Inflasi dan deflasi adalah masalah yang berkaitan
dengan sistem perekonomian dan finansial negara. Keadaan tersebut dapat
memengaruhi harga produk yang beredar di pasar.
Hal tersebut tidak hanya berpengaruh pada
perusahaan, tetapi juga masyarakat umum. Berdasarkan informasi singkat di atas,
sudahkah kamu mengetahui apa itu inflasi dan deflasi? Simak penjelasan
selengkapnya berikut ini.
Apa Itu Inflasi?
Apa yang dimaksud dengan inflasi dan apa
penyebabnya? Inflasi adalah kondisi pada sebuah negara, di mana harga setiap
barang yang beredar mengalami kenaikan secara terus-menerus dalam jangka waktu
tertentu. Kondisi ini terjadi akibat banyaknya uang yang beredar di masyarakat,
sehingga menyebabkan adanya kenaikan harga barang.
Penyebab Terjadinya Inflasi
Selain banyaknya uang yang beredar, inflasi
disebabkan oleh tingginya permintaan terhadap suatu barang atau jasa sehingga
meningkatkan biaya produksi atas barang atau jasa terkait.
Banyaknya peluang kerja pada perusahaan dalam
kondisi pembangunan ekonomi akan memunculkan peningkatan upah sehingga semakin
banyak uang untuk dibelanjakan. Inflasi juga terjadi akibat adanya utang
nasional yang dipengaruhi oleh jumlah pinjaman dan pengeluaran sebuah
negara.
Nilai tukar pada transaksi internasional yang
ditentukan oleh besarnya nilai dolar juga berperan penting dalam tinggi
rendahnya inflasi.
Karakteristik Inflasi
Kondisi perekonomian suatu negara dapat dikatakan
mengalami inflasi apabila terpenuhi 3 karakteristik inflasi. Karakteristik yang
harus dipenuhi antara lain adanya kenaikan harga barang atau jasa, kenaikan
bersifat umum dan menyeluruh, serta berlangsung secara terus menerus pada waktu
tertentu.
Definisi Inflasi
Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga
barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu.
Deflasi merupakan kebalikan dari inflasi, yakni penurunan harga barang secara
umum dan terus menerus.
Perhitungan inflasi dilakukan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS), link ke metadata SEKI-IHK. Kenaikan harga dari satu atau dua
barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau
mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.
Pengukuran Indeks Harga Konsumen (IHK)
Berdasarkan the Classification of
Individual Consumption by Purpose (COICOP), IHK dikelompokkan ke dalam
tujuh kelompok pengeluaran, yaitu :
- Bahan Makanan.
- Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau.
- Perumahan.
- Sandang.
- Kesehatan.
- Pendidikan dan Olahraga.
- Transportasi dan Komunikasi.
Data pengelompokan tersebut didapatkan melalui
Survei Biaya Hidup (SBH).
Disagregasi Inflasi
Di samping pengelompokan berdasarkan COICOP
tersebut, BPS saat ini juga mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan lainnya
yang dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi dilakukan untuk
menghasilkan indikator inflasi yang menggambarkan pengaruh dari faktor yang
bersifat fundamental.
Di Indonesia, disagregasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi:
1. flasi Inti, yaitu
komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component)
di dalam pergerakan inflasi
dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti :
- Interaksi permintaan-penawaran.
- Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang.
- Ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen.
2. Inflasi non-Inti, yaitu
komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh
selain faktor fundamental. Komponen inflasi non-inti terdiri dari :
- Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food): Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional.
- Inflasi Komponen Harga yang diatur oleh Pemerintah (Administered Prices): Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll.
Determinan Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari
sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan
(demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor
terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh
depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara mitra
dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (Administered
Price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana
alam dan terganggunya distribusi.
Faktor penyebab demand pull inflation adalah
tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam
konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi
output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar
dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi
dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan
ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi
tersebut dapat bersifat adaptif atau forward looking.
Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan
pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran,
natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum provinsi (UMP). Meskipun
ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan
permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan
meningkat lebih tinggi dari kondisi supply-demand tersebut.
Demikian halnya pada saat penentuan UMP, pedagang ikut pula meningkatkan harga
barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong
peningkatan permintaan.
Pentingnya Kestabilan Harga
Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat
bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan
manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian
inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil
memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan
pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari
masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin,
bertambah miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan
ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil
keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan
menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan
produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga,
tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di
negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif
sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai Rupiah. Keempat, pentingnya
kestabilan harga kaitannya dengan SSK (referensi).
Sasaran Inflasi
Melalui amanat yang tercakup di Undang Undang
tentang Bank Indonesia, tujuan Bank Indonesia yaitu mencapai dan memelihara
kestabilan nilai Rupiah. Kestabilan nilai Rupiah ini mengandung dua aspek,
yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang
negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara
aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang
negara lain.
Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus
dicapai oleh Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan
demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat
diukur dengan mudah. Dalam upaya pencapaian tujuannya, Bank Indonesia menyadari
bahwa pencapaian pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi perlu
diselaraskan untuk mencapai hasil yang optimal dan berkesinambungan dalam
jangka panjang.
Pengendalian Inflasi
Kebijakan
moneter Bank Indonesia ditujukan untuk mengelola tekanan harga yang berasal
dari sisi permintaan agregat (demand management) relatif terhadap
kondisi sisi penawaran. Kebijakan moneter tidak ditujukan untuk merespons
kenaikan inflasi yang disebabkan oleh faktor yang bersifat kejutan dan bersifat
sementara (temporer) yang akan hilang dengan sendirinya seiring dengan
berjalannya waktu.
Sementara itu, inflasi juga dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari
sisi penawaran ataupun yang bersifat kejutan (shocks) seperti kenaikan
harga minyak dunia dan adanya gangguan panen atau banjir. Dari bobot dalam
keranjang IHK, bobot inflasi yang dipengaruhi oleh faktor penawaran dan kejutan
diwakili oleh kelompok volatile food dan administered prices
yang mencakup kurang lebih 40% dari bobot IHK.
Dengan demikian, kemampuan Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi relatif
terbatas apabila terdapat kejutan (shocks) yang sangat besar, seperti
ketika terjadi kenaikan harga BBM di tahun 2005 dan 2008, sehingga menyebabkan
adanya lonjakan inflasi.
Dengan pertimbangan bahwa laju inflasi juga dipengaruhi oleh faktor yang
bersifat kejutan tersebut maka pencapaian sasaran inflasi memerlukan kerjasama
dan koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia melalui kebijakan
makroekonomi yang terintegrasi baik dari kebijakan fiskal, moneter maupun
sektoral. Lebih jauh, karakteristik inflasi Indonesia yang cukup rentan
terhadap kejutan-kejutan (shocks) dari sisi penawaran memerlukan
kebijakan-kebijakan khusus untuk permasalahan tersebut.
Dalam tataran teknis, koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia telah
diwujudkan dengan membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan
Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005. Anggota TPI,
terdiri dari Bank Indonesia dan kementerian teknis terkait di Pemerintah
seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perhubungan, Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Sekretaris kabinet, dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Menyadari pentingnya koordinasi tersebut, sejak
tahun 2008, pembentukan TPI diperluas hingga ke level daerah. Ke depan,
koordinasi antara Pemerintah dan BI diharapkan akan semakin efektif dengan
dukungan forum TPI baik pusat maupun daerah sehingga dapat terwujud inflasi
yang rendah dan stabil, yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan dan berkelanjutan.
Penetapan Target Inflasi
Target
atau sasaran inflasi merupakan tingkat inflasi yang harus dicapai oleh Bank
Indonesia, berkoordinasi dengan Pemerintah. Penetapan sasaran inflasi
berdasarkan UU mengenai Bank Indonesia dilakukan oleh Pemerintah. Dalam Nota
Kesepahaman antara Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan
untuk tiga tahun ke depan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Berdasarkan
PMK No.101/PMK.010/2021 tanggal 28 Juli 2021 tentang Sasaran Inflasi tahun
2022, tahun 2023, dan tahun 2024, sasaran inflasi yang ditetapkan oleh
Pemerintah untuk periode 2022 – 2024, masing-masing sebesar 3,0%, 3,0%, dan
2,5%, dengan deviasi masing-masing ±1%.
Sasaran inflasi tersebut diharapkan dapat menjadi
acuan bagi pelaku usaha dan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya ke
depan, sehingga tingkat inflasi dapat dijaga pada tingkat yang rendah dan
stabil. Salah satu upaya pengendalian inflasi menuju inflasi yang rendah dan
stabil adalah dengan membentuk dan mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat
agar mengacu pada sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Angka target atau
sasaran inflasi dapat dilihat pada situs Bank Indonesia atau situs instansi Pemerintah
lainnya seperti Kementerian Keuangan, Kantor Kementerian Koordinator bidang
Perekonomian, atau Bappenas. Sebelum UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sementara setelah UU
tersebut, dalam rangka meningkatkan kredibilitas Bank Indonesia maka sasaran
inflasi ditetapkan oleh Pemerintah.
Apa Itu Deflasi?
Berbeda dengan inflasi, deflasi adalah kondisi
penurunan harga barang akibat rendahnya daya beli masyarakat pada waktu
tertentu dalam durasi yang panjang. Deflasi tidak hanya akan memengaruhi
penurunan harga barang dan jasa namun juga berisiko pada biaya produksi, upah
pekerja, hingga daya beli masyarakat.
Jika
inflasi adalah kenaikan harga baramg yang terus mengalami kenaikan, maka
deflasi merupakan suatu keadaan perekonomian di suatu negra dimana terjadi
sebuah kecenderungan penurunan harga yang terus menerus terjadi dalam satu
priode.
Baik itu inflasi ataupun deflasi sama – sama
merupakan masalah perekonomian suatu negara yang harus segera diatasi. Apalagi
inflasi dan deflasi ini juga dapat mempengaruhi bisnis yang sedang Anda
jalankan.
Sebuah perusahaan
harus menurunkan harga suatu produk atau layanan untuk tetap menarik daya beli
masyarakat dengan rasio keuangan rendah. Dalam penurunan harga barang tersebut
perusahaan mengorbankan nilai keuntungan yang diperoleh.
Deflasi adalah periode di mana harga-harga secara umum jatuh, dan nilai
uang bertambah. Deflasi juga didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana ada
penurunan harga barang secara terus menerus, sehingga terjadi peningkatan nilai
uang.
Dikutip dari Modul Ekonomi Kemdikbud Kelas XI oleh Basuki,
S.Pd., M.M., arti deflasi adalah kondisi dimana jumlah uang beredar lebih sedikit,
dibandingkan dengan jumlah barang dan jasa.
Pengertian deflasi adalah kebalikan dari inflasi. Perbedaan inflasi dan deflasi adalah,
jika inflasi terjadi akibat banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat,
maka deflasi terjadi karena kurangnya jumlah uang yang beredar.
Salah satu cara menanggulangi deflasi adalah dengan
menurunkan tingkat suku bunga. Bank sentral dapat mengambil kebijakan
menurunkan tingkat suku bunga bank umum, dengan harapan masyarakat banyak
melakukan pinjaman dari bank. Sehingga, memungkinkan pada akhirnya menambah
jumlah uang yang beredar di masyarakat.
Penyebab Terjadinya Deflasi
Rendahnya rasio keuangan yang dimiliki masyarakat
dapat menjadi salah satu alasan terjadinya inflasi. Namun, terdapat beberapa
penyebab lain yang mendorong negara pada kondisi tersebut. Penyebab terjadinya
inflasi antara lain :
- Adanya perubahan struktur pada persaingan pasar. Perusahaan di sektor yang sama akan bersaing menurunkan harga barang sehingga dapat lebih unggul dibandingkan pesaingnya.
- Terjadinya peningkatan produktivitas akibat adanya inovasi dan kemajuan teknologi.
- Turunnya daya beli masyarakat akibat sedikitnya persediaan jumlah mata uang.
Karakteristik
Deflasi
Deflasi merupakan kondisi yang berkebalikan dengan inflasi. Sebuah negara dapat dikatakan mengalami deflasi ketika terjadi penurunan harga barang secara terus menerus, berkurangnya jumlah uang yang beredar, dan masyarakat memilih untuk menyimpan uang di bank ataupun platform penyimpanan uang lainnya dibandingkan melakukan transaksi.
Penyebab Deflasi
Jika dilihat dari pengertian deflasi, penyebab deflasi suatu negara
adalah sebagai berikut :
- Jumlah uang yang beredar di masyarakat sedikit atau menurun.
- Menurunya permintaan terhadap barang atau jasa.
- Tingkat penawaran lebih besar, sehingga hasil produksi sama.
Jenis Deflasi
Jenis deflasi antara lain :
- Deflasi sirkulasi adalah deflasi yang terjadi akibat adanya perubahan menurunya perekonomian. Hal ini terjadi karena harga barang menurun, karena tingkat produksi dan konsumsi tidak seimbang.
- Deflasi strategis adalah deflasi yang terjadi karena strategi kebijakan pemerintah tidak berhasil. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah itu nyatanya tidak bisa menekan angka konsumsi berlebih, pada masyarakat. Sehingga, menyebabkan penurunan harga.
Dampak Deflasi
Dampak positif deflasi adalah masyarakat bisa membeli dengan harga
barang yang murah. Dampak deflasi juga bisa menguatkan nilai mata uang.
Namun, deflasi tidak bagus untuk perekonomian. Dikutip dari
buku 'Kamus Istilah Ekonomi dan Bisnis' oleh Henricus W. Ismanthono, adapun
beberapa dampak dari deflasi adalah :
- Bertambahnya jumlah pengangguran, akibat banyaknya pengurangan karyawan perusahaan.
- Menurunya angka permintaan pasar, sehingga memaksa para produsen mengurangi jumlah produksinya.
- Penurunan keuntungan (laba) perusahaan.
- banyaknya penutupan pabrik, penurunan pendapatan serta meningkatnya gagal bayar ( default) baik dari perusahaan maupun individu.
Contoh Deflasi
Contoh deflasi adalah ketika ada saat dimana turunnya harga bahan
makanan di Indonesia. Deflasi itu terjadi pada September tahun 2019 lalu, Badan
Pusat Statistik mencatat Indonesia mengalami deflasi mencapai angka 0,27%.
Kondisi itu terjadi akibat sebagian besar harga komoditas makanan dan
bumbu-bumbu dapur menurun. Tercatat ada sejumlah 82 kota di Indonesia, yang
terkena dampak penurunan harga tersebut, demikian dikutip dari laman OCBCNISP.
Salah satu
cara menanggulangi atau cara mengatasi deflasi adalah dengan menurunkan tingkat
suku bunga. Bank sentral dapat mengambil kebijakan menurunkan tingkat suku
bunga bank umum, dengan harapan masyarakat banyak melakukan pinjaman dari bank.
Sehingga, memungkinkan pada akhirnya menambah jumlah uang yang beredar di
masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar