Minggu, 02 Oktober 2022

EKONOMI MAKRO - INFLASI & DEFLASI


Inflasi dan deflasi adalah masalah yang berkaitan dengan sistem perekonomian dan finansial negara. Keadaan tersebut dapat memengaruhi harga produk yang beredar di pasar. 

 

Hal tersebut tidak hanya berpengaruh pada perusahaan, tetapi juga masyarakat umum. Berdasarkan informasi singkat di atas, sudahkah kamu mengetahui apa itu inflasi dan deflasi? Simak penjelasan selengkapnya berikut ini.

 

Apa Itu Inflasi?

Apa yang dimaksud dengan inflasi dan apa penyebabnya? Inflasi adalah kondisi pada sebuah negara, di mana harga setiap barang yang beredar mengalami kenaikan secara terus-menerus dalam jangka waktu tertentu. Kondisi ini terjadi akibat banyaknya uang yang beredar di masyarakat, sehingga menyebabkan adanya kenaikan harga barang.

 

Penyebab Terjadinya Inflasi

Selain banyaknya uang yang beredar, inflasi disebabkan oleh tingginya permintaan terhadap suatu barang atau jasa sehingga meningkatkan biaya produksi atas barang atau jasa terkait. 

 

Banyaknya peluang kerja pada perusahaan dalam kondisi pembangunan ekonomi akan memunculkan peningkatan upah sehingga semakin banyak uang untuk dibelanjakan. Inflasi juga terjadi akibat adanya utang nasional yang dipengaruhi oleh jumlah pinjaman dan pengeluaran sebuah negara. 

 

Nilai tukar pada transaksi internasional yang ditentukan oleh besarnya nilai dolar juga berperan penting dalam tinggi rendahnya inflasi.

 

 

Karakteristik Inflasi

Kondisi perekonomian suatu negara dapat dikatakan mengalami inflasi apabila terpenuhi 3 karakteristik inflasi. Karakteristik yang harus dipenuhi antara lain adanya kenaikan harga barang atau jasa, kenaikan bersifat umum dan menyeluruh, serta berlangsung secara terus menerus pada waktu tertentu.

 

Definisi Inflasi​​

Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Deflasi merupakan kebalikan dari inflasi, yakni penurunan harga barang secara umum dan terus menerus.


Perhitungan inflasi dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), link ke metadata SEKI-IHK. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.

 

Pengukuran Indeks Harga Konsumen (IHK)

Berdasarkan the Classification of Individual Consumption by Purpose (COICOP), IHK dikelompokkan ke dalam tujuh kelompok pengeluaran, yaitu :

  1. Bahan Makanan.
  2. Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau.
  3. Perumahan.
  4. Sandang.
  5. Kesehatan.
  6. Pendidikan dan Olahraga.
  7. Transportasi dan Komunikasi.

 

Data pengelompokan tersebut didapatkan melalui Survei Biaya Hidup (SBH).

 

Disagregasi Inflasi

Di samping pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.


Di Indonesia, disagregasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi:

1. flasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti :

  • Interaksi permintaan-penawaran.
  • Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang.
  • Ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen.

2. Inflasi non-Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non-inti terdiri dari :

  • Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food): Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional.
  • Inflasi Komponen Harga yang diatur oleh Pemerintah (Administered Prices): Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll.

 

Determinan Inflasi

Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (Administered Price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.

 

Faktor penyebab demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut dapat bersifat adaptif atau forward looking.



Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum provinsi (UMP). Meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari kondisi supply-demand tersebut. Demikian halnya pada saat penentuan UMP, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan.

Pentingnya Kestabilan Harga

Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.

 

Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai Rupiah. Keempat, pentingnya kestabilan harga kaitannya dengan SSK (referensi).

 

Sasaran Inflasi​​

Melalui amanat yang tercakup di Undang Undang tentang Bank Indonesia, tujuan Bank Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Kestabilan nilai Rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang negara lain.


Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai oleh Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah. Dalam upaya pencapaian tujuannya, Bank Indonesia menyadari bahwa pencapaian pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi perlu diselaraskan untuk mencapai hasil yang optimal dan berkesinambungan dalam jangka panjang.

 

Pengendalian Inflasi​​

Kebijakan moneter Bank Indonesia ditujukan untuk mengelola tekanan harga yang berasal dari sisi permintaan agregat (demand management) relatif terhadap kondisi sisi penawaran. Kebijakan moneter tidak ditujukan untuk merespons kenaikan inflasi yang disebabkan oleh faktor yang bersifat kejutan dan bersifat sementara (temporer) yang akan hilang dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu.


Sementara itu, inflasi juga dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari sisi penawaran ataupun yang bersifat kejutan (shocks) seperti kenaikan harga minyak dunia dan adanya gangguan panen atau banjir. Dari bobot dalam keranjang IHK, bobot inflasi yang dipengaruhi oleh faktor penawaran dan kejutan diwakili oleh kelompok volatile food dan administered prices yang mencakup kurang lebih 40% dari bobot IHK.


Dengan demikian, kemampuan Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi relatif terbatas apabila terdapat kejutan (shocks) yang sangat besar, seperti ketika terjadi kenaikan harga BBM di tahun 2005 dan 2008, sehingga menyebabkan adanya lonjakan inflasi.


Dengan pertimbangan bahwa laju inflasi juga dipengaruhi oleh faktor yang bersifat kejutan tersebut maka pencapaian sasaran inflasi memerlukan kerjasama dan koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi baik dari kebijakan fiskal, moneter maupun sektoral. Lebih jauh, karakteristik inflasi Indonesia yang cukup rentan terhadap kejutan-kejutan (shocks) dari sisi penawaran memerlukan kebijakan-kebijakan khusus untuk permasalahan tersebut.

Dalam tataran teknis, koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia telah diwujudkan dengan membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005. Anggota TPI, terdiri dari Bank Indonesia dan kementerian teknis terkait di Pemerintah seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perhubungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,  Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Sekretaris kabinet, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.


Menyadari pentingnya koordinasi tersebut, sejak tahun 2008, pembentukan TPI diperluas hingga ke level daerah. Ke depan, koordinasi antara Pemerintah dan BI diharapkan akan semakin efektif dengan dukungan forum TPI baik pusat maupun daerah sehingga dapat terwujud inflasi yang rendah dan stabil, yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan berkelanjutan.


Penetapan Target Inflasi​​

Target atau sasaran inflasi merupakan tingkat inflasi yang harus dicapai oleh Bank Indonesia, berkoordinasi dengan Pemerintah. Penetapan sasaran inflasi berdasarkan UU mengenai Bank Indonesia dilakukan oleh Pemerintah. Dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan untuk tiga tahun ke depan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Berdasarkan PMK No.101/PMK.010/2021 tanggal 28 Juli 2021 tentang Sasaran Inflasi tahun 2022, tahun 2023, dan tahun 2024, sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode 2022 – 2024, masing-masing sebesar 3,0%, 3,0%, dan 2,5%, dengan deviasi masing-masing ±1%.

 

Sasaran inflasi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaku usaha dan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya ke depan, sehingga tingkat inflasi dapat dijaga pada tingkat yang rendah dan stabil. Salah satu upaya pengendalian inflasi menuju inflasi yang rendah dan stabil adalah dengan membentuk dan mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat agar mengacu pada sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Angka target atau sasaran inflasi dapat dilihat pada situs Bank Indonesia atau situs instansi Pemerintah lainnya seperti Kementerian Keuangan, Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, atau Bappenas. Sebelum UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sementara setelah UU tersebut, dalam rangka meningkatkan kredibilitas Bank Indonesia maka sasaran inflasi ditetapkan oleh Pemerintah.

 

 



Apa Itu Deflasi?


Berbeda dengan inflasi, deflasi adalah kondisi penurunan harga barang akibat rendahnya daya beli masyarakat pada waktu tertentu dalam durasi yang panjang. Deflasi tidak hanya akan memengaruhi penurunan harga barang dan jasa namun juga berisiko pada biaya produksi, upah pekerja, hingga daya beli masyarakat.

 

Jika inflasi adalah kenaikan harga baramg yang terus mengalami kenaikan, maka deflasi merupakan suatu keadaan perekonomian di suatu negra dimana terjadi sebuah kecenderungan penurunan harga yang terus menerus terjadi dalam satu priode.

 

Baik itu inflasi ataupun deflasi sama – sama merupakan masalah perekonomian suatu negara yang harus segera diatasi. Apalagi inflasi dan deflasi ini juga dapat mempengaruhi bisnis yang sedang Anda jalankan.

 

Sebuah perusahaan harus menurunkan harga suatu produk atau layanan untuk tetap menarik daya beli masyarakat dengan rasio keuangan rendah. Dalam penurunan harga barang tersebut perusahaan mengorbankan nilai keuntungan yang diperoleh.  

 

Deflasi adalah periode di mana harga-harga secara umum jatuh, dan nilai uang bertambah. Deflasi juga didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana ada penurunan harga barang secara terus menerus, sehingga terjadi peningkatan nilai uang.


Dikutip dari Modul Ekonomi Kemdikbud Kelas XI oleh Basuki, S.Pd., M.M., arti deflasi adalah kondisi dimana jumlah uang beredar lebih sedikit, dibandingkan dengan jumlah barang dan jasa.

 

Pengertian deflasi adalah kebalikan dari inflasi. Perbedaan inflasi dan deflasi adalah, jika inflasi terjadi akibat banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat, maka deflasi terjadi karena kurangnya jumlah uang yang beredar.


Salah satu cara menanggulangi deflasi adalah dengan menurunkan tingkat suku bunga. Bank sentral dapat mengambil kebijakan menurunkan tingkat suku bunga bank umum, dengan harapan masyarakat banyak melakukan pinjaman dari bank. Sehingga, memungkinkan pada akhirnya menambah jumlah uang yang beredar di masyarakat.



Penyebab Terjadinya Deflasi

Rendahnya rasio keuangan yang dimiliki masyarakat dapat menjadi salah satu alasan terjadinya inflasi. Namun, terdapat beberapa penyebab lain yang mendorong negara pada kondisi tersebut.    Penyebab terjadinya inflasi antara lain :

  1. Adanya perubahan struktur pada persaingan pasar. Perusahaan di sektor yang sama akan bersaing menurunkan harga barang sehingga dapat lebih unggul dibandingkan pesaingnya.
  2. Terjadinya peningkatan produktivitas akibat adanya inovasi dan kemajuan teknologi.
  3. Turunnya daya beli masyarakat akibat sedikitnya persediaan jumlah mata uang.

 

Karakteristik Deflasi

Deflasi merupakan kondisi yang berkebalikan dengan inflasi. Sebuah negara dapat dikatakan mengalami deflasi ketika terjadi penurunan harga barang secara terus menerus, berkurangnya jumlah uang yang beredar, dan masyarakat memilih untuk menyimpan uang di bank ataupun platform penyimpanan uang lainnya dibandingkan melakukan transaksi.

 

Penyebab Deflasi

Jika dilihat dari pengertian deflasi, penyebab deflasi suatu negara adalah sebagai berikut :

  1. Jumlah uang yang beredar di masyarakat sedikit atau menurun.
  2. Menurunya permintaan terhadap barang atau jasa.
  3. Tingkat penawaran lebih besar, sehingga hasil produksi sama.


 

Jenis Deflasi

Jenis deflasi antara lain :

  1. Deflasi sirkulasi adalah deflasi yang terjadi akibat adanya perubahan menurunya perekonomian. Hal ini terjadi karena harga barang menurun, karena tingkat produksi dan konsumsi tidak seimbang.
  2. Deflasi strategis adalah deflasi yang terjadi karena strategi kebijakan pemerintah tidak berhasil. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah itu nyatanya tidak bisa menekan angka konsumsi berlebih, pada masyarakat. Sehingga, menyebabkan penurunan harga.

 

Dampak Deflasi

Dampak positif deflasi adalah masyarakat bisa membeli dengan harga barang yang murah. Dampak deflasi juga bisa menguatkan nilai mata uang.

Namun, deflasi tidak bagus untuk perekonomian. Dikutip dari buku 'Kamus Istilah Ekonomi dan Bisnis' oleh Henricus W. Ismanthono, adapun beberapa dampak dari deflasi adalah :

  1. Bertambahnya jumlah pengangguran, akibat banyaknya pengurangan karyawan perusahaan.
  2. Menurunya angka permintaan pasar, sehingga memaksa para produsen mengurangi jumlah produksinya.
  3. Penurunan keuntungan (laba) perusahaan.
  4. banyaknya penutupan pabrik, penurunan pendapatan serta meningkatnya gagal bayar ( default) baik dari perusahaan maupun individu.


Contoh Deflasi

Contoh deflasi adalah ketika ada saat dimana turunnya harga bahan makanan di Indonesia. Deflasi itu terjadi pada September tahun 2019 lalu, Badan Pusat Statistik mencatat Indonesia mengalami deflasi mencapai angka 0,27%. Kondisi itu terjadi akibat sebagian besar harga komoditas makanan dan bumbu-bumbu dapur menurun. Tercatat ada sejumlah 82 kota di Indonesia, yang terkena dampak penurunan harga tersebut, demikian dikutip dari laman OCBCNISP.


Salah satu cara menanggulangi atau cara mengatasi deflasi adalah dengan menurunkan tingkat suku bunga. Bank sentral dapat mengambil kebijakan menurunkan tingkat suku bunga bank umum, dengan harapan masyarakat banyak melakukan pinjaman dari bank. Sehingga, memungkinkan pada akhirnya menambah jumlah uang yang beredar di masyarakat.



Selasa, 20 September 2022

EKONOMI MAKRO - ANALISIS PENDAPATAN NASIONAL

Makro Ekonomi




Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Hal ini dikarenakan adanya kesinambungan perubahan ekonomi Indonesia yang meliputi pertumbuhan ekonomi, kestabilan harga, tenaga kerja, hingga tercapainya keseimbangan neraca. Hal ini tercakup dalam perekonomian makro di Indonesia. Apa itu ekonomi makro di Indonesia? Yuk, disimak penjelasan lebih detailnya.

 

Pengertian Ekonomi Makro

 

Ekonomi makro adalah cabang ilmu ekonomi yang khusus mempelajari cara bekerja atau mekanisme perekonomian sebagai suatu keseluruhan (aggregate) yang berkaitan dengan efisiensi penggunaan faktor produksi yang tersedia agar tercipta kemakmuran masyarakat yang maksimal. Ekonomi jenis ini juga bisa menganalisis tentang produsen secara keseluruhan serta konsumen dalam pengalokasian pendapatan dalam membeli barang/jasa.

 

Pengertian Ekonomi Makro di Indonesia

Jika dikaitkan dengan ekonomi di Indonesia, ekonomi makro Indonesia merupakan suatu sistem yang menganalisis tentang perubahan ekonomi di Indonesia yang dapat memengaruhi pasar, perusahaan, dan masyarakat. Dengan kata lain, ekonomi jenis ini menjelaskan tentang sistem analisis yang menganalisis bentuk terjadinya perubahan kondisi ekonomi Indonesia demi tercapainya hasil analisis terbaik.


 

Tujuan Ekonomi Makro di Indonesia

1). Meningkatkan pendapatan nasional

Salah satu tujuan ekonomi makro di Indonesia adalah untuk meningkatkan pendapatan nasional Indonesia. Dengan mengetahui pendapatan nasional Indonesia, pertumbuhan ekonomi negara ini bisa terukur dengan baik. Selain itu, kebijakan-kebijakan ekonomi yang efektif dan efisien dapat meningkatkan pendapatan nasional Indonesia secara signifikan.

 

2). Membuka kesempatan lapangan pekerjaan

Tujuan lainnya perekonomian makro di Indonesia adalah kesempatan untuk membuka lapangan pekerjaan. Dengan adanya peningkatan peluang untuk mendapatkan kesempatan kerja, peningkatan kapasitas produksi secara nasional dapat meningkat. Kebijakan makro juga bisa diterapkan di Indonesia agar dapat mengajak para investor untuk menanamkan modal atau berinvestasi sehingga terciptanya lapangan pekerjaan.

 

 

3). Meningkatkan kapasitas produksi secara nasional

Meningkatkan kapasitas produksi secara nasional merupakan tujuan lain dalam perekonomian makro di Indonesia. Kapasitas produksi nasional yang meningkat dapat memengaruhi peningkatan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di Indonesia. Untuk meningkatkan kapasitas produksi secara nasional, perbaikan situasi investasi dalam negeri bisa memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan kapasitas produksi.

 

4). Mengendalikan inflasi

Salah satu terjadinya inflasi diakibatkan karena terjadinya permintaan terlalu besar terhadap suatu barang/jasa sehingga menyebabkan kenaikan harga. Jika inflasi terjadi, pertumbuhan perekonomian di Indonesia akan terhambat dan berpengaruh pada kenaikan harga barang yang sangat tinggi, peningkatan pengangguran, serta penurunan nilai mata uang.

Penerapan kebijakan makro, seperti politik pasar terbuka, cash ratio, hingga politik diskonto sangat diperlukan untuk mencegah lajunya inflasi.

 

5). Menjaga kestabilan ekonomi

Analisis perekonomian makro di Indonesia juga bertujuan untuk menjaga kestabilan ekonomi negara Indonesia. Kestabilan perekonomian sangatlah penting agar para pelaku ekonomi memiliki kepercayaan untuk berinvestasi di Indonesia.

Tercapainya stabilitas perekonomian di Indonesia terjadi ketika variabel ekonomi makro: tingkat permintaan persediaan dan neraca pembayaran seimbang. Penerapan kebijakan-kebijakan ekonomi berupa perbaikan fungsi pasar dan perbaikan di sektor industri, pertanian, keuangan, dan lain-lain harus dilakukan untuk mencapai kestabilan ekonomi.

 

6). Menyeimbangkan neraca pembayaran luar negeri

Tujuan diperlukan adanya analisis ekonomi makro di Indonesia adalah untuk menyeimbangkan neraca pembayaran luar negeri. Neraca pembayaran merupakan rangkuman dari berbagai transaksi, seperti transaksi keuangan antar penduduk baik di dalam maupun di luar negeri, pembelian dan penjualan barang/jasa, dan dana hibah dari negara asing dalam satu periode tertentu.

Neraca pembayaran luar negeri harus seimbang guna menghindari terjadinya defisit neraca pembayaran luar negeri.

 

 

Model  Pertumbuhan Ekonomi  Satu Sektor

Berbicara seputar ekonomi memang tidak akan ada habisnya, karena memang ilmu ekonomi sangat luas ditambah lagi dengan perkembangan yang cukup cepat dalam dunia ekonomi. Di dalam dunia ekonomi, dikenal 2 jenis studi ekonomi yaitu ekonomi makro dan ekonomi mikro. Dalam artikel ini, Jurnal akan membahas secara lengkap pengertian, tujuan, ruang lingkup dan kebijakan ekonomi makro.

 

A. Apa Itu Ekonomi Makro ?

Ekonomi makro adalah studi tentang ekonomi secara keseluruhan. Ilmu ekonomi yang satu ini khusus mempelajari ekonomi secara skala besar dan keseluruhan. Ekonomi makro sering digunakan untuk menganalisa dan merancang target-target kebijaksanaan yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi, inflasi, tenaga kerja dan keseimbangan neraca pembayaran yang berkesinambungan.

 

Dikutip dari buku Konsep Dasar Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi (2018) karya Thamrin, ekonomi makro adalah sebuah ilmu ekonomi yang mempelajari perekonomian sebuah negara secara komprehensif. Ekonomi jenis ini juga bisa menganalisis tentang produsen secara keseluruhan serta konsumen dalam pengalokasian pendapatan dalam membeli barang/jasa. 

 

Ekonomi makro memiliki beberapa tujuan yang juga berdampak untuk suatu negara. Setiap tujuan dimaksudkan untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam suatu negara.

 

Berikut beberapa tujuannya :

1). Menciptakan Lapangan Pekerjaan

Angka pengangguran yang tinggi di sebuah negara akan berdampak buruk untuk negara tersebut. Pengangguran yang tinggi akan menjadi beban ekonomi negara. Kebijakan ekonomi makro mengatur agar lapangan pekerjaan tercipta sehingga mampu menekan angka pengangguran dalam suatu negara.


2
). Produksi dalam Negeri yang Tinggi

Tinggi atau rendah suatu produksi dalam negeri tergantung ada investasi yang masuk ke dalam negara tersebut. Agar bisa meningkatkan produksi dalam negeri, suatu negara harus memiliki investasi yang tinggi serta meningkatkan produktivitas masyarakat. Dengan meningkatnya produktivitas, pendapatan juga akan meningkat dan produksi dalam negeri bisa ditingkatkan dengan baik.


3
). Ekonomi yang Stabil

Perekonomian yang stabil dalam suatu negara termasuk dalam tingkat pendapatan, lapangan pekerjaan, dan juga kestabilan harga barang dalam negara tersebut. Ekonomu makro memiliki tujuan agar harga barang dan juga lapangan pekerjaan selalu stabil. Hal ini juga akan berdampak baik untuk suatu negara.


4
). Neraca Pembayaran Seimbang

Setiap negara pasti melakukan transaksi dengan negara lain. Hal ini juga bisa mempengaruhi ekonomi suatu negara. Maka dari itu neraca pembayaran juga harus seimbang. Beberapa hal penting yang perlu diketahui dalam neraca pembayaran adalah neraca perdagangan, transaksi berjalan, dan lalu lintas moneter.


5
). Pendapatan Penduduk yang Merata

Salah satu tujuan dari ekonomi makro adalah agar suatu negara memiliki pendapatan penduduk yang saling merata. Pendapatan tersebut didapat baik dari pengelolaan sumber daya alam maupun sumber daya manusia dalam negara tersebut. Dengan pendapatan yang merata, maka kehidupan penduduk akan menjadi semakin baik. Sehingga kualitas manusia dalam suatu negara akan menjadi semakin baik juga.

 

B. Ruang Lingkup Ekonomi Makro

Apa saja yang masuk ke dalam ruang lingkup ekonomi makro? Berdasarkan pengertian di atas, ruang lingkupnya ekonomi makro, antara lain :

 

1). Menentukan Kegiatan Perekonomian Negara

Ilmu ekonomi makro akan mampu menjelaskan pergerakan perekonomian dalam menghasilkan barang dan jasa. Pendekatan yang digunakan akan memberi detail pengeluaran secara keseluruhan, yaitu: pengeluaran pemerintah, ekspor / impor, pengeluaran rumah tangga, dan pengeluaran perusahaan / investasi.


2). Kebijakan Pemerintah

Sebuah negara takkan lepas dari persoalan tentang inflasi atau pengangguran. Disini pemerintah berperan penting dalam mengatasi permasalahan ini dengan serangkaian kebijakan – fiskal atau moneter.

Kebijakan fiskal adalah strategi pemerintah mengubah struktur dan jumlah pajak, serta pengeluaran dengan tujuan mempengaruhi aktivitas ekonomi. Sementara itu, kebijakan moneter merupakan strategi pemerintah dalam mempengaruhi peredaran uang di masyarakat.


3). Pengeluaran Menyeluruh (Agregat)

Pengeluaran menyeluruh (agregat) yang tidak ideal bisa memicu masalah perekonomian. Ketika pengeluaran menyeluruh berada dalam taraf yang ideal, maka inflasi bisa dikontrol dan kesempatan kerja lebih baik.

Di atas kertas, ketiga tujuan di atas bisa dilakukan. Namun bicara praktik, tujuan ini sulit diwujudkan.

 

C. Pemerintah Dalam Ekonomi Makro

Pemerintah memegang peranan utama di dunia ekonomi makro. Apa saja peranan pemerintah itu ? Sebelumnya, mari kita ketahui terlebih dulu fungsi pemerintah dalam ekonomi makro.

  1. Fungsi stabilisasi, dalam menciptakan stabilitas ekonomi, politik, hukum, sosial, keamanan, dan pertahanan.
  2. Fungsi alokasi, dalam menyediakan jasa dan barang untuk umum yang masuk ke dalam infrastruktur – jalan raya, lampu jalanan, gedung sekolah, dll.
  3. Fungsi distribusi, dalam mewujudkan pemerataan pendapatan masyarakat di seluruh wilayah.

 

Sementara itu, peranan pemerintah di dunia ekonomi makro adalah :

Kebijakan Fiskal | Pemerintah bisa mengubah pendapatan serta pengeluaran negara sampai mendapatkan stabilitas ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan banyak  lapangan pekerjaan.

  1. Kebijakan Moneter | Pemerintah memanfaatkan Bank Indonesia untuk mengatur peredaran uang di pasaran untuk mengendalikan perekonomian.
  2. Kebijakan Non-Fiskal dan Non-Moneter | Pemerintah bisa mengatur tuntutan kenaikan pendapatan para pekerja, mendorong pengusaha meningkatkan efisiensi produksi, mengelola infrastruktur, dan membuat peraturan-peraturan yang tujuannya untuk mengkondusifkan.
  3. Kebijakan Anggaran | Pemerintah bisa mengambil peran dalam kebijakannya menciptakan uang baru dan opsi melakukan pinjaman.
  4. Kebijakan Keuangan Internasional | Pemerintah berperan khusus yang berkaitan dengan kebijakan ekonomi internasional. Caranya? Memberi subsidi di bidang industri tertentu dengan tujuan melindungi atau menekan harga jual, mengawasi kegiatan ekspor-impor dan mengatur barang untuk berada pada taraf stabil, mengadakan komoditas yang disetujui, membuka investasi asing, melaksanakan investasi asing. Semua kebijakan yang ditempuh ini bertujuan melindungi bahkan memajukan perekonomian dalam negeri.
  5. Kebijakan Perdagangan | Pemerintah bisa meningkatkan sekaligus menyempurnakan sistem perdagangan, yang bertujuan pada tumbuhnya ekonomi nasional.
  6. Kebijakan Penyederhanaan Debirokrasi | Pemerintah bisa memangkas birokrasi, khususnya untuk dunia bisnis supaya bisa menetapkan barang yang didapatkan dari hasil industri pertambangan, pertanian, dll. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan ekspor, menekan impor, dan menghasilkan investasi yang baru.
  7. Kebijakan Deregulasi | Pemerintah bisa melakukan upaya mengurangi peraturan yang menghambat peningkatan ekonomi nasional, dimana tujuannya menekan tinggi biaya ekonomi dan mengurangi ongkos produksi.

Kesimpulan dari uraian di atas, ekonomi makro sangat dibutuhkan sebuah negara untuk menganalisis perkembangan perekonomiannya. Apakah kebijakan yang diambil sudah sesuai dengan jalur tujuan yang diinginkan atau belum ?

 

Jika belum nantinya bisa dibenahi dengan mencari penyebab dan solusinya, sedang jika sudah maka bisa ditingkatkan lagi atau tidak. Dengan mengetahui hal ini, maka diharapkan pemerintah bisa mengambil kebijakan yang bisa membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

 


Model  Perumbuhan Ekonomi Dua Sektor

 

A. Perekonomian Dua Sektor

Perekonomian dua sektor adalah perekonomian yang terdiri dari sektor rumah tangga dan perusahaan. Ini berarti dalam perekonomian dimisalkan tidak terdapat kegiatan pemerintah maupun perdagangan luar negeri.

 

B. Ciri-Ciri Aliran Pendapatan Dua Sektor :

  1. Sektor perusahaan menggunakan faktor-faktor produksi yang dimiliki rumah tangga. Faktor-faktor produksi tersebut memperoleh pendapatan berupa gaji dan upah, sewa, bunga dan untung
  2. Sebagian besar pendapatan yang diterima rumah tangga akan digunakan untuk konsumsi, yaitu membeli barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh sektor perusahaan
  3. Sisa pendapatan rumah tangga yang tidak digunakan untuk konsumsi akan ditabung dalam institusi-institusi keuangan
  4. Pengusaha-pengusaha yang memerlukan modal untuk melakukan investasi akan meminjam tabungan yang dikumpulkan oleh badan-badan keuangan dari sektor rumah tangga.

 

C. Hubungan Antara Konsumsi dan Pendapatan

Ciri-ciri hubungan konsumsi dan pendapatan:

  1. Pada pendapatan yang rendah, rumah tangga akan menutupnya dari tabungan / mengambil dari tabungan.
  2. Kenaikan pendapatan menaikkan pengeluaran konsumsi
  3. Pada pendapatan yang tinggi, Rumah Tangga menabung

 

D. Fungsi Konsumsi dan Tabungan

 

Fungsi Konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan diantara tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (atau pendapatan disposibel) perekonomian tersebut.


Fungsi Tabungan adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan diantara tingkat tabungan rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (atau pendapatan disposibel) perekonomian tersebut.

 

E. Investasi

Investasi merupakan pengeluaran perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa dalam perekonomian.

 

Penentu Tingkat  Investasi

  1. Investasi, keuntungan, dan tingkat bunga
  2. Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan
  3. Kemajuan teknologi
  4. Tingkat pendapatan nasional & perubahannya
  5. Keuntungan yang diperoleh

 

Penentu-Penentu Investasi yang Lain

  1. Ramalan Keadaan di masa datang
  2. Perubahan dan perkembangan teknologi
  3. Efek pertumbuhan pendapatan nasional
  4. Keuntungan perusahaan


  

Model – Model Pertumbuhan Ekonomi

 

Model-Model Pertumbuhan Ekonomi

Sebagai seorang dosen ekonomi, tentu kita tidak akan asing dengan nama-nama Adam Smith, Davis Ricardo, Arthur Lewis, dan lain sebagainya. Kali ini saya mem-posting matei mengenai model-model pertumbuhan ekonomi, dimana para ekonom klasik dan modern saling mengemukakakn pendapat mereka mengenai model-model atau ukuran-ukuran bahwa suatu negara dikatakan telah tumbuh. Materi ini biasanya akan muncul bagi teman-teman yang berada pada jurusan Ilmu Ekonomi. Sayajuga menambahkan foto-foto dari para ekonom tersebut, dengan tujuan agar kita sebagai seorang mahasiswa/i ekonomi mengnal para ekonom sebelmnya, karena ada ungkapan tidak kenal maka tidak sayang. Walaupun hanya foto, semoga kita semua juga dapat memahami mengapa beliau-beliau menggunakan cara-cara tersebut dalam merumuskan penemuannya. Indahnya berbagi. 

 

1.    Model Pertumbuhan Ekonomi Adam Smith

Sebagai peneliti yang telah dikenal dalam perekonomian dunia, Adam Smith juga menaruh perhatiannya terhadap pertumbuhan ekonomi dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of The Wealth of Nations (1776), beliau mengemukakan tentang proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang secara sistematis. Agar inti dari proses pertumbuhan ekonomi mudah dipahami, terdapat dua apek utama dalam pertumbuhan ekonomi menurut Adam Smith, yaitu :

a. Pertumbuhan output total

Unsur pokok dari sistem produksi suatu negara menurut Smith ada tiga yaitu :

  • Sumberdaya alam yang tersedia (atau faktor roduksi “tanah”). Menurut beliau, sumberdaya alam yang tersedia merupakan wadah yang paling mendasar dari kegiatan produksi suatu masyarakat. Jumlah sumberdaya alam yang tersedia merupakan “batas maksimum” bagi pertumbuhan suatu perekonomian. Maksudnya, jika sumberdaya ini belum digunakan sepenuhnya, maka jumlah penduduk dan stok modal yang ada yang memegang peranan dalam pertumbuhan output tersebut akan berhenti jika semua sumberdaya alam tersebut telah digunakan secara penuh.
  • Sumberdaya insani (atau jumlah penduduk). Unsur ini dikatakan memiliki peranan yang pasif dalam proses pertumbuhan output. Maksudnya, jumlah penduduk akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan akan tenaga kerja dari suatu masyarakat.
  • Stok barang modal yang ada. Stok modal, menurut Adam Smith, merupakan unsur produksi yang secara aktif menentukan tingkat output. Peranannya sangat sentral dalam proses pertumbuhan output. Jumlah dan tingkat pertumbuhan output tergantung pada laju pertumbuhan stok modal. Pengaruh stok modal terhadap tingkat output total bisa secara langsung dan tak langsung. Pengaruh langsung ini maksudnya adalah karena pertambahan modal (sebagai input) akan langsung meningkatkan output. Sedangkan pengaruh tak langsung maksudnya adalah peningkatan produktivitas per kapita yang dimungkinkan oleh karena adanya spesialisasi dan pembagian kerja yang lebih tinggi. Semakin besar stok modal, menurut Smith, semakin besar kemungkinan dilakukannya spesialisasi dan pembagian kerja yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas per kapita.

b. Pertumbuhan Penduduk

Menurut Adam Smith, jumlah penduduk akan meningkat jika tingkat upah yang berlaku lebih tinggi dari tingkat upah subsistem yaitu tingkat upah yang pas-pasan untuk hidup. Jika tingkat upah diatas tingkat subsisten maka orang-orang akan kawin pada umur muda, tingkat kematian menurun, dan jumlah kelahiran meningkat. Sebaliknya, jika tingkat upah yang berlaku lebih rendah dari tingkat upah subsisten, maka jumlah penduduk akan menurun.

Tingkat upah yang berlaku, menurut Smith, ditentukan oleh tarik menarik antara kekuatan permintaan dan penawaran tenaga kerja. Tingkat upah yang tinggi akan meningkat jika permintaan akan tenaga kerja (DL) tumbuh lebih cepat daripada penawaran tenaga kerja (SL). Sementara itu permintaan akan tenaga kerja ditentukan oleh stok modal dan tingkat output masyarakat. Oleh karena itu, laju pertumbuhan permintaan akan tenaga kerja ditentukan oleh laju pertumbuhan stok modal (akumulasi modal) dan laju pertumbuhan output.

Namun demikian, ada beberapa kritik terhadap teori Adam Smith, yaitu :

  • Pembagian Kelas Dalam Masyarakat. Teori Smith ini didasarkan pada lingkungan sosial ekonomi yang berlaku di Inggris dan beberapa negara Eropa. Teori ini mengasumsikan adanya pembagian masyarakat secara tegas yaitu antara golongan kapitalis (termasuk tuan tanah) dan para buruh. Padahal dalam kenyataannya, seringkali kelas menengah mempunyai peran yang sagat penting dalam masyarakat modern. Dengan kata lain, teori Smith mengabaikan peran kelas menengah dalam mendorong pembangunan ekonomi.
  • Alasan menabung. Menurut Smith, orang yang dapat menabung adalah para kapitalis, tuan tanah, dan lintah darat. Namun ini adalah alasan yang tidak adil, sebab tidak terpikir olehnya bahwa sumber utama tabungan di dalam masyarakat yang maju adalah para penerima pendapatan dan bukan kapitalis serta tuan tanah.
  • Asumsi persaingan sempurna. Asumsi utama teori Smith, adalah persaingan sempurna. Kebijakan pasar bebas dari persaingan sempurna ini tidak ditemukan di dalam perekonomian manapun. Sejumlah kendala atau batasan malahan dikenakan pada sektor perorangan (misalnya larangan monopoli) dan perdagangan internasional (misalnya adanya proteksi) pada setiap negara di dunia.
  • Pengabaian peranan entrepreneur. Smith agak mengabaikan peranan entrepreneur dalam pembangunan. Padahal para entrepreneur ini mempunyai peranan yang sentral dalam pembangunan. Mereka inilah yang menciptakan inovasi dan pada akhirnya menghasilkan akumulasi modal.
  • Asumsi Stasioner. Menurut Smith, hasil akhir suatu perekonomian kapitalis adalah keadaan stasioner. Ini berarti bahwa perubahan hanya terjadi di sekitar titik keseimbangan tersebut. Padahal dalam kenyataannya proses pembangunan itu sering kali terjadi teratur dan tidak seragam. Jadi, asumsi ini tidak realistis.

 

2. Model Pertumbuhan Ekonomi David Ricardo

Garis besar proses pertumbuhan dan kesimpulan-kesimpulan dari Ricardo tidak jauh berbeda dengan teori Adam Smith. Tema dari proses pertumbuhan ekonomi masih pada perpacuan antara laju pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan output. Selain itu Ricardo juga menganggap bahwa jumlah faktor produksi tanah (sumberdaya alam) tidak bisa bertambah, sehingga akhirnya menjadi faktor pembatas dalam proses pertumbuhan suatu masyarakat.

 

Teori Ricardo ini diungkapkan pertama kali dalam The Principles of Political Economy and Taxation yang diterbitkan pada tahun 1917. Sebelum membicarakan aspek-aspek pertumbuhan dari Ricardo terlebih dahulu kita coba untuk mengenali ciri-ciri perekonomian Ricardo sebagai berikut :

  • Jumlah tanah terbatas
  • Tenaga kerja (penduduk) meningkat atau menurun tergantung pada apakah tingkat upah diatas atau dibawah tingkat upah minimal (tingkat upah alamiah = natural wage)
  • Akumulasi modal terjadi bila tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik modal berada diatas tingkat keuntungan minimal yang diperlukan untuk menarik mereka melakukan investasi.
  • Kemajuan teknologi sepanjang waktu
  • Sektor pertanian dominan.

 

Dengan terbatasnya luas tanah maka pertumbuhan penduduk (tenaga kerja) akan menurunkan produk marjinal (marginal product) yang kita kenal dengan istilah The law of diminishing returns.  Selama buruh yang dipekerjakan pada tanah tersebut bisa menerima tingkat upah diatas tingkat upah alamiah, maka penduduk (tenaga kerja) akan terus bertambah, dan hal ini akan menurunkan lagi produk marjinal tenaga kerja dan pada gilirannya akan menekankan tingkat upah ke bawah.

 

Proses yang dijelaskan diatas akan berhenti jika tingkat upah turun sampai tingkat upah alamiah. Jika tingkat upah turun sampai tingkat upah alamiah, maka jumlah penduduk (tenaga kerja) menurun. Dan tingkat upah akan naik lagi sampai tingkat upah alamiah. Pada posisi ini jumlah penduduk konstan. Jadi, dari segi faktor produksi tanah dan tenaga kerja, ada suatu kekuatan dinamis yang selalu menarik perekonomian kearah tingkat upah minimum, yaitu bekerjanya the law of diminishing returns.

 

Menurut Ricardo, peranan akumulasi modal dan kemajuan teknologi adalah cenderung meningkatkan produktivitas tenaga kerja, artinya, bisa memperlambat bekerjanya the law of diminishing returns, yang pada gilirannya akan memperlambat pula penurunan tingkat hidup ke arah tingkat hidup minimal. Inilah inti dari proses pertumbuhan ekonomi (kapitalis) menurut Ricardo. Proses ini tidak lain adalah proses tarik-menarik antara dua kekuatan dinamis yaitu antara the law of diminishing returns dan kemajuan teknologi.

 

Sayangnya, proses tarik-menarik tersebut akhirnya dimenangkan oleh the law of diminishing returns, demikian Ricardo. Keterbatasan faktor produksi tanah (sumber daya alam) akan membatasi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Suatu negara hanya bisa tumbuh sampai batas yang dimungkinkan oleh sumber daya alam.

 

Apabila semua potensi sumberdaya alam telah dieksploitir secara penuh maka perekonomian berhenti tumbuh. Masyarakat mencapai posisi stasionernya, dengan ciri-ciri sebagai berikut :

  • Tingkat output konstan
  • Jumlah penduduk konstan
  • Pendapatan per kapita juga menjadi konstan
  • Tingkat upah pada tingkat upah alamiah (minimal)
  • Tingkat keuntungan pada tingkat yang minimal
  • Akumulasi modal berhenti (stok modal konstan)
  • Tingkat sewa tanah yang maksimal

 

Namun, adapun kritik terhadap teori Ricardo, antara lain :

  • Pengabaian pengaruh kemajuan teknologi. Ricardo menjelaskan bahwa kemajuan teknologi di sektor industri akan mengakibatkan penggantian tenaga kerja. Pada awalnya kemajuan teknologi tersebut dapat menahan laju berlakunya the law of diminishing returns, tetapi akhirnya pengaruh kemajuan teknologi tersebut habis dan perekonomian menuju ke arah stasioner. Kenyataannya kenaikan produksi pertanian yang sangat pesat di negara-negara maju telah membuktikan bahwa Ricardo kurang memperhatikan potensi kemajuan teknologi dalam menahan laju berlakunya the law of diminishing returns dari faktor produksi tanah.
  • Pengertian yang salah tentang keadaan stasioner. Pandangan Ricardo bahwa negara akan mencapai keadaan stasioner secara otomatis adalah tidak beralasan, karena tidak ada perekonomian yang mencapai keadaan stasioner dengan laba yang meningkat, produksi yang meningkat, dan akumulasi modal yang terjadi.
  • Pengabaian faktor-faktor kelembagaan. Salah satu kelemahan pokok dari teori Ricardo ini adalah pengabaian peranan faktor-faktor kelembagaan. Faktor ini diasumsikan secara tertentu, meskipun demikian, faktor tersebut penting sekali dalam pembangunan ekonomi dan tidak dapat diabaikan.
  • Teori Ricardo bukan teori pertumbuhan. Menurut Schumpeter, teori Ricardo bukanlah teori pertumbuhan ekonomi, tetapi teori distribusi yang menentukan besarnya pangsa tenaga kerja, tuan tanah, dan pemilik modal. Bahkan dia menganggap bahwa pangsa untuk tanah adalah sangat utama, dan sisanya sebagai pangsa tenaga kerja dan modal. Ricardo gagal menunjukkan teori distribusi fungsional karena ia tidak menentukan pangsa dari masing-masing faktor produksi secara terpisah.
  • Pengabaian suku bunga. Kelemahan lain dari teori Ricardo ini adalah pengabaian suku bunga dalam pertumbuhan ekonomi. Dia menganggap bahwa suku bunga sebagai imbalan jasa yang terpisah dari modal tetapi termasuk dalam laba. Pendapat yang salah ini berasal dari ketidakmampuannya untuk membedakan pemilik modal dari pengusaha (entrepreneur).


3. Model Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik Lewis

Dalam model Lewis pertumbuhan ekonomi terjadi karena membesarnya sektor industri yang terus mengumpulkan kapital berdampingan dengan sektor pertanian subsisten yang hampir tidak mengumpulkan kapital sama sekali. Sumber pengumpulan kapital di sektor industri modern adalah keuntungan dari upah yang rendah sedangkan upah rendah ini berasal dari suplai surplus tenaga kerja di sektor pertanian yang terbatas.

 

Para kapitalis di perkotaan mendapatkan tenaga kerjanya dengan menarik para pekerja dari sektor pertanian yang bermigrasi ke daerah perkotaan.

 

Migrasi ini disebabkan upah di perkotaan yang lebih besar daripad upah pertanian di pedesaan. Sir W. Arthur Lewis mengembangkan hal tersebut dalam menjelaskan perpindahan tenaga kerja dari pertanian ke industri di negara-negara industri baru. Kontras dengan para penulis ekonomi sejak awal tahun 1970-an yang telah memperhatiak urbanisasi yang berlebihan, Lewis, menulis pada tahun 1954, memperhatikan tentang kemungkinan kelangkaan tenaga kerja di sektor industri yang sedang berekspansi.

 

Lewis percaya, adanya produktivitas marginal tenaga kerja yang bernilai nol di sektor pertanian subsisten, sektor yang hampir tidak menggunakan kapital dan kemajuan teknologi. Signifikasi dari model Lewis adalah bahwa pertumbuhan terjadi sebagai hasil dari perubahan struktural. Sebuah perekonomian yang terdiri, utamanya, dari sektor pertanian yang subsisten (yang tidak melakukan tabungan) ditransformasi ke sektor kapitalis modern (yang melakukan kegiatan menabung). Dengan tumbuhnya sektor kapitalis (relatif terhadap sektor pertanian), rasio keuntungan dan surplus yang lain terhadap pendapatan nasional akan tumbuh.

 

Sayangnya, teori pertumbuhan ekonomi Lewis ini mendapat beberapa kritikan, terutama pada dasar teoritis dari model Lewis, yaitu asumsi atas adanya suplai tenaga kerja yang tak terbatas. Para pengkritik tersebut mengajukan kemungkinan bahwa tingkat upah kapitalis bisa saja meningkat sebelum semua surplus tenaga kerja di sektor pertanian berhasil diserap. Sebabnya adalah :

  • Dengan berpindahnya para pekerja dengan produktivitas marginal nol dari sektor pertanian yang subsisten, para pekerja yang tetap tinggal di sektor pertanian kemudian akan membagi output (yang konstan jumlahnya) yang ada di antara penduduk yang tinggal sedikit, sehingga output pertanian per kepala menjadi semakin besar dan menyebabkan tingkat hidup mereka naik. Dengan naiknya tingkat hidup mereka, maka tingkat upah juga menjadi lebih tinggi. Maka kemudian sektor industri di perkotaan ingin menarik tenaga kerja dari sektor pertanian ini, mereka harus menaikkan upah yang ditawarkannya.
  • Semakin banyak tenaga kerja yang berpindah ke sektor industri, permintaan terhadap makanan menjadi semakin tinggi, dan ini akan meningkatkan harga bahan makanan. Maka sektor industri harus menaikkan upah untuk menghadapi peningkatan harga bahan makanan ini.

 

Maka dari itu, Lewis dianggap berlebihan jika menduga bahwa ketersediaan tenaga kerja migrasi dari pedesaan yang murah bisa menstimulasi pertumbuhan industri.



4. Model Pertumbuhan Ekonomi Harrord-Domar

Model  pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar dibangun berdasarkan pengalaman Negara maju. Harrod-Domar memberikan peranan kunci kepada investasi di dalam proses pertumbuhan ekonomi, khususnya mengenai watak ganda yg dimiliki investasi. Pertama ia menciptakan pendapatan dan kedua ia memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Yang pertama dapat disebut sebagai “dampak permintaan” dan yang kedua “dampak penawaran” investasi. Model yang dibuat oleh Harrod dan Domar didasarkan pada asumsi sebagai berikut :

  • Ada ekuilibrium awal pendapatan dalam keadaan pekerjaan penuh.
  • Tidak ada campur tangan pemerintah.
  • Model ini bekerja pada perekonomian tertutup tanpa perdagangan luar negeri.
  • Tidak ada kesulitan didalam penyesuaian antara investasi dan penciptaan kapasitas produktif.
  • Kecenderungan menabung rata-rata sama dengan kecenderungan menabung marginal.
  • Kecenderungan menabung marginal tetap konstan.
  • Koefisien modal, yaitu rasio stok modal terhadap pendapatan, diasumsikan tetap (fixed).
  • Tidak ada penyusutan barang modal yang diasumsikan memiliki daya  pakai seumur hidup.
  • Tabungan dan investasi berkaitan dengan pendapatan tahun yang sama.
  • Tingkat harga umum konstan, yaitu upah uang sama dengan pendapatan nyata.
  • Tidak ada perubahan tingkat sukubunga.
  • Ada proporsi yang tetap antara modal dan buruh dalam proses produksi.
  • Modal tetap dan modal lancar disatukan menjadi modal.


Didalam perekonomian itu hanya terdapat satu jenis produk. Kesemua asumsi ini tidak penting bagi kesimpulan akhir permasalahannya, namun dimaksudkan untuk menyederhanakan analisanya.

 

a. Model Domar

Domar membangun modelnya disekitar pertanyaan berikut: karena investasi disatu pihak menghasilkan pendapatan dan dipihak lain menaikkan kapasitas produktif, maka pada laju berapakah investasi harus meningkat agar kenaikan pendapatan sama dengan kenaikan didalam kapasitas produktif, sehingga pekerjaan penuh dapat dipertahankan ?

Ia menjawab pertanyaan ini dengan mempererat kaitan antara penawaran agragat dengan permintaan agregat melalui investasi.

 

b. Model Harrod

Prof. R.F. Harrod mencoba menunjukkan dalam modelnya bagaimana pertumbuhan mantap (yaitu ekuilibrium) dapat terjadi dalam perekonomian. Sekali laju pertumbuhan mantap itu terganggu dan perekonomian jatuh ke dalam dis-ekuilibrium, kekuatan-kekuatan kumulatif cenderung mengabaikan perbedaan tersebutyang selanjutnya akan membawanya ke deflasi jangka panjang atau inflasi jangka panjang.

 

Model Harrod didasarkan pada 3 macam laju pertumbuhan. Pertama, laju pertumbuhan actual, dinyatakan dengan G, yang ditentukan oleh rasio tabungan dan rasio modal-output. Laju ini menunjukkan variasi siklis jangka pendek dalam laju pertumbuhan. Kedua, laju pertumbuhan terjamin, yang dinyatakan dengan GW, yang merupakan laju pertumbhuhan pendapatan kapasitas penuh suatu perekonomian. Terakhir, laju pertumbuhan alamiah (natural growth rate), dinyatakan dengan Gn, yang oleh Harrod dianggap sebagai “optimum kesejahteraan”. Ia dapat juga disebut sebagai laju pertumbuhan potensial atau laju pertumbuhan pekerjaan penuh.

 

Namun demikian ada beberapa perbedaan penting dalam kedua model tersebut :

  • Domar menganggap investasi memegang peranan kunci didalam proses pertumbuhan dan memberikan tekanan pada cirri gandanya. Tetapi Harrod menganggap tingkat pendapatan sebagai faktor paling penting didalam proses pertumbuhan tersebut. Sementara menjalin hubungan antara penawaran dan permintaan investasi, Harrod, di pihak lain, menyamakan permintaan dan penawaran tabungan.
  • Model Domar hanya didasarkan pada satu laju pertumbuhan. Tetapi Harrod menggunakan tiga laju pertumbuhan yang berbeda-beda: laju actual (G), laju terjamin (Gw) dan laju natural (Gn).
  • Domar mempergunakan kebalikan dari rasio modal-output marginal, sedang Harrod menggunakan rasio modal-output marginal.
  • Domar menggunakan-multiplikator (pengali) tetapi Harrod menggunakan akselerator (pemacu) yang dalam hal ini tidak dibicarakan oleh Domar.
  • Identitas formal dari persamaan Gw dalam Harrod dari persamaan Domar dipertahankan oleh asumsi Domar bahwa . Tetapi Harrod tidak membuat asumsi seperti itu.
  • Bagi Harrod siklus bisnis merupakan bagian integral lintasan pembangunan dan bagi Domar tidak demikian halnya tetapi diakomodasikan didalam modelnya dengan membiarkan produktivitas rata-rata investasi berfluktuasi.
  • Sementara Domar menunjukkan hubungan teknologis antara akumulasi modal dan pertumbuhan kapasitas penuh dalam output berikutnya, Harrod sebagai tambahan memperlihatkan hubungan perilaku antara kenaikan permintaan dengan output saat ini disatu pihak dan dengan akumulasi modal dipihak lain.

 

Sebagian dari kesimpulan yang dapat ditarik tergantung pada asumsi-asumsi pokok yang dibuat Harrod dan Domar, yang menyebabkan model-model ini menjadi tidak realistik.

  • Kecenderungan menabung dan rasio modal-output adalah tidak konstan. Kecenderungan untuk menabung dan rasio modal-output diasumsikan konstan. Keduanya mungkin berubah dalam jangka panjang, dan berarti memodifikasikan persyarat-persyarat pertumbuhan mantap. Laju pertumbuhan mantap, bahkan dapatdipertahankan tanpa asumsi ini. Sebagaimana ditulis Domar sendiri, “Asumsi ini tidak begitu perlu dan keseluruhan persoalan dapat dengan mudah dikerjakan kembali.”
  • Buruh dan modal tak dapat dipergunakan dalam proporsi tetap. Asumsi bahwa buruh dan modal dipergunakan dalam proporsi yang tetap tidaklah dapat dipertahankan. Pada umumnya buruh dapat menggantikan modal dan perekonomian dapat bergerak lebih mulus kearah lintasan pertumbuhan mantap.
  • Harga tidak akan tetap konstan. Kedua model tersebut juga luput mempertimbangkan perubahan-perubahan dalam tingkat harga pada umumnya. Perubahan harga selalu terjadi disetiap waktu dan sebaliknya dapat menstabilkan situasi yang tidak stabil.
  • Tingkat sukubunga berubah. Asumsi bahwa tidak ada perubahan dalam tingkat sukubunga tidaklah relevan dengan analisa yang bersangkutan. Tingkat sukubunga dapat berubah dan mempengaruhi investasi.
  • Program pemerintah tak dapat diabaikan. Model-model Harrod dan Domar mengabaikan pengaruh program pemerintah pada pertumbuhan ekonomi.
  • Perilaku wiraswasta tak dapat diabaikan. Modem ini juga mengabaikan perilaku wiraswasta yang sebenarnya menentukan laju pertumbuhan terjamin tersebut dalam perekonomian.
  • Kegagalan membedakan barang modal dengan barang konsumen. Model Harrod –Domar dikritik karena kegagalan menarik perbedaan antara barang modal dan barang konsumsi.
  • Menurut Profesor Rose, sumber utama ketidakstabilan dalam system Harrod terletak pada akibat akses permintaan atau penawaran dalam keputusan produksi dan tidak pada akibat langkanya modal atau berlebihnya keputusan investasi.


5. Model Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik Solow-Swan

Dalam model pertumbuhan ini yang menjadi perintis adalah Robert Solow dan Trevor Swan. Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi tergantung kepada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi. Berdasarkan penelitiannya, Solow (1957) mengatakan bahwa peran dari kemajuan teknologi di dalam pertumbuhan ekonomi sangat tinggi.

 

Pandangan teori ini didasarkan kepada angapan yang mendasari analisis klasik, yaitu perekonomian akan tetap mengalami tingkat pengerjaan penuh (full employment)dan kapasitas peralatan modal akan tetap sepenuhnya digunakan sepanjang waktu. Dengan kata lain, sampai dimana perekonomian akan berkembang tergantung pada pertambahan penduduk, akumulasi kapital, dan kemajuan teknologi.

 

Selanjutnya, menurut teori ini, rasio modal-output (capital-output ratio = cor) bisa berubah (bersifat dinamis). Dengan kata lain, untuk mencipakan sejumlah output tertentu bisa digunakan jumlah modal yang berbeda-beda dengan bantuan tenaga kerja yang jumlahnya berbeda-beda pula sesuai dengan yang dibutuhkan. Jika lebih banyak modal yang digunakan lebih sedikit, maka lebih banyak tenaga kerja yang digunakan. Begitu pula sebaliknya. Dengan adanya “keluwesan” (fleksibelitas) ini suatu perekonomian mempunyai kebebasan yang tak terbatas dalam menentukan kombinasi modal dan tenaga kerja yang akan digunakan untuk menghasilkan tingkat output tertentu.   Solow membangun modelnya disekitar asumsi berikut :

  • Ada satu komoditi gabungan yang diproduksi.
  • Yang dimaksud output netto, yaitu sesudah dikurangi biaya penyusutan modal.
  • Return to scale bersifat konstan. Dengan kata lain, fungsi produk adalah homogen pada derajat pertama.
  • Dua faktor produksi buruh dan modal, dibayar sesuai dengan produktivitas fisik marginal mereka.
  • Harga dan upah fleksibel.
  • Buruh terpekerjakan secara penuh.
  • Stok modal yang ada juga terpekerjakan secara penuh.
  • Buruh dan modal dapat disubtitusikan satu sama lain.
  • Kemajuan teknik bersifat netral.

 

Dengan asumsi tersebut, Solow menunjukkan dalam modelnya bahwa dengan koefisien teknik bersifat variable, rasio modal-buruh akan cenderung menyesuaikan dirinya, dalam perjalanan waktu, kearah rasio keseimbangan.

 

Solow adalah seorang perintis dalam membangun suatu model neo-klasik dengan menggunakan ciri-ciri utama model Harrod Domar seperti modal homogen, fungsi tabungan proporsional yang terkenal sebagai fungsi produksi neo-klasik, di dalam menelaah proses pertumbuhan. Asumsi tentang dapat dipertukarkannya buruh dan modal member kemungkinan kepada proses pertumbuhan untuk menyesuaikan diri dan memberikan suatu suasana realisme. Tidak seperti model Harrod-Domar, ia menunjukkan apa yang disebut arah pertumbuhan keadaan mantap. Tak kalah pentingnya, situasi pertumbuhan jangka panjang ditentukan oleh perluasan tenaga buruh dan kemajuan teknikal yang semakin meluas. Jadi, professor Solow berhasil menyingkirkan semua kesulitan dan kekakuan yang dihadapi analisa pendapatan aliran Keynesian modern.

 

Lepas dari penegasan Solow ini, modelnya mengandung kelemahan pada beberapa hal, sebagaimana ditunjukkan oleh Profesor Sen:

  • Model Solow hanya membicarakan masalah keseimbangan antara Gw dan Gn yang diajukan Harrod, dan mengabaikan masalah keseimbangan antara G dan Gw.
  • Didalam model Solow tidak terdapat fungsi investasi dan sekali fungsi ini dimasukkan masalah ketidakstabilan yang muncul pada model Harrod akan muncul juga dalam model Solow itu.
  • Model Solow tersebut didasarkan pada asumsi tentang kemajuan teknis yang memperbesar buruh. Akan tetapi justru sifat khusus kemajuan teknik yang menurut Harrod bersifat netral.
  • Solow mengansumsikan fleksibilitas harga factor yang mungkin mempersulit perjalanan menuju pertumbuhan mantap.
  • Model Solow tersebut didasarkan pada asumsi tidak realistis tentang modal yang homogeny dan dapat diubah-ubah.
  • Solow merupakan kemajuan teknologi sebagai faktor penentu dan menganggap hal itu sebagai faktor eksogen didalam proses pertumbuhn. Ia dengan demikian tidak memperdulikan soal merangsang kemajuan teknologi melalui proses belajar, investasi dalam penelitian, dan akumulasi modal.

Teori pertumbuhan Neo Klasik ini mempunyai banyak variasi, tetapi pada umumnya mereka didasarkan kepada fungsi produksi yang telah dikembangkan oleh Charles Cobb dan Paul Douglas.


  


Model Pertumbuhan ‘Baru’ Untuk

Indonesia

 

Untuk mengisi loop hole yang ada, paradigma pembangunan Jokowi yang ditawarkan pada periode kedua bisa dikatakan masih berakar ke mazhab ekonomi klasik, sebuah model pertumbuhan endogen tetapi sudah mengikuti model pengembangannya, yaitu model pertumbuhan baru (new growth model).

 

Pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah cukup lama terlalu memanfaatkan boom komoditas yang bersifat jangka pendek. Alhasil, penciptaan teknologi yang menjadi jaminan pertumbuhan jangka panjang tertinggal. Pertumbuhan jangka pendek yang selama ini dinikmati mengorbankan jaminan pertumbuhan jangka panjang tersebut.

 

Tidak terelakan, tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini stagnan pada sekitaran 5 persen, jauh dari target pemerintah pada 7 persen. Untuk sebuah perekonomian yang mengalami permasalahan ini, dari kaca mata ilmu ekonomi, arah kebijakan berlandaskan hipotesis supply-leading bisa dijadikan jawaban sebagai salah satu solusi unggulan.

 

Adapun pembangunan Jokowi pertama sebenarnya telah mengikuti mazhab ekonomi neoklasik ini. Infrastruktur sebagai modal fisik, menurut seminal work Auscher (1989) memiliki dampak positif terhadap pembangunan ekonomi, karena membuka akses ke sumber pertumbuhan lainnya yang tidak efektif dan efisien bila dilakukan oleh pihak swasta.

 

Misalnya saja proyek bisnis yang sebelumnya tidak menguntungkan karena ada fixed cost yang besar untuk membangun infrastruktur, baik untuk distribusi atau pengantaran barang input-output menjadi feasible. Bersandar pada hipotesa ini saja tidaklah cukup.

 

Untuk mengisi loop hole yang ada, paradigma pembangunan Jokowi yang ditawarkan pada periode kedua bisa dikatakan masih berakar ke mazhab ekonomi klasik, sebuah model pertumbuhan endogen tetapi sudah mengikuti model pengembangannya, yaitu model pertumbuhan baru (new growth model).

 

Secara eksplisit model Romer (1996) mengatakan dalam sebuah perekonomian investasi tidak hanya dilakukan untuk modal fisik tetapi juga modal manusia yang diakumulasi melalui pendidikan, pelatihan, hingga alokasi dana untuk penelitian dan pengembangan. Esensinya, modal fisik bertumbuh bila dilakukan investasi tambahan. Adapun pengetahuan bisa bertumbuh indefinitely.

 

Masalahnya, model-model pertumbuhan ini mensyaratkan sebuah negara memiliki tingkat tabungan (dana) yang cukup guna mendanai akumulasi (investasi) modal fisik dan manusia tersebut, baik untuk memproduksi barang dan jasa atau teknologi.

 

Adapun Indonesia saat ini mempunyai masalah saving investment gap yang cukup akut. Menggunakan persamaan identitas produk domestik bruto (PDB) pendekatan pengeluaran, diketahui bahwa tabungan Gap S-I hanya bisa positif apabila net export (ekspor–impor, barang, dan jasa) juga positif. Padahal mengacu ke data Bank Indonesia, neraca transaksi berjalan telah defisit sejak 2012. Artinya ekspor neto Indonesia saat ini adalah negatif.

 

Secara agregat Indonesia kekurangan dana untuk investasi. Defisit Indonesia dari neraca transaksi berjalan berkisar pada 2 persen-4 persen dari PDB. Untuk mendanai kegiatan akumulasi modal, Indonesia harus mencari ‘tabungan’ dari luar, bisa berbentuk utang, investasi portofolio ke surat utang dan ekuitas maupun penanaman modal langsung (FDI).

 

Indonesia, sayangnya, terlalu mengandalkan aliran dana dari sumber kedua, yaitu investasi portofolio yang bersifat fluktuatif. Arus masuk FDI, walaupun realisasi dalam dua kuartal terakhir meningkat, hanya sekitar 1 persen dari PDB. Alhasil, ketergantungan Indonesia terhadap pendanaan fluktuatif berkisar 1 persen-3 persen dari PDB.

 

Jadi, ada alasan kuat untuk lebih menyambut FDI. FDI bisa menjadi solusi penyeimbang masalah dinamika jangka panjang dan jangka pendek ini. Selain berguna dalam kacamata neraca pembayaran (manfaat short run), FDI juga bermanfaat dalam kacamata model pertumbuhan baru yang telah disinggung di atas (manfaat long run).

Menurut Das (2010), FDI berguna menjadi sumber teknologi serta pengetahuan bagi sebuah perekonomian. FDI kemudian akan memberikan kesempatan penciptaan produktivitas yang lebih tinggi lagi untuk perusahaan domestik. Disebut sebagai efek spillover.

 

Akan tetapi, model pertumbuhan baru menunjukkan bahwa efek spillover dari FDI sangat bergantung kepada endowment dari sebuah negara tersebut. Borensztein et. al (1998) menekankan bahwa FDI memiliki teknologi dan pengetahuan baru untuk sebuah negara tuan rumah. Namun, kemampuan menyerap teknologi baru FDI tersebut sangat mengandalkan modal manusia negara tuan rumah.

 

SDM Jadi Kunci

Bila tidak ada modal manusia yang cukup, transfer teknologi tidak bisa. Perlu dilakukan pelatihan tambahan misalnya, yang menyebabkan biaya transfer teknologi meningkat. Sebaliknya, bila modal manusia sebuah negara sudah tinggi maka biaya transfer teknologi turun. Biaya yang turun akan meningkatkan profitabilitas dari sebuah usaha. Alhasil, FDI akan semakin deras masuk.

 

Alhasil, fokus pemerintah di mana investasi manusia menjadi kunci dirasa tepat. Menyadari modal manusia Indonesia yang masih tertinggal, pemerintah memberikan insentif pengurangan pajak penghasilan super (60 persen sampai dengan 200 persen) untuk perusahaan yang melakukan kegiatan vokasi (dan juga riset dan pengembangan), sehingga mampu meningkatkan modal manusia sekaligus mengurangi biaya transfer teknologi perusahaan.

 

Walaupun fokus ke sumber daya manusia sudah tepat tapi baiknya jangan mengulangi kesalahan: ada loop hole yang baru dijadikan sasaran pembangunan setelah bertahun-tahun. Banyak pengembangan dari model pertumbuhan endogen yang bisa dijadikan acuan untuk memaksimalkan efek spillover dan atau untuk lebih menarik FDI. Salah satunya Balasubramanyam et. al (1996) yang mensyaratkan keterbukaan perdagangan.

 

Ada juga Hermes dan Lensink (2003) yang menujukan pentingnya pendalaman sektor keuangan. Mengutip World Bank (2019), insentif pajak atau pelonggaran moneter saja tidaklah cukup. Reformasi yang tegaslah yang dapat mengatasi masalah Indonesia saat ini.

 

REFERENSI :

Mankiw, N.G. (2007), Macroeconomics, 6th edition, Worth Publishers.

Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung (2008), Teori Ekonomi Makro: Suatu Pengantar, edisi keempat, Buku Seri Teori Ekonomi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Boediono (2001), Ekonomi Makro, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2, edisi 4, BPFE Yogyakarta.

Soediyono (2000), Ekonomi Makro: Analisis IS-LM dan Permintaan-Penawaran Agregat, edisi Millenium, Penerbit Liberty Yogyakarta.

 

 

SUMBER LAIN :

http://www.dosenpendidikan.com/pengertian-konsep-dan-model-ekonomi-makro-lengkap/

https://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_makro

http://ekonominator.blogspot.co.id/search?q=Pasar+Sempurna

http://ipinarifin57.blogspot.com/2013/07/indikator-indikator-penting-ekonomi.html

    

 

 

 

 






KEPEMIMPINAN & PENGAMBILAN KEPUTUSAN

KEPEMIMPINAN & PENGAMBILAN KEPUTUSAN Oleh : Eko Yulianto, ST, MM, MSD (NIDN 0325077407) A. Pendahuluan Pengelolaan suatu bisnis, baik it...