Di era yang semakin berkembang sekarang banyak budaya
yang bermunculan dan tidak luput dari kemajuan teknologi yang semakin cangih
untuk melakukan aktifitas seperti halnya bertransaksi uang kepada orang lain
ataupun keluarga tanpa harus mengambilnya dulu ke bank jauh – jauh. Budaya
membeli sekarang juga sudah lebih praktis seperti saat lapar dan tidak ada
makan di rumah lebih lagi malas untuk keluar rumah, sekarang tingal angakat
telepon dan menekan tombol yang ingin di tuju makanan beberapa saat kemudian
sudah datang.
Sebuah budaya biasanya terlahir karena factor keluarga,
teman, keabat, lingkungan, organisasi, dll. Bagaimana cara kita berbicara
kepada orang lain yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
I. Pengertian
kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta
yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi
atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture,
yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga
sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang
diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
Definisi budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang
rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas,
pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang
cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya
bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan
perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak
kegiatan sosial manusia.
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan
ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi
budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang
dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya
sendiri.”Citra yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai
budaya seperti “individualisme kasar” di Amerika, “keselarasan individu
dengan alam” d Jepang dan “kepatuhan kolektif” di Cina.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali
anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan
dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling
bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu
kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan
memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
II. Dimanakah
seseorang menemukan nilai-nilai yang dianutnya?
Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu
masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh
masyarakat.
Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau
buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu
sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran apabila
antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata
nilai
Ciri-ciri pembentukan nilai-nilai sosial yang di anut
sebagai berikui :
- Merupakan konstruksi masyarakat sebagai hasil interaksi antar warga masyarakat.
- Disebarkan di antara warga masyarakat (bukan bawaan lahir).
- Terbentuk melalui sosialisasi (proses belajar)
- Merupakan bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan sosial manusia.
- Bervariasi antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain.
- Dapat memengaruhi pengembangan diri sosial
- Memiliki pengaruh yang berbeda antar warga masyarakat.
- Cenderung berkaitan satu sama lain.
Berdasarkan ciri-cirinya, nilai sosial dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu nilai dominan dan nilai mendarah daging (internalized
value).
- Nilai dominan adalah nilai yang dianggap lebih penting daripada nilai lainnya. Ukuran dominan tidaknya suatu nilai didasarkan pada hal-hal berikut :
- Banyak orang yang menganut nilai tersebut. Contoh, sebagian besar anggota masyarakat menghendaki perubahan ke arah yang lebih baik di segala bidang, seperti politik, ekonomi, hukum, dan sosial.
- Berapa lama nilai tersebut telah dianut oleh anggota masyarakat.
- Tinggi rendahnya usaha orang untuk dapat melaksanakan nilai tersebut. Contoh, orang Indonesia pada umumnya berusaha pulang kampung (mudik) di hari-hari besar keagamaan, seperti Lebaran atau Natal.
- Prestise atau kebanggaan bagi orang yang melaksanakan nilai tersebut. Contoh, memiliki mobil dengan merek terkenal dapat memberikan kebanggaan atau prestise tersendiri.
III. Nilai mendarah daging (internalized
value)
Nilai mendarah daging adalah nilai yang telah menjadi
kepribadian dan kebiasaan sehingga ketika seseorang melakukannya kadang tidak
melalui proses berpikir atau pertimbangan lagi (bawah sadar). Biasanya nilai
ini telah tersosialisasi sejak seseorang masih kecil. Umumnya bila nilai ini
tidak dilakukan, ia akan merasa malu, bahkan merasa sangat bersalah. Contoh,
seorang kepala keluarga yang belum mampu memberi nafkah kepada keluarganya akan
merasa sebagai kepala keluarga yang tidak bertanggung jawab. Demikian pula,
guru yang melihat siswanya gagal dalam ujian akan merasa gagal
dalam mendidik anak tersebut.
Bagi manusia, nilai berfungsi sebagai landasan,
alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku dan perbuatannya. Nilai
mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup seseorang dalam
masyarakat. Menurut Notonegoro,nilai sosial terbagi 3, yaitu:
- Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi fisik/jasmani seseorang.
- Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang mendukung aktivitas seseorang.
- Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jiwa/psikis seseorang.
IV. Pengaruh
keudayaan terhadap perilaku konsumen
Pengertian perilaku konsumen menurut Shiffman dan
Kanuk (2000) adalah perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli,
menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau ide yang
diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan
mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan.
Selain itu perilaku konsumen menurut Loudon dan Della
Bitta (1993) adalah proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik
individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu dalam menilai,
mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan jasa-jasa.
Menurut Ebert dan Griffin (1995) consumer behavior
dijelaskan sebagai upaya konsumen untuk membuat keputusan tentang suatu produk
yang dibeli dan dikonsumsi.
1. Model perilaku konsumen
Konsumen mengambil banyak macam keputusan membeli
setiap hari. Kebanyakan perusahaan besar meneliti keputusan membeli konsumen
secara amat rinci untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang dibeli konsumen,
dimana mereka membeli, bagaimana dan berapa banyak mereka membeli, serta
mengapa mereka membeli.
Pertanyaan sentral bagi pemasar: Bagaimana konsumen
memberikan respon terhadap berbagai usaha pemasaran yang dilancarkan
perusahaan? Perusahaan benar−benar memahami bagaimana konsumen akan memberi
responterhadap sifat-sifat produk, harga dan daya tarik iklan yang berbeda
mempunyai keunggulan besar atas pesaing.
2. Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan
dalam pada perilaku konsumen. Pengiklan harus mengetahui peranan yang dimainkan
oleh budaya, subbudaya dan kelas social pembeli. Budaya adalah penyebab paling
mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang.
Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak subbudaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar seringkali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
Kelas-kelas sosial adalah masyarakat yang relatif permanen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial bukan ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variable lain.
a.
Pengaruh Budaya Yang Tidak Disadari
Dengan adanya kebudayaan, perilaku konsumen mengalami
perubahan . Dengan memahami beberapa bentuk budaya dari masyarakat, dapat
membantu pemasar dalam memprediksi penerimaan konsumen terhadap suatu produk.
Pengaruh budaya dapat mempengaruhi masyarakat secara tidak sadar. Pengaruh
budaya sangat alami dan otomatis sehingga pengaruhnya terhadap perilaku sering
diterima begitu saja. Ketika kita ditanya kenapa kita melakukan sesuatu, kita
akan otomatis menjawab, “ya karena memang sudah seharusnya seperti itu”.
Jawaban itu sudah berupa jawaban otomatis yang memperlihatkan pengaruh budaya
dalam perilaku kita. Barulah ketika seseorang berhadapan dengan masyarakat yang
memiliki budaya, nilai dan kepercayaan yang berbeda dengan mereka, lalu baru
menyadari bahwa budaya telah membentuk perilaku seseorang. Kemudian akan muncul
apresiasi terhadap budaya yang dimiliki bila seseorang dihadapan dengan budaya
yang berbeda. Misalnya, di budaya yang membiasakan masyarakatnya menggosok gigi
dua kali sehari dengan pasta gigi akan merasa bahwa hal itu merupakan kebiasaan
yang baik bila dibandingkan dengan budaya yang tidak mengajarkan masyarakatnya
menggosok gigi dua kali sehari. Jadi, konsumen melihat diri mereka sendiri dan
bereaksi terhadap lingkungan mereka berdasarkan latar belakang kebudayaan yang
mereka miliki. Dan, setiap individu akan mempersepsi dunia dengan kacamata
budaya mereka sendiri.
b.
Pengaruh Budaya dapat Memuaskan Kebutuhan
Budaya yang ada di masyarakat dapat memuaskan kebutuhan masyarakat. Budaya dalam suatu produk yang memberikan petunjuk, dan pedoman dalam menyelesaikan masalah dengan menyediakan metode “Coba dan buktikan” dalam memuaskan kebutuhan fisiologis, personal dan sosial. Misalnya dengan adanya budaya yang memberikan peraturan dan standar mengenai kapan waktu kita makan, dan apa yang harus dimakan tiap waktu seseorang pada waktu makan.
Begitu juga hal yang sama yang akan dilakukan konsumen
misalnya sewaktu mengkonsumsi makanan olahan dan suatu obat.
c.
Pengaruh Budaya dapat Dipelajari
Budaya dapat dipelajari sejak seseorang sewaktu masih
kecil, yang memungkinkan seseorang mulai mendapat nilai-nilai kepercayaan dan
kebiasaan dari lingkungan yang kemudian membentuk budaya seseorang. Berbagai
macam cara budaya dapat dipelajari. Seperti yang diketahui secara umum yaitu
misalnya ketika orang dewasa dan rekannya yang lebih tua mengajari anggota
keluarganya yang lebih muda mengenai cara berperilaku. Ada juga misalnya
seorang anak belajar dengan meniru perilaku keluarganya, teman atau pahlawan di
televisi. Begitu juga dalam dunia industri, perusahaan periklanan cenderung
memilih cara pembelajaran secara informal dengan memberikan model untuk ditiru
masyarakat. Misalnya dengan adanya pengulangan iklan akan dapat membuat nilai
suatu produk dan pembentukan kepercayaan dalam diri masyarakat. Seperti
biasanya iklan sebuah produk akan berupaya mengulang kembali akan iklan suatu
produk yang dapat menjadi keuntungan dan kelebihan dari produk itu sendiri.
Iklan itu tidak hanya mampu mempengaruhi persepsi sesaat konsumen mengenai
keuntungan dari suatu produk, namun dapat juga memepengaruhi persepsi generasi
mendatang mengenai keuntungan yang akan didapat dari suatu kategori produk
tertentu.
d.
Pengaruh Budaya yang Berupa Tradisi
Tradisi adalah aktivitas yang bersifat simbolis yang
merupakan serangkaian langkah-langkah (berbagai perilaku) yang muncul dalam
rangkaian yang pasti dan terjadi berulang-ulang. Tradisi yang disampaikan
selama kehidupan manusia, dari lahir hingga mati. Hal ini bisa jadi sangat
bersifat umum. Hal yang penting dari tradisi ini untuk para pemasar adalah
fakta bahwa tradisi cenderung masih berpengaruh terhadap masyarakat yang
menganutnya. Misalnya yaitu natal, yang selalu berhubungan dengan pohon cemara.
Dan untuk tradisi-tradisi misalnya pernikahan, akan membutuhkan
perhiasan-perhiasan sebagai perlengkapan acara tersebut.
V. Struktur
konsumsi
Secara matematis struktur konsumsi yaitu menjelaskan
bagaimana harga beragam sebagai hasil dari keseimbangan antara ketersediaan
produk pada tiap harga (penawaran) dengan kebijakan distribusi dan keinginan
dari mereka dengan kekuatan pembelian pada tiap harga (permintaan). Grafik ini
memperlihatkan sebuah pergeseran ke kanan dalam permintaan dari D1 ke
D2bersama dengan peningkatan harga dan jumlah yang diperlukan untuk
mencapai sebuah titik keseimbangan (equibilirium) dalam kurva penawaran (S).
VI. Dampak
nilai-nilai inti terhadap pemasar
1. Kebutuhan
Konsep dasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan
manusia. Kebutuhan manusia adalah pernyataan dari rasa kahilangan, dan manusia
mempunyai banyak kebutuhan yang kompleks. Kebutuhan manusia yang kompleks
tersebut karena ukan hanya fisik (makanan, pakaian, perumahan dll), tetapi juga
rasa aman, aktualisasi diri, sosialisasi, penghargaan, kepemilikan. Semua kebutuhan
berasal dari masyarakat konsumen, bila tidak puas consumen akan mencari produk
atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan tersebut.
2. Keinginan
Bentuk kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh budaza
dan kepribadian individual dinamakan keinginan. Keinginan digambarkan dalam
bentuk obyek yang akan memuaskan kebutuhan mereka atau keinginan adalah hasrat
akan penawar kebutuhan yang spesifik. Masyarakat yang semakin berkembang,
keinginannya juga semakin luas, tetapi ada keterbatasan dana, waktu, tenaga dan
ruang, sehingga dibutuhkan perusahaan yang bisa memuaskan keinginan sekaligus
memenuhi kebutuhan manusia dengan menenbus keterbatasan tersebut, paling tidak
meminimalisasi keterbatasan sumber daya. Contoh : manusia butuh makan, tetapi
keinginan untuk memuaskan lapar tersebut terhgantung dari budayanya dan
lingkungan tumbuhnya. Orang Yogya akan memenuhi kebutuhan makannya dengan
gudeg, orang Jepang akan memuaskan keinginannya dengan makanan sukayaki dll.
3. Permintaan
Dengan keinginan dan kebutuhan serta keterbatasan
sumber daya tersebut, akhirnya manusia menciptakan permintaan akan produk atau
jasa dengan manfaat yang paling memuaskan. Sehingga muncullah istilah
permintaan, yaitu keinginan menusia akan produk spesifik yang didukung oleh
kemampuan dan ketersediaan untuk membelinya.
VII. Perubahan nilai
Budaya juga perlu mengalami perubahan nilai. Ada
beberapa aspek dari perlunya perluasan perubahan budaya yaitu :
- Budaya merupakan konsep yang meliputi banyak hal atau luas. Hal tersebut termasuk segala sesuatu dari pengaruh proses pemikiran individu dan perilakunya. Ketika budaya tidak menentukan sifat dasar dari frekuensi pada dorongan biologis seperti lapar, hal tersebut berpengaruh jika waktu dan cara dari dorongan ini akan memberi kepuasan.
- Budaya adalah hal yang diperoleh. Namun tidak memaksudkan mewarisi respon dan kecenderungan. Bagaimanapun juga, bermula dari perilaku manusia tersebut.
- Kerumitan dari masyarakat modern yang merupakan kebenaran budaya yang jarang memberikan ketentuan yang terperinci atas perilaku yang tepat.
1. Variasi nilai perubahan dalam nilai budaya terhadap
pembelian dan konsumsi.
Nilai budaya memberikan dampak yang lebih pada
perilaku konsumen dimana dalam hal ini dimasukkan kedalam kategori-kategori
umum yaitu berupa orientasi nilai-nilai lainnya yaitu merefleksi gambaran
masyarakat dari hubungan yang tepat antara individu dan kelompok dalam
masyarakat. Hubungan ini mempunyai pengaruh yang utama dalam praktek pemasaran.
Sebagai contoh, jika masyarakat menilai aktifitas kolektif, konsumen akan
melihat kearah lain pada pedoman dalam keputusan pembelanjaan dan tidak akan
merespon keuntungan pada seruan promosi untuk “menjadi seorang individual”. Dan
begitu juga pada budaya yang individualistik. Sifat dasar dari nilai yang
terkait ini termasuk individual/kolektif, kaum muda/tua, meluas/batas keluarga,
maskulin/feminim, persaingan/kerjasama, dan perbedaan/keseragaman.
2. Individual/kolektif
Budaya individualis terdapat pada budaya Amerika,
Australia, Inggris, Kanada, New Zealand, dan Swedia. Sedangkan Taiwan, Korea,
Hongkong, Meksiko, Jepang, India, dan Rusia lebih kolektifis dalam orientasi
mereka. Nilai ini adalah faktor kunci yang membedakan budaya, dan konsep diri
yang berpengaruh besar pada individu. Tidak mengherankan, konsumen dari budaya
yang memiliki perbedaan nilai, berbeda pula reaksi mereka pada produk asing,
iklan, dan sumber yang lebih disukai dari suatu informasi. Seperti contoh,
konsumen dari Negara yang lebih kolektifis cenderung untuk menjadi lebih suka
meniru dan kurang inovatif dalam pembelian mereka dibandingkan dengan budaya
individualistik. Dalam tema yang diangkat seperti ” be your self” dan “stand
out”, mungkin lebih efektif dinegara amerika tapi secara umum tidak di negara
Jepang, Korea, atau Cina.
3. Usia muda/tua
Dalam hal ini apakah dalam budaya pada suatu keluarga,
anak-anak sebagai kaum muda lebih berperan dibandingkan dengan orang dewasa
dalam pembelian. Dengan kata lain adalah melihat faktor budaya yang lebih
bijaksana dalam melihat sisi dari peran usia. Seperti contoh di Negara
kepulauan Fiji, para orang tua memilih untuk menyenangkan anak mereka dengan
membeli suatu barang. Hal ini berbeda dengan para orang tua di Amerika yang
memberikan tuntutan yang positif bagi anak mereka. Disamping itu, walaupun Cina
memiliki kebijakan yang mengharuskan untuk membatasi keluarga memiliki lebih
dari satu anak, tetapi bagi budaya mereka anak merupakan “kaisar kecil” bagi
mereka. Jadi, apapun yang mereka inginkan akan segera dipenuhi. Dengan kata
lain, penting untuk diingat bahwa segmen tradisional dan nilai masih
berpengaruh dan pera pemasar harus menyesuaikan bukan hanya pada lintas budaya
melainkan juga pada budaya didalamnya.
4. Luas/batasan keluarga
Yang dimaksud disini adalah bagaimana keluarga dalam
suatu budaya membuat suatu keputusan penting bagi anggota keluarganya. Dengan
kata lain apakah peran orang dewasa (orang tua) memiliki kebijakan yang lebih
dalam memutuskan apa yang terbaik bagi anaknya. Atau malah sebaliknya anak-anak
memberi keputusan sendiri apa yang terbaik bagi diri mereka sendiri. Dan bisa
dikatakan juga bahwa pengaruh pembelian oleh orang tua akan berpengaruh untuk
seterusnya pada anak. Seperti contoh pada beberapa budaya yaitu seperti di
Meksiko, sama halnya dengan Amerika, peran orang dewasa sangat berpengaruh.
Para orang tua lebih memiliki kecenderungan dalam mengambil keputusan dalam
membeli. Begitu juga para orang dewasa muda di Thailand yang hidup sendiri
diluar dari orang tua atau keluarga mereka. Tetapi ketergantungan dalam membeli
masih dipengaruhi oleh orang tua maupun keluarga mereka. Yang lain halnya di
India, sesuatu hal yang akan dibeli diputuskan bersama-sama dalam satu keluarga
yaitu seperti diskusi keluarga diantara mereka.
Contoh Kasus
REPUBLIKA.CO.ID,KARANGAYAR – Pelestarian terhadap
seni budaya batik menjadi salah kaprah. Masalahnya, seluruh siswa SMP dan
SMA/SMK di Kabupaten Karanganyar diwajibkan membeli seragam batik. Kewajiban
ini berlaku bagi siswa baru maupun siswa lama saat orangtua mengambil rapot
kenaikan kelas.
Koleksi seragam sekolah bertambah. Siswa SMP,
misalnya, selain memiliki seragam putih-biru dan Pramuka, kini bertambah
seragam batik. Demikian dengan siswa SMA/SMK. Selain seragam putih-abu-abu dan
Pramuka, kini juga bertambah seragam batik.
Ini yang dipersoalkan orangtua di sana. Mereka bukan
saja mempermasalahkan cara ”paksaan” yang dilakukan pihak sekolah. Tapi, soal
harga yang terlalu tinggi.
”Masak seragam batik printing harganya Rp 179 ribu per
potong,” tutur salah seorang walisiswa kepada Republika.
Walisiswa dari sebuah SMPN di Jaten, Karangnyar, ini
merasa keberatan dengan model pungutan seperti ini. Masalahnya, siswa setiap
ajaran baru itu wajib membeli seragam reguler dan seragam olahraga.
Menurutnya, banyak orangtua yang memprotes. Tapi,
mereka tak dapat berbuat banyak. ”kebijakan seragam batik sebagai identitas
sekolah. Mau tidak mau, siswa harus membeli,” katanya.
Siswa SMAN I Karanganyar mewajibkan membeli seragam
batik lewat koperasi sekolah. Orangtua disodori belangko pembelian seragam
batik senilai Rp 179 ribu. Ini diberikan saat orangtua mengambil rapor. Dalam
blangko disebutkan, orangtua bisa membayar batik saat mengambil rapor. Atau setelah
libur sekolah.
VIII. Penutup
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya
bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan
perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak
kegiatan sosial manusia.
Suatu budaya boleh saja di lestarikan dan di jaga utuh
,tetapi suatu budaya jangan di jadikan sebuah konsumsi yang berlebihan atau
beban,gunakan budaya sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan kalau tidak sesuai
malah akan jadi salah kaprah.
Mempelajari budaya yang modern dan cangih bisa
menaikan pendapatan seperti halnya berbisnis online.
REFERENSI :
Peter dan Olson, 1996. Perilaku Konsumen dan Strategi
Pemasaran. D. Sihombing (penerjemah). Consumen
Behavior. Gelora Aksara Pratama. Jakarta.
Prof. Dr. Ir. Ujang
Sumarwan, M.Sc, 2011. Perilaku Konsumen.
Ghalia Indonesia
Sumarwan, U. 2004. Perilaku Konsumen. Ghalia Indonesia.
Jakarta
Budiarto,
Teguh (1993). Seri Diktat Kuliah : Dasar Pemasaran. Jakarta :
Universitas Gunadarma.
Sumber Lain :
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Supply-demand-right-shift-demand.svg&filetimestamp=20090629160839http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita-pendidikan/11/06/26/lndgx2-demi-alasan-pelestarian-budaya-siswa-dipaksa-beli-seragam-batik-rp-179-ribu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar