Kenali Karakteristik, Potensi Perkembangan, dan Potensi Konflik di Usia Anda Berdasarkan Teori Erik Erikson
The more you know yourself, the more patience you have for what you see in
others. (Erik Erikson)
Di usia kita saat ini, tahap perkembangan apa yang seharusnya
tengah kita alami? Potensi konflik/kemunduran apa yang mungkin muncul di
usia kita saat ini dan bagaimana agar potensi konflik/kemunduran di tahap usia
kita dapat kita minimalkan? Lalu bagaimana cara kita sebagai orang tua maupun
pengajar dalam memberikan stimulus bagi anak kita sesuai tahap perkembangannya ?
Rentang usia manusia ternyata dibedakan dalam beberapa tahapan dimana tiap-tiap tahapan memiliki karakteristik dan potensi, baik potensi perkembangan maupun potensi timbulnya konfli Kenali Karakteristik, Potensi Perkembangan, dan Potensi Konflik di Usia Anda Berdasarkan Teori Erik Erikson.
Erik Homburger Erikson, seorang pakar psikologi perkembangan dan
psikoanalis berkebangsaan Jerman dengan teori perkembangan psikososial
nya menjelaskan 8 tahapan perkembangan manusia selama rentang kehidupannya.
Masing-masing tahapan terdiri dari tugas perkembangan yang khas yang
mengedepankan individu dengan suatu krisis yang harus dihadapi. Bagi Erikson,
krisis ini bukanlah suatu bencana, melainkan suatu titik balik peningkatan
kerentanan dan peningkatan potensi.
Tahap ini sangat dipengaruhi oleh ibu atau pengasuh yang menemani
anak sehari-hari. Anak belajar mengenali apakah dunia sekitar aman dan bisa
dipercaya atau tidak. Saat orang tua atau pengasuh memberikan kebutuhan
anak dengan cara yang konsisten dan penuh perhatian, maka anak akan
merasa aman dan belajar untuk mempercayai dunia dan orang-orang di
sekitarnya.
Sebaliknya, jika pengasuh gagal memberikan perawatan dan cinta
yang memadai, anak akan merasa bahwa mereka tidak dapat mempercayai atau
bergantung pada orang dewasa dalam hidup mereka.
Ketika anak mencapai keseimbangan, mereka memperoleh HOPE / harapan, yang digambarkan Erikson sebagai keterbukaan terhadap pengalaman yang ditempa oleh beberapa kewaspadaan bahwa bahaya mungkin ada.
2. AUTONOMY
(Otonomi) vs SHAME & DOUBT (Perasaan malu dan ragu-ragu) / Tahap
Membangun Otonomi (Usia 18 bulan - 3 tahun/Early Childhood)
Anak mulai mengembangkan otonomi diri yaitu mencoba
melakukan sesuatu secara mandiri. Proses stimulasi kemandirian seperti toilet
training, makan minum sendiri, berpakaian, memilih dan bermain sendiri menjadi
stimulasi krusial anak untuk mengembangkan kontrol dirinya.
Jika kemandirian anak dan kontrol dirinya berkembang, anak bisa mengatasi rasa malu dan keraguan akan kemampuannya.
3. INITIATIVE
(Inisiatif) vs GUILT (Kesalahan) / Tahap Berinisiatif (Usia 35 tahun/Preschool
Age)
Anak mulai mencoba dan mengembangkan inisiatifnya terutama
inisiatif untuk berinteraksi dengan lingkungannya sehingga menimbulkan rasa
ingin tahu terhadap hal-hal di sekitarnya.
Apabila anak terfasilitasi rasa keingintahuannya maka anak akan
mampu mengembangkan kepercayaan diri untuk berinisiatif.
Sebaliknya, apabila pola asuh maupun keingintahuan anak tidak terfasilitasi dengan baik, dan anak sering mendapat larangan/kritikan maka anak akan cenderung merasa bersalah dan berdiam diri demi menghindari kesalahan sikap maupun perbuatan.
4. INDUSTRY
(Kerajinan) vs INFERIORITY (Inferioritas) / Tahap Merasa Mampu (Usia 6-11
tahun/school age)
Anak mulai berinteraksi dengan temannya di sekolah dan mulai
menjalani kegiatan belajar yang lebih formal. Anak mulai mengembangkan rasa
bangga, mampu memahami/melakukan, dan mencapai prestasi dengan kemampuan
mereka.
Anak-anak perlu mengatasi tuntutan sosial dan akademik yang baru. Keberhasilan, apresiasi, berbagai bentuk dukungan dan dorongan akan memupuk rasa mampu seorang anak (menghasilkan kompetensi). Kegagalan, tidak adanya dukungan atau apresiasi yang dibutuhkan anak akan menimbulkan perasaan rendah diri.
5. IDENTITY
(Identitas) vs CONFUSION (Kekacauan Identitas) / Tahap Membangun Identitas
(usia 12-18 tahun)
Anak mulai membangun identitas dirinya dan mengeksplorasi
perilaku, peran, dan identitas yang berbeda. Mereka bertanya-tanya dan mencari
jawaban untuk pertanyaan: siapa saya ?
Apabila seorang remaja dalam mencari jati dirinya bergaul dengan
lingkungan yang baik maka akan tercipta identitas yang baik pula. Namun
sebaliknya, jika remaja bergaul dalam lingkungan yang kurang baik maka akan
timbul kekacauan identitas pada diri remaja tersebut.
Para remaja yang menemukan rasa identitas akan merasa aman, mandiri, dan siap menghadapi masa depan, sementara mereka yang tetap bingung mungkin merasa tersesat, tidak aman, dan tidak yakin akan tempat mereka di dunia. Itulah sebabnya, penting bagi orangtua dan orang dewasa memberikan dukungan yang agar anak bisa menemukan identitas dirinya dengan nyaman dan aman.
6. INTIMACY
(Keintiman) vs ISOLATION (Isolasi) / Tahap Menjalin Kedekatan (Usia 19-40
tahun/young adult)
Seseorang mulai berfokus pada pembentukan hubungan yang intim dan
penuh kasih dengan orang lain.
Erikson yakin bahwa penting bagi seseorang untuk mengembangkan hubungan yang dekat dan berkomitmen dengan orang lain. Mereka yang berhasil pada langkah ini akan membentuk hubungan yang langgeng dan aman, mengalami cinta dan menikmati keintiman. Sebaliknya, mereka yang gagal membentuk hubungan yang intim dengan orang lain bisa merasa terisolasi dan sendirian.
7. GENERATIVITY
(Generativitas) vs STAGNATION (Stagnasi) / Tahap Dewasa (Usia 40-65 tahun)
Pada masa dewasa tengah/middle adult, seseorang membutuhkan tujuan
dan berkontribusi yang melampaui individualitasnya dan berfokus pada karir dan
keluarga. Membesarkan keluarga, bekerja, dan berkontribusi pada komunitas
adalah contoh cara seseorang mengembangkan rasa memiliki tujuan.
Kesuksesan mengarah pada perasaan berguna dan pencapaian, sementara kegagalan menghasilkan perasaan tidak produktif dan tidak terlibat di dunia.
8. INTEGRITY
(Integritas) vs DESPAIR (Keputusasaan) / Tahap Kematangan (dimulai sekitar usia
65 tahun)
Tahap psikososial terakhir ini disebut tahap usia senja/usia
lanjut yang berfokus pada merefleksikan kembali kehidupannya. Pertanyaan utama
selama tahap ini adalah, "Apakah saya menjalani kehidupan yang bermakna ?"
Mereka yang merasa hidupnya bermakna akan merasakan kedamaian,
kebijaksanaan, dan kepuasan, bahkan ketika menghadapi kematian. Sebaliknya,
seseorang yang merasa gagal dan tidak menjalani hidup dengan baik, mereka akan
merasakan kepahitan, penyesalan, bahkan perasaan putus asa.
Dengan mengenal teori perkembangan Erik Erikson ini kita dapat
lebih memahami diri sendiri dan orang lain. Untuk para orang tua dan pengajar
yang kesehariannya bersama-sama dengan anak-anak, teori ini mampu memberikan
gambaran tentang karakteristik ideal anak dan stimulus yang seharusnya
diberikan agar anak mengalami keseimbangan dalam perkembangannya.
Bagi saya pribadi sebagai seorang pengajar sekaligus orang tua
dari anak-anak di rentang usia School Age (6-12 tahun), perlu kiranya untuk
memahami konsep "Industry vs Inferiority" dengan baik dan mengetahui
bagaimana saya dapat membantu siswa maupun anak saya dalam mengembangkan rasa
bangga, mampu memahami/melakukan, dan mencapai prestasi dengan kemampuan
mereka.
Bagi anak-anak di tahap perkembangan "Industry vs
Inferiority", stimulus pemberian kesempatan bagi anak untuk memunculkan
kemampuannya serta pemberian apresiasi dan dukungan untuk setiap kegiatan
positif dan capaian mereka sangatlah penting. Salah satu contoh kegiatan yang
bisa diberikan bagi anak usia ini adalah kegiatan kerja kelompok yang
memungkinkan mereka membangun kerjasama dengan teman sebaya dan belajar
menyampaikan pemikiran mereka untuk meningkatkan rasa percaya diri. Feedback
yang membangun sangatlah perlu diberikan untuk setiap capaian anak agar mereka
merasa "mampu melakukan". Hal ini juga dapat menghindarkan anak dari
rasa rendah diri. Dengan demikian, anak akan mampu melewati tahap
"Industry vs Inferiority" dengan baik.
Rekan-rekan pengajar, melalui teori tahapan
perkembangan Erik Erikson ini kiranya kita dapat memahami anak dengan lebih
baik dan memberikan stimulus yang sesuai untuk mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar