Minggu, 02 Oktober 2022

EKONOMI MAKRO - INFLASI & DEFLASI


Inflasi dan deflasi adalah masalah yang berkaitan dengan sistem perekonomian dan finansial negara. Keadaan tersebut dapat memengaruhi harga produk yang beredar di pasar. 

 

Hal tersebut tidak hanya berpengaruh pada perusahaan, tetapi juga masyarakat umum. Berdasarkan informasi singkat di atas, sudahkah kamu mengetahui apa itu inflasi dan deflasi? Simak penjelasan selengkapnya berikut ini.

 

Apa Itu Inflasi?

Apa yang dimaksud dengan inflasi dan apa penyebabnya? Inflasi adalah kondisi pada sebuah negara, di mana harga setiap barang yang beredar mengalami kenaikan secara terus-menerus dalam jangka waktu tertentu. Kondisi ini terjadi akibat banyaknya uang yang beredar di masyarakat, sehingga menyebabkan adanya kenaikan harga barang.

 

Penyebab Terjadinya Inflasi

Selain banyaknya uang yang beredar, inflasi disebabkan oleh tingginya permintaan terhadap suatu barang atau jasa sehingga meningkatkan biaya produksi atas barang atau jasa terkait. 

 

Banyaknya peluang kerja pada perusahaan dalam kondisi pembangunan ekonomi akan memunculkan peningkatan upah sehingga semakin banyak uang untuk dibelanjakan. Inflasi juga terjadi akibat adanya utang nasional yang dipengaruhi oleh jumlah pinjaman dan pengeluaran sebuah negara. 

 

Nilai tukar pada transaksi internasional yang ditentukan oleh besarnya nilai dolar juga berperan penting dalam tinggi rendahnya inflasi.

 

 

Karakteristik Inflasi

Kondisi perekonomian suatu negara dapat dikatakan mengalami inflasi apabila terpenuhi 3 karakteristik inflasi. Karakteristik yang harus dipenuhi antara lain adanya kenaikan harga barang atau jasa, kenaikan bersifat umum dan menyeluruh, serta berlangsung secara terus menerus pada waktu tertentu.

 

Definisi Inflasi​​

Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Deflasi merupakan kebalikan dari inflasi, yakni penurunan harga barang secara umum dan terus menerus.


Perhitungan inflasi dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), link ke metadata SEKI-IHK. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.

 

Pengukuran Indeks Harga Konsumen (IHK)

Berdasarkan the Classification of Individual Consumption by Purpose (COICOP), IHK dikelompokkan ke dalam tujuh kelompok pengeluaran, yaitu :

  1. Bahan Makanan.
  2. Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau.
  3. Perumahan.
  4. Sandang.
  5. Kesehatan.
  6. Pendidikan dan Olahraga.
  7. Transportasi dan Komunikasi.

 

Data pengelompokan tersebut didapatkan melalui Survei Biaya Hidup (SBH).

 

Disagregasi Inflasi

Di samping pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.


Di Indonesia, disagregasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi:

1. flasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti :

  • Interaksi permintaan-penawaran.
  • Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang.
  • Ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen.

2. Inflasi non-Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non-inti terdiri dari :

  • Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food): Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional.
  • Inflasi Komponen Harga yang diatur oleh Pemerintah (Administered Prices): Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll.

 

Determinan Inflasi

Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (Administered Price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.

 

Faktor penyebab demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut dapat bersifat adaptif atau forward looking.



Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum provinsi (UMP). Meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari kondisi supply-demand tersebut. Demikian halnya pada saat penentuan UMP, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan.

Pentingnya Kestabilan Harga

Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.

 

Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai Rupiah. Keempat, pentingnya kestabilan harga kaitannya dengan SSK (referensi).

 

Sasaran Inflasi​​

Melalui amanat yang tercakup di Undang Undang tentang Bank Indonesia, tujuan Bank Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Kestabilan nilai Rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang negara lain.


Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai oleh Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah. Dalam upaya pencapaian tujuannya, Bank Indonesia menyadari bahwa pencapaian pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi perlu diselaraskan untuk mencapai hasil yang optimal dan berkesinambungan dalam jangka panjang.

 

Pengendalian Inflasi​​

Kebijakan moneter Bank Indonesia ditujukan untuk mengelola tekanan harga yang berasal dari sisi permintaan agregat (demand management) relatif terhadap kondisi sisi penawaran. Kebijakan moneter tidak ditujukan untuk merespons kenaikan inflasi yang disebabkan oleh faktor yang bersifat kejutan dan bersifat sementara (temporer) yang akan hilang dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu.


Sementara itu, inflasi juga dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari sisi penawaran ataupun yang bersifat kejutan (shocks) seperti kenaikan harga minyak dunia dan adanya gangguan panen atau banjir. Dari bobot dalam keranjang IHK, bobot inflasi yang dipengaruhi oleh faktor penawaran dan kejutan diwakili oleh kelompok volatile food dan administered prices yang mencakup kurang lebih 40% dari bobot IHK.


Dengan demikian, kemampuan Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi relatif terbatas apabila terdapat kejutan (shocks) yang sangat besar, seperti ketika terjadi kenaikan harga BBM di tahun 2005 dan 2008, sehingga menyebabkan adanya lonjakan inflasi.


Dengan pertimbangan bahwa laju inflasi juga dipengaruhi oleh faktor yang bersifat kejutan tersebut maka pencapaian sasaran inflasi memerlukan kerjasama dan koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi baik dari kebijakan fiskal, moneter maupun sektoral. Lebih jauh, karakteristik inflasi Indonesia yang cukup rentan terhadap kejutan-kejutan (shocks) dari sisi penawaran memerlukan kebijakan-kebijakan khusus untuk permasalahan tersebut.

Dalam tataran teknis, koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia telah diwujudkan dengan membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005. Anggota TPI, terdiri dari Bank Indonesia dan kementerian teknis terkait di Pemerintah seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perhubungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,  Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Sekretaris kabinet, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.


Menyadari pentingnya koordinasi tersebut, sejak tahun 2008, pembentukan TPI diperluas hingga ke level daerah. Ke depan, koordinasi antara Pemerintah dan BI diharapkan akan semakin efektif dengan dukungan forum TPI baik pusat maupun daerah sehingga dapat terwujud inflasi yang rendah dan stabil, yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan berkelanjutan.


Penetapan Target Inflasi​​

Target atau sasaran inflasi merupakan tingkat inflasi yang harus dicapai oleh Bank Indonesia, berkoordinasi dengan Pemerintah. Penetapan sasaran inflasi berdasarkan UU mengenai Bank Indonesia dilakukan oleh Pemerintah. Dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan untuk tiga tahun ke depan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Berdasarkan PMK No.101/PMK.010/2021 tanggal 28 Juli 2021 tentang Sasaran Inflasi tahun 2022, tahun 2023, dan tahun 2024, sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode 2022 – 2024, masing-masing sebesar 3,0%, 3,0%, dan 2,5%, dengan deviasi masing-masing ±1%.

 

Sasaran inflasi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaku usaha dan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya ke depan, sehingga tingkat inflasi dapat dijaga pada tingkat yang rendah dan stabil. Salah satu upaya pengendalian inflasi menuju inflasi yang rendah dan stabil adalah dengan membentuk dan mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat agar mengacu pada sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Angka target atau sasaran inflasi dapat dilihat pada situs Bank Indonesia atau situs instansi Pemerintah lainnya seperti Kementerian Keuangan, Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, atau Bappenas. Sebelum UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sementara setelah UU tersebut, dalam rangka meningkatkan kredibilitas Bank Indonesia maka sasaran inflasi ditetapkan oleh Pemerintah.

 

 



Apa Itu Deflasi?


Berbeda dengan inflasi, deflasi adalah kondisi penurunan harga barang akibat rendahnya daya beli masyarakat pada waktu tertentu dalam durasi yang panjang. Deflasi tidak hanya akan memengaruhi penurunan harga barang dan jasa namun juga berisiko pada biaya produksi, upah pekerja, hingga daya beli masyarakat.

 

Jika inflasi adalah kenaikan harga baramg yang terus mengalami kenaikan, maka deflasi merupakan suatu keadaan perekonomian di suatu negra dimana terjadi sebuah kecenderungan penurunan harga yang terus menerus terjadi dalam satu priode.

 

Baik itu inflasi ataupun deflasi sama – sama merupakan masalah perekonomian suatu negara yang harus segera diatasi. Apalagi inflasi dan deflasi ini juga dapat mempengaruhi bisnis yang sedang Anda jalankan.

 

Sebuah perusahaan harus menurunkan harga suatu produk atau layanan untuk tetap menarik daya beli masyarakat dengan rasio keuangan rendah. Dalam penurunan harga barang tersebut perusahaan mengorbankan nilai keuntungan yang diperoleh.  

 

Deflasi adalah periode di mana harga-harga secara umum jatuh, dan nilai uang bertambah. Deflasi juga didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana ada penurunan harga barang secara terus menerus, sehingga terjadi peningkatan nilai uang.


Dikutip dari Modul Ekonomi Kemdikbud Kelas XI oleh Basuki, S.Pd., M.M., arti deflasi adalah kondisi dimana jumlah uang beredar lebih sedikit, dibandingkan dengan jumlah barang dan jasa.

 

Pengertian deflasi adalah kebalikan dari inflasi. Perbedaan inflasi dan deflasi adalah, jika inflasi terjadi akibat banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat, maka deflasi terjadi karena kurangnya jumlah uang yang beredar.


Salah satu cara menanggulangi deflasi adalah dengan menurunkan tingkat suku bunga. Bank sentral dapat mengambil kebijakan menurunkan tingkat suku bunga bank umum, dengan harapan masyarakat banyak melakukan pinjaman dari bank. Sehingga, memungkinkan pada akhirnya menambah jumlah uang yang beredar di masyarakat.



Penyebab Terjadinya Deflasi

Rendahnya rasio keuangan yang dimiliki masyarakat dapat menjadi salah satu alasan terjadinya inflasi. Namun, terdapat beberapa penyebab lain yang mendorong negara pada kondisi tersebut.    Penyebab terjadinya inflasi antara lain :

  1. Adanya perubahan struktur pada persaingan pasar. Perusahaan di sektor yang sama akan bersaing menurunkan harga barang sehingga dapat lebih unggul dibandingkan pesaingnya.
  2. Terjadinya peningkatan produktivitas akibat adanya inovasi dan kemajuan teknologi.
  3. Turunnya daya beli masyarakat akibat sedikitnya persediaan jumlah mata uang.

 

Karakteristik Deflasi

Deflasi merupakan kondisi yang berkebalikan dengan inflasi. Sebuah negara dapat dikatakan mengalami deflasi ketika terjadi penurunan harga barang secara terus menerus, berkurangnya jumlah uang yang beredar, dan masyarakat memilih untuk menyimpan uang di bank ataupun platform penyimpanan uang lainnya dibandingkan melakukan transaksi.

 

Penyebab Deflasi

Jika dilihat dari pengertian deflasi, penyebab deflasi suatu negara adalah sebagai berikut :

  1. Jumlah uang yang beredar di masyarakat sedikit atau menurun.
  2. Menurunya permintaan terhadap barang atau jasa.
  3. Tingkat penawaran lebih besar, sehingga hasil produksi sama.


 

Jenis Deflasi

Jenis deflasi antara lain :

  1. Deflasi sirkulasi adalah deflasi yang terjadi akibat adanya perubahan menurunya perekonomian. Hal ini terjadi karena harga barang menurun, karena tingkat produksi dan konsumsi tidak seimbang.
  2. Deflasi strategis adalah deflasi yang terjadi karena strategi kebijakan pemerintah tidak berhasil. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah itu nyatanya tidak bisa menekan angka konsumsi berlebih, pada masyarakat. Sehingga, menyebabkan penurunan harga.

 

Dampak Deflasi

Dampak positif deflasi adalah masyarakat bisa membeli dengan harga barang yang murah. Dampak deflasi juga bisa menguatkan nilai mata uang.

Namun, deflasi tidak bagus untuk perekonomian. Dikutip dari buku 'Kamus Istilah Ekonomi dan Bisnis' oleh Henricus W. Ismanthono, adapun beberapa dampak dari deflasi adalah :

  1. Bertambahnya jumlah pengangguran, akibat banyaknya pengurangan karyawan perusahaan.
  2. Menurunya angka permintaan pasar, sehingga memaksa para produsen mengurangi jumlah produksinya.
  3. Penurunan keuntungan (laba) perusahaan.
  4. banyaknya penutupan pabrik, penurunan pendapatan serta meningkatnya gagal bayar ( default) baik dari perusahaan maupun individu.


Contoh Deflasi

Contoh deflasi adalah ketika ada saat dimana turunnya harga bahan makanan di Indonesia. Deflasi itu terjadi pada September tahun 2019 lalu, Badan Pusat Statistik mencatat Indonesia mengalami deflasi mencapai angka 0,27%. Kondisi itu terjadi akibat sebagian besar harga komoditas makanan dan bumbu-bumbu dapur menurun. Tercatat ada sejumlah 82 kota di Indonesia, yang terkena dampak penurunan harga tersebut, demikian dikutip dari laman OCBCNISP.


Salah satu cara menanggulangi atau cara mengatasi deflasi adalah dengan menurunkan tingkat suku bunga. Bank sentral dapat mengambil kebijakan menurunkan tingkat suku bunga bank umum, dengan harapan masyarakat banyak melakukan pinjaman dari bank. Sehingga, memungkinkan pada akhirnya menambah jumlah uang yang beredar di masyarakat.



KEPEMIMPINAN & PENGAMBILAN KEPUTUSAN

KEPEMIMPINAN & PENGAMBILAN KEPUTUSAN Oleh : Eko Yulianto, ST, MM, MSD (NIDN 0325077407) A. Pendahuluan Pengelolaan suatu bisnis, baik it...