Kepemimpinan Sekolah dan Pendidikan
Kepemimpinan Sekolah
Menurut
Danim (2010), kepemimpinan sekolah (school leadership)
merupakan sebuah proses membimbing dan membangkitkan bakat dan energy guru,
murid, dan orang tua untuk mencapai tujuan pendidikan yang
dikehendaki.
Konsep Kepemimpinan di Sekolah
Memimpin suatu
sekolah tentu merupakan suatu tugas mulia dalam membantu pemerintah untuk
membangun pendidikan di Indonesia. Namun untuk itu perlu dimatangkan suatu
konsep kepemimpinan sekolah (school leadership). Lalu seperti apa konsep
kepemimpinan disekolah? Yuk kita simak dibawah ini!
Setiap sekolah
tentu memiliki konsep kepemimpinan yang berbeda-beda, setiap konsep tersebut
akan disesuaikan dengan visi dan misi yang dijalankan disekolah. Menurut Danim
(2010), kepemimpinan sekolah (school leadership) merupakan sebuah
proses membimbing dan membangkitkan bakat dan energy guru, murid, dan orang tua
untuk mencapai tujuan pendidikan yang dikehendaki. Di Indonesia, konsepsi
kepemimpinan guru terus mengalami penguatan sejak lahirnya
UU No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen dan
PP No.74 Tahun 2008 Tentang Guru. Dalam PP No.74 Tahun 2008
kuat isyarat bahwa hanya guru yang kemudian bisa diberi jabatan pengawas.
Kepala sekolah
mempunyai wewenang dan tanggung jawab penuh untuk menyelenggarakan seluruh
kegiatan pendidikan dalam lingkungan sekolah yang dipimpinnya. Kepala sekolah
tidak hanya bertanggung jawab secara teknis akademis saja, akan tetapi segala
kegiatan, keadaan lingkungan sekolah dengan kondisi dan situasinya, serta
hubungan dengan masyarakat sekitar merupakan tanggung jawab kepala sekolah.
Inisiatif dan kreatif yang mengarah kepada perkembangan dan kemajuan sekolah
adalah merupakan tugas dan tanggung jawab kepala sekolah. Kepala sekolah harus
bekerjasama dengan para guru yang dipimpinnya, dengan orang tua murid atau BP3
serta pihak pemerintah setempat.
Kepemimpinan baik
di sekolah atau di lingkungan manapun sangat erat kaaitannya dengan efektivitas
kepemimpinan. Efektivitas berbeda dengan keberhasilan. Seperti yang dijelaskan
secara mendalam oleh Badeni (2013) sebagai berikut :
Efektivitas mengandung makna ketepatan pencapaian tujuan yang diharapkan atau kesesuaian apa yang seharusnya dilakukan (to do the right things). Apabila kepemimpinan merupakan suatu proses memengaruhi orang lain untuk berprilaku sesuai dengan keinginan pemimpin, efektivitas kepemimpinan diukur dengan adanya kesediaan orang lain untuk berprilaku sesuai dengan tujuan pemimpin dan organisasi tanpa ada rasa paksaan. Sedangkan kepemimpinan yang berhasil adalah pemimpin yang berhasil mencapai tujuan organisasi tanpa mempertimbangkan apakah orang lain merasa terpaksa atau tidak untuk melakukannya. Atas dasar penjelasan ini, terdapat perbedaan yang jelas antara pemimpin yang berhasil dan pemimpin yang efektif. Ada seorang pemimpin berhasil tetapi tidak efektif, dan ada pula seorang pemimpin disamping berhasil ia juga efektif. Misalnya, seorang manajer menentukan tujuan, melakukan pembagian tugas, menginstruksikan kepada bawahan untuk merealisasikannya, dan bawahan yang tidak mematuhi diancam dengan hukuman/sanksi. Karena ketakutan, semua bawahan melakukannya sehingga tujuan tercapai. Akan tetapi, pada saat manajer tidak berada ditempat, bawahan malas melakukan pekerjaannya. Di sini, manajer bukan pemimpin yang efektif karena dia lebih cenderung menggunakan posisinya untuk memperoleh kepatuhan bukan pengaruhnya, yaitu pengaruh personal, sehingga seorang manajer mungkin hanya sebagai manajer bukan seorang pemimpin. Kepemimpinan dikatakan sangat efektif, apabila seorang manajer juga seorang pemimpin (leader).
Jelaslah sudah
keberhasilan sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala sekolah.
Seperti yang dikatakan oleh Lipham (Mulyadi, 2010) bahwa kepemimpinan kepala
sekolah yang efektif sangat menentukan keberhasilan sekolah. Sekolah yang
efektif atau sukses hampir selalu ditentukan kepemimpinan kepala sekolah
sebagai kunci kesuksesan.
Selain itu,
kualitas kepemimpinan kepala sekolah juga sangat menentukan kesuksesan sekolah.
Hal tersebut dijelaskan oleh Mulyadi (2010) bahwa hasil penelitian yang
dilakukan para ahli manajemen pendidikan menyimpulkan bahwa efektivitas sekolah
sangat dipengaruhi kepemimpinan kepala sekolah. Sedangkan kepala sekolah
efektif ditandai tiga kriteria yaitu (1) mampu menciptakan atmosfer kondusif
bagi murid untuk belajar, (2) para guru terlibat dan berkembang secara personal
dan professional, dan (3) seluruh masyarakat memberi dukungan dan harapan
tinggi. Jika seorang kepala sekolah dapat mengusahakan sekolah dengan tiga hal tersebut
disebut kepala sekolah efektif dan sekolah yang dikelolanya disebut sebagai
sekolah sukses.
Disamping itu,
karakter seorang pemimpin ikut menentukan keberhasilannya menjadi pemimpin.
Seperti dijelaskan oleh Covey (Muhaimin et al., 2011) bahwa faktor pemimpin
yang sangat penting adalah karakter dari orang yang menjadi pemimpin tersebut.
Sembilan puluh persen dari semua kegagalan kepemimpinan adalah kegagalan pada
karakter.
Kepemimpinan Pendidikan Yang Efektif
Kepemimpinan
yang efektif memiliki peran yang menentukan terhadap kelangsungan hidup sebuah
organisasi. Para sarjana memberikan penjelasan yang beragam tentang
kepemimpinan yang efektif. Namun, terdapat prinsip pokok yang disepakati
tentang kepemimpinan yang efektif yaitu sikap pemimpin yang mampu mempengaruhi
orang lain (stafnya) untuk bekerja lebih keras dalam mengemban tugas dan
tanggung jawab, sertya merubah prilaku anggota orgaisas sesuai dengan tujuan
organisasi. kepemimpinan yang efektif dilihat dari hasil (output) yang
diperoleh dari kegiatan sebua organisasi. Kriteria yang dijadikan ukuran
penilaian kepemimpinan yang efektif adalah hasil kerjasama dan prestasi
kelompok yang di pimpin. Seorang pemimpin yang efektif tidak hanya bias
mempengaruhi bawahannya, tetapi bisa juga menajamin bahwa para stafnya bekerja
dengan seluruh kemampuannya untuk mencapai tujuan organisasi.
Syahrizal
(2008) mengemukakan bahwa kepemimpinan yang efektif dapat diidentifikasikan
dengan sejumlah kemampuan pemimpin untuk melakukan koordinasi, pemecahana
konflik, membangun komunikasi, memotivasi dan menggerakkan karyawan untuk
meningkatkan produktifitasnya, pembinaan staf dan perwujudan kesejahteraan
anggota organisasi. kemampuan ini merupakan modal bagi seorang pemimpin, dalam
mewujudkan tujuan organisasi. Seorang pemimpin yang efektif akan mewujudkan
kemampuannya secara simultan dan berkesinambungan dalam menjalankan roda
organisasi.
1. Kemampuan
Melakukan Koordinasi
Kemampuan
pemimpin menggunakan sumber daya secara maksimal dan menciptakan system kerja
optimal, akan menentukan tinggi rendahnya aktivitas dan produktivitas karyawan.
Peran pemimpin sangat strategis dalam peningkatan produktivitas, yaitu dengan
mengkombinasikan dan mendayagunakan semua sarana produksi, menerapkan
fungsi-fungsi manajemen, menciptakan system kerja dan pembagian kerja,
menempatkan orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat, serta menciptakan
kondisi dan lingkungan kerja yang aman dan nyaman.
Aktivitas
untuk mewujudan sasaran organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya, seringkali
menghadapi berbagai kesulitan. Segala penghalang dan rintangan harus diatasi,
dan kemajuan yang telah dicapai harus dipertahankan. Oleh karena itu, para staf
atau karyawan harus dirangsang dan didorong oleh pemimpinnya agar melaksanakan
pekerjaan mereka sebaik mungkin. Merekalah yang bila ditinjau dari
segi organisasi merupakan unsur penting yang bertugas melaksanakan
kegiatan-kegiatan operasional organisasi. sedangkan kelompok lain berupa
kelompok pemimpin, tugasnya bukanlah melakukan kegiatan-kegiatan operasional,
melainkan melakukan kegiatan-kegiatan penunjang dalam organisasi. meskipun
demikian, para kelompok pemimpinlah yang bertugas menjaga agar organisasi dapat
berjalan dengan lancar. Kelompok yang terkahir ini pula yang bertanggung jawab
menciptakan mekanisme kerja sama yang harmonis antar sesama anggota organisasi.
Pengelompokan
karyawan dalam organisasi bukanlah berarti menonjolkan peran kelompok yang satu
dan mengecilkan arti kelompok yang lain, melainkan agar terciptanya pembagian
tugas yang akan mempermudah pencapaian tujuan organisasi. untuk itu, perlu
dijaga hubungan antara pimpinan dengan staf, yang mana hubungan tersebut akan
sangat berpengaruh terhadap kegiatan yang akan dilakukan sehari-hari. Pandangan
pemimpin terhadap keryawan, pelibatan karyawan dalam penentuan kebijakan
organisasi, pemenuhan hak-hak karyawan, dan penghargaan terhadap keryawan
merupakan sebagian faktor yang akan merangsang dan meningkatkan kinerja
karyawan.
Pemimpin
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kewenangan yang
dimilikinya, dan tidak meremehkan atau melebihkan pekerjaan pimpinan pada unit
atau bagian yang lain. Untuk menghindari hal itu perlu adanya koordinasi antar
lini dan antar pimpinan. Tujuan dari koordinasi adalah untuk melakukan
singkronisasi pekerjaan dari tiap-tiap unit kerja. Koordinasi adalah pengaturan
tata hubungan dari usaha bersama untuk memperoleh kesatuan tindakan dalam
pencapaian tujuan bersama. Dengan kata lain, koordinasi merupakan proses yang
mengatur pembagian kerja antar individu atau antar kelompok dalam suatu
organisasi. Melalui koordinasi, kegiatan organisasi dapat dijalankan secara
efektif dan efisien.
Syahrizal
(2008), Langkah yang dilakukan untuk menjamin suatu rencana dan tindakan
terkoordinasi dengan baik adalah:
- Melakukan rapat sebagai langkah awal untuk mengadakan integritas pekerjaan dari setiap karyawan.
- Mengumpulkan laporan atas pelaksanaan kebijakan pimpinan yang telah digariskan .
- Melakukan kunjungan untuk melihat secara langsung dan memberikan petunjuk petunjuk secara langsung pula dengan pedoman yang telah digariskan.
- Memelihara hbungan dalam berbagai bentuk demi meningkatkan keserasian kerja.
2. Kemampuan Penyelesaian Konflik
Secara sederhana, konflik
dimaknai dengan perbedaan atau pertentangan antara seseorang dengan orang lain
atau antara kelompok dengan kelompok atau antara kelompok dengan seseorang.
Konflik dapat saja terjadi dalam suatu kelompok atau dalam suatu organisasi
yang memiliki tujuan yang sama. Konflik dalam organisasi sering terjadi, dimana
salah satu pihak atau pihak kedua merasa dirugikan atau tidak dihargai. Konflik
dalam organisasi membawa pengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi., baik
bersifat positif maupun negatif. Sebagai contoh, dalam suatu perusahaan
persaingan sehat dapat menimbulkan efek positif dan negatif, tetapi bila
persaingan tersebut sudah melampaui batas, maka akan menyebabkan persaingan
yang tidak sehat, yang mana dapat menimbulkan efek negatif. Efek positif dapat
meningkatkan produktivitas organisasi, sedangkan efek negatif dapat merusak
kinerja organisasi.
Dengan mengetahui, kedua dampak
tersebut di atas, maka seorang pemimpin dapat mencegah kemungkinan timbulnya
konflik yang merugikan suatu organisasi atau perusahaan. Suatu konflik dapat
terjadi, karena masing-masing pihak atau salah satu pihak merasa dirugikan.
Kerugian ini bukan hanya bersifat material, tetapi juga dapat bersifat non
material. Untuk mencegah terjadinya konflik, seorang pemimpin harus mengetahui
sebab-sebab timbulnya suatu konflik. Sebab-sebab tersebut dapat berupa
perbedaan pendapat, salah paham, salah satu pihak merasa dirugikan atau
munculnya perasaan yang terlalu sensitif.
Dalam penyelesaian konflik dan
upaya mengembalikan situasi kondusif suatu organisasi, maka pemimpin harus
membangun komunikasi yang baik antar karyawan.komunikasi ini sangatlah
dibutuhkan, karena tugas seorang pemimpin adalah mengatur kegiatan staf secara
langsung. Tanggung jawab pemimpin adalah membawa stafnya ketingkat efektivitas
kinerja yang maksimum dan bila komunikasi tidak terjalin dengan baik dalam
organisasi, maka harapan ini tidak akan terwujud. Seorang pemimpin tidak perlu
merasa malu untuk menegur anggota organisasinya terlebih dahulu dan mereka akan
merasa senang bila diajak berkomunikasi secara langsung oleh
pimpinan organisasi di mana mereka bekerja.
Dalam rangka mendekati anggota
organisasi melalui ini, maka yang perlu diperhatikan oleh seorang pemimpin
adalah mengamati keinginan karyawan, menunjukkan perhatian atau keterlibatan
pimpinan dalam suatu permasalahan yang dihadapi anggota organisasi. Dengan
pendekatan ini, pemimpin akan mendapatkan acuan bekerja optimal dan pemimpin
akan mendapatkan kepuasan serta keuntungan yang lebih besar dalam hubungan
organisasi.
3. Kemampuan Membangun Komunikasi
Komunikasi yang dibangun dalam
suatu organisasi adalah komunikasi dialogis baik antar anggota organisasi,
antara atasan dengan bawahan maupun antar sesama lini dalam suatu organisasi.
komunikasi antara atasan dan bawahan dapat berbentuk penyampaian informasi
ataupun instruksi. Komunikasi yang dibangun dalam suatu organisasi amat penting
perannya, karena ketidaklancaran komunikasi akan sangat tidak menguntungkan
efisiensi kerja organisasi. akibat tidak efektifnya komunikasi akan banyak
membuang waktu yang tersita sia-sia, pemborosan kertas, perbaikan yang tidak
perlu karena informasi yang salah, kekeliruan bawahan dalam melaksanakan
perintah, atau kurangnya pengertian anggota organisasi terhadap instruksi yang
diberikan seorang pemimpin. Oleh sebab itu, pemimpin harus mempelajari,
memperhatikan, mencari cara, atau membangun system agar komunikasi dapat
berjalan dengan cara efektif dan efisien. Sering kali dijumpai para pimpinan
tidak segan-segan mengulang atau menerangkan maksudnya sejelas mungkin agar
tidak disalahtafsirkan oleh bawahannya.
Nawawi (1999), dalam komunikasi
efektif dan dialogis seorang pemimpin tidak selalu memimpin percakapan, tanpa
memberikan kesempatan kepada pihak lain. Pada waktu-waktu tertentu seorang
pemimpin juga dituntut mengorbankan kesempatan dirinya untuk menjadi pendengar
yang baik, dan dalam hal tertentu pula pemimpin hanya mengungkapkan suatu
infomasi sebagai pemancing saja, agar terjadinya komunikasi yang baik. Bagi
organisasi atau perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan kepada
nasabah atau masyarakat seperti bank, maka perlu diingat bahwa komunikasi yang
efektif menjadi amat penting dan menentukan keberlangsungan hidup suatu
perusahaan jasa.
Perlu juga diperhatikan bagi
seorang pemimpin, bahwa komunikasinya dengan anggota organisasi merupakan
pendorong bagi mereka dalam menjalankan tugas sehari-hari. Komunkasi yang tidak
baik atau kurang jelas, mungkin amat sulit bagi seorang pemimpin untuk
mengetahui sejah mana kemampuan dan kinerja anggota organisasi yang
dipimpinnya. Demikian pula anggota organisasi, tidak dapat mengetahui apa yang
harus dikerjakannya dan untuk apa ia melakukan pekerjaan dalam suatu
oraganisasi. Akibat lain dari komunikasi tidak efektif, adalah turunnya minat
anggota organisasi terhadap pekerjaan, rendahnya moral kerja, rendahnya tingkat
produktivitas,
4. Kemampuan Memotivsai dan
Menggerakkan Staf
Setiap tindakan
manusia mempunyai motivasi dan tujuan, baik disadari, dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya. Demikian pula dengan pekerjaan dalam suatu organisasi
atau pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan dalam suatu perusahaan, tentu tidak
terlepas dari motivasi dan tujuan. Motivasi dan tujuan organisasi
melakukan pekerjaannya dapat berupa : mengharapkan penghasilan/ gaji,
kepuasan pribadi atas hasil karyanya, peningkatan status dan promosi,
penghargaan dari karyawan sejawat, penghargaan dari atasan, pengormatan dari
keluarga dan lain lain. Anggota tidak hanya mengejar penghasilan
saja, tetapi juga mengharapkan bahwa dalam bekerja dia dapat diterima
(acceptable) dan dihargai oleh sesama anggota organisasi. Seorang anggota
organisasi akan lebih berbahagia, bila ia dapat menerima atau membantu anggota
organisasi lain yang membutuhkan bantuannya dalam menjalankan tugas
sehari-hari.
Syahrizal (2008) Motivasi
berarti dorongan yang mendasari seseorang untuk melakukan kegiatannya baik
dalam organisasi maupun di luar organisasi. Dalam konteks ini,
motivasi adalah kemauan kerja anggota organisasi yang timbul, karena adanya
dorongan dari dalam pribadi mereka. Motivasi lahir sebagai hasil integrasi
keseluruhan kebutuhan pribadi, pengaruh lingkungan fisik dan pengaruh
lingkungan sosial. Kekuatan motivasi sangat tergantung pada proses pengintegrasian
kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dengan demikian motivasi kerja merupakan
gejala kejiwaan yang bersifat dinamis, majemuk dan spesifik untuk masing-masing
anggota organisasi. Oleh karenanya, seorang pemimpin harus peka terhadap
gejala kejiwaan dan faktor psikis anggota organisasi. Hal ini amat penting
bagi pemimpin dalam memberikan motivasi yang positif kepada anggota
organisasinya.
Keberadaan manusia dalam
organisasi memegang peranan sentral, karena pada manusialah terletak motivasi
kerja dan produktivitas kerja suatu organisasi. Oleh karenanya, setiap
pemimpin tidak hanya memikirkan peningkatan skill karyawan melalui
program pendidikan dan pelatihan, melalui konsep “how to increase
income” dari suatu organisasi. pemimpin juga harus memikirkan “how to
increase mental”, yaitu bagaimana meningkatkan mentalitas, dedikasi dan
kesadaran anggota organisasi terhadap kewajiban dan tanggung
jawabnya. Dedikasi dan loyalitas anggota organisasi perlu ditumbuhkan,
sehingga mereka mempunyai sesuatu suatu perasaan atau dalam istilah studi
organisasi dikenal dengan “sense of belonging” yaitu, perasaan atau kesadaran
memiliki. Kesadaran memiliki dapat dibangun oleh seorang pemimpin dengan
mengadakan pertemuan persuasif dan pengarahan secara berkala terhadap anggota
organisasi mengenai keadaan organisasi, kebijakan yang telah di tempuh,
dan masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi. Bila hal ini
dikemukakan secara trasnparan oleh seorang pemimpin, maka anggota organisasi
akan berusaha menyumbangkan seluruh tenaga dan pikirannya untuk tujuan
organisasi.
Perhatian pemimpin kepada
anggota organisasi sangat penting untuk menunjang keberhasilan dalam pencapaian
tujuan dari suatu organisasi. Demikian pula dalam suatu perusahaan,
seorang pemimpin harus mempunyai suatu pendekatan kepada para keryawannya, agar
mereka bersedia bekerja dengan baik, Sehingga menunjang keberhasilan
perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk
itu para pemimpin dituntut memiliki kemampuan memberikan dorongan atau motivasi
kepada karyawan dalam upaya peningkatan produktivitas kerja
organisasi. Pemimpin yang memiliki kemampuan ini, akan mampu mempengaruhi
anggota organisasi untuk melaksanakan kewajiban dan tangung jawabnya dengan
baik.
5. Kemampuan Membina Staf
Dalam hal mengelola dan membina
anggota organisasi baik pada instansi pemerintah maupun swasta cenderung
menganut pola paternalisme. Pemerintah merasa berperan sebagai orang tua
yang wajib melindungi dan mengayomi anggota organisasi sebagi anak asuhnya. Pimpinan
merasa bertanggung jawab atas kesejahteraan pegawai atau karyawannya. oleh
karena itu sangat logis, jika pada taraf tertentu seorang pemimpin menuntut
loyalitas yang tinggi dari anggota organisasinya seperti lazim terjadi dalam
hubungan antara orang tua dan anak. Praktik demikian telah mendorong para
pemimpin untuk memanfaatkan pola kepemimpinan otoriter dalam menjalankan roda
organiasi. Pola kepemimpinan yang demikian tidak akan memberikan
kesempatan bagi pengembangan karir anggota organisasi, dan bahkan justru akan
menghambat proses pengembangan dan pembinaan anggota
organisasi. Pengelolaan anggota organisasi secara otoriter akan memadamkan
kreativitas, inisiatif, semangat kerja, dan bahkan akan mempersulit proses
komunikasi dan hubungan kerja. Motivasi kerja anggota organisasi akan
hilang, dan sikap apatisme akan muncul dari kalangan anggota organisasi.
Untuk mengatasi hal tersebut,
banyak alternatif yang bisa dilakukan, namun belum tentu dapat memberikan hasil
yang memuaskan, karena terdapat perbedaan karakteristik staf antara organisasi
yang satu dengan organisasi yang lain. Selama ini banyak pola pendidikan
dan pembinaan anggota organisasi yang telah diterapkan, namun sedikit sekali
yang membawa dampak positif bagi kebutuhan dan kepentingan organisasi.Dalam era
teknologi, setiap organisasi dituntut untuk segera mempersiapakan tenaga-tenaga
handal dan profesional. Para pemimpin dituntut berperan aktif dalam
pembinaan anggota organisasinya, karena organisasilah yang mengetahui secara
detail, kualifikasi anggota yang dibutuhkan.
Pembinaan anggota organisasi
tidak cukup hanya dilakukan dengan pengiriman pegawai mengikuti kursus,
seminar, lokakarya baik dalam maupun luar negeri. Pembinaan pada dasarnya
lebih luas ruang lingkup dan jangkauannya, bukan hanya beruupa
program-program pendidikan klasikal tetapi termasuk didalamnya program non
klasikal. Pendidikan informal, penempatan anggota sesuai dengan
kapasitasnya, pengarahan dan bimbingan pimpinan yang teratur dan jelas termasuk
pembinaan anggota organisasi yang sangat dibutuhkan. tingkah laku pimpinan
organisasi merupakan teladan dan contoh bagi anggota organisasi dalam
menjalankan tugasnya. Namun, apa yang kita temukan dalam kenyataan
bukanlah demikian. Seringkali seorang pemimpin berpendapat, lakukan
apa yang saya katakan, dan bukan apa yang saya lakukan. Hal seperti ini
secara tidak langsung berpengaruh negatif dalam pembinaan anggota organisasi.
Bimbingan langsung dari
pimpinan sangat menentukan kematangan sebuah pembinaan anggota organisasi,
karena bimbingan pimpinan menjadi panduan bagi anggota organisasi dalam
menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya. Banyak hal yang bisa
dilakukan pimpinan dalam pembinaan anggota organisasi. Dalam proses
pendelegasian wewenang misalnya, wakil pimpinan secara nyata dapat membantu
pembinaan anggota organisasi. Agaknya hal-hal seperti ini kurang
di sadari oleh banyak pihak. Pendelegasian wewenang praktis jarang
dilakukan secara jelas. seorang anggota organisasi diwajibkan bertanggung jawab
atas tugas-tugas yang diberikan oleh pimpinan, namun dalam kenyataannya
pimpinan tetap tidak memberikan otoritas kongkrit kepada anggota
organisasi. Pelimpahan wewenang kerap kali dijumpai tidak diberikan
sepenuhnya oleh pimpinan kepada anggota organisasi. Hal ini malah
mempersulit calon-calon pemimpin untuk masa yang akan datang.
6. Kemampuan Membina Hubungan
Kerja
Langkah pertama untuk menjalin
hubungan kerja yang baik adalah seorang pemimpin harus terlebih dahulu mengenal
anggota organisasi dengan sebaik baiknya. Pengenalan terhadap staf atau
anggota organisasi dilakukan terhadap dimensi kehidupan, baik sebagai pribadi
maupun sebagai anggota masayrakat.
Seorang pemimpin bisa saja
mengenal pribadi stafnya melalui berbagai pendekatan. Pengenalan terhadap
kehidupan seseorang perlu dilakukan mengingat setiap anggota organisasi pada
dasarnya ingin dihargai dan dihormati baik secara langsung maupun tidak
langsung. Penghargaan tersebut bisa dilihat dari adanya keinginan untuk
diajak berperan serta dalam lingkungan pekerjaan. Dengan demikian, apabila
seseoang dalam lingkungan kerjanya tidak diangggap sebagai kawan, apalagi oleh
atasannya dimana ia bekerja, maka hal ini akan menmbulkan perasaan tidak
nyaman dan lambat laun dapat menimbulkan frustasi. Kondisi ini akan
semakin memperburuk suasana kerja, bila keikutsertaan seseorang dalam
berbagai kegiatan tidak diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan
pandangannya. Keberadaan seseorang anggota organisasi hanyalah sebagai
robot yang selalu di dikte oleh atasannya. Akibatnya, organisasi akan
mengalami kesulitan dalam mengembangkan dan membina hubungan yang baik antar
sesama anggota organisasi.
Bila seorang pemimpin mengenal
staf atau anggota organisasi dengan baik, serta menyadari berbagai tingkah
laku dan sikap yang dimiliki oleh anggota organisasi, maka hal tersebut akan
membantu pimpinan dalam melakuakan perubahan komunikasi, sehingga akan terjalin
komuniksai yang efektif antara seorang pemimpin dengan anggota
organisasi. Komunikasi yang efektif akan menentukan keberhasilan hubungan
kerja dalam suatu organisasi.
Dalam memanajemen organisasi,
seorang pemimpin harus memahamai bahwa hubungan kerja dengan setaip anggota
organisasi menuntuk pendekatan yang berbeda antara satu sama lain. Mungkin
saja pendekatan untuk berkomunikasi dengan si A dianggap cukup baik, tetapi
cara ini belum tentu dapat diterapkan untuk berkomunikasi dengan anggota
organisasi lainnya. Sebab setiap orang memiliki kepribadian dan pola
kebiasaaan yang berbeda satu sama lain. seorang staf atau karywan kadang-kadang
kurang begitu berkenan bila diperlakukan dengan tegas, sedangkan orang lain
kurang bisa menyenangi apabila diperlakukan secara tidak tegas. Ada juga
orang yang memerlukan perlakuan yang simpatik dan perlu dijelaskan sampai
detail setiap penugasan yang diterimanya. Namun kadang-kadang ada juga
staf atau anggota organisasi yang cukup dijelaskan garis besar saja, ia sudah
memahami dan mengetahui arah penugasannya dengan baik.
Kepemimpinan Kepala Sekolah Yang Efektif
Kepemimpinan dalam penerapan manajemen mutu terpadu memerlukan dua
keterampilan yaitu keterampilan memimpin dan keterampilan mengelola
(kepemimpinan dan manajerial). Perilaku kepemimpinan dalam melaksanakan
keterampilan ini memegang peranan yang sangat penting untuk penerapan manajemen
mutu terpadu. Perilaku kepemimpinan yang positif dan mendukung terhadap
penerapan manajemen mutu terpadu dalam organisasinya akan lebih mencapai
keberhasilan dibandingkan perilaku kepemimpinan yang hanya memerintahkan
bawahan dalam menerapkan perilaku manajemen mutu terpadu.
Hasil penelitian Douglas & Hakim (2001), menemukan bahwa
sebagian besar pemimpin yang hanya memberikan pelayanan untuk peningkatan
kualitas tanpa ada perilaku yang mendukung, mengurangi keberhasilan pelaksanaan
hasil manajemen mutu terpasu. Sommer dan Merritt (1994) dan Rad (2005) juga
berpendapat tentang perlunya pemimpin memberikan perhatian terhadap strategi
manajemen mutu terpadu karena secara signifikan perilaku hubungan kepemimpinan
dengan perilaku karyawan memiliki pengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan
manajemen mutu terpadu. Perbedaan perilaku kepemimpinan dan bawahan dalam
merumuskan dan melaksanakan kebijakan manajememen mutu terpadu juga akan
terlihat lebih nyata pada pelaksanaan manajemen mutu terpadu dan kinerja
organisasi dalam sektor jasa seperti sekolah (Al-Swidi, 2011).
Budianto (2011)
menjelaskan untuk mencapai keberhasilan manajemen mutu terpadu, perilaku
kepemimpinan dalam dunia pendidikan (kepala sekolah) harus mencerminkan :
- Fokus pada pelanggan,
- Fokus pada pencegahan masalah,
- Investasi sumber daya,
- Memiliki strategi mutu,
- Menyikapi komplain sebagai peluang untuk belajar,
- Mendefinisikan mutu pada seluru area organisasi,
- Memiliki kebijakan dan rencana mutu,
- Manajemen senior memimpin mutu,
- Proses perbaikan mutu melibatkan setiap orang,
- Memiliki fasilitator mutu yang mendorong kemajuan mutu,
- Karyawan dianggap memiliki peluang untuk menciptakan mutu,
- Kreativitas adalah hal yang penting,
- Memiliki aturan dan tanggung jawab yang jelas,
- Memiliki strategi evalusi yang jelas,
- Melihat mutu sebagai sebuah cara untuk meningkatkan kepuasan pelanggan
- Rencana jangka panjang,
- Mutu dipandang sebagai bagian dari budaya,
- Meningkatkan mutu berada dalam garis strategi imperatif-nya sendiri,
- Memiliki misi khusus,
- Memperlakukan kolega sebagai pelanggan.
Sementara itu,
Tiong (dalam Usman, 2011: 290) menemukan dalam penelitiannya tentang
karakteristik perilaku kepala sekolah yang efektif antara lain sebagai berikut.
- Kepala sekolah yang adil dan tegas dalam mengambil keputusan
- Kepala sekolah yang membagi tugas secara adil kepada guru
- Kepala sekolah yang menghargai partisipasi staf
- Kepala sekolah yang memahami perasaan guru
- Kepala sekolah yang memiliki visi dan berupaya melakukan perubahan
- Kepala sekolah yang terampil dan tertib
- Kepala sekolah yang berkemampuan dan efisien
- Kepala sekolah yang memiliki dedikasi dan rajin
- Kepala sekolah yang tulus
- Kepala sekolah yang percaya diri
Sedangkan
perilaku kepemimpinan yang tidak efektif antara lain mencerminkan semangat yang
rendah, berpandangan sempit, diktator dan tidak memiliki rasa keterlibatan
dalam organisasi.
Jika dikaitkan
dengan karakteristik manajemen mutu terpadu, maka perilaku kepemimpinan kepala
sekolah yang efektif dalam mencapai keberhasilan penerapan manajemen mutu
terpadu berhubungan dengan prinsip utama manajemen mutu terpadu. Dengan kata
lain perilaku kepala sekolah harus menyesuaikan dengan empat prinsip manajemen
mutu terpadu. Penjelasan masing-masing prinsip dan perilaku kepemimpinan kepala
sekolah dijelaskan di bawah ini.
1. Kepuasan pelanggan
Seperti
penjelasan sebelumnya, sekolah memiliki pelanggan internal dan eksternal.
Terhadap pelanggan internal, siswa guru dan staf usaha perilaku kepala sekolah
yang efektif antara lain adil dan tegas dalam mengambil keputusan, memiliki
dedikasi dan rajin, memiliki keterampilan dalam pencegahan masalah,
memiliki strategi mutu dan memiliki strategi evalusi yang jelas. Sedangkan
terhadap pelanggan eksternal perilaku efektif kepala sekolah dapat tercermin
melalui transparansi, pemberi informasi, melihat mutu sebagai sebuah cara
untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, dan menyikapi komplain sebagai peluang
untuk belajar.
2. Respek terhadap setiap orang
Prinsip ini
melihat setiap orang dalam sekolah sebagai aset dan memiliki potensi. Sehingga
perilaku kepemimpinan yang efektif dalam mencerminkan prinsip ini adalah
fasilitator, menghargai partisipasi staf, memahami perasaan
guru, memberikan dukungan, melibatkan guru dan staf dalam pengambilan
keputusan, mengembangkan dan membimbing potensi, memotivasi dan memberi
inpirasi, mendelegasikan tugas, dan semua masyarakat sekolah dianggap memiliki
peluang untuk menciptakan mutu.
3. Manajemen berdasarkan fakta
Pada prinsip ini,
perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang efektif tertib administrasi sehingga
selalu mengambil keputusan dengan berdasarkan data organisasi yang jelas, bukan
suatu gambaran atau perkiraan. Kepala sekolah juga merencanakan, mengorganisasi
dan melakukan prioritas menggunakan data dan kondisi sumber daya dalam
organisasi.
4. Perbaikan terus menerus
Dalam mencapai
manajemen mutu, maka perubahan adalah hal yang mutlak dilakukan suatu
organisasi seiring dengan perubahan perilaku pelanggan. Maka perilaku
kepemimpinan kepala sekolah yang efektif mencerminkan pemantauan, visioner,
transformasional, rencana jangka panjang, membangun jaringan kerja dengan
pelanggan eksternal, inovatif, dan kreatif.
REFERENSI :
- Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
- Departemen Pendidikan Nasional, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidiakn Lanjutan Pertama. 2002. Pendekatan Konsektual ( Contextual Teaching and Learning (CTL))
- Dimyati, Mudjiono.2006. Belajar dan Pembelajaran.Jakarta:Rineka Cipta.
- Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
- Sunardi Nur & Sri Wahyuningsih, Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT Grasindo, 2002, hal : 28
- Syamsu Yusuf & Nani Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta : Rajawali Press, cet -3, 2012.
- UU No. 20 tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional
- Wahyudin, Dinn. 2002. Pengantar Pendidikan. Jakarta:Universitas Terbuka
- Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Jakarta : Kencana, cet-8, 2011, hal : 21
- Terry G.R. (1986). Principle of Management. Illinois Richard : D. Irwin, Inc. Homewood.
- The Liang Gie. (1978). Pengertian, Kedudukan, dan Perincian Ilmu Administrasi. Yogyakarta: Karya Kencana.
- Mulyasa, E. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
- Nurkolis. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: PT Grasindo.
- Djemari, 2004; Pengembangan Kultur Sekolah, Materi Workshop, Yogyakarta
- Hidayat, Komarudin, 2010; Membangun Kultur Sekolah, http://www.uinjkt.ac.id
- Zamroni, 2010, Membangun Kultur Sekolah, Materi Workshop, Jakarta
- Zamroni, 2009; Panduan Teknis Pengembangan Kultur Sekolah, Depdiknas, Jakarta
- Zamroni, 2013; Paradigma Pendidikan masa depan,http://www.pakguruonline.pendidikan.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar