keberanian untuk melakukan hal yang
benar, bangun reputasi yang baik, patuh, berdiri dengan keluarga, teman dan
negara.
b. Respect (Respek)
Bersikap
toleran terhadap perbedaan, gunakan sopan santun, bukan bahasa yang buruk,
pertimbangkan perasaan orang lain, jangan mengancam, memukul atau menyakiti
orang lain, damailah dengan kemarahan, hinaan dan perselisihan.
c. Responsibility (Tanggungjawab)
Selalu
lakukan yang terbaik, gunakan kontrol diri, disiplin, berpikirlah sebelum
bertindak, mempertimbangkan konsekuensi, bertanggung jawab atas pilihan anda.
d. Fairness (Keadilan)
Bermain
sesuai aturan, ambil seperlunya dan berbagi, berpikiran terbuka, mendengarkan
orang lain, jangan mengambil keuntungan dari orang lain, jangan menyalahkan
orang lain sembarangan.
e. Caring (Peduli)
Bersikaplah
penuh kasih sayang dan menunjukkan anda peduli, ungkapkan rasa syukur, maafkan
orang lain, membantu orang yang membutuhkan.
f. Citizenship (Kewarganegaraan)
Menjadikan
sekolah dan masyarakat menjadi lebih baik, bekerja sama, melibatkan diri dalam
urusan masyarakat, menjadi tetangga yang baik, mentaati hukum dan aturan,
menghormati otoritas, melindungi lingkungan hidup.
3.
Fungsi
dan Media Pendidikan Karakter
Pendidikan
karakter berfungsi untuk :
a. Mengembangkan potensi dasar agar
berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik.
b. Memperkuat dan membangun perilaku
bangsa yang multikultur.
c. Meningkatkan peradaban bangsa yang
kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui
berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil,
masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
H.
Saluran-saluran
Pendidikan karakter
Pendidikan
karakter berpijak pada karakter dasar manusia dari nilai moral universal yang
bersumber dari agama. Menurut ahli psikologi, karakter dasar tersebut adalah
cinta kepada Allah dan ciptaanNya, tanggung jawab, jujur, hormat dan santun,
peduli, kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan lain-lain. Menurut
Doni A. Koesoema, pendidikan karakter terdiri dari beberapa unsur,
diantaranya penanaman karakter dengan pemahaman pada peserta didik tentang
struktur nilai dan keteladanan yang diberikan pengajar dan
lingkungan.
Selanjutnya
kemendiknas menjelaskan bahwa nilai-nilai karakter yang dikembangkan dalam
dunia pendidikan didasarkan pada 4 sumber, yaitu ; Agama, Pancasila, budaya bangsa
dan tujuan pendidikan nasional itu sendiri. Dari keempat sumber tersebut
merumuskan 18 nilai-nilai karakter umum yaitu : Religius, jujur, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta
damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung
jawab.
Implementasi
pendidikan karakter harus sejalan dengan orientasi pendidikan. Pola
pembelajarannya dilakukan dengan cara menanamkan nilai-nilai moral tertentu
dalam diri anak yang bermanfaat bagi perkembangan pribadinya sebagai makhluk
individual sekaligus sosial. Implementasi pendidikan karakter harus sesuai
dengan saluran-saluran pendidikan karakter itu sendiri, maksudnya penerapan
atau implikasinya harus mempunyai metodelogi-metodelogi yang tepat yang berbeda
antara satu dan lainnya dissuaikan dimana tempat penerapan pendidikan karakter
itu.Implikasi pendidikan karakter mempunyai berbagai penyaluran yaitu di lingkungan
Keluarga, di Sekolah, di Perguruan Tinggi, dan di lingkungan
luar.Orientasi-orientasi pembelajaran ini lebih ditekankan pada keteladanan
dalam nilai pada kehidupan nyata, baik di sekolah maupun di wilayah
publik.
Nilai-nilai
pendidikan karakter perlu dikembangkan dalam penyalurannya terhadap
saluran-saluran pendidikan karakter.Nilai ini berlaku universal, karena dapat
digunakan oleh seluruh semua orang khususnya siswa di Indonesia tanpa adanya
diskriminasi terhadap pihak-pihak tertentu.Nilai-nilai ini bersumber dari
agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Adapun penjelasannya
adalah sebagai berikut :
1. Agama
Masyarakat
Indonesia adalah masyarakat beragama.Oleh karena itu, kehidupan individu,
masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya.
Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal
dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan
karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari
agama.
2. Pancasila
Negara
kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan
Kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila.Pancasila terdapat pada
Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat
dalam UUD 1945.Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi
nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan,
budaya, dan seni.Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan
siswa menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki
kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai nilai Pancasila dalam kehidupannya
sebagai warga negara.
Nilai-nilai
pendidikan karakter perlu dijabarkan sehingga diperoleh deskripsinya.Deskripsi
beguna sebagai batasan atau tolok ukur ketercapain pelaksanaan nilai-nilai
pendidikan karakter di sekolah.adapun deskripsi nilai-nilai pendidikan karakter
adalah sebagai berikut.
Tabel
Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter
Nilai
|
Deskripsi
|
1.
Religius
|
Sikap dan perilaku yang patuh
dalam melaksanakanajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan
ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk
agama lain.
|
2.
Jujur
|
Perilaku yang didasarkan pada
upaya menjadikan dirinyasebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
|
3.
Toleransi
|
Sikap dan tindakan yang menghargai
perbedaan agama,suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda
dari dirinya.
|
4.
Disiplin
|
Tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuhpada berbagai ketentuan dan peraturan.
|
5.
Kerja Keras
|
Perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguhdalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas,
serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
|
6.
Kreatif
|
Berpikir dan melakukan sesuatu
untuk menghasilkan caraatau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
|
7.
Mandiri
|
Sikap dan perilaku yang tidak
mudah tergantung padaorang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
|
8.Demokratis
|
Cara berfikir, bersikap, dan
bertindak yang menilai samahak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
|
9.
Rasa Ingin Tahu
|
Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya untukmengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu
yang
dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
|
10.
Semangat Kebangsaan
|
Cara berpikir, bertindak, dan
berwawasan yangmenempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan
diri dan kelompoknya.
|
11.
Cinta Tanah Air
|
Cara berfikir, bersikap, dan
berbuat yang menunjukkankesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap
bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi,
dan politik bangsa.
|
12.Menghargai
Prestasi
|
Sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untukmenghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui,
serta menghormati keberhasilan orang lain.
|
13.Bersahabat/Komuniktif
|
Tindakan yang memperlihatkan rasa
senang berbicara,bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
|
14.
CintaDamai
|
Sikap, perkataan, dan tindakan
yang menyebabkan oranglain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
|
15.
Gemar Membaca
|
Kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagaibacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
|
16.
Peduli Lingku-ngan
|
Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegahkerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan
upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan
alam yang sudah terjadi.
|
17.
Peduli Sosial
|
Sikap dan tindakan yang selalu
ingin memberi bantuanpada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
|
18.
Tanggung-jawab
|
Sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugasdan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan,
terhadap
diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial
dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
|
3. Penyaluran Pendidikan Karakter
a.
Penyaluran
Pendidikan Karakter di Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah tempat yang strategis
untuk pendidikan karakter karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam
pendidikan di sekolah. Selain itu anak-anak menghabiskan sebagian besar
waktunya di sekolah, sehingga apa yang didapatkannya di sekolah akan
mempengaruhi pembentukan karakternya.Menurut Berman, iklim sekolah yang
kondusif dan keterlibatan kepala sekolah dan para guru adalah faktor penentu
dari ukuran keberhasilan interfensi pendidikan karakter di sekolah. Dukungan
saran dan prasarana sekolah, hubungan antar murid, serta tingkat kesadaran
kepala sekolah dan guru juga turut menyumbang bagi keberhasilan pendidikan
karakter ini, disamping kemampuan diri sendiri (melalui motivasi, kreatifitas
dan kepemimpinannya) yang mampu menyampaikan konsep karakter pada anak didiknya
dengan baik.
Prof. Dr. Noor Rochman Hadjam, SU.
menjelaskan mendidikan karakter tidak hanya mengenalkan nilai-nilai secara
kognitif tetapi juga melalui penghayatan secara afektif dan mengamalkan
nilai-nilai tersebut secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan siswa
seperti pramuka, upacara bendera, palang merah remaja, teater, praktek kerja
lapangan, menjadi relawan bencana alam, atau pertandingan olahraga dan seni
adalah cara-cara efektif menanamkan nilai-nilai karakter yang baik pada siswa.
Ia menekankan pendidikan berbasis karakter bukan merupakan mata pelajaran
tersendiri melainkan dampak pengiring yang diharapkan
tercapai.
Sementara itu Kemendiknas
menyebutkan beberapa prinsip pengembangan pendidikan karakter dan budaya bangsa
di sekolah, yaitu:
1) Keberlanjutan : yaitu
bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter dan budaya bangsa dimualai
dari awal peserta didik masuk hingga selesai dari satuan pendidikan.
2) Melalui semua mata pelajaran,
pengembangan diri dan budaya sekolah.
3) Nilai-nilai tidak diajarkan tapi
dikembangkan: yaitu bahwa nilai-nilai karakter bukan merupakan pokok bahasan
yang harus diajarkan, sebaliknya mata pelajaran dijadikan sebagai bahan atau
media mengembangkan nilai-nilai karakter.
4) Proses pendidikan karakter dilakukan
oleh peserta didik secara aktif dan menyenangkan.
Dengan demikian
pengembangan pendidikan karakter dapat melalui mata pelajaran
(terintegrasi), kegiatan pengembangan diri dan budaya sekolah.
Selain itu dalam pengembangan
karakter peserta didik di sekolah, guru memiliki posisi yang strategis sebagai
pelaku utama. Guru merupakan sosok yang bisa ditiru atau menjadi idola bagi
peserta didik. Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan motivasi peserta didiknya.
Sikap dan prilaku seorang guru sangat membekas dalam diri siswa, sehingga
ucapan, karakter dan kepribadian guru menjadi cermin siswa. Dengan demikian
guru memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang berkarakter,
berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas manusiawi itu merupakan transpormasi,
identifikasi, dan pengertian tentang diri sendiri, yang harus dilaksanakan
secara bersama-sama dalam kesatuan yang organis, harmonis, dan dinamis. Ada
beberapa strategi yang dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi guru untuk
memainkan peranannya secara optimal dalam hal pengembangan pendidikan
karakter peserta didik di sekolah, sebagai berikut :
1)
Optimalisasi peran guru dalam proses
pembelajaran.
Guru
tidak seharusnya menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat dan didengar oleh
peserta didik, tetapi guru seyogyanya berperan sebagai sutradara yang
mengarahkan, membimbing, memfasilitasi dalam proses pembelajaran, sehingga
peserta didik dapat melakukan dan menemukan sendiri hasil
belajarnya.
2)
Integrasi materi pendidikan karakter
ke dalam mata pelajaran.
Guru
dituntut untuk perduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep pendidikan
karakter pada materi-materi pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampunya.
Dalam hubungannya dengan ini, setiap guru dituntut untuk terus menambah wawasan
ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yang dapat
diintergrasikan dalam proses pembelajaran.Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan
diri yang berwawasan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia.
3) Para guru (pembina program) melalui
program pembiasaan diri lebih mengedepankan atau menekankan kepada
kegiatan-kegiatan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia yang kontekstual,
kegiatan yang menjurus pada pengembangan kemampuan afektif dan psikomotorik.
4) Penciptaan lingkungan sekolah yang
kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya karakter peserta didik. Lingkungan
terbukti sangat berperan penting dalam pembentukan pribadi manusia (peserta
didik), baik lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual. Untuk itu sekolah
dan guru perlu untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas dan melaksanakan berbagai
jenis kegiatan yang mendukung kegiatan pengembangan pendidikan karakter peserta
didik.
5)
Menjalin kerjasama dengan orang tua
peserta didik dan masyarakat dalam pengembangan pendidikan karakter.
Bentuk kerjasama
yang bisa dilakukan adalah menempatkan orang tua peserta didik dan masyarakat
sebagai fasilitator dan nara sumber dalam kegiatan-kegiatan pengembangan
pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah.
6)
Menjadi figur teladan bagi peserta
didik.
Penerimaan
peserta didik terhadap materi pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru,
sedikit tidak akan bergantung kepada penerimaan pribadi peserta didik tersebut
terhadap pribadi seorang guru. Ini suatu hal yang sangat manusiawi, dimana
seseorang akan selalu berusaha untuk meniru, mencontoh apa yang disenangi dari
model/figurnya tersebut.
Momen seperti ini sebenarnya
merupakan kesempatan bagi seorang guru, baik secara langsung maupun tidak
langsung menanamkan nilai-nilai karakter dalam diri pribadi peserta didik.
Dalam proses pembelajaran, intergrasi nilai-nilai karakter tidak hanya dapat
diintegrasikan ke dalam subtansi atau materi pelajaran, tetapi juga
padaprosesnya dalam uraian di atas menggambarkan peranan guru dalam
pengembangan pendidikan karakter di sekolah yang berkedudukan sebagai
katalisator atau teladan, inspirator, motivator, dinamisator, dan evaluator.
Dalam berperan sebagai katalisator,
maka keteladanan seorang guru merupakan faktor mutlak dalam pengembangan
pendidikan karakter peserta didik yang efektif, karena kedudukannya sebagai
figur atau idola yang ditiru oleh peserta didik. Peran sebagai inspirator
berarti seorang guru harus mampu membangkitkan semangat peserta didik untuk
maju mengembangkan potensinya. Peran sebagai motivator, mengandung makna bahwa
setiap guru harus mampu membangkitkan semangat, etos kerja, dan potensi yang
luar biasa pada diri peserta didik. Peran sebagai dinamisator, bermakna setiap
guru memiliki kemampuan untuk mendorong peserta didik ke arah pencapaian tujuan
dengan penuh kearifan, kesabaran, cekatan, cerdas dan menjunjung tinggi
spiritualitas. Sedangkan peran guru sebagai evaluator, berarti setiap guru
dituntut untuk mampu dan selalu mengevaluasi sikap atau prilaku diri, dan
metode pembelajaran yang dipakai dalam pengembangan pendidikan karakter peserta
didik, sehingga dapat diketahui tingkat efektivitas, efisiensi, dan
produktivitas programnya.
b.
Penyaluran
Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar
Pendidikan
karakter di nilai sangat penting untuk di mulai pada anak usia dini karena
pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan
nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti
luhur.
Nilai-nilai
positif dan yang seharusnya dimiliki seseorang menurut ajaran budi pekerti yang
luhur adalah amal saleh, amanah, antisipatif, baik sangka, bekerja keras,
beradab, berani berbuat benar, berani memikul resiko, berdisiplin, berhati
lapang, berhati lembut, beriman dan bertaqwa, berinisiatif, berkemauan keras,
berkepribadian, berpikiran jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersifat
konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdas,
cermat, demokratis, dinamis, efisien, empati, gigih, hemat, ikhlas, jujur,
kesatria, komitmen, kooperatif, kosmopolitan (mendunia), kreatif, kukuh
hati, lugas, mandiri, manusiawi, mawas diri, mencintai ilmu, menghargai karya
orang lain, menghargai kesehatan, menghargai pendapat orang lain, menghargai
waktu, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian, berpengendalian diri, produktif,
rajin, ramah, rasa indah, rasa kasih sayang,rasa keterikatan, rasa malu, rasa
memiliki, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, semangat
kebersamaan, setia, siap mental, sikap adil, sikap hormat, sikap nalar, sikap
tertib, sopan santun, sportif, susila, taat asas, takut bersalah, tangguh,
tawakal, tegar, tegas, tekun, tepat janji, terbuka, ulet, dan
sejenisnya.
Penerapan
pendidikan karakter di sekolah dasar dilakukan pada ranah pembelajaran
(kegiatan pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan
belajar, kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan
keseharian di rumah dan di masyarakat. Adapun penjelasan masing-masing
ranah tersebut adalah sebagai berikut.
1. Kegiatan pembelajaran
Penerapan
pendidikan karakter pada pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dengan
menggunakan strategi yang tepat.Strategi yang tepat adalah strategi yang
menggunakan pendekatan kontekstual.Alasan penggunaan strategi kontekstual
adalah bahwa strategi tersebut dapat mengajak siswa menghubungkan atau
mengaitkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata.Dengan dapat mengajak
menghubungkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata, berati siswa
diharapkan dapat mencari hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan
itu, siswa lebih memiliki hasil yang komprehensif tidak hanya pada tataran
kognitif (olah pikir), tetapi pada tataran afektif (olah hati, rasa, dan
karsa), serta psikomotor (olah raga) (Puskur, 2011 :
8).
Adapun
beberapa strategi pembelajaran kontekstual antara lain,
1)
pembelajaran
berbasis masalah,
2)
pembelajaran
kooperatif,
3)
pembelajaran
berbasis proyek,
4)
pembelajaran
pelayanan, dan
5)
pembelajaran
berbasis kerja.
Puskur
(2011 : 9) menjelaskan bahwa kelima strategi tersebut dapat memberikan nurturant effect pengembangan karakter siswa,
seperti: karakter cerdas, berpikir terbuka, tanggung jawab, rasa ingin tahu.
2. Pengembangan Budaya Sekolah dan
Pusat Kegiatan Belajar
Pengembangan
budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan
pengembangan diri, yaitu kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan,
pengkondisian.Adapun hal-hal tersebut adalah sebagai berikut.
a.
Kegiatan rutin
Kegiatan
rutin merupakan kegiatan yang rutin atau ajeg dilakukan setiap saat. Kegiatan
rutin dapat juga berarti kegiatan yang dilakukan siswa secara terus menerus dan
konsisten setiap saat (Puskur, 2011: 8). Beberapa contoh kegiatan rutin antara
lain kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan, pemeriksaan
kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas,
berdoa sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila
bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman.
b.
Kegiatan spontan
Kegiatan
spontan dapat juga disebut kegiatan insidental.Kegiatan ini dilakukan secara
spontan tanpa perencanaan terlebih dahulu.Contoh kegiatan ini adalah
mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan
untuk masyarakat ketika terjadi bencana.
c.
Keteladanan
Keteladanan
merupakan sikap “menjadi contoh”.Sikap menjadi
contoh merupakan perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan siswa
dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan
menjadi panutan bagi siswa lain (Puskur, 2011: 8).Contoh kegiatan ini misalnya
guru menjadi contoh pribadi yang bersih, rapi, ramah, dan supel.
d.
Pengkondisian
Pengkondisian berkaitan dengan upaya sekolah untuk menata
lingkungan fisik maupun nonfisik demi terciptanya suasana mendukung
terlaksananya pendidikan karakter.Kegiatan menata lingkungan fisik misalnya
adalah mengkondisikan toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau
dengan pepohonan, poster kata-kata bijak yang dipajang di lorong sekolah dan di
dalam kelas (Puskur, 2011: 8).Sedangkan pengkondisian lingkungan nonfisik
misalnya mengelola konflik antar guru supaya tidak menjurus kepada perpecahan,
atau bahkan menghilangkan konflik tersebut.
3. Kegiatan ko-kurikuler dan atau
kegiatan ekstrakurikuler
Kegiatan
ko dan ekstra kurikuler merupakan kegiatan-kegiatan di luar kegiatan
pembelajaran. Meskipun di luar kegiatan pembelajaran, guru dapat juga
mengintegrasikannya dalam pembelajaran.Kegiatan-kegiatan ini sebenarnya sudah
mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. Namun demikian tetap diperlukan
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang baik atau merevitalisasi
kegiatan-kegiatan ko dan ekstra kurikuler tersebut agar dapat melaksanakan
pendidikan karakter kepada siswa.
I.
Penyaluran
Pendidikan Karakter di Pergruan Tinggi
Pendidikan karakter di lingkup
satuan pendidikan perguruan tinggi dilaksanakan melalui tridharma perguruan
tinggi, budaya organisasi, kegiatan kemahasiswaan, dan kegiatan keseharian (Tim
Pendidikan Karakter Ditjen Dikti, 20110). Penjelasan dari setiap aspek
pendidikan sebagai berikut :
1) Tridharma Perguruan
Tinggi: Pengintegrasian nilai-nilai utama ke dalam kegiatan
pendidikan, penelitian serta publikasi ilmiah, dan pengabdian kepada
masyarakat;
2) Budaya
organisasi: pembiasaan dalam kepemimpinan dan pengelolaan perguruan
tinggi;
3) Kegiatan
kemahassiwaan: pengintegrasian pendidikan karakter ke dalam kegiatan
kemahasiswaan, antara lain: Pramuka, Olahraga, Karya Tulis, Seni;
4) Kegiatan
keseharian: Penerapan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari di
lingkungan kampus, asrama/pondokan/keluarga, dan masyarakat.
Langkah-langkah pengembangan budaya
Perguruan Tinggi (Naskah Akademik Peraturan Universitas Negeri Yogyakarta Nomor
4 Tahun 2009 tentang Pengembangan Kultur Universitas) adalah sebagai berikut :
1) Menganalisis budaya yang telah ada
untuk menentukan kesenjangannya dengan budaya yang diinginkan;
2) Merumuskan target mutu yang akan
dicapai;
3) Menganalisis kepemimpinanan di
setiap unit kerja;
4) Mengidentifikasi faktor pendukung
dan penghambat;
5) Menerapkan strategi mewujudkan
budaya, termasuk membangun kesinergisan internal dan kemitraan eksternal,
pengembangan kapasistas, pemberdayaan system informasi, dsb.
6) Melakukan evaluasi secara terus
menerus dengan tolok ukur yang jelas dan memanfaatkannya untuk merancang tulang
program pengembangan budaya Perguruan Tinggi.
Untuk mewujudkan budaya perguruan
tinggi. Diperlukan karakter individu, yang selaras dengan
nilai-nilai Pancasila. Dalam mewujudkan karakter individu,
diperlukan pengembangan diri secara holistic, yang bersumber pada olah
hati, olah pikir, olah raga, dan olah karsa. Seperti yang telah
dikemukakan dari konfigurasi nilai yang terdapat dalam ranah olah hati, olah
pikir, olah raga, dan olah rasa/karsa masing-masing diambil satu nilai sebagai
nilai-nilai utama karakter yang dikembangkan secara nasional, termasuk
dilingkungan Dikti. Karakter yang dimaksud adalah: Jujur,
Cerdas, Tangguh, Peduli (Jurdastangli). Definisi Konseptual Jujur, Cerdas,
Tangguh, dan Peduli
1) Jujur: Lurus hati, tidak
berbohong, tidak curang, tulus, ikhlas
2) Cerdas: Sempurna
perkembangan akal budinya untuk berpikir, tajam pikirannya.
3) Tangguh: Sukar
dikalahkan, kuat, andal, kuat sekali pendiriannya, tabah dan tahan menderita
4) Peduli: Mengindahkan, memperhatikan,
menghiraukan.
REFERENSI :
1. Lickona,
T.(2002) Character Matters. Terjemahan oleh Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi
Aksara. Lickona, T.(2002) Educating for Character.
2. Terjemahan
oleh Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksara.
3. Abidin,
Y. (2012). Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika
4. Aditama
Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter: Solusi yang tepat untuk membangun
bangsa. Jakarata.
5. BP
Migas dan Star Energy. Kemendiknas (2010a), Pengembangan Pendidikan Karakter
dan Budaya Bangsa, Jakarta:
6. Kemendiknas
. Kemendiknas (2011), Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Jakarta
7. Alexandria:
ASCD Samani, M. & Hariyanto, (2012). Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: Remaja Rosda Karya
Sumber
Lain :
http://dedi26.blogspot.co.id/2013/06/pendidikan-karakter-bangsa.html
http://rinitarosalinda.blogspot.co.id/2014/04/konsep-dasar-pendidikan-karakter.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar