Selasa, 21 Maret 2017

METODOLOGI PENELITIAN - ANALISIS DATA KUALITATIF




Perkembangan ilmu pengetahuan tidak lepas dari sebuah penelitian, baik penelitian kuantitatif atau kualitatif. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu penelitian atau sering disebut dengan metode penelitian tentunya mempunyai kaidah-kaidah tertentu untuk membaca objek penelitian. Kaidah-kaidah itulah yang harus dipegang teguh oleh peneliti agar bisa menghasilkan riset yang menarik dan bisa dipertanggungjawabkan. 

Salah satu kaidah penenlitian; baik penelitian kuantitatif ataupun kualitatif  adalah analisis data. Analisis data merupakan kaidah penelitian yang wajib dilakukan oleh semua peneliti, karena sebuah penelitian tanpa analisis hanya akan melahirkan sebuah data mentah yang tidak mempunyai arti. Dengan analisis, data bisa diolah dan bisa disimpulkan, yang pada akhirnya, kesimpulan itulah yang menjadi cikal-bakal ilmu pengetahuan baru yang merupakan perkembangan dari ilmu-ilmu sebelumnya.

Analisa data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Pekerjaan analisis data dalam hal ini ialah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode dan mengkategorikannya. Pengorganisasian dan pengelolaan data tersebut bertujuan menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substantif.

Penelitian kuantitatif dan kualitatif mempunyai gaya analisa masing-masing. Dalam makalah ini, akan dibahas tentang analisis data penelitian kualitatif. Dimana, gaya analisis dari penelitian ini jauh berbeda dengan gaya analisa kuantitatif yang selalu menggunakan angka-angka untuk menyimpulkan suatu penelitian. Analisis data kualitatif berkaitan dengan data berupa kata atau kaliamat yang dihasilkan dari objek penelitian serta berkaitan dengan kejadian yang melingkupi sebuah objek penelitian.

A.    Pengertian Analisis Data Kualitatif

Analysis is process of resolving data into its constituent component to reveal its characteristic elements and structure Analisis merupakan proses pemecahan data menjadi komponen-komponen yang lebih kecil berdasarkan elemen dan struktur tertentu. Menurut Bogdan dan Biglen dalam Moleong, Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,  memilah-milahnya menjadi satuan yang datapat dikelolah, mensintesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain[3].

Menurut Seiddel dalam Burhan Bungin mengatakan bahwa analisis data kualitatif prosesnya sebagai berikut :
1)      Proses mencatat yang menghasilakan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.
2)      Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, menyintesiskan, membuat ikhtisar dan membuat indeksnya.
3)      Berfikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan.
4)      Membuat temuan-temuan umum.

Adapun tujuan analisis data kualitatif adalah mencari makna dibalik data yang melalui pengakuan subyek pelakukanya[5]. Peneliti dihadapkan kepada berbagai objek penelitian yang semuanya mengahasilkan data yang membutuhkan analisis. Data yang didapat dari obyek penelitian memiliki kaitan yang masih belum jelas. Oleh karenanya, analisis diperlukan untuk mengungkap kaitan tersebut secara jelas sehingga menjadi pemahaman umum.

Analisis data kualitatif dilakukan secara induktif, yaitu penelitian kualitatif tidak dimulai dari deduksi teori tetapi dimulai dari fakta empiris. Peneliti terjun ke lapangan, mempelajari, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan dari fenomena yang ada di lapangan. Peneliti dihadapkan kepada data yang diperoleh dari lapangan. Dari data tersebut, peneliti harus menganalisis sehingga menemukan makna yang kemudian makna itulah menjadi hasil penelitian.

Dari beberapa definisi dan tujuan penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa analisis data kualitatif adalah upaya untuk mengungkap makna dari data penelitian dengan cara mengumpulkan data sesuai dengan klasifikasi tertentu.


B.     Metode Analisis Data Kualitatif

Analisis data kualitatif tidak sama dengan analisis kuantitatif yang metode dan prosedurnya sudah pasti dan jelas. Ketajaman analisis data kualitatif tergantung kepada kebiasaan peneliti dalam melakukan penelitian kuantitatif. Peneliti yang sudah terbiasa menggunakan pendekatan ini, biasanya mengulas hasil penelitiannya secara mendalam dan kongkret.

Meskipun analisis kualitatif ini tidak menggunakan teori secara pasti sebagaimana kuantitaif, akan tetapi keabsahan dan kevalidan temuannya juga diakui sejauh peneliti masih menggunakan kaidah-kaidah penelitian. Menurut Patton dalam Kristi Poerwandari, yang harus selalu diingat peneliti adalah bagaimanapun analisis dilakukan, peneliti wajib memonitor dan melaporkan proses dan prosedur-prosedur analisisnya sejujur dan selengkap mungkin.

Analisis kualitatif juga berbeda dengan kuantitatif yang cara analisis dilakukan setelah data terkumpul semua, tetapi analisis kualitatif dilakukan sepanjang penelitian dari awal hingga akhir. Hal ini dilakukan karena, peneliti kualitatif mendapat data yang membutuhkan analisis sejak awal penelitian. Bahkan hasil analisis awal akan menentukan proses penelitian selanjutnya.

Menurut Lexy J. Moleong, proses analisis data kualitatif dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar foto dan sebagainya. Setelah ditelaah, langkah selanjutnya adalah reduksi data, penyusunan satuan, kategorisasi dan yang terakhir adalah penafsiran data.

Proses analisis data kualitatif yang dikemukakan oleh Moleong diatas sangat rumit dan terjadi tumpang tindih dalam tahapan-tahapannya. Tahapan reduksi data sampai kepada tahapan kategorisasi data menurut hemat penulis merupakan satu kesatuan proses yang bisa dihimpun dalam reduksi data. Karena dalam proses ini, sudah terangkum penyusunan satuan dan kategorisasi data. Oleh karena itu, penulis lebih setuju kalau proses analisis data dilakukan melalui tahapan; reduksi data, penyajian atau display data dan kesimpulan atau Verifikasi. Untuk lebih jelasnya, penulis akan menjelaskan proses analisis tersebut sebagai berikut :

1.      Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Reduksi data bisa dilakukan dengan jalan melakukan abstrakasi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada dalam data penelitian. Dengan kata lain proses reduksi data ini dilakukan oleh peneliti secara terus menerus saat melakukan penelitian untuk menghasilkan catatan-catatan inti dari data yang diperoleh dari hasil penggalian data.

Dengan demikian, tujuan dari reduksi data ini adalah untuk menyederhanakan data yang diperoleh selama penggalian data di lapangan. Data yang diperoleh dalam penggalian data sudah barang tentu merupakan data yang sangat rumit dan juga sering dijumpai data yang tidak ada kaitannya dengan tema penelitian tetapi data tersebut bercampur baur dengan data yang ada kaitannya dengan penelitian. Maka dengan kondisi data seperti, maka peneliti perlu menyederhanakan data dan membuang data yang tidak ada kaitannya dengan tema penelitian. Sehingga tujuan penelitian tidak hanya untuk menyederhanakan data tetapi juga untuk memastikan data yang diolah itu merupakan data yang tercakup dalam scopepenelitian.

2.      Penyajian data
Menurut Miles dan Hubermen yang dikutip oleh Muhammad Idrus bahwa: Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberikemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Langkah ini dilakukan dengan menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. hal ini dilakukan dengan alasan data-data yang diperoleh selama proses penelitian kualitatif biasanya berbentuk naratif, sehingga memerlukan penyederhanaan tanpa mengurangi isinya.

Penyajian data dilakukan untuk dapat melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari gambaran keseluruhan. Pada tahap ini peneliti berupaya mengklasifikasikan dan menyajikan data sesuaidengan pokok permasalahan yang diawali dengan pengkodean pada setiap subpokok permasalahan.

3.      Kesimpulan atau verifikasi
Kesimpulan atau verifikasi adalah tahap akhir dalam proses analisa data. Pada bagian ini peneliti mengutarakan kesimpulan dari data-data yang telah diperoleh. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencari makna data yang dikumpulkan dengan mencari hubungan, persamaan, atau perbedaan. Penarikan kesimpulan bisa dilakukan dengan jalan membandingkan kesesuaian pernyataan dari subyek penelitian dengan makna yang terkandung dengan konsep-konsep dasar dalam penelitian tersebut.

Tahapan-tahapan diatas terutama tahapan reduksi dan penyajian data, tidak melulu terjadi secara beriringan. Akan tetapi kadang setelah dilakukan penyajian data juga membutuhkan reduksi data lagi sebelum ditarik sebuah kesimpulan. Tahapan-tahapan diatas bagi penulis tidak termasuk pada metode analisis data tetapi masuk kepada strategi analisis data. Karena, metode sudah paten sedangkan strategi bisa dilakukan dengan keluwesan peniliti dalam menggunkan strategi tersebut. Dengan demikian, kebiasaan peneliti menggunakan metode analisis kualitatif menentukan kualitas analisis dan hasil penelitian kualitatif.

C.    Macam-Macam Analisis Data Kualitatif
Secara umum metode analisis data meliputi reduksi, display data dan kesimpulan atau verifikasi data. Akan tetapi karena data kaulitatif sangat banyak sekali, maka model analisis data juga beragam sesuai dengan objek penelitian. Secara umum, model analisis data terbagi menjadi tiga kelompok yaitu: pertama, kelompok metode analisis teks dan bahasa; kedua, kelompok metode analisis tema-tema budaya; ketiga, kelompok analisis kinerja, perilaku seseorang dan perilaku institusi.

Adapun bagian-bagian dari tiga kelompok model analisis data kualitatif diatas adalah sebagai berikut :
1.      Kelompok metode analisis teks dan bahasa
a.       Content analysis (analisis ini)
b.      Framing analysis (analisis Bingkai)
c.       Analisis semiotik
d.      Analisis kontruksi sosial media massa
e.       Hermeneutic
f.       Analisis wacana dan penafsiran teks
g.      Analisis wacana kritis
2.      Kelompok analisis tema-tema budaya
a.       Analisis struktural
b.      Domain analysis
c.       Taxonomi analysis
d.      Componential analysis
e.       Discovering cultural theme analysis
f.       Constant comparative analysis
g.      Grounded analysis
h.      Ethnology
1.        Kelompok analisis kinerja dan pengalaman individual serta perilaku institusi
a.       Focus group discussion (FGD)
b.      Studi kasus
c.       Teknik biografi
d.      Life’s history
e.       Analisis SWOT
f.       Penggunaan bahan dokumenter
g.      Penggunaan bahan visual


REFERENSI :
Hadeli, Drs. 2006. Metode Penelitian Kependidikan. Padang: QUANTUM TEACHING.
Hasan, Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: BUMI AKSARA.
Jeperis. 2013. Jenis-jenis Penelitian Pendidikan. Tersedia pada(http://jeperis.wordpress.com/2013/04/23/jenis-jenis-penelitian). Diakses pada 18 September 2013.
Kamboja, Amir. 2012. Jenis Penelitian Menurut Jenis Data dan Analisisnya. Tersedia pada(http://METODE/Jenis Penelitian Menurut Metodenya _ amierkamboja88.html).Diakses pada 18 September 2013.
Malik, Halim. 2011. Penelitian kualitatif. Tersedia pada(http://edukasi.kompasiana.com/2011/02/11/penelitian-kualitatif/). Diakses pada 20 September 2013.
Margono, Drs. S. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Prasetyo, B & L. M. Jannah. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Samad, Bambang Sudibyo. 2012. Memahami jenis penelitian berdasarkan fungsinya.Tersedia pada (http://educationesia.blogspot.com/2012/05/memahami-jenis-jenis-penelitian.html).  Diakses pada 20 September 2013.
Sugiyono, Prof. Dr. 2009. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif Kualitatif, dan R&D. Bandung: ALFABETA.
Sukmadinata, Prof. Dr. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Uny. 2012. Jenis-jenis Penelitian Pendidikan. Tersedia pada(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/makalah%20PENELITIAN%20PENDIDIKAN1.pdf). Diakses pada 18 September 2013.
Zuriah,Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hadi, Sutrisno, 1978. Metode Research I. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM
Setyosari, Punaji. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan, Jakarta :  
Kencana Prenada Media Group.
Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis (Buku1) (Edisi 4). Jakarta: Salemba Empat
Sukardi. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi
Hadjar, I. 1996. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan. PT
RadjaGrafindo, Jakarta
Karlingger, Fred N. 2006. Asas-Asas Penelitian Bevavioral. Yogyakarta : UGM
Stoner, James AF. 1982 Principal of Managemen II Edition. Publisher, Prentice-Hall
Sukardi, 2009. Metodologi penelitian pendidikan: kompetensi dan praktiknya Jakarta : Bumi
Aksara
Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Prastowo, A. 2012, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Arikunto Suharsimi, Prof. Dr. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta : Rineka Cipta, 2010

Sumber Lain :
http://dapurilmiah.blogspot.co.id/2014/06/analisis-data-kualitatif.html
http://harmajijebuleaji.blogspot.co.id/2014/12/populasi-sampel-dan-teknik-pengambilan.html














METODOLOGI PENELITIAN - UJI VALIDITAS DAN INSTRUMEN PENELITIAN.


  
A.    Validitas

1.      Pengertian Validitas
Menurut Azwar (1986) Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.

Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.

Terkandung di sini pengertian bahwa ketepatan validitas pada suatu alat ukur tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Suatu tes yang dimaksudkan untuk mengukur variabel A dan kemudian memberikan hasil pengukuran mengenai variabel A, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas tinggi. Suatu tes yang dimaksudkan mengukur variabel A akan tetapi menghasilkan data mengenai variabel A’ atau bahkan B, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas rendah untuk mengukur variabel A dan tinggi validitasnya untuk mengukur variabel A’ atau  B (Azwar 1986).

Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.

Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya mengenai perbedaan yang satu dengan yang lain. Sebagai contoh, dalam bidang pengukuran aspek fisik, bila kita hendak mengetahui berat sebuah cincin emas maka kita harus menggunakan alat penimbang berat emas agar hasil penimbangannya valid, yaitu tepat dan cermat. Sebuah alat penimbang badan memang mengukur berat, akan tetapi tidaklah cukup cermat guna menimbang berat cincin emas karena perbedaan berat yang sangat kecil pada berat emas itu tidak akan terlihat pada alat ukur berat badan.

Menggunakan alat ukur yang dimaksudkan untuk mengukur suatu aspek tertentu akan tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti akan menimbulkan kesalahan atau eror. Alat ukur yang valid akan memiliki tingkat kesalahan yang kecil sehingga angka yang dihasilkannya dapat dipercaya sebagai angka yang sebenarnya atau angka yang mendekati keadaan yang sebenarnya (Azwar 1986).

Pengertian validitas juga sangat erat berkaitan dengan tujuan pengukuran. Oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik. Dengan demikian, anggapan valid seperti dinyatakan dalam “alat ukur ini valid” adalah kurang lengkap. Pernyataan valid tersebut harus diikuti oleh keterangan yang menunjuk kepada tujuan (yaitu valid untuk mengukur apa), serta valid bagi kelompok subjek yang mana? (Azwar 1986).

Pengertian validitas menurut Walizer (1987) adalah tingkaat kesesuaian antara suatu batasan konseptual yang diberikan dengan bantuan operasional yang telah dikembangkan.

Menurut Aritonang R. (2007) validitas suatu instrumen berkaitan dengan kemampuan instrument itu untuk mengukur atu mengungkap karakteristik dari variabel yang dimaksudkan untuk diukur. Instrumen yang dimaksudkan untuk mengukur sikap konsumen terhadap suatu iklan, misalnya, harus dapat menghasilkan skor sikap yang memang menunjukkan sikap konsumen terhadap iklan tersebut. Jadi, jangan sampai hasil yang diperoleh adalah skor yang menunjukkan minat konsumen terhadap iklan itu. 

Validitas suatu instrumen banyak dijelaskan dalam konteks penelitian sosial yang variabelnya tidak dapat diamati secara langsung, seperti sikap, minat, persepsi, motivasi, dan lain sebagainya. Untuk mengukur variabel yang demikian sulit, untuk mengembangkan instrumen yang memiliki validitas yang tinggi karena karakteristik yang akan diukur dari variabel yang demikian tidak dapat diobservasi secara langsung, tetapi hanya melalui indikator (petunjuk tak langsung) tertentu. (Aritonang R. 2007)

Menurut Masri Singarimbun, validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Bila seseorang ingin mengukur berat suatu benda, maka dia harus menggunakan timbangan. Timbangan adalah alat pengukur yang valid bila dipakai untuk mengukur berat, karena timbangan memang mengukur berat. Bila panjang sesuatu benda yang ingin diukur, maka dia harus menggunakan meteran. Meteran adalah alat pengukur yang valid bila digunakan untuk mengukur panjang, karena memang meteran mengukur panjang. Tetapi timbangan bukanlah alat pengukur yang valid bilamana digunakan untuk mengukur panjang.

Sekiranya penelliti menggunakan kuesioner di dalam pengumpulan data penelitian, maka kuesioner yang disusunnya harus mengukur apa yang ingin diukurnya. Setelah kuesioner tersebut tersusun dan teruji validitasnya, dalam praktek belum tentu data yang dikumpulkan adalah data yang valid. Banyak hal-hal lain yang akan mengurangi validitas data; misalnya apakah si pewawancara yang mengumpulkan data betul-betul mengikuti petunjuk yang telah ditetapkan dalam kuesioner. (Masri Singarimbun).

Menurut Suharsimi Arikunto, validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen bersangkutan yang mampu mengukur apa yang akan diukur.

Menurut Soetarlinah Sukadji, validitas adalah derajat yang menyatakan suatu tes mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas suatu tes tidak begitu saja melekat pada tes itu sendiri, tapi tergantung penggunaan dan subyeknya. 

2.      Jenis-jenis Validitas
Ebel (dalam Nazirz 1988) membagi validitas menjadi :
a.       Concurrent Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan kinerja. 
b.      Construct Validity adalah validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek psikologis apa yang diukur oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi bahwa suatu konstruk tertentu dapat menyebabkan kinerja yang baik dalam pengukuran.
c.       Face Validity adalah validitas yang berhuubungan apa yang nampak dalam mengukur sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur.
d.      Factorial Validity dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur dengan faktor-faktor yang bersamaan dalam suatu kelompok atau ukuran-ukuran perilaku lainnya, di mana validitas ini diperoleh dengan menggunakan teknik analisis faktor.
e.       Empirical Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran.
f.       Intrinsic Validity adalah validitas yang berkenaan dengan penggunaan teknik uji coba untuk memperoleh bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung bhwa suatu alat ukur benar-benar mengukur apa yang seharusny diukur.
g.      Predictive Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor suatu alat ukur dengan kinerj seorang di msa mendatang.
h.      Content Validity adalah validitas yang berkenaan dengan baik buruknya sampling dari suatu populasi.
i.        Curricular Validity adalah validitas yang ditentukan dengan cara menilik isi dari pengukuran dan menilai seberapa jauh pungukuran tersebut merupakan alat ukur yang benar-benar mengukur aspek-aspek sesuai dengan tujuan instruksional.

Sementara itu, Kerlinger (1990) membagi validitas menjadi tiga yaitu :
a.       Content validity (Validitas isi) adalah validitas yang diperhitungkan melalui pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validitas ini adalah “sejauh mana item-item dalam suatu alat ukur mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur oleh alat ukur yang bersangkutan?” atau berhubungan dengan representasi dari keseluruhan kawasan.
b.      Validitas isi suatu instrumen berkaitan dengan kesesuaian antara karakteristik dari variaabel yang dirumuskan pada definisi konseptual dan operasionalnya. Apabila semua karakteristik variabel yang dirumuskan pada definisi konseptualnya dapat diungkap melalui butir-butir suatu instrument, maka instrument itu dinyatakan memiliki validitas isi yang baik. Sayangnya, hal itu mungkin tidak akan pernah tercapai karena sulitnya untuk mendefinisikan keseluruhan karakteristik itu. Selain itu, dari seluruh karakteristik yang dirumuskan pada definisi konseptual suatu variabel seringkali sulit untuk mengembangkan butir-butir yang valid untuk mengungkap atau mengukurnya.
c.       Validitas isi dapat dianalisis dengan cara memperhatikan penampakan luar dari instrument dan dengan menganalisis kesesuaian butir-butirnya dengan karakteristik yang dirumuskan pada definisi konseptual variabel yang diukur. Validitas yang dianalisis dengan memperhatikan penampilan luar instrument itu disebut validitas tampang (face validity). Validitas tampang dievaluasi dengan membaca dan menyelidiki butir-butir instrument serta sekaligus membandingkannya dengan definisi konseptual mengenai variabel yang akan diukur. Validitas yang dianalisis dengan memperhatikan kerepresentativan butir-butir instrument disebut validitas penyampelan (sampling validity) atau kuikulum (curriculum validity). Validitas tampang maupun penyampelan disebut juga sebagai validitas teoritis karena penganalisisannya lazim dilakukan tanpa didasarkan pada data empiris. Alat yang digunakan untuk menganalisis validitas itu adalah logika dari orang yang menganalisisnya. 

Menurut Saifuddin Azwar, validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validitas ini adalah ”sejauh mana item-item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan ini (dengan catatan tidak keluar dari batasan tujuan ukur) objek yang hendak diukur” atau ”sejauh mana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur”. 

Selanjutnya, validitas isi terbagi lagi menjadi dua tipe (Saifuddin Azwar), yaitu :
a.       Face Validity (Validitas Muka) adalah tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena hanya didasarkan pada penilaian selintas mengenai isi alat ukur. Apabila isi alat ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin diukur maka dapat dikatakan maka validitas muka telah terpenuhi.
b.      Logical Validity (Validitas Logis) disebut juga sebagai Validitas Sampling (Sampling Validity) adalah validitas yang menunjuk pada sejauh mana isi alat ukur merupakan representasi dari aspek yang hendak diukur. 

Validitas logis sangat penting peranannya dalam penyusunan prestasi dan penyusunan skala, yaitu dengan memanfaatkan blue-print atu table spesifikasi. 
a.       Construct validity (Validitas konstruk) adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauh mana alat ukur mengungkap suatu trait atau konstruk teoritis yang hendak diukurnya. (Allen & Yen, dalam Azwar 1986).
Pengujian validitas konstruk merupakan prosesyang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai trait yang diukur.
Menurut Saifuddin Azwar, validitas konstruk adalah seberapa besar derajat tes mengukur hipotesis yang dikehendaki untuk diukur. Konstruk adalah perangai yang tidak dapat diamati, yang menjelaskan perilaku. Menguji validitas konstruk mencakup uji hipotesis yang dideduksi dari suatu teori yang mengajukan konstruk tersebut. 
b.      Criterion-related validity (Validitas berdasar kriteria). Validitas ini menghendaki tersedianya criteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor alat ukur. Suatu kriteria adalah variabel perilaku yang akan diprediksi oleh skor alat ukur. 

Dilihat dari segi waktu untuk memperoleh skor kriterianya, prosedur validasi berdasar kriteria menghasilkan dua macam validitas (Saifuddinn Azwar), yaitu :
a.       Validitas Prediktif. Validitas Prediktif sangat penting artinya bila alat ukur dimaksudkan untuk berfungsi sebagai predictor bagi kinerja di masa yang akan datang. Contoh situasi yang menghendaki adanya prediksi kinerja ini antara lain adalah dalam bimbingan karir; seleksi mahasiswa baru, penempatan karyawan, dan semacamnya.
Menurut Saifuddin Azwar, validitas prediktif adalah seberapa besar derajat tes berhasil memprediksi kesuksesan seseorang pada situasi yang akan datang. Validitas prediktif ditentukan dengan mengungkapkan hubungan antara skor tes dengan hasil tes atau ukuran lain kesuksesan dalam satu situasi sasaran. 
b.      Validitas Konkuren. Apabila skor alat ukur dan skor kriterianya dapat diperoleh dalam waktu yang sama, maka korelasi antara kedua skor termaksud merupakan koefisien validitas konkuren.

Menurut Saifuddin Azwar, validitas ini menunjukkan seberapa besar derajat skor tes berkorelasi dengan skor yang diperoleh dari tes lain yang sudah mantap, bila disajikan pada saat yang sama, atau dibandingkan dengan criteria lain yang valid yang diperoleh pada saat yang sama. 

Asosiasi Psikologi Amerika (APA) (1974; dalam Anastasia, 1982) membedakan tiga tipe validitas, yaitu validitas isi, yang dikaitkan dengan criteria, dan konnstrak. Ketiga tipe validitas tersebut dapat diuji dengan dan atau tanpa menggunakan instrument yang telah teruji validitas maupun reabilitasnya.


B.     Reliabilitas

1.      Pengertian Reliabilitas

Walizer (1987) menyebutkan pengertian Reliability (Reliabilitas) adalah keajegan pengukuran.

Menurut John M. Echols dan Hasan Shadily (2003: 475) reliabilitas adalah hal yang dapat dipercaya. Popham (1995: 21) menyatakan bahwa reliabilitas adalah "...the degree of which test score are free from error measurement"

Menurut Masri Singarimbun, realibilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali – untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relative konsisten, maka alat pengukur tersebut reliable. Dengan kata lain, realibitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam pengukur gejala yang sama.

Menurut Brennan (2001: 295) reliabilitas merupakan karakteristik skor, bukan tentang tes ataupun bentuk tes.

Menurut Sumadi Suryabrata (2004: 28) reliabilitas menunjukkan sejauhmana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya. Hasil pengukuran harus reliabel dalam artian harus memiliki tingkat konsistensi dan kemantapan.

Dalam pandangan Aiken (1987: 42) sebuah tes dikatakan reliabel jika skor yang diperoleh oleh peserta relatif sama meskipun dilakukan pengukuran berulang-ulang.

Dengan demikian, keandalan sebuah alat ukur dapat dilihat dari dua petunjuk yaitu kesalahan baku pengukuran dan koefisien reliabilitas. Kedua statistik tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan keterbatasan (Feldt & Brennan, 1989: 105)
Reliabilitas, atau keandalan, adalah konsistensi dari serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari alat ukur yang sama (tes dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama, atau untuk pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai memberikan skor yang mirip (reliabilitas antar penilai). Reliabilitas tidak sama dengan validitas. Artinya pengukuran yang dapat diandalkan akan mengukur secara konsisten, tapi belum tentu mengukur apa yang seharusnya diukur.
Dalam penelitian, reliabilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suatu tes tetap konsisten setelah dilakukan berulang-ulang terhadap subjek dan dalam kondisi yang sama. Penelitian dianggap dapat diandalkan bila memberikan hasil yang konsisten untuk pengukuran yang sama. Tidak bisa diandalkan bila pengukuran yang berulang itu memberikan hasil yang berbeda-beda.

Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai alat statistik (Feldt & Brennan, 1989: 105).

Berdasarkan sejarah, reliabilitas sebuah instrumen dapat dihitung melalui dua cara yaitu kesalahan baku pengukuran dan koefisien reliabilitas (Feldt & Brennan: 105). Kedua statistik di atas memiliki keterbatasannya masing-masing. Kesalahan pengukuran merupakan rangkuman inkonsistensi peserta tes dalam unit-unit skala skor sedangkan koefisien reliabilitas merupakan kuantifikasi reliabilitas dengan merangkum konsistensi (atau inkonsistensi) diantara beberapa kesalahan pengukuran.

Dalam kerangka teori tes klasik, suatu tes dapat dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi apabila skor tampak tes tersebut berkorelasi tinggi dengan skor murninya sendiri. Interpretasi lainnya adalah seberapa tinggi korelasi antara skor tampak pada dua tes yang pararel. (Saifuddin Azwar, 2006: 29). Reliabilitas menurut Ross E. Traub (1994: 38) yang disimbolkan oleh dapat didefinisikan sebagai rasio antara varian skor murni dan varian skor tampak. Secara matematis teori di atas dapat ditulis :

Reliabilitas alat ukur tidak dapat diketahui dengan pasti tetapi dapat diperkirakan. Dalam mengestimasi reliabilitas alat ukur, ada tiga cara yang sering digunakan yaitu (1) pendekatan tes ulang, (2) pendekatan dengan tes pararel dan (3) pendekatan satu kali pengukuran.
Pendekatan tes ulang merupakan pemberian perangkat tes yang sama terhadap sekelompok subjek sebanyak dua kali dengan selang waktu yang berbeda. Asumsinya adalah bahwa skor yang dihasilkan oleh tes yang sama akan menghasilkan skor tampak yang relatif sama. Estimasi dengan pendekatan tes ulang akan menghasilkan koefisien stabilitas. Untuk memperoleh koefisien reliabilitas melalui pendekatan tes ulang dapat dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi linear antara distribusi skor subyek pada pemberian tes pertama dengan skor subyek pada pemberian tes kedua. Pendekatan tes ulang sangat sesuai untuk mengukur ketrampilan terutama ketrampilan fisik. 

Misalnya seorang guru hendak melihat reliabilitas tes yang telah dibuatnya. Setelah melakukan dua kali pengukuran didapatkan skor tes sebagai berikut :

Koefisien reliabilitas test di atas dapat dihitung dengan menggunakan formula korelasi produk momen dari Pearson sebagai berikut:

Dengan demikian, korelasi sebesar 0,954 menggambarkan bahwa reliabilitas tes cukup tinggi.

Salah satu kelemahan mendasar dari teknik test-retest adalah carry-over effect. Masalah ini disebabkan oleh adanya kemungkinan pada test yang kedua dipengaruhi oleh test pertama. Misalnya, jika peserta tes masih ingat dengan soal-soal dan bahkan jawaban ketika dilakukan test pertama. Hal ini dapat meningkatkan korelasi serta overestimasi terhadap PXX’. Ross E. Traub (1994: 38).

2.      Jenis-jenis Reliabilitas
Walizer (1987) menyebutkan bahwa ada dua cara umum untuk mengukur reliabilitas, yaitu :
1.      Relibilitas stabilitas. Menyangkut usaha memperoleh nilai yang sama atau serupa untuk setiap orang atau setiap unit yang diukur setiap saat anda mengukurnya. Reliabilitas ini menyangkut penggunaan indicator yang sama, definisi operasional, dan prosedur pengumpulan data setiap saat, dan mengukurnya pada waktu yang berbeda. Untuk dapat memperoleh reliabilitas stabilitas setiap kali unit diukur skornya haruslah sama atau hampir sama.
2.      Reliabilitas ekivalen. Menyangkut usaha memperoleh nilai relatif yang sama dengan jenis ukuran yang berbeda pada waktu yang sama. Definisi konseptual yang dipakai sama tetapi dengan satu atau lebih indicator yang berbeda, batasan-batasan operasional, paeralatan pengumpulan data, dan / atau pengamat-pengamat.
Menguji reliabilitas dengan menggunakan ukuran ekivalen pada waktu yang sama bias menempuh beberapa bentuk. Bentuk yang paling umum disebut teknik belah-tengah. Cara ini seringkali dipakai dalam survai.Apabila satu rangkaian pertanyaan yang mengukur satu variable dimasukkan dalam kuesioner, maka pertanyaan-pertanyaan tersebut dibagi dua bagian persis lewat cara tertentu. (Pengacakan atau pengubahan sering digunakan untuk teknik belah tengah ini.) Hasil masing-masing bagian pertanyaan diringkas ke dalam skor, lalu skor masing-masing bagian tersebiut dibandingkan. Apabila dalam skor kemudian skor masing-masing bagian tersebut dibandingkan. Apabila kedua skor itu relatif sama, dicapailah reliabilitas belah tengah.
Reliabilitas ekivalen dapat juga diukur dengan menggunakan teknik pengukuan yang berbeda. Kecemasan misalnya, telah diukur dengan laporan pulsa. Skor-skor relatif dari satu indikator macam ini haruslah sesuai dengan skor yang lain. Jadi bila seorang subyek nampak cemas pada ”ukuran gelisah” orang tersebut haruslah menunjukkan tingkatan kecermatan relatif yang sama bila tekanan darahnya yang diukur.
3.      Metode pengujian reliabilitas
Tiga tehnik pengujian realibilitas instrument antara lain :
a.       Teknik Paralel (Paralel Form atau Alternate Form)
Teknik paralel disebut juga tenik ”double test double trial”. Sejak awal peneliti harus sudah menyusun dua perangkat instrument yang parallel (ekuivalen), yaitu dua buah instrument yang disusun berdasarkan satu buah kisi-kisi. Setiap butir soal dari instrument yang satu selalu harus dapat dicarikan pasangannya dari instrumen kedua. Kedua instrumen tersebut diujicobakan semua. Sesudah kedua uji coba terlaksana, maka hasil instrumen tersebut dihitung korelasinya dengan menggunakan rumus product moment (korelasi Pearson).
b.      Teknik Ulang (Test Re-test)
Disebut juga teknik ”single test double trial”. Menggunakan sebuah instrument, namun dites dua kali. Hasil atau skor pertama dan kedua kemudian dikorelasikan untuk mengetahui besarnya indeks reliabilitas.Teknik perhitungan yang digunakan sama dengan yang digunakan pada teknik pertama yaitu rumus korelasi Pearson. 

Menurut Saifuddin Azwar, realibilitas tes-retest adalah seberapa besat derajat skor tes konsisten dari waktu ke waktu. Realibilitas diukur dengan menentukan hubungan antara skor hasil penyajian tes yang sama kepada kelompok yang sama, pada waktu yang berbeda. 

Metode pengujian reliabilitas stabilitas yang paling umum dipakai adalah metode pengujian tes-kembali (test-retest). Metode test-retest menggunakan ukuran atau “test” yang sama untuk variable tertentu pada satu saat pengukuran yang diulang lagi pada saat yang lain. Cara lain untuk menunjukkan reliabilitas stabilitas, bila kita menggunakan survai, adalah memasukkan pertanyaan yang sama di dua bagian yang berbeda dari kuesioner atau wawancara. Misalnya the Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MPPI) mengecek reliabilitas test-retest dalam satu kuesionernya dengan mengulang pertanyaan tertentu di bagian-bagian yang berbeda dari kuesioner yang panjang.

Kesulitan terbesar untuk menunjukkan reliabilitas stabilitas adalah membuat asumsi bahwa sifat/ variable yang akan diukur memang benar-benar bersifat stabil sepanjang waktu. Karena kemungkinan besar tidak ada ukuran yang andal dan sahih yang tersedia. Satu-satunya faktor yang dapat membuat asumsi-asumsi ini adalah pengalaman, teori dan/atau putusdan terbaik. Dalam setiap kejadian, asumsi ini selalu ditantang dan sulit rasanya mempertahankan asumsi tersebut atas dasar pijakan yang obyektif.
c.       Teknik Belah Dua (Split Halve Method)
Disebut juga tenik “single test single trial”. Peneliti boleh hanya memiliki seperangkat instrument saja dan hanya diujicobakan satu kali, kemudian hasilnya dianalisis, yaitu dengan cara membelah seluruh instrument menjadi dua sama besar. Cara yang diambil untuk membelah soal bisa dengan membelah atas dasar nomor ganjil-genap, atas dasar nomor awal-akhir, dan dengan cara undian.
Menurut Saifuddin Azwar, realibilitas ini diukur dengan menentukan hubungan antara skor dua paruh yang ekuivalen suatu tes, yang disajikan kepada seluruh kelompok pada suatu saat. Karena reliabilitas belah dua mewakili reliabilitas hanya separuh tes yang sebenarnya, rumus Spearman-Brown dapat digunakan untuk mengoreksi koefisien yang didapat. 
Apa penyebab ketidakandalan ? 

Ada beberapa sumber ketidakandalan (unreliability), beberapa di antaranya telah dituangkan. Satu sumber ketidakandalan yang terbesar adalah ketidaksahihan (invalidity). Berikut ini adalah daftar periksa (check list) sumber-sumber yang menyebabkannya (Walizer ,1987) :
1)      Orang atau unit yang diukur mungkin telah berubah sejak pengukuran pertama dan kedua. (Tentu saja perubahan dalam skor, haruslah ditafsirkan bukan sebagai ketidakandalan.
2)      Selama wawancara unit yang sedang diukur berubah, karena :
a)      Pewawancara memperoleh pengalaman
b)      Kelelahan pewawancara
c)      Subyek mengalami hal-hal yang menyebabkan penafsiran mereka terhadap pertanyaan-pertanyaan berubah (sebagai kebalikan dari perubahan seharusnya dari apa yang sedang diukur).
d)     Kesalahan-kesalahan diperbuat.
3)      Aspek situasi tempat pengukuran berlangsung mungkin berubah sejak pengukuran pertama dan yang kedua. Hal-hal seperti waktu (pagi, siang, sore), tempat berlangsungnya pengukuran, orang-orang yang berada dekat di sekitar yang mungkin mempengaruhi respon mereka dan sebagainya mungkin berbeda.
4)      Pertanyaan-pertanyaan mungkin mendua artinya, sehingga ditafsirkan secara berbeda pada saat pengisian kuesioner yang berbeda.
5)      Pengkode dan/atau pengamat mungkin membuat penafsiran sendiri-sendiri.
6)      Apa yang nampak sebagai satu teknik ekivalen sebenarnya tidaklah demikian karena pemilihan pembandingan yang kurang baik.
7)      Terjadi kekeliruan dalam mencatat hasil pengamatan atau memberi kode-kodenya.
8)      Atau mungkin kombinasi penyebab-penyebab terdahulu.

REFERENSI :
Hadeli, Drs. 2006. Metode Penelitian Kependidikan. Padang: QUANTUM TEACHING.
Hasan, Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: BUMI AKSARA.
Jeperis. 2013. Jenis-jenis Penelitian Pendidikan. Tersedia pada(http://jeperis.wordpress.com/2013/04/23/jenis-jenis-penelitian). Diakses pada 18 September 2013.
Kamboja, Amir. 2012. Jenis Penelitian Menurut Jenis Data dan Analisisnya. Tersedia pada(http://METODE/Jenis Penelitian Menurut Metodenya _ amierkamboja88.html).Diakses pada 18 September 2013.
Malik, Halim. 2011. Penelitian kualitatif. Tersedia pada(http://edukasi.kompasiana.com/2011/02/11/penelitian-kualitatif/). Diakses pada 20 September 2013.
Margono, Drs. S. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Prasetyo, B & L. M. Jannah. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Samad, Bambang Sudibyo. 2012. Memahami jenis penelitian berdasarkan fungsinya.Tersedia pada (http://educationesia.blogspot.com/2012/05/memahami-jenis-jenis-penelitian.html).  Diakses pada 20 September 2013.
Sugiyono, Prof. Dr. 2009. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif Kualitatif, dan R&D. Bandung: ALFABETA.
Sukmadinata, Prof. Dr. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Uny. 2012. Jenis-jenis Penelitian Pendidikan. Tersedia pada(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/makalah%20PENELITIAN%20PENDIDIKAN1.pdf). Diakses pada 18 September 2013.
Zuriah,Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hadi, Sutrisno, 1978. Metode Research I. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM
Setyosari, Punaji. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan, Jakarta :  
Kencana Prenada Media Group.
Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis (Buku1) (Edisi 4). Jakarta: Salemba Empat
Sukardi. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi
Hadjar, I. 1996. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan. PT
RadjaGrafindo, Jakarta
Karlingger, Fred N. 2006. Asas-Asas Penelitian Bevavioral. Yogyakarta : UGM
Stoner, James AF. 1982 Principal of Managemen II Edition. Publisher, Prentice-Hall
Sukardi, 2009. Metodologi penelitian pendidikan: kompetensi dan praktiknya Jakarta : Bumi
Aksara
Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Prastowo, A. 2012, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Arikunto Suharsimi, Prof. Dr. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta : Rineka Cipta, 2010

Sumber Lain :
http://harmajijebuleaji.blogspot.co.id/2014/12/populasi-sampel-dan-teknik-pengambilan.html
 https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/05/21/landasan-teori-kerangka-pikir-dan-hipotesis/
http://mandala-manik.blogspot.co.id/2010/01/kerangka-pemikiran-dan-hipotesis.html
http://catatansieviy.blogspot.co.id/2013/04/landasan-teori-kerangka-berfikir-dan.html
https://firdhanramadhansmart.wordpress.com/2011/11/20/instrumen-penelitian/








MANAJEMEN JASA - KUALITAS LAYANAN

  KUALITAS LAYANAN Persaingan di dunia bisnis semakin ketat, mengharuskan perusahaan untuk menyadari bahwa kepuasan pelanggan bukan sekadar ...