MENCIPTAKAN PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS KARAKTER
Indonesia memerlukan sumberdaya
manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam
pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki
peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa.Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa
pendidikan di setiap jenjang, termasuk di sekolah harus diselenggarakan secara
sistematis guna mencapai tujuan tersebut.
Hal tersebut
berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing,
beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Dan untuk
itu perlu adanya pengembangan pembelajaran berbasis karakter guna menjadi alat
untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri.
Untuk itu
penulis menulis makalah yang berkaitan dengan pengembangan pembelajaran
berbasis karakter dan strategi pembelajaranya.
A.
Membangun Pembelajaran Berbasis Karakter
Pelaksanaan kurikulum berbasis
karakter di dalam proses pembelajaran di sekolah dilaksanakan mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran pada semua mata
pelajaran. Tahap-tahap ini akan diuraikan lebih detail berikut ini.
1.
Tahap
Perencanaan
Pada tahap perencanaan yang
mula-mula dilakukan adalah analisis SK/KD, pengembangan silabus berkarakter,
penyusunan RPP berkarakter, dan penyiapan bahan ajar berkarakter. Analisis
SK/KD dilakukan untuk mengidentifikasi nilai-nilai karakter yang secara
substansi dapat diintegrasikan pada SK/KD yang bersangkutan. Perlu dicatat
bahwa identifikasi nilai-nilai karakter ini tidak dimaksudkan untuk membatasi
nilai-nilai yang dapat dikembangkan pada pembelajaran SK/KD yang bersangkutan.
Guru dituntut lebih cermat dalam memunculkan nilai-nilai yang ditargetkan dalam
proses pembelajaran.
Secara praktis pengembangan silabus
dapat dilakukan dengan merevisi silabus yang telah dikembangkan sebelumnya
dengan menambah komponen (kolom) karakter tepat di sebelah kanan komponen
(kolom) Kompetensi Dasar atau di kolom silabus yang paling kanan. Pada kolom
tersebut diisi nilai(-nilai) karakter yang hendak diintegrasikan dalam
pembelajaran. Nilai-nilai yang diisikan tidak hanya terbatas pada nilai-nilai
yang telah ditentukan melalui analisis SK/KD, tetapi dapat ditambah dengan
nilai-nilai lainnya yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran
(bukan lewat substansi pembelajaran). Setelah itu, kegiatan pembelajaran, indikator
pencapaian, dan/atau teknik penilaian, diadaptasi atau dirumuskan ulang dengan
penyesuaian terhadap karakter yang hendak dikembangkan. Metode menjadi sangat
urgen di sini, karena akan menentukan nilai-nilai karakter apa yang akan
ditargetkan dalam proses pembelajaran.
Sebagaimana langkah-langkah
pengembangan silabus, penyusunan RPP dalam rangka pendidikan karakter yang
terintegrasi dalam pembelajaran juga dilakukan dengan cara merevisi RPP yang
telah ada. Revisi RPP dilakukan dengan langkah-langkah :
1) Rumusan tujuan pembelajaran
direvisi/diadaptasi. Revisi/adaptasi tujuan pembelajaran dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu: (1) rumusan tujuan pembelajaran yang telah ada direvisi hingga
satu atau lebih tujuan pembelajaran tidak hanya mengembangkan kemampuan
kognitif dan psikomotorik, tetapi juga afektif (karakter), dan (2) ditambah
tujuan pembelajaran yang khusus dirumuskan untuk karakter.
2) Pendekatan/metode pembelajaran
diubah (disesuaikan) agar pendekatan/metode yang dipilih selain memfasilitasi
peserta didik mencapai pengetahuan dan keterampilan yang ditargetkan, juga
mengembangkan karakter.
3) Langkah-langkah pembelajaran juga direvisi.
Kegiatan-kegiatan pembelajaran dalam setiap langkah/tahap pembelajaran
(pendahuluan, inti, dan penutup), direvisi atau ditambah agar sebagian atau
seluruh kegiatan pembelajaran pada setiap tahapan memfasilitasi peserta didik
memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang ditargetkan dan mengembangkan
karakter. Prinsip-prinsip pendekatan pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning), pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning), dan
pembelajaran aktif (misal: PAIKEM/Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,
Efektif, dan Menyenangkan) cukup efektif untuk mengembangkan karakter peserta
didik.
4) Bagian penilaian direvisi. Revisi
dilakukan dengan cara mengubah dan/atau menambah teknik-teknik penilaian yang
telah dirumuskan. Teknik-teknik penilaian dipilih sehingga secara keseluruhan
teknik-teknik tersebut mengukur pencapaian peserta didik dalam kompetensi dan
karakter. Di antara teknik-teknik penilaian yang dapat dipakai untuk mengetahui
perkembangan karakter adalah observasi, Penilaian kinerja, penilaian antar
teman, dan penilaian diri sendiri. Nilai karakter sebaiknya tidak dinyatakan
secara kuantitatif, tetapi secara kualitatif, misalnya :
a) BT: Belum Terlihat,apabila peserta
didik belum memperlihatkan tanda-tandaawal perilaku/karakter yang dinyatakan
dalam indikator.
b) MT: Mulai Terlihat,apabila peserta
didik sudah mulai memperlihatkan adanya tandatandaperilaku/karakter
yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum
konsisten.
c) MB: Mulai Berkembang,apabila peserta
didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku/karakter yang dinyatakan
dalam indikator dan mulai konsisten.
d) MK: Menjadi Kebiasaan atau
membudaya, apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku/karakter
yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten
(Dit. PSMP Kemdiknas, 2010).
Bahan ajar disiapkan. Bahan ajar
yang biasanya diambil dari buku ajar (buku teks) perlu disiapkan dengan
merevisi atau menambah nilai-nilai karakter ke dalam
pembahasan materi yang ada di dalamnya. Buku-buku yang ada selama
ini meskipun telah memenuhi sejumlah kriteria kelayakan buku
ajar, yaitu kelayakan isi, penyajian, bahasa, dan
grafika, akan tetapi materinya masih belum secara
memadai mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya. Apabila guru sekedar
mengikuti atau melaksanakan embelajaran dengan berpatokan pada kegiatan
kegiatan pembelajaran pada buku-buku tersebut, pendidikan
karakter secara memadai belum berjalan. Oleh karena itu, sejalan
dengan apa yang telah dirancang pada silabus dan RPP yang berwawasan pendidikan
karakter, bahan ajar perlu diadaptasi. Adaptasi yang paling mungkin
dilaksanakan oleh guru adalah dengan cara menambah kegiatan pembelajaran yang
sekaligus dapat mengembangkan karakter. Cara lainnya adalah dengan mengadaptasi
atau mengubah kegiatan belajar pada buku ajar yang dipakai. Selain itu,
adaptasi dapat dilakukan dengan merevisi substansi pembelajarannya
2. Pelaksanaan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran
dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti, dan
penutup dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan
nilai-nilai karakter yang ditargetkan.
a.
Pendahuluan
Berdasarkan
Standar Proses, pada kegiatan pendahuluan, guru:
1) menyiapkan peserta didik secara
psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.
2) mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan
dipelajari.
3) menjelaskan tujuan pembelajaran atau
kompetensi dasar yang akan dicapai.
4) menyampaikan cakupan materi dan
penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
Ada sejumlah cara yang dapat
dilakukan untuk mengenalkan nilai, membangun kepedulian akan nilai, dan
membantu internalisasi nilai atau karakter pada tahap pembelajaran ini. Berikut
adalah beberapa contoh.
1) Guru datang tepat waktu (contoh
nilai yang ditanamkan: disiplin).
2) Guru mengucapkan salam dengan ramah
kepada siswa ketika
3) memasuki ruang kelas
(contoh nilai yang ditanamkan: santun,
4) peduli)
5) Berdoa sebelum membuka pelajaran
(contoh nilai yang ditanamkan: religious)
6) Mengecek kehadiran siswa (contoh
nilai yang ditanamkan: disiplin, rajin)
7) Mendoakan siswa yang tidak hadir
karena sakit atau karena halangan lainnya (contoh nilai yang
ditanamkan: religius, peduli)
8) Memastikan bahwa setiap siswa datang tepat
waktu (contoh nilai yangditanamkan: disiplin)
9) Menegur siswa yang terlambat dengan
sopan (contoh nilai yang ditanamkan:disiplin, santun, peduli)
10) Mengaitkan materi/kompetensi yang
akan dipelajari dengan karakter
11) Dengan merujuk pada silabus, RPP,
dan bahan ajar, menyampaikan butirkarakter yang hendak dikembangkan selain
yang terkait dengan SK/KD.
b.
Inti
Berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007, kegiatan inti pembelajaran terbagi
atas tiga tahap, yaitu eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Secara sederhana
dapat dikatakan bahwa pada tahap eksplorasi peserta didik difasilitasi untuk
memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan mengembangkan sikap melalui
kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pada tahap elaborasi, peserta
didik diberi peluang untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta sikap
lebih lanjut melalui sumber-sumber dan kegiatan-kegiatan pembelajaran lainnya
sehingga pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik lebih luas dan
dalam. Pada tahap konfirmasi, peserta didik memperoleh umpan balik atas
kebenaran, kelayakan, atau keberterimaan dari pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang diperoleh oleh siswa.
Berikut beberapa ciri proses
pembelajaran pada tahap eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi yang potensial
dapat membantu siswa menginternalisasi nilai-nilai yang diambil dari Standar
Proses.
1)
Eksplorasi
a) Melibatkan peserta didik mencari
informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang dipelajari dengan
menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber
(contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, berfikir logis, kreatif, kerjasama)
b) Menggunakan beragam pendekatan
pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain (contoh nilai yang
ditanamkan: kreatif, kerja keras)
c) Memfasilitasi terjadinya interaksi
antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan
sumber belajar lainnya (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling
menghargai, peduli lingkungan)
d) Melibatkan peserta didik secara
aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: rasa
percaya diri, mandiri)
e) Memfasilitasi peserta didik
melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan (contoh nilai yang
ditanamkan: mandiri, kerjasama, kerja keras)
2)
Elaborasi
a) Membiasakan peserta didik membaca
dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna (contoh
nilai yang ditanamkan: cinta ilmu, kreatif, logis)
b) Memfasilitasi peserta didik melalui
pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik
secara lisan maupun tertulis (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya
diri, kritis, saling menghargai, santun)
c) Memberi kesempatan untuk berpikir,
menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut (contoh
nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis)
d) Memfasilitasi peserta didik dalam
pembelajaran kooperatif dan kolaboratif (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama,
saling menghargai, tanggung jawab)
e) Memfasilitasi peserta didik
berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar (contoh nilai
yang ditanamkan: jujur, disiplin, kerja keras, menghargai)
f) Memfasilitasi peserta didik membuat
laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual
maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, bertanggung jawab,
percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
g) Memfasilitasi peserta didik untuk
menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok (contoh nilai yang
ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
h) Memfasilitasi peserta didik
melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan (contoh
nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
i)
Memfasilitasi
peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya
diri peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling
menghargai, mandiri, kerjasama)
3)
Elaborasi
a) Memberikan umpan balik positif dan
penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap
keberhasilan peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai,
percaya diri, santun, kritis, logis)
b) Memberikan konfirmasi terhadap hasil
eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber (contoh nilai
yang ditanamkan: percaya diri, logis, kritis)
c) Memfasilitasi peserta didik
melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan
(contoh nilai yang ditanamkan: memahami kelebihan dan kekurangan)
d) Memfasilitasi peserta didik untuk
lebih jauh/dalam/luas memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap, antara
lain dengan guru :
§ berfungsi sebagai narasumber dan
fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan,
dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar (contoh nilai yang ditanamkan:
peduli, santun);
§ membantu menyelesaikan masalah
(contoh nilai yang ditanamkan: peduli);
§ memberi acuan agar peserta didik
dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi (contoh nilai yang ditanamkan:
kritis);
§ memberi informasi untuk
bereksplorasi lebih jauh (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu); dan
§ memberikan motivasi kepada peserta
didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif (contoh nilai yang
ditanamkan: peduli, percaya diri).
4)
Penutup
Dalam
kegiatan penutup, guru :
a) Bersama-sama dengan peserta didik
dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran (contoh nilai yang
ditanamkan: mandiri, kerjasama, kritis, logis);
b) Melakukan penilaian dan/atau
refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan
terprogram (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, mengetahui kelebihan dan
kekurangan);
c) Memberikan umpan balik terhadap
proses dan hasil pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai,
percaya diri, santun, kritis, logis);
d) Merencanakan kegiatan tindak lanjut
dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau
memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil
belajar peserta didik; dan
e) Menyampaikan rencana pembelajaran
pada pertemuan berikutnya.
Ada beberapa hal lain yang perlu
dilakukan oleh guru untuk mendorong dipraktikkannya nilai-nilai diantaranya :
Pertama, guru harus merupakan seorang model dalam karakter. Dari
awal hingga akhir pelajaran, tutur kata, sikap, dan perbuatan guru harus
merupakan cerminan dari nilai-nilai karakter yang hendak ditanamkannya.
Kedua, pemberian reward kepada siswa yang menunjukkan
karakter yang dikehendaki dan pemberian punishment kepada mereka yang
berperilaku dengan karakter yang tidak dikehendaki. Reward dan punishment yang
dimaksud dapat berupa ungkapan verbal dan non verbal, kartu ucapan selamat
(misalnya classroom award) atau catatan peringatan, dan sebagainya. Untuk itu
guru harus menjadi pengamat yang baik bagi setiap siswanya selama proses
pembelajaran.
Ketiga, harus dihindari olok-olok ketika ada siswa yang datang
terlambat atau menjawab pertanyaan dan/atau berpendapat kurang tepat/relevan.
Pada sejumlah sekolah ada kebiasaan diucapkan ungkapan Hoo … oleh siswa secara
serempak saat ada teman mereka yang terlambat dan/atau menjawab pertanyaan atau
bergagasan kurang berterima. Kebiasaan tersebut harus dijauhi untuk
menumbuhkembangkan sikap bertanggung jawab, empati, kritis, kreatif, inovatif,
rasa percaya diri, dan sebagainya.
3. Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi atau penilaian
merupakan bagian yang sangat penting dalam
proses pendidikan. Dalam pendidikan karakter, penilaian harus dilakukan
dengan baik dan benar. Penilaian tidak hanya menyangkut pencapaian kognitif
peserta didik, tetapi juga pencapaian afektif dan psikomorotiknya.
Penilaian karakter lebih
mementingkan pencapaian afektif dan psikomotorik peserta didik dibandingkan
pencapaian kognitifnya. Agar hasil penilian yang dilakukan guru bisa benardan
objektif, guru harus memahami prinsip- prinsip penilaian yang
benar sesuai dengan standar penilaian yang
sudah ditetapkan oleh para ahli penilaian. Pemerintah (Kemdiknas/Kemdikbud)
sudah menetapkan Standar Penilaian Pendidikan yang dapat dipedomani
oleh guru dalam melakukan penilaian di sekolah, yakni
Permendiknas RI Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Dalam standar ini banyak teknik dan
bentuk penilaian yang ditawarkan untuk melakukan penilaian, termauk dalam
penilaian karakter. Dalam penilaian karakter, guru hendaknya membuat instrumen
penilaian yang dilengkapi dengan rubrik penilaian untuk menghindari
penilaianyang subjektif, baik dalam bentuk instrumen penilaian pengamatan
(lembar pengamatan) maupun instrumen penilaian skala sikap (misalnya skala
Likert)
B. Strategi Mengembangkan Pembelajaran
Berbasis Karakter
1. Strategi Peningkatan Tahap
Perkembangan Moral
Strategi Pembelajaran karakter pada
dasarnya adalah merupakan cara, pola, metode, atau upaya yang dilakukan oleh
pendidik (fasilitator) dengan cara memberi kemudahan-kemudahan agar peserta
didik mudah belajar, dan dalam konteks pendidikan karakter, pemberian kemudahan
tersebut dalam kerangka untuk mengembangkan karakter baik, atau agar peserta
didik dapat mengembangkan karakter baiknya sendiri.
Pilihan strategi pada pembelajaran
karakter, sangat tergantung pada pendekatan pendidikan karakter yang mana yang dikembangkan.Ketika
sebuah lembaga pendidikan cenderung memilih pendekatan kognitivistik maka
strategi pembelajarannya cenderung kognitivistik, ketika pendekatan
behavioristik yang dipilih maka strateginya cenderung berorientasi pada
behavioristik, dan ketika memilih pendekatan komprehenship maka cenderung
menggunakan komprehenship pula, dimana berbagai pendekatan dapat dipakai secara
saling melengkapi.
Berikut ini disajikan, pertama, strategi
yang berorientasi pada pendekatan kognitif, dimana pembelajaran diarahkan pada
peningkatan perkembangan moral peserta didik, pembelajaran diarahkan dalam
kerangka meningkatkan pertimbangan moral peserta didik;kedua, strategi
yang berorientasi pada pendekatan komprehenship.Pendekatan kognitif ini
diperkenalkan oleh Kohlberg.
Langkah-langkah
Pembelajaran :
Pengembangan strategi pembelajaran
yang berorientasi pada pendekatan komprehensif ini setidak-tidaknya dilakukan
dengan langkah-langkah: (1) peserta didik dilibatkan untuk mengalami/melakukan
tindakan moral tertentu (moral action)dalam situasi kehidupan riil;
(2) refleksi dan diskusi terhadap tindakan moral tertentu dalam rangka untuk
meningkatkan kesadaran diri atau mempertajam perasaan moral(moral feeling);
(3) melalui tindakan moral dan refleksi terhadap tindakan moral tersbut
pengetahuan moral (moral knowing) peserta didik juga
berkembang. Jika langkah-langkah pembelajaran tersebut dilakukan, maka
pelaksanaan pembelajaran akan berlaku secara konstruktivistik.
Model
Komprehensif yang Memadukan Pikiran dan Hati
Model ini dilandasi oleh sebuah
pandangan bahwa, perilaku baik akan terjadi pada diri peserta didik jika
perilaku itu merupakan perwujudan dengan pertimbangan pikiran (ilmu pengetahuan
empiric) dan dikendalikan dengan hati (ajaran agama-agama). Jika seseorang
menggunakan pertimbangan rasionalnya dan dikendalikan dengan ajaran Tuhan maka
akan terwujud perilaku baik (menggambarkan perilaku orang-orang yang berakal).
Prinsip pembelajaran yang
mementingkan keseimbangan aspek piker dan hati dilakukan dengan
prinsip/langkah-langkah :
1) Libatkan siswa dalam pengalaman
belajaran secara otentik (melakukan) langsung atau melalui
simulasi.
2) Lakukan refleksi terhadap pengalaman
belajar siswa secara otentik tersebut dengan mengungkap keadaan nilai yang ada
pada diri peserta didik, yang terfokus pada pengakuan akan rendahnya
penghargaan pada nilai-nilai, atau pelanggaran pada standard penilaian
3) Pengakuan kesalahan/pelanggaran pada
standard penilaian dan bertobat dan berjanji untuk tidak mengulangi
pelanggaran-pelanggaran yang sama.
4) Ingatkan dan perkuat dengan ajaran
agama-agama untuk penguatan nilai-nilai dan karakter.
5) Berdoa yang bersifat motivasional
untuk pencapaian nilai-nilai karakter ideal yang diharapkan.
6) Model ini banyak dikembangkan oleh
Abdullah Gymnastiar, yang dipraktikkan dalam lingkungan Pondok Pesantren
Daarut-Tauhied Bandung.
2. Strategi Pendekatan Kontekstual
dalam Penyampaian Kurikulum Pembelajaran berbasis Karakter
Selain pendekatan yang sudah
dikemukakan, penulis juga mengemukakan pendekatan lain, yaitu pendekatan
kontekstual. Pendekatan konteekstual merupakan konsep belajar yang membantu
pendidik mengaitkan antara kurikulum yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
peserta didi dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat. Dengan pendekatan ini diharapkan lebih bermakna bagi
siswa.
Penyampaian kurikulum dalam proses
pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan transfer pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik.
Strategi pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil akhir yang berupa angka
numerik. Peserta didik perlu mengerti makna belajar, manfaatnya, status mereka
sebagai peserta didik dan cara mencapainya. Peserta didik diharapkan menyadari
bahwa yang sedang mereka pelajari akan berguna kelak. Jadi, disini peran
pendidik hanya sebagai pengarah dan pembimbing.
Kontekstual hanya sebuah pendekatan
dan juga sebagai suatu strategi pembelajaran berbasis karakter. Pendekatan
kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih
produktif, bermakna, dan benar-benar menanamkan karakter pada peserta didik.
Dalam hal ini tugas guru adalah membantu peserta didik mencapai tujuannya.
Maksudnya, pendidik lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi
informasi. Tugas pendidik mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (peserta didik).
Pendekatan pembelajaran kontekstual dapat dijalankan tanpa harus mengubah
kurikulum dan tatanan yang sudah ada.
Berbagai alasan mengapa pendekatan
kontekstual dapat digunakan adalah bahwa selama ini, pendidikan di Indonesia
masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan merupakan perangkat
fakta-fakta yang harus dihafalkan. Kelas masih berfokus kepada pendidik sebagai
sumber utama pengetahuan. Kemudian ceramah menjadi pilihan strategi utama pembelajaran.
Oleh karena itu, diperlukan sebuah strategi pembelajaran yag tidak memaksa
siswa untuk menghafalkan semua materi, tetapi sebuah strategi yang mendorong
peserta didi untuk mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri dan
kemudian mengamalkannya di kehidupan sehari-hari.
Alasan lain adalah bahwa pengetahuan
bukan merupakan seperangkat fakta dan konsep yang siap diterima, tetapi sesuatu
yang harus dikonstruksikan sendiri oleh peserta didik. Oleh karena itu,
diperlukan strategi belajar yang harus diterapkan kepada peserta ddik, yaitu
sebagai berikut :
1) Menekankan pentingnya pemecahan
suatu masalah.
2) Mengakui perlunya kegiatan belajar
mengajar dilakukan dalam berbagai konteks seperti rumah dan masyarakat.
3) Mengajarkan dan memantau peserta
didik agar dapat belajar mandiri dan efektif.
4) Menekankan pelajaran pada konteks
kehidupan peserta didik yang berbeda-beda.
5) Mendorong peserta didik untuk
belajar dari sesama dan belajar bersama.
Pembelajaran kontekstual adalah
konsep belajar yang membantu pendidik mengaitkan antara materi kurikulum yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata dan peseta didik membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari.Hal penting yang perlu diperhatikan adalah perlunya pendidik
membekali diri dengan berbagai sikap positif seperti keinginan untuk selalu
memperbaiki diri, selalu ingin tahu hal baru, dan bersedia menerima kegagalan
ataupun kritikan.
Pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual dapat dijadikan sebagai alat untuk membangun karakter bangsa.
Model-model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual menekankan keterlibatan
aktif peserta didik dalam belajar. Baik dalam tugas mandiri maupun kelompok.
Disamping itu, pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual memiliki tujuan dan komponen yang sangat mendukung bagi
terlaksananya nulai-nilai karakter bangsa. Pembelajaran kontekstual dapat
diterapkan umtuk membangun nilai-nilai karakter siswa melalui pendekatan
pembelajaran yang baik. Pendekatan pembelajaran itu adalah sebagai berikut :
1) Constructivisme, Pendidik meyakinkan pada pikiran peserta didik bahwa ia
akan lebih belajar bermakna jika ia mampu bekerja sendiri, menemukan sendiri,
dan membentuk atau membangun pengetahuan serta ketrampilan barunya sendiri.
2) Inquiry. Pendidik dan peserta didik melaksanakan proses penemuan
pengetahuan secara mandiri, dan menjadi inti dari ppembelajaran kontekstual.
Komponen ini sangat mendorong tumbuhnya jiwa kemandirian peserta didik.
3) Questioning, Pendidik
dan peserta didik senantiasa mengembangkan pertanyaan agar menumbuhkan rasa
ingin tahu. Komponen ini mendorong terwujudnya nilai orientasi pada keunggulan.
Hal ini juga merupakan alat bagi siswauntuk dapat menyelesaikan masalah belajar
ketika menghadapi tantangan.
4) Learning community. Pendidik
senantiasa membiasakan membangun belajar kelompok, atau dapat juga dengan
berpasangan. Kemudian peserta didik dilatih dan dimantapkan pengetahuannnya
untuk bekerja secara perorangan. Komponen itu sangat penting bagi upaya
terwujudnya nilai demokratis, menghargai, gotong royong, bertanggung jawab, dan
selalu berorientasi pada keunggulan.
5) Modelling. Dalam
sebuah pembelajaran ketrampilan tertentu ada model yang bisa ditiru, baik dari
pendidik, peserta didik maupun alat peraga yang dgunakan untuk mempermudah
pemahaman siswa. Komponen ini dapat melahirkan nilai-nilai berakhlak mulia,
iman dan taqwa, cinta tanah air, dan menumbuhkan jiwa kreatif. Hal ini bisa
dipelajari misalnya ketika mata pelajarn Geografi menerangkan tentang kekayaan
alam indonesia beserta persebarannya dengan menggunakan media peta.
6) Reflection. Cara
berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir tentang sesuatu yang
sudah dilakukan. Refleksi dapat berupa pernyataanlangsung tentang sesuatu yang
diperolehnya pada hari itu, baik berupa ctatan ataujurnal di buku peserta
didik. Komponen ini dapat melahirkan kesadaranuntuk senantiasa berintropeksi
diri setiap kali telah melakukan suatu hal.
7) Authentic assessment. Proses pengumpulan data yang bisa memberikan
gambaran perkembangan belajar peserta didik., baik oleh pendidik maupun oleh
peserta didik. Bagi siswa, komponen ini membiasakan siswa untuk mengukur diri
apakah sudah lebih baik atau belum, apakah sudah ada kemajuan atau belum,
apakah ada hambatan dan bagaimana cara mengatasinya. Peserta didik yang sejak
dini terbiasa dengangauthentic assessment akan menjadi tulang
unggung negara dalam membangun bangsa.
3. Strategi Pengembangan Karakter
Dengan Model Pembelajaran Berbasis Pancasila
a. Perlunya Model Pembelajaran Berbasis
Pancasila
Pendidikan merupakan suatu proses
untuk menuju ke arah yang menjadi baik atau lebih baik. Pendidikan juga
merupakan sarana dalam membentuk karakter anak sejak dini dalam rangka
menyiapkan generasi penerus bangsa yang berkualitas dan berkarakter. Di
Indonesia sekarang ini, pendidikan karakter juga berarti melakukan usaha
sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan
kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan
yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia.
Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan
tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa
semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa
memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi
bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa optimisme diri. Dalam membangun
karakter bangsa harus diawali dari lingkup yang paling kecil, terutama di
lingkungan sekolah. Upaya-upaya dalam menerapkan nilai-nilai pendidikan
karakter akan lebih mudah ketilka diwujudkan melalui pembelajaran disekolah.
Pembelajaran disekolah ini dapat mengadopsi nilai-nilai karakter
bangsa yang luhur terutama yang terdapat pada Pancasila.
b. Proses Pengimplementasian dan
Penerapan Model Pembelajaran Karakter Berbasis Pancasila
Keberagaman nilai pancasila
merupakan suatu modal yang sangat besar dalam penerapan dan pengembangan
pembelajaran karakter di dunia pendidikan. Nilai-nilai dasar Pancasila
sangatlah kompleks dalam peroses pembentukan karakter peserta didik yang kini
mulai ditinggalkan. Melalui pendidikan yang di terapkan di sekolah,
pembelajaran berbasis karakter Pancasila hendaknya ditanamkan melalui sebuah
kebiasaan.
Dalam nilai-nilai sila pertama,
yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, dapat diterapkan didalam maupun di luar jam
pembelajaran.
Nilai pada sila pertama ini berupa sikap percaya dan takwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing serta
saling menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup. Model pembelajaran
dari sila ini dapat berupa memberikan jam istirahat kepada peserta didik pada
saat jam sholat Dzuhur, agar mereka dapat sholat berjamaah di masjid ataupun
mushola sekolah. Selain itu yang terpenting adalah penanaman sikap saling
toleransi antar umat beragama agar terjalin suasana yang rukun dan terbebas
dari rasa diskriminasi.
Sila
kedua, yaitu
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab memiliki nilai-nilai yang berupa pangakuan
persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia serta merasa bahwasannya setiap
individu merupakan bagian dari seluruhuman manusia, dimana mereka harus saling
menghormati dan bekerjasama antara satu dengan lainnya. Dalam hal
ini, sekolah hendaknya memberikan apresiasi kepada peserta didik dalam
membangun dan mengembangkan sikap saling menghargai dan saling menghormati
antara peserta didik satu dengan lainnya. Model pembelajaran yang dapat di
diterapkan berdasarkan sila ini berupa diskusi dan presentasi dalam
pembelajaran guna membentuk pemberadaban sesama. Melalui diskusi, akan muncul
berbagai argumen-argumen yang mana akan menimbulkan sikap saling menghargai
pendapat antar anggota kelompok. Hal ini juga akan menyadarkan kepada peserta
didik bahwa setiap manusia memiliki pendapat yang berbeda-beda.
Sila
ketiga, yaitu
Persatuan Indonesia memiliki nilai-nilai yang berupa menempatkan kepentingan
bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan, cinta akan tanah air, serta
bangga sebagai warga negara Indonesia. Proses pembelajaran pada sila ini dapat
situnjukkan dengan banyaknya perbedaan yang terdapat pada setiap peserta didik.
Perbedaan - perbedaan yang ada akan sangan bermanfaat apabila dibarengi dengan
tumbuh suburnya rasa persatuan. Untuk menumbuhkan persatuan, setiap peserta
didik dibimbing untuk cinta terhadap tanah air. Cinta dengan bahasa
daerah, adat, kebudayaannya tetapi tidak untuk diperdebatkan perbedaannya
merupakan upaya sederhana dan strategis guna menggapai kekuatan persatuan.
Dalam perjalanannya, maka akan muncul pandangan bahwa perbedaan itu akan selalu
ada, dan perbedaan itu tidak akan pernah bisa untuk dihilangkan. Oleh karena
itu, perbedaan yang ada haruslah disatukan agar menjadi sebuah kekuatan yang
besar.
Sila
keempat,
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/
Perwakilan memiliki nilai berupa tidak memaksakan kehendak orang lain, selalu
menguamakan musyawarah dalam setiap mengambil keputusan, serta keputusa yang di
ambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha
Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran
dan keadilan. Model yang dapat diterapkan dari sila ini adalah dengan cara
mengenalkan kebiasaan mentaati tata tertib dengan sungguh-sungguh sehingga
terbangun generasi yang tahu, mau dan mampu berdisiplin. Kebebasan
berpendapat memang hak warga negara akan tetapi peserta didik perlu ditumbuhkan
pengertian dan pemahaman bahwa kebebasan berpendapat yang dimaksud harus
bertanggung jawab. Artinya kebebasan setiap warga negara berada di samping
kebebasan berpendapat orang lain.
Silla
kelima, Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia memiliki nilai-nilai berupa sikap adil
terhadap sesama, saling menghormati hak-hak orang lain, serta bersama-sama
berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial. Metode dari
sila ini dapat berupa penanaman kepada peserta didik sebuah konsep adil
terhadap sosial (orang lain ) sebagaimana orang lain itu seperti dirinya
sendiri. Artinya, orang lain harus dirasakan sebagai wahana juang dari seorang
individu. Pendek kata, berjuang untuk sesama bukan untuk dirinya sendiri
merupakan indikasi dari sikap adil terhadap sosial. Menengok teman yang sakit
atau kena musibah dan mengumpulkan dana sosial untuk musibah di tempat lain
adalah bentuk-bentuk pembiasaan yang perlu ditumbuh suburkan kepada peserta
didik.Pembentukan karakter pada seseorang, khususnya peserta didik akan
tertanam kuat dalam pikiran seseorang apabila kebiasaan itu diulang terus
menerus setiap harinya selama 21 hari. Setelah lewat dari 21 hari, maka
kebiasaan tersebut akan terulang secara otomatis. Dalam proses pembiasaan
tersebut, hendaknya dilakukan pengawasan dan bimbingan serta yang terpenting
selalu dilakukan evaluasi dalam penerapan kesehariannya.
REFERENSI :
1.
Lickona,
T.(2002) Character Matters. Terjemahan oleh Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi
Aksara. Lickona, T.(2002) Educating for Character.
2.
Terjemahan
oleh Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksara.
3.
Abidin,
Y. (2012). Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika
4.
Aditama
Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter: Solusi yang tepat untuk membangun
bangsa. Jakarata.
5.
BP
Migas dan Star Energy. Kemendiknas (2010a), Pengembangan Pendidikan Karakter
dan Budaya Bangsa, Jakarta:
6.
Kemendiknas
. Kemendiknas (2011), Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Jakarta
7.
Alexandria:
ASCD Samani, M. & Hariyanto, (2012). Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: Remaja Rosda Karya
Sumber Lain :
http://dedi26.blogspot.co.id/2013/06/pendidikan-karakter-bangsa.html
http://rinitarosalinda.blogspot.co.id/2014/04/konsep-dasar-pendidikan-karakter.html
http://wardconanstory.blogspot.co.id/2016/12/normal-0-false-false-false-in-x-none-x_24.html
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2015/01/17/pengembangan-ruang-kelas-berkarakter/
http://rinitarosalinda.blogspot.co.id/2015/02/strategi-menciptakan-sekolah.html
http://rinitarosalinda.blogspot.co.id/2015/02/pembelajaran-berbasis-karakter.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar